Anda di halaman 1dari 15

PERISTIWA TALANGSARI DI WAY JEPARA

LAMPUNG TIMUR TAHUN 1989

Faradia Indratni, Iskandar Syah, Syaiful M


FKIP Unila Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145
Telepon (0721) 704 947, faximile (0721) 704 624
Email : Faradiaindratni.87@gmail.com
HP : 081230150800

The purpose of this study was to determine the causes of the events in Way Jepara
Talangsari eastern Lampung 1989. The method used in this research was
descriptive method. Data collection techniques were using observation,
interviews, documentation and literature. Data analysis techniques were using
qualitative data analysis. From this study it showed that the factors that cause
Talangsari events in Way Jepara East Lampung in 1989 was a factor of SARA
(ethnic, religious, racial, sectarian) which is exclusive attitude of Warsidi
congregation have an impact on their attitudes to society in Talangsari by making
the relationship between them becomes not harmonious and political situation
factor of Orde Baru has felt undermined the purity of Islam and failed in
prospenas the people.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab Peristiwa
Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun 1989. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan kepustakaan.
Teknik analisis datanya menggunakan analisis data kualitatif. Dari penelitian ini
diperoleh hasil bahwa faktor penyebab peristiwa Talangsari di Way Jepara
Lampung Timur tahun 1989 adalah faktor SARA (suku, agama, ras, antar
golongan) yaitu sikap eksklusif jemaah Warsidi telah berdampak terhadap sikap
mereka kepada masyarakat Dusun Talangsari sehingga membuat hubungan
diantara keduanya menjadi tidak harmonis dan faktor situasi politik Orde Baru
yang dirasa telah merusak kemurnian agama Islam serta gagal menyejahterakan
rakyat.

Kata kunci : jemaah warsidi, peristiwa, talangsari


PENDAHULUAN mengolah lahan miliknya. Bersama
Peristiwa Talangsari 1989 Sudjarwo dan Ngatidjan, teman
adalah insiden yang terjadi antara seperjuangannya, Sukidi mulai
kelompok Warsidi dengan aparat menebang hutan menyiapkan dearah
keamanan di Dusun Talangsari III, hunian. Dalam sejarah Talangsari,
Desa Rajabasa Lama, Kecamatan ketiga orang inilah yang yang
Way Jepara, Kabupaten Lampung dianggap sebagai cikal bakal lahirnya
Timur (sebelumnya masuk sebuah perkampungan yang kelak
Kabupaten Lampung Tengah). bernama Dusun Talangsari III.
Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari Membabat alas tidaklah
1989. mudah. Hanya pekerja keras yang
Way Jepara pada saat itu bisa melakukan pekerjaan ini. Cerita
tentu berbeda dengan Way Jepara tentang cikal bakal Cihideung, dusun
masa kini. Pada saat itu Way Jepara satu pagar dengan Talangsari
masih merupakan kawasan hutan misalnya, mempunyai pengalaman
yang tak setiap jengkal tanah mampu menarik. Beberapa waktu sebelum
dijamah orang. Hanya orang-orang Sukidi membabat kebun duren
pilihan dan tahan ujian yang mampu Talangsari, ada sekelompok orang
melakukannya. Sukidi adalah nama yang juga ingin menjadikan kawasan
seorang tokoh yang telah berada di tersebut sebagai hunian. Tetapi tanpa
negeri Sang Bumi Ruwa Jurai, ada alasan yang jelas, mereka
Lampung, meninggalkan Jawa kemudian meninggalkan kawasan itu
mengikuti jejak para transmigran. Di setelah sempat memberi nama
sini, di Dusun Talangsari III, Kec. Cihideung. Pembukaan Cihideung
Way Jepara Lampung Timur (dulu kemudian dilanjutkan penduduk
Lampung Tengah), Sukidi cukup setempat, tetapi juga gagal dan
mempunyai harkat, martabat dan akhirnya ditinggal. Kurang lebih dua
derajat. Dia dihormati dan diangkat tahun Sukidi bekerja keras membuka
menjadi tokoh masyarakat. kebun duren Talangsai, datang
Sukidi membabat alas rombongan baru meneruskan
Talangsari, setelah menemukan pembukaan kawasan Cihideung.
lokasi yang cocok untuk dijadikan Mereka itulah Keluarga Jayus, yang
daerah hunian. Di suatu kawasan mengaku berasal dari daerah asal
yang penuh dengan pohon durian, Sukidi, Banyuwangi. Membuka
Sukidi tertarik untuk menjadikannya hutan seperti ini sudah lazim bagi
tempat tinggal. Alasannya, selain orang-orang Jawa yang datang ke
subur, daerah tersebut memiliki Lampung. Cara demikian dianggap
unsur tanah merah dan tidak berpasir, paling menguntungkan kedua belah
sebagaimana umumnya tanah di pihak. Pemilik tanah diuntungkan
Lampung. Orang Banyuwangi ini karena tanah milik mereka menjadi
segera mencari tahu pemilik tanah. punya nilai ekonomis dan bagi
Dari kantor desa diperoleh kabar, pengolah tanah mereka bebas
tanah pilihan Sukidi tersebut, teryata menggarap tanah seperti milik
milik Amir Puspa Mega, kepala Desa mereka sendiri. Penggarap akan
Rajabasa Lama, penduduk asli yang membagi hasil panen bila tanah
dikenal memiliki harta peninggalan tersebut menghasilkan sesuatu.
keluarga. Amir Puspa segera akur Talangsari III adalah
dengan Sukidi yang berminat untuk gabungan dua dusun dari dua
kelurahan yang berbeda. Dusun kedatangannya di dusun Cihideung
seluas lebih kurang 40 hektar itu tersebut.
mirip pulau kecil. Ia dikelilingi
sebuah kali yang bernama sungai METODE PENELITIAN
beringin melingkari wilayah Di dalam penelitian (riset)
penghasil coklat terbaik di daerah itu. biasanya digunakan berbagai macam
Untuk mendatangi dusun tersebut metode yang disesuaikan dengan
dihubungkan oleh lima jembatan tujuan penelitian. Metode merupakan
yang melintas sungai selebar sekitar cara utama yang dapat dipergunakan
dua setengah meter. Jembatan- untuk mencapai suatu tujuan
jembatan itulah yang dahulu dirusak misalnya untuk menguji hipotesis
oleh Gerombolan Warsidi, untuk dengan menggunakan teknik serta
menyiasati agar aparat terhalang alat tertentu (Winarno Surakhmad,
datang. Pada mulanya masing- 1975;121).
masing punya otoritas dan Berdasarkan permasalahan
kewibawaan. Penggabungan itu baru yang penulis rumuskan maka untuk
terjadi sekitar 4 bulan sebelum memperoleh data yang diperlukan
peristiwa Talangsari 7 Februari 1989 sehingga data relevansinya dengan
(Widjiono Wasis, 2001;29). tujuan yang akan dicapai maka pada
Secara administrasi mungkin penelitian ini penulis menggunakan
tidak ada masalah. Tetapi secara metode deskriptif.
sosial, tampaknya ada yang Metode deskriptif bertujuan
mengganjal, terutama bagi orang- untuk mendeskripsikan apa-apa yang
orang tertentu yang kemudian merasa saat ini berlaku. Didalamnya terdapat
kehilangan hak martabat upaya mendeskripsikan, mencatat,
kewilayahan, setelah harus analisis, dan menginterpretasikan
bergabung satu nama menjadi kondisi-kondisi yang saat ini terjadi
Talangsari III. Apalagi dibawah atau ada. Dengan kata lain penelitian
perintah Sukidi yang mereka kenal deskriptif bertujuan untuk
sebagai orang biasa. Sepertinya memperoleh informasi-informasi
masalah ini juga menjadi pemicu, mengenai keadaan saat ini dan
mengapa Warsidi tak menghiraukan melihat kaitan antara variable-
ketika Sukidi meminta surat-surat variabel yang ada. Penelitian ini
administrasi kelengkapan diri. tidak menguji hipotesa atau tidak
Namun sebagai kepala dusun, menggunakan hipotesa, melainkan
Sukidi tetap menjalankan fungsinya. hanya mendeskripsikan informasi
Dia mulai mendata administrasi apa adanya sesuai dengan variabel-
dusun. Data penduduk, surat-surat variabel yang diteliti.
kepemilikan tanah dan segala Menurut Sanafiah Faisal
kegiatan warga mulai didaftar, dikemukakan bahwa penelitian
termasuk kehadiran Warsidi dan deskriptif bertujuan untuk
kelompoknya yang belum mengeksplorasi dan klarifikasi
melaporkan identitas diri kepada mengenai suatu fenomena atau
pamong, tetapi baru dua atau tiga kenyataan sosial dengan jalan
bulan menjalankan kegiatannya, mendeskripsikan sejumlah variabel
Sukidi mendapat gangguan dan yang berkenaan dengan masalah dan
perlawanan. Mereka menolak untuk unit yang diteliti (Sanafiah Faisal,
dimintai keterangan perihal 2002:20).
Variabel adalah tujuan yang diperoleh sesuai dengan
akan menjadi bahan pengamatan permasalahan yang dihadapi.
suatu penelitian, dimana variabel Pengertian observasi menurut
akan menjadi suatu permasalahan Suwardi Endraswara adalah suatu
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian secara sistematis dengan
penelitian, karena variabel yang akan menggunakan kemampuan indera
dijadikan penelitian tersebut harus manusia, pengamatan ini dilakukan
dimulai dari arah mana dan diakhiri pada saat terjadi aktivitas budaya
dengan arah yang sesuai dengan dengan wawancara mendalam.
tujuan dari adanya suatu tumpang Observasi yang digunakan oleh
tindih dalam melakukan penelitian. peneliti adalah melihat secara
Menurut Suharsimi Arikunto, langsung mengenai objek yang akan
variabel adalah objek suatu diteliti (Suwardi Endraswara,
penelitian atau dengan kata lain apa 2006:133). Dari pendapat di atas,
yang menjadi titik perhatian suatu maka dapat dijelaskan bahwa
penelitian (Suharsimi Arikunto, pengertian observasi adalah
1989;91). Variabel adalah gejala- pengamatan langsung terhadap
gejala yang menunjukkan variasi obyek yang akan diteliti.
baik dalam jenisnya maupun dalam Informan adalah orang dalam
tingkatannya (Sutrisno Hadi, latar penelitian, yang dimanfaatkan
1975;260). untuk memberikan informasi tentang
Untuk memperoleh data yang situasi penelitian. Seorang informan
relevan dengan masalah yang akan harus mempunyai pengalaman latar
diteliti, maka teknik pengumpulan penelitian. Syarat-syarat seorang
data yang digunakan dalam informan adalah jujur, taat pada janji,
penelitian ini adalah teknik patuh pada peraturan, suka berbicara,
observasi, wawancara, kepustakaan tidak termasuk pada kelompok yang
dan dokumentasi. bertentangan dengan latar belakang
Wawancara adalah suatu penelitian, dan mempunyai
teknik pengumpulan data yang pandangan tertentu tentang suatu hal
digunakan peneliti untuk atau peristiwa yang terjadi (Moleong,
mendapatkan keterangan-keterangan 1998:90).
lisan melalui bercakap-cakap dan Teknik kepustakaan adalah
berhadapan muka dengan orang yang teknik teknik atau cara pengumpulan
dapat memberikan keterangan pada data dan informasi dengan bantuan
si peneliti. Menurut Suharsimi bermacam-macam material yang
Arikunto Wawancara adalah sebuah terdapat di ruang perpustakaan,
dialog yang dilakukan oleh misalnya koran, kisah sejarah,
pewawancara untuk memperoleh majalah-majalah, naskah, catatan-
informasi dari terwawancara catatan, dokumen dan sebagainya
(Suharsimi Arikunto, 1989;126). yang relevan dengan penelitian
Teknik Observasi merupakan (Koentjaraningrat,1983;81).
teknik pengumpulan data dengan Teknik dokumentasi adalah
cara melakukan pengamatan secara cara mengumpulkan data melalui
langsung terhadap obyek yang akan peninggalan tertulis berupa arsip-
diteliti atau daerah lokasi yang akan arsip dan juga buku-buku tentang
menjadi pokok permasalahan dalam pendapat, teori, dalil, atau hukum-
penelitian ini sehingga data yang hukum lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian (Hadari berbatasan dengan Labuhan Ratu
Nawawi, 1995:69). VIII, dan sebelah timur berbatasan
dengan Labuhan Ratu Induk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Saat ini Dusun Talangsari III
Dusun Talangsari III yang dihuni oleh 130 kk atau sekitar 550
terletak di Desa Rajabasa Lama jiwa. Dimana 50% penduduk disana
Kecamatan Labuhan Ratu Lampung merupakan pendatang atau yang dulu
Timur ini memiliki luas wilayah belum berkeluarga dan sekarang
sekitar 248 Ha. Dusun ini merupakan menetap disana. Penduduk dusun
satu dari sepuluh dusun yang ada di Talangsari III Mayoritas memeluk
Desa Rajabasa Lama, Kecamatan agama Islam yaitu sekitar 97% dan
Pembantu Labuhan Ratu, Way sisanya sebanyak 3% memeluk
Jepara, Lampung Timur. Adapun agama Kristen. Adapun bahasa yang
sembilan dusun lainnya adalah digunakan masyarakat sehari-harinya
Subing Jaya, Subing Putera, Sinar disana ialah Bahasa Jawa, karena
Dewa Timur, Sinar Dewa Barat, 100% penduduk Dusun Talangsari
Setia Batin, Subing Putera Barat, III bersuku Jawa. Sarana pendidikan
Mega Kencana, Subing Putera Timur yang terdapat di sana masih terbilang
dan Mega Sakti. Nama Talangsari III sangat minim, karena hanya terdapat
sendiri saat ini telah berganti nama satu Sekolah Dasar yang bernama
menjadi Subing Putera III sekitar SDN 6 Rajabasa Lama. Tingkat
tahun 1992. Pergantian nama ini pendidikan di sanapun masih sangat
dengan alasan untuk merubah citra rendah, karena penduduk dusun
dari Dusun Talangsari III itu sendiri. Talangsari III rata-rata hanya
Namun meskipun sudah diganti tetap mengenyam pendidikan sampai
saja masyarakat luar desa masih tingkat Sekolah Menengah Pertama
akrab menyebut dusun tersebut (SMP), sedangkan untuk memenuhi
dengan sebutan Talangsari III, kebutuhan hidup sehari-hari sebagian
apalagi menyangkut kasus besar penduduk Dusun Talangsari III
Talangsari. bermata pencaharian sebagai petani,
Awalnya Talangsari palawija, sawit dan dari perkebunan
merupakan satu dusun yang memiliki karet. Dusun Talangsari III saat ini
luas wilayah yang terbilang cukup tentunya sangat berbeda dengan
luas, sehingga untuk memudahkan Dusun Talangsari III dahulu. Saat ini
menyebutnya, Talangsari kemudian Dusun Talangsari III kondisinya
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu dapat dikatakan sudah cukup maju
Talangsari I, Talangsari II, dan karena sejak tahun 1992 sampai
Talangsari III. Dikarenakan terlalu dengan tahun 2011 sudah sangat
luas, selain mengubah nama, wilayah banyak sekali pembangunan dan
Talangsari I dipecah menjadi dua perbaikan yang dilakukan. Jaringan
desa, yaitu Subing Puspa Barat dan listrikpun sudah mulai masuk ke
Subing Puspa Timur. Sedangkan wilayah ini sejak tahun 2011 sampai
Talangsari II diubah menjadi Mega dengan 2012 yaitu sepanjang 3 km
Kencana dan Talangsari III menjadi yang bersumber dari dana APBN.
Subing Putera III. Secara geografis Sarana peribadatan di Dusun
sebelah utara Dusun Talangsari III Talangsari III inipun sudah terbilang
ini berbatasan dengan Desa Pakuan cukup baik. Hal ini tentunya karena
Aji, sebelah selatan dan sebelah barat mayoritas penduduk disana memeluk
Agama Islam, sehingga disana sudah TNI dan Polisi. TNI yang dulu
terdapat sebuah mesjid bernama AL dianggap menyeramkan dan
Islah yang pembangunannya menakutkan kini sudah berbaur
bersumber dari dana APBN dan kembali dengan masyarakat. Hal ini
terdapat lima buah mushola (2 unit ditandai dengan berbagai kegiatan
dibangun dari bhakti TNI, 2 unit dari misalnya bergotong royong
Swadaya, dan 1 unit dibangun oleh membangun jembatan, membuat
kontras). Satu unit mushola terdapat jalan baru, dan sarana-sarana umum
di lokasi pondok pesantren milik lainnya. Di samping itu infrastruktur
Warsidi. Mushola tersebut berukuran umum sudah semakin membaik.
4x5 meter, sekaligus menjadi saksi Seperti penerangan listrik dan
bisu peristiwa berdarah di Cihideung sumber air bersih. Jalan-jalan disana
tahun 1989 tempat dimana Peristiwa juga sudah cukup baik, meskipun
Talangsari tersebut berlangsung. belum diaspal sepenuhnya tetapi
Pasca peristiwa Talangsari 1989, sudah mendapat sentuhan proyek
mushola yang ketika itu sempat rata onderlag, sehingga siapapun yang
dengan tanah kemudian dibangun ingin berkunjung ke lokasi tempat
kembali oleh pihak Kontras dan kini kejadian Peristiwa Talangsari
Kondisi mushola tersebut sudah tersebut sudah dapat dilalui dengan
sangat baik dan cukup terawat serta mudah dan lancar. Rumah-rumah
telah berganti nama menjadi musola wargapun kini sudah berdiri dengan
Al-Falah.. Di areal depan sebelum baik selayaknya rumah di kampung
masuk ke lokasi mushola terdapat normal. Kondisi dusun itu kini sudah
sebuah poskamling. Konon di pulih, aman dan menunjukkan
poskamling inilah Kapten Soetiman perkembangan ekonomi yang mapan.
Danrem Way Jepara Lampung Timur
(dulu Lampung Tengah) itu tewas Warsidi lahir disebuah desa
dibunuh. Kini tanah seluas 1,5 Ha kecil bernama Sebrang Rowo,
tempat kejadian peristiwa Talangsari kawasan Candi Borobudur,
itu dijadikan milik Korem 043 Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
Garuda Hitam. Selain sarana dan pada tahun 1939. Ia terlahir sebagai
prasarana yang telah disebutkan anak terakhir. Sejak kecil Warsidi
sebelumnya, di sana juga sudah sudah disukai oleh teman-temannya
terdapat 3 sumur Bor lengkap yang karena ia dikenal sebagai anak yang
sangat bermanfaat bagi penduduk rajin dan pekerja keras. Sayang,
dusun untuk memperoleh sumber air Warsidi hanya mengenyam
bersih. Adapun pembangunannya pendidikan sampai tingkat Sekolah
berasal dari dana APBD dan PNPM. Dasar. Selanjutnya ia hanya mengaji
Sedangkan untuk menciptakan pada seorang ustad desa bernama
kondisi lingkungan yang aman dan Kiai Sirot. Dari Kiai Sirot inilah ia
nyaman di dusun tersebut juga telah mendapatkan dasar-dasar agama
terdapat 3 unit poskamling yang dengan baik. Berbekal pengetahuan
dibangun oleh bhakti TNI. agama itulah kemudian ia berangkat
Cihideung saat ini bukan ke tanah Lampung, menyusul kakak
seperti Cihideng 1989 silam. Kondisi perempuan dan kakak laki-lakinya
Cihideung sudah sangat kondusif. yang telah lebih dulu menjadi
Masyarakat disana sudah kembali transmigran di Lampung sejak tahun
diayomi oleh petugas Negara seperti 1939.
Majalah Berita Mingguan thoghud harus diperangi dan diganti
(MTM) TEMPO 25 Februari 1989 dengan pemerintahan Islam. Bagi
menyebutkan bahwa sosok Warsidi siapa yang tidak sama dengan dia
itu matanya sedikit sipit, ada kumis dan tidak menjalankan syariat islam
tipis diantara hidungnya yang dengan baik, adalah kafir.
mancung dan bibirnya yang tipis. Menurut informasi yang
Kulitnya yang hitam terbakar terik penulis dapatkan dari hasil
matahari menandakan ia pekerja wawancara dengan Bapak Sukidi,
kasar. Tingginya sekitar 165 cm, beliau menjelaskan bagaimana
kurus dan agak bungkuk. Pada saat kegiatan sehari-hari yang dilakukan
Peristiwa Talangsari terjadi oleh jemaah Warsidi yaitu jemah
diperkirakan Warsidi berumur 50 Warsidi setiap hari selalu disibukkan
tahun. Beberapa jemaahnya dengan aktivitas keagamaan, seperti
menyebutkan bahwa dari penampilan pondok pengajian pada umumnya.
sehari-harinya Warsidi jauh dari Bagi mereka waktu adalah ibadah.
kesan seorang ustad atau kiai, ia Kesibukan beribadah akhirnya
lebih menyerupai seorang tukang membuat pergaulan mereka dengan
kebun (Fadilasari, 72:73). masyarakat sekitar menjadi terbatas.
Sekitar tahun 1965, Warsidi Jemaah Warsidi selalu menolak
bertemu dengan seorang guru ngaji undangan kenduri penduduk dengan
di Bandarjaya, Batanghari, Lampung alasan islam tidak mengenal acara
bernama Anwaruddin. Pertemuan kenduri. Selain yang dijelaskan oleh
keduanya ini bukan di tempat Bapak Sukidi di atas, informan lain
pengajian, tetapi di sebuah mesjid di juga menjelaskan bahwa ketika itu
Bandarjaya itu. Ketika Warsidi Kepala dusun Talangsari III, Sukidi
hendak menunaikan sholat, ia pernah mengajak para santri di
terkesima melihat seseorang yang Pondok Warsidi itu untuk bergotong
telah menyelesaikan sholatnya royong bersama masyarakat sekitar
terkesan sangat khusuk. Lalu Warsidi untuk mengeraskan jalan desa, tetapi
memperkenalkan diri. Dari mereka menolak. Selain itu ajakan
perkenalan itu ia menyimpulkan, untuk melaksanakan ronda malam di
Anwaruddin bukan orang dusun itupun mendapat reaksi yang
sembarangan. Lebih-lebih setelah sama. Akibat sikap mereka itu,
Anwaruddin menceritakan kisah membuat hubungan Jemaah Warsidi
hidupnya kepada Warsidi. Warsidi dengan pemerintah desa akhirnya
memutuskan untuk menjadi murid kurang harmonis. Pendudukpun
kiai yang baru dikenalnya itu. mulai ketakutan ketika kelompok
Seluruh ucapan gurunya juga ingin ia Jemaah Warsidi mulai ramai
tiru, termasuk perilaku Anwaruddin berdatangan ke Cihideung. Kegiatan
yang pernah membunuh orang kafir. merekapun bertambah. Banyak
Menurut Anwaruddin, membunuh Jemaah Warsidi yang belajar ilmu
orang kafir tidak berdosa dan bela diri dan latihan merakit bom,
memeranginya ialah perbuatan jihad. membuat panah dan belajar perang-
Dalam pandangan kiai tersebut, perangan.
pemerintah juga digolongkan sebagai Aktivitas yang tidak wajar
orang kafir. Warsidi semakin banyak dari sebuah pondok pesantren milik
mengetahui pandangan-pandangan Warsidi itulah yang kemudian
gurunya. Misalnya, pemerintahan membuat Amir Puspa Mega, Kepala
Desa Rajabasa Lama menyimpulkan jemaah Warsidi ketika itu, dibumi
bahwa saat itu Jemaah Warsidi Allah siapapun berhak menikmati
sangat eksklusif, dan enggan bergaul apa yang ada di atasnya. Penduduk
dengan penduduk diluar komunitas tak berani menegur apalagi
mereka. Selain itu Jemaah Warsidi melarangnya. Mereka hanya lapor
juga tidak mau melaksanakan sholat kepada Sukidi. Eksklusivisme
berjamaah dengan orang yang tidak jemaah Warsidi ini juga kemudian
ikut dalam kelompok pengajian berdampak terhadap sikap mereka
mereka. Berdasarkan hal tersebut, kepada pemerintah desa. Hal ini juga
Sukidi dan masyarakat sekitar ditegaskan oleh Bapak Supar bahwa
pondok menilai aktivitas kelompok Warsidi dan jemaahnya menolak
pengajian itu mulai mengganggu untuk membayar pajak. Mereka
ketenangan masyarakat desa. menganggap pemerintah itu kafir.
Eksklusivisme ini juga dikemukakan Hal lain yang juga diyakini
oleh Kasimin, salah seorang warga kelompok pengajian ini, menyebut
dusun ketika itu yang kemudian bendera merah putih adalah benda
menggantikan Sukidi sebagai kepala mati dan tidak boleh dihormati.
dusun. Dia melihat jemaah Warsidi Anggapan itu membuat mereka
tidak mau bergaul dengan menolak himbauan pemerintah desa
masyarakat di luar kelompoknya. untuk mengibarkan bendera merah
Sekilas memang tidak ada yang putih pada saat peringatan hari besar
mencurigakan dari aktifitas Jemaah nasional. Keanehan dan penolakan
Warsidi, karena pada awalnya tidak kelompok pengajian Warsidi
ada jemaah Warsidi yang terhadap kebijakan pemerintah,
mengganggu masyarakat secara fisik. perlahan-lahan menimbulkan cap
Mungkin yang dikatakan baru bagi kelompok tersebut. Mereka
mengganggu dalam hal ini adalah disebut-sebut sebagai kelompok
kebiasaan jemaah Warsidi yang pemberontak, Gerakan Pengacau
selalu beribadah dan ceramah- Keamanan (GPK), Islam PKI, dan
ceramahnya terkesan lain pada masa Subversif. Peristiwa Talangsari yang
itu dan dilakukan ditempat yang terjadi pada 7 Februari 1989 ini
terpencil pula. Jauh dari aktifitas dinilai sebagai tindakan radikal dan
keramaian. anarkis.
Penduduk akhirnya merasa Sejak pertengahan bulan
takut dan mulai khawatir melihat November 1988 terjadi perpindahan
orang-orang tak dikenal berdatangan sekelompok orang-orang baru ke
ke Cihideung, yang mereka dengar Cihideung. Awalnya sekelompok
berasal dari Jakarta. Apalagi orang itu berjumlah sekitar 7 orang
semenjak kedatangan orang-orang mengaji di Mushola Jayus. Seminggu
yang tak dikenal itu, sikap jemaah kemudian datang lagi sekitar 35
Warsidi semakin berubah dan orang. Mereka datang dan tinggal
pengajiannya semakin keras. disana tanpa pernah melapor kepada
Warga Talangsari III yang aparat desa setempat, tidak
ketika itu berjumlah sekitar 90 mempunyai tanda pengenal, dan
keluarga merasa sangat was-was. tidak diketahui asal usulnya dari
Sejumlah warga dusun juga sempat mana. Semakin hari jumlah mereka
mengeluh karena tanaman semakin bertambah banyak. Bapak
singkongnya dicuri jemaah. Alasan Sukidi selaku kepala dusun setempat
meninjau ke lokasi ternyata setelah itu berisi penolakan untuk memenuhi
di cek jumlah mereka sampai 70 undangan dengan alasan sebaik-
orang. Mereka juga membangun baiknya Umaro (pejabat) adalah yang
pondok-pondok beratap alang-alang mendatangi ulama, dan seburuk-
disekitar mushola untuk menampung buruknya ulama adalah yang
para jamaah yang jumlahnya mendatangi umaro. Beberapa hari
semakin hari semakin banyak. kemudian Bapak Lurah
Kegiatan kelompok pengajian memerintahkan agar warga
tersebutpun semakin hari semakin meningkatkan kewaspadaan. Sukidi
ekstrim. Mereka tidak hanya belajar kemudian membentuk ronda malam
mengaji tetapi juga belajar ilmu bela bersama dengan pamong desa dan
diri, belajar memanah dan membuat masyarakat setempat secara bergilir.
panah. Selain itu mereka juga sering Hampir dua bulan masyarakat
mengambil tanaman milik warga merasa ketakutan. Banyak anak buah
tanpa ijin dari pemiliknya. Hal ini Warsidi yang membawa golok dan
kemudian membuat warga menaruh mengayun-ayunkannya dijalanan
kecurigaan terhadap kelompok tanpa sebab. Oleh karena itu
pengajian tersebut. Kelompok penduduk semakin merasa ketakutan,
pengajian tersebutpun enggan terlebih setelah mereka melarang
bersosialisasi dengan masyarakat warga untuk tidak membawa senter
setempat dan disinyalir anti terhadap pada malam hari serta tidak boleh
pemerintahan. Hal ini ditunjukkan melaksanakan ronda malam.
dengan sikap mereka yang enggan Akhirnya pos-pos rondapun diambil
membayar pajak, memasang bendera alih oleh kelompok pengajian
merah putih pada acara peringatan tersebut. Pada hari Jumat 3 Februari
hari besar nasional, dan bergotong 1989, Sukidi yang merupakan
royong bersama-sama dengan warga Kepala Dusun Talangsari III saat itu
setempat. Masyarakat banyak yang melaporkan kejadian tersebut kepada
mengeluh. Mereka resah dengan pemerintahan desa, kemudian desa
sikap warga baru itu. Hal ini meneruskan laporan ke Kecamatan.
kemudian membuat Sukidi harus Malam harinya perwakilan dari
bertindak tegas. kecamatan dua orang, yaitu Babinsa
Pada hari Rabu, 11 januari dan Kaur Pemerintahan datang ke
1989 Sukidi bersama pamong desa lokasi dengan tujuan hendak
setempat melapor kepada Kepala berdialog dengan Warsidi, yang
Desa Rajabasa Lama, Amir Puspa merupakan pimpinan kelompok
Mega melalui surat. Berdasarkan pengajian tersebut. Tetapi situasi
laporan tersebut, Amir Puspa Mega semakin panas. Mereka malah
meneruskan laporan kepada Camat diancam dengan golok, sabit dan
Way Jepara, Zulkifli Maliki. Hari itu celurit oleh anak buah Warsidi.
juga Zulkifli memanggil Amir untuk Merekapun merasa ketakutan dan
segera menghadapnya bersama akhirnya pergi meninggalkan lokasi.
Jayus, Warsidi, Sukidi dan Mansyur. Hari Minggu 5 Februari 1989, utusan
Surat itu kemudian disampaikan dari Way Jepara datang lagi. Sukidi
langsung oleh Sukidi Kepada bersama Baheram, juga RT dan RW
Warsidi. Warsidi kemudian menemani mereka memantau lokasi.
membalas surat tersebut yang Pukul 11 malam mereka berangkat
dikirimkannya kepada camat. Surat secara diam-diam. Pada malam itu
ada sekitar 10 orang anak buah Warsidi sebagai pimpinan tertinggi
Warsidi menguasai pos jaga. Setelah kelompok pengajian tersebut.
di intai akhirnya 6 orang berhasil Rombongan tersebut dipimpin oleh
ditangkap berikut pedang, golok, Komandan Rayon Militer (Danramil)
celurit, bom Molotov, serta sekarung Way Jepara Kapten Soetiman.
anak panah. Malam itu juga setelah Komandan Ramil itu naik sepeda
penangkapan, warga menyaksikan motor paling depan. Pak Kasdim
ada beberapa anak buah Warsidi naik Jeep, disusul rombongan yang
yang meninggalkan lokasi. Seperti juga naik jeep di belakang Kasdim.
orang pindah mereka membawa serta Pak Camat naik motor di belakang
barang-barang miliknya. Mereka rombongan Pak Sukidi. Sebelum
menuju arah desa Pancasila. Namun masuk ke lokasi, pak Soetiman
jumlahnya tidak bisa dihitung karena dicegat gerombolan Warsidi yang
kondisi malam yang gelap, yang jelas ternyata sudah menyiapkan barisan
pada malam itu saya melihat orang- membentuk later U. Kapten
orang Warsidi meninggalkan lokasi Soetiman kemudian diserbu panah
sambil membawa serta barang- dari semak dan dari pos jaga. Pada
barangnya. saat itu Kapten Soetiman belum
Majalah Tempo edisi 18 menembak, sudah dipanah. Bahkan
Februari 1989, “Sebuah Letupan di ia belum turun dari motor sudah
Lampung Tengah”, halaman 17 diteriaki Allahu Akbar- Allahu
menyabutkan bahwa :Senin, 6 Akbar. Akhirnya suasana menjadi
Februari 1989 sekitar jam 8 tidak terkendali, keributanpun
rombongan Musyawarah Pimpinan berakhir setelah Kapten Soetiman
Kabupaten (Muspika) Lampung meninggal dunia terkena bacokan
Tengah di bawah pimpinan Staf golok dan anak panah dan masing-
Daerah Militer (Kasdim) Mayor E.O. masing berusaha menyelamatkan
Sinaga datang ke dusun Cihideung. diri.
Rombongan tersebut berjumlah 20 Tewasnya Komandan Rayon
pejabat setempat, yakni Kepala Militer (Danramil) Way Jepara
Kantor Sosial Politik (Kakansospol) Kapten Soetiman, membuat
Lampung Tengah Letkol Hariman S, Komandan Korem (Danrem) 043
Camat Way Jepara Drs. Zulkifli Garuda Hitam Lampung Kol AM
Maliki, Komandan Rayon Militer Hendropriyono mengambil tindakan
(Danramil) Way Jepara Kapten tegas terhadap kelompok Warsidi.
Soetiman, Kepala Polisi Sektor Pada tanggal 7 Februari 1989, sekitar
(Kapolsek) Way Jepara Lettu pukul 03.00 dini hari terjadi
Dulbadar dan Kepala Desa Rajabasa penyerbuan Talangsari oleh aparat
Lama Amir Puspa Mega. Mereka setempat yang mendapat bantuan
dikawal beberapa anggota Komando dari penduduk kampung di
Rayon Militer (Koramil) Way Jepara lingkungan Talangsari yang selama
dan Pembina Bintara Desa (Babinsa) ini memendam antipati kepada
Rajabasa Lama. kelompok pengajian Warsidi.
Selain rombongan yang Mereka menyerang Dusun Cihideung
disebutkan di atas mereka juga dengan pola penyerbuan membentuk
mengajak Bapak Sukidi untuk masuk later U. Mereka mengepung dari tiga
ke Pesantren dengan maksud dan juruasan yaitu: Pakuan Aji (Utara),
tujuan untuk berdialog dengan Kelahang (Selatan), dan dari pusat
desa Rajabasa Lama (Dusun Mega baik laki-laki, perempuan, anak-anak
Kencana, Sebelah Timur), sedangkan berusaha menyelamatkan diri keluar
sebelah barat berbatasan dengan dari pondok. Suasana semakin panik.
Desa Pakuan Aji berhadapan dengan Sekitar pukul tujuh, serangan dari
rawa-rawa yang luas. Penyerbuan timur datang, disusul dari utara.
tersebut dipimpin oleh Kol Mushola akhirnya dapat dikuasai
Hendropriyono (Danrem 043 Garuda oleh aparat. Suara tembakan sesekali
Hitam). Peristiwa yang terjadi pada mulai terdengar. Para jemaah yang
pagi hari itu tentunya mengagetkan bersenjata panah, golok, dan
semua masyarakat Talangsari Molotov sudah mencium tanah.
khususnya Dusun Cihideung tempat Terdengar suara peringatan aparat
kelompok pengajian Warsidi berada. agar Warsidi segera menyerah.
Orang-orang keluar berhamburan Warsidi akhirnya ditembak didepan
menyelamatkan diri masing-masing. pondok saat menyelamatkan anak
Suasana saaat itu di Cihideng sangat angkatnya bernama Abbas. Aparat
mencekam. Menurut Komite memerintahkan jemaah yang terdiri
Semalam, kekuatan aparat adalah dari kaum perempuan dan anak-anak
enam pleton tentara, 50 orang yang masih berada di dalam pondok
anggota satuan Brimob, dan dua untuk keluar. Dalam ketakutan yang
buah helicopter. Sementara versi amat sangat akhirnya mereka keluar
Mayjen Sunardi, pasukan terdiri dari pondok. Namun Dari sejumlah orang
40an anggota Polri dan Brimob, yang tewas pada saat peperangan itu,
dibantu tiga pleton pasukan dari ada yang wanita dan anak-anak
Korem 043 Garuda Hitam Lampung tewas akibat terbakar bersama-sama
(Fadilasari, 2007;58). dengan terbakarnya pondok-pondok
Pada saat itu berulang kali yang mereka jadikan tempat tinggal.
petugas memperingatkan Warsidi Namun tidak ada yang mengetahui
dan jemaahnya melalui pengeras secara pasti siapa yang membakar
suara agar segera menyerahkan diri pondok tersebut. Menurut saksi mata
dan menyerahkan jenazah Kapten yang melihat kejadian tersebut yang
Soetiman yang mereka bunuh. membakar pondok adalah kelompok
Namun hal ini tidak mendapat reaksi jemaah Warsidi itu sendiri dengan
apapun bahkan tak ada tanda-tanda alasan mati sahid.
kompromi. Himbauan dan peringatan Berdasarkan data yang
tak dihiraukan. Ketika pagi mulai diperoleh penulis di lapangan tentang
menyeruak, seseorang dari balik faktor penyebab terjadinya Peristiwa
dinding memberi komando jihad. Talangsari di Way Jepara Lampung
Bersamaan dengan itu, orang-orang Timur Tahun 1989 adalah sebagai
Warsidi berhamburan keluar sambil berikut.
membawa golok dan panah 1. SARA (Suku, agama, ras, antar
menyerang petugas. Tentu saja ini golongan). Dalam suatu peristiwa
perbuatan sia-sia karena aparat tak faktor SARA (Suku, Agama, Ras,
mungkin membiarkan mereka Antar golongan) menjadi salah satu
melakukan penyerangan yang faktor yang selalu ada dalam sebuah
membabi buta seperti itu. peristiwa kerusuhan. Sama halnya
Menanggapi kondisi tersebut dengan peristiwa yang terjadi di
akhirnya terjadilah peperangan yang Dusun Talangsari III Desa Rajabasa
tidak seimbang. Jemaah Warsidi, Lama tahun 1989 silam. Faktor
SARA( Suku, Agama, Ras, Antar penduduk dengan alasan islam tidak
Golongan) menjadi salah satu mengenal acara kenduri. Bahkan
penyebabnya. Peristiwa ini berawal mengambil tanaman milik wargapun
dari dibangunnya sebuah pondok bagi mereka adalah hal yang biasa,
pengajian di Dusun tersebut. dengan alasan dibumi Allah siapapun
Pengajian ini di pimpin oleh seorang berhak menikmati apa yang ada
laki-laki bernama Warsidi. Pengajian diatasnya. Kegiatan jemaah
ini selain mempelajari ilmu agama, Warsidipun bertambah banyak sejak
memahami Al-Quran dan Al-Hadist kedatangan orang-orang yang berasal
juga sering mengkritik Pemerintah. dari Jakarta. Banyak jemaah Warsidi
Surat kabar Lampung Post edisi 22 yang belajar ilmu bela diri, merakit
Februari 1989 memberikan bom, membuat panah, dan belajar
gambaran buruk terhadap sosok perang-perangan. Aktivitas itulah
Warsidi. Ia digambarkan sebagai yang kemudian membuat jarak antara
penganut aliran sesat lelampah dalam jemaah Warsidi dengan masyarakat.
Agama Islam. Aliran lelampah ini Masyarakat kemudian
mempunyai ciri utama yaitu menyimpulkan bahwa jemaah
melaksanakan ibadah sholat tanpa Warsidi sangat eksklusif, tidak mau
alas, sebab kepala harus menempel di bergaul dengan masyarakat di luar
atas tanah sewaktu melakukan kelompoknya. Menurut Sukidi,
gerakan sujud dalam sholat (lampung aktivitas kelompok pengajian
post 22/02/1989 yang menjadi tersebut telah mengganggu
catatan kaki no.3 dalam buku Al- kehidupan masyarakat desa. Banyak
Chaidar,2000 Lampung bersimbah masyarakat yang merasa ketakutan
darah hal 182). dan merasa tidak nyaman untuk
Selain itu kelompok Warsidi beraktivitas di luar rumah. Dari
juga enggan melaksanakan sholat sinilah konflik berawal.
berjamaah dengan orang yang tidak 2. Keadilan/kemanusiaan
ikut di dalam barisan mereka. Kasus Talangsari ini berawal
Alasannya mereka tidak mau dari ketika dibangunnya sebuah
dipimpin oleh imam yang mengakui pengajian kecil di Dusun Cihideung,
eksistensi Pancasila sebagai sumber Desa Talangsari III, Lampung Timur
hukum tertinggi. Berdasarkan (dulu Lampung Tengah). Pengajian
informasi yang penulis peroleh di itu ternyata selain mempelajari ilmu
lapangan, masyarakat kemudian agama, memahami Al-Quran dan
meyimpulkan bahwa ajaran Warsidi Hadist, juga sering mengkritik
dinilai menyimpang. Hal ini pemerintah. Mereka mengecam
ditunjukkan dengan aktivitas pemerintah selalu melakukan
kelompok Warsidi yang enggan korupsi, kolusi dan nepotisme.
bersosialisasi dengan masyarakat Pengajian Warsidi juga menilai
dusun Talangsari. Mereka selalu pemerintah Indonesia tidak mampu
sibuk dengan urusan keagamaannya menyejahterakan rakyat, serta gagal
sendiri, mulai dari beribadah, tafsir menciptakan keadilan. Kemelaratan
qur’an, hadist, sampai membangun terjadi di mana-mana. Selain itu
pondok-pondok yang kelak akan hukum tidak berpihak pada rakyat
dijadikan tempat bagi jamaah dari kecil (Fadilasari, 2007:2). Jemaah
luar Lampung. Jemaah Warsidi juga Warsidi kemudian menyimpulkan
selalu menolak undangan kenduri Pancasila, Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945, Garis-Garis Besar Warsidi dan teman-temannya
Haluan Negara (GBHN) adalah juga menempatkan pemerintah Orde
produk gagal. Oleh karena itu saking Baru sebagai perusak kemurnian
kesalnya dengan sikap pemerintah Agama Islam karena memaksakan
mereka sampai menyebut diri bukan penerapan ideologi Pancasila. Oleh
warga Negara Indonesia. karena itu Warsidi dan jemaahnya
3. Situasi Politik sangat antipati terhadap pemerintah.
Situasi politik juga menjadi Hal ini yang kemudian membuat
penentu dalam sebuah peristiwa. pemerintah merasa perlu untuk
Peristiwa Talangsari bukanlah melakukan tindakan represif
semata-mata karena masalah agama, terhadap jemaah Warsidi. Sejumlah
tetapi lebih kepada sikap aparat bentuk kebijakan telah dikeluarkan
Negara yang kurang bisa menerima untuk membatasi gerak para juru
kritik dan perbedaan. Jemaah dakwah yang menentang pemerintah.
Warsidi rata-rata lahir karena Mulai dari teguran halus,
kekecewaan terhadap sistem pembubaran aktivitas sampai
pemerintahan yang berlaku pada saat penangkapan terhadap orang-orang
itu, yang menurut mereka jauh dari yang tidak berpihak kepada
tujuan awalnya yaitu pemerintah dengan alasan
menyejahterakan rakyat (Fadilasari, mengganggu stabilitas nasional.
2007:1). 4. Protes Pada Negara
0rang-orang yang merasa Ekslusivisme jemaah Warsidi
kecewa itu kemudian bergabung, dan secara langsung berdampak terhadap
membuat konsep untuk mendirikan sikap mereka kepada pemerintah
perkampungan yang islami di sebuah desa. Warsidi dan jemaahnya
tempat yang jauh dari keramaian. menolak untuk membayar pajak.
Dusun Cihideung, Lampung dipilih Bagi mereka Islam hanya mengenal
sebagai lokasi yang sangat strategis zakat dan infaq. Membayar pajak
bagi Warsidi dan jemaahnya untuk sama halnya orang miskin membantu
mencari kedamaian. Disana mereka orang yang sudah kaya hingga
akan merasa tenang menjalankan bertentangan dengan ajaran islam.
ibadah. Di kawasan yang sunyi dan Mereka menganggap pemerintah itu
terpencil ini, mereka bisa hidup kafir. Selain itu mereka juga menolak
dalam suatu komunitas menjauhi himbauan pemerintah desa untuk
kemaksiatan. Tetapi sayangnya, niat mengibarkan bendera merah putih
mereka untuk membangun sebuah pada setiap peringatan hari besar
perkampungan islami yang akan nasional. Menurut mereka, bendera
menjalankan alquran dan hadis itu merah putih adalah benda mati dan
kemudian direspon tidak baik oleh tidak boleh dihormati. Karena hanya
aparat. Hal ini karena kedatangan Allahlah yang harus dihormati.
mereka ke dusun tersebut tanpa (Fadilasari, 2007:46). Hal ini juga
pernah melapor kepada aparat desa dibenarkan oleh beberapa informan
setempat. Jemaah Warsidi rata-rata yang penulis wawancarai.
lahir karena rasa kebencian yang Selain itu, Jemaah Warsidi
tinggi terhadap pemerintahan Orde juga selalu menolak untuk diajak
Baru yang berusaha menerapkan asas bergotong royong mengeraskan jalan
tunggal Pancasila dalam kehidupan desa serta menolak ajakan untuk
sehari-hari. malaksanakan ronda malam. Warsidi
juga melarang jemaahnya mengikuti 2. Situasi Politik menjadi faktor lain
program Keluarga Berencana (KB), selain faktor SARA. Sebab situasi
karena hal ini dianggap membunuh politik sangat berpengaruh terhadap
bibit manusia, menghalangi kelahiran sebuah peristiwa. Jemaah Warsidi
manusia, yang merupakan kehendak sangat menentang sistem politik
Allah. Apalagi Warsidi melarang Orde Baru yang dirasa merusak
jemaahnya mengikuti hukum apapun kemurnian agama Islam yang
selain hukum Islam. Dari berbagai berusaha menerapkan asas tunggal
penolakan terhadap kebijakan pancasila dalam kehidupan sehari-
pemerintah desa tersebut, maka hari. Selain itu pemerintah Orde Baru
muncul anggapan bahwa kelompok telah gagal menyejahterakan rakyat,
tersebut adalah pemberontak, sehingga Warsidi kerap memberikan
Gerakan Pengacau Keamanan ceramah-ceramah yang terkesan
(GPK), Subversif dan lain keras dan lain pada masa itu serta
sebagainya. sering mengkritik pemerintah.

SIMPULAN
Berdasarkan data dan hasil DAFTAR PUSTAKA
penelitian sesuai dengan data
informan, maka dapat ditarik Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur
kesimpulan bahwa ada 2 faktor yang Penelitian Suatu Pendekatan
berpengaruh secara besar mengenai Praktek. Jakarta : Rineka
penyebab terjadinya Peristiwa Cipta
Talangsari di Way Jepara Lampung
Timur Tahun 1989 yaitu : faktor Endaswa, Suwardi. 2006. Metode,
SARA (Suku, Agama, Ras, antar Teori, Teknik Penelitian
golongan) dan Situasi Politik. Kebudayaan :Ideologi,
1. SARA (Suku, Agama, Ras, Episternologi dan Aplikasi.
antargolongan) merupakan faktor Pustaka Widyatama :
penyebab terjadinya Peristiwa Yogyakarta
Talangsari di Way Jepara Lampung
Fadilasari. 2007. Talangsari 1989 (
Timur tahun 1989. Perbedaan
Kesaksian Korban
pemahaman mengenai ajaran Islam
Pelanggaran HAM Peristiwa
telah melahirkan sikap antipati
Lampung). Jakarta : Lembaga
terhadap sebuah kelompok pengajian
Studi Pers dan Pembangunan
yang dipimpin oleh Warsidi. Sikap
eksklusiv Warsidi dan Jemaahnya Faisal, Sanapiah. 2002. Metodelogi
yang enggan bergaul dengan Penelitian Pendidikan.
masyarakat telah membuat hubungan Jakarta : Balai Pustaka
antar keduanya menjadi tidak
harmonis. Hal ini ditandai dengan Hadi, Sutrisno.1975. Metode
beberapa hal yaitu, jemaah Warsidi Research. Yogyakarta : Gajah
menolak untuk sholat berjamaah Mada Universiti Press
diluar kelompoknya, menolak
undangan kenduri penduduk,serta Koentjaraningrat. 1983. Metode-
mengambil tanaman milik wargapun Metode Penelitian
menurut mereka adalah hal yang Masyarakat. Jakarta :
biasa. Gramedia
Moleong, 1998. Metode Penelitian Wasis, Widjiono. 2001.
Kualitatif. Bandung : PT. Geger Talangsari. Jakarta :
Remaja Rodaskarya Balai Pustaka

Winarno, Surahmad. 1975.


Nawawi, Hadari. 1995 .Instrumen
Dasar-dasar dan Teknik
Penelitian Bidang Sosial. Research Pengantar
Yogyakarta : Gajah Mada Metodelogi Ilmiah. Bandung :
Universyti Press Tarsito

Anda mungkin juga menyukai