Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

(Haliman, 2012).

Ruang ICU atau Intensive Care Unit adalah ruangan khusus yang

disediakan rumah sakit untuk merawat pasien dengan dengan penyakit atau

cedera serius. Untuk membantu memulihkan kondisi pasien, ruang ICU

dilengkapi dengan peralatan medis khusus. Selama berada di dalam ruang

ICU pasien akan dipantau selama 24 jam penuh oleh dokter, perawat, dan

staf khusus dari rumah sakit yang sudah kompeten (Medline, 2018).

Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan

tehnik invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang

akan ditangani melalui sayatan yang di akhiri dengan penutupan dan

penjahitan luka, pembedahan dilakukan karena beberapa alasan serta

diagnostik (Sabiston, 2011). Pasien yang selesai menjalani pembedahan

biasanya di bawa ke ruang pemulihan. Di ruang tersebut pasien di observasi

kondisinya sampai dengan stabil untuk di bawa kembali ke ruang

perawatan ataupun ruangan Intensive Care.

Beberapa masalah yang bisa muncul setelah dilakukan tindakan

pembedahan diantaranya: apnea yang disebabkan oleh sisa


2

anastetik(penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum

di metabolisme dengan sempurna, selain itu, lidah yang jatuh kebelakang

menyebabkan obstruksi hipofaring, pada sirkulasi sering dijumpai

hipotensi, syok, dan aritmia yang disebabkan oleh kekurangan cairan

karena perdarahan yang tidak cukup diganti, regurgitasi dan muntah,

gangguan kesadaran, serta hipotermi (Potter, 2005).

Hipotermi adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh

penghantar suhu kesulitan untuk mengatasi tekanan suhu dingin.

Hipotermi juga dapat didefinisikan sebagai suhu bagian dalam tubuh

dibawah 35°C. Tubuh manusia mampu mengatur suhu pada zona

termonetral, yaitu antara 36,5-37,5°C. Diluar suhu tersebut, respon tubuh

untuk mengatur suhu akan aktif menyeimbangkan produksi panas dan

kehilangan panas dalam tubuh. Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin

saja di alami oleh pasien akibat suhu rendah di kamar operasi, infus dengan

cairan yang dingin, inhalasi dingin, kavitas luka pada tubuh, aktifitas otot

yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator,

anastetik umum, dan lain-lain) (Elsevier, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Anggita (2014) menyebutkan angka

kejadian hipotermi saat pasien di ruang pemulihan sebanyak 113 orang

(87,6%) dan juga membuktikan bahwa dampak negatif hipotermi terhadap

pasien, antara lain adalah resiko perdarahan meningkat, iskemia

miokardium, pemulihan pasca anastesi yang lebih lama, gangguan

penyembuhan luka, serta meningkatnya resikoinfeksi. Keadaan ini sangat


3

tidak menguntungkan bagi pasien. Sulistiawan (2011) menyebutkan

prevalensi kejadian hipotermi pada ruang operasi sebanyak 10 dari 10

pasien.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Trisnadi (2014) menyebutkan

upaya preventif hipotermi dapat di tempuh secara aktif menggunakan

selimut katun, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Sugianto

(2013) menyebutkan penggunaan selimut elektrik untuk mengatasi

kejadian hipotermi pada suhu 38°C. Tetapi pada penggunaan kedua

selimut tersebut masih terdapat beberapa kekurangan. Pada penggunaan

selimut katun biasa lebih tipis, tidak dapat menahan panas lama. Pada

penggunaan selimut elektrik memiliki kekurangan mudah terbakar karena

penggunaan listrik, tidak efisien karena harus memasukkan kabel daya ke

stop kontak, harus menggunakan panel control pada suhu tinggi selama 30

menit, disamping itu juga biaya yang mahal. Alumunium foil mempunyai

salah satu kelebihan untuk menjaga dan mempertahakan panas lebih lama,

juga dapat mengurangi laju perpindahan panas.Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Sutoto (2000) juga menyebutkan alumunium foil relatif

murah dan juga mudah dalam pemakaiannya.

Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Pandan Arang Boyolali di

ruang ICU dalam kurun waktu antara tanggal 6 - 15 Januari 2020, jumlah

pasien post operasi rata-rata perhari 2-3 pasien, dari hasil observasi yang

didapat hampir mayoritas pasien post operasi mengalami kejadian

hipotermi. Selama ini penanganan hipotermi pada pasien post operasi di


4

RSUD Pandan Arang hanya menggunakan selimut katun biasa dan

menggunakan selimut warmer. Tetapi ketersediaan selimut warmer di

ruangan sangat terbatas yaitu hanya tersedia 1 selimut warmer untuk setiap

ruang rawat inap. Sehingga jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah

pasien yang membutuhkannnya.

Berdasarkan data dan latar belakang di atas penulis tertarik untuk

meneliti efektifitas selimut alumunium foil terhadap kejadian hipotermi

pada pasien post operasi di RSUD Pandan Arang Boyolali.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Efektifitas

selimut alumumunium foil terhadap hipotermi pada pasien post operasi di

RSUD Pandan Arang Boyolali”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dengan adanya penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas selimut alumunium foil terhadap kejadian

hipotermi pada pasien post operasi di RSUD Pandan Arang Boyolali.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan gambaran karakteristik responden.


5

b. Mengidentifikasi gambaran suhu pada pasien post operasi sebelum

dilakukan intervensi.

c. Mengidentifikasi gambaran suhu pada pasien post operasi setelah

dilakukan intervensi.

d. Menganalisa efektifitas selimut alumunium foil terhadap kejadian

hipotermi pada pasien post operasi.

D. Manfaat Penelitin

a. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah refrensi dan sumber litelatur bacaan yang bermanfaat

tentang efektifitas selimut alumunium foil terhadap kejadian hipotermi

pada pasien post operasi.

b. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam memberikan

intervensi selimut alumunium foil terhadap pasien post operasi yang

mengalami hipotermi.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian yang serupa di

kemudian hari dan dapat dijadikan sebagai dasar penelitian yang

selanjutnya.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Rumah Sakit

a. Definisi

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

(Haliman, 2012).

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan

professional yang pelayanannya diselenggarakan oleh dokter, perawat,

dan tenaga ahli lainnya.Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata, dengan

mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan,

yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan

kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta

dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian (Hartono,

2010).

b. Pelayanan Intensive Care Unit

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit

yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang

khusus dan perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien
7

- pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit - penyulit yang

mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa.

Pelayanan ICU, saat ini, tidak terbatas hanya untuk menangani

pasien pasca-bedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien

dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ.

Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar

Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah Sakit lain. Ilmu

yang diaplikasikan dalam pelayanan ICU, pada dekade terakhir ini telah

berkembang sedemikian rupa sehingga telah menjadi cabang ilmu

kedokteran tersendiri yaitu “Intensive Care Medicine”. Meskipun pada

umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat tidur, tetapi sumber

daya tenaga (dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan sangat

spesifik dan jumlahnya pada saat ini di Indonesia sangat terbatas..

c. Pembedahan

Pembedahan atau operasi adalah semua tindak pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian

tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya

dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani

ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang di akhiri dengan

penutupan dan penjahitan luka (Jong, 2011).

Menurut Jong, 2011 etiologi dari pembedahan adalah sejumlah

penyakit yang merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan.


8

Menurut Smeltzer, 2001 pembedahan mungkin dilakukan untuk

berbagai alasan, antara lain :

a. Alasan diagnostik, seperti ketika dilakukan biopsy.

b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi tumor atau mengangkat

appendik yang mengalami inflamasi.

c. Reparatif, seperti memperbaiki luka multiple.

d. Rekonstruktif atau kosmetik, seperti ketika melakukan

mammoplasty atau perbaikan wajah.

e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau

memperbaiki masalah.

d. Anastesi

Menurut Sabiston (2011) maksud dari pemberian anastesi adalah

dalam upaya menghilangkan nyeri, rasa takut perlu ikut dihilangkan

untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan.

Adapun macam anastesi dibagi menjadi :

a. Anastesi umum

Anastesi umum terbagi menjadi dua yaitu anastesi inhalasi daan

anastesi parenteral.

b. Anastesi local dan regional

Gangguan pasca anastesi antara lain :

a) Pernapasan

Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena

hipoksia sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di


9

atasi. Penyebab yang sering dijumpai sebagai penyulit

pernapasan adalah sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali)

dan sisa pelemas otot yang belum dimetabolisme dengan

sempurna. Selain itu lidah jatuh kebelakang menyebabkan

obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi,

dan dalam derajatyang lebih berat menyebabkan apnea.

b) Sirkulasi

Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensim syok dan

aritmia. Hal ini disebsbkan oleh kekurangan cairan karena

perdarahan yang tidak cukup diganti. Sebab lain adalah sisa

anastesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi, terutama jika

tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan.

c) Regurgitasi dan muntah

Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama

anastesi. Pencegahan muntah penting karena dapat

menyebabkan aspirasi.

d) Hipotermi

Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi,

selain itu juga karena efek obat-obatan yang dipakai.

e) Gangguan faal lain

Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan

oleh kerja anastetik yang memanjang karena dosis berlebih

relative karena penderitasyok, hipotermi, usia lanjut dan


10

malnutrisi sehingga sediaan anastetik lambat dikeluarkan dari

dalam darah..

e. Hipotermi

Hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh menjadi < 35˚C (atau

95˚F) secara involunter. Lokasi pengukuran suhu inti tubuh mencakup

rektal, esofageal, atau membran timpani, yang dilakukan secara benar

(Tanto, 2014). Menurut Hardisman (2014), hipotermia didefinisikan

bila suhu inti tubuh menurun hingga 35˚C (95˚F) atau dapat lebih

rendah lagi.

Menurut Setiati (2014), hipotermia disebabkan oleh lepasnya panas

karena konduksi, konveksi, radiasi, atau evaporasi. Local cold injury

dan frostbite timbul karena hipotermia menyebabkan penurunan

viskositas darah dan kerusakan intraselular (intracellular injury).

Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh di bawah 35˚C, dan dapat

dikategorikan sebagai berikut:

a. Hipotermia ringan : 32 – 35 ˚C

b. Hipotermia sedang : 28 – 32 ˚C

c. Hipotermia berat : di bawah 28˚C


11

f. Etiologi Hipotermi

Menurt Tanto (2014) berdasarkan etiologinya, hipotermia dapat dibagi

menjadi:

a. Hipotermia primer, apabila produksi panas dalam tubuh tidak dapat

mengimbangi adanya stres dingin, terutama bila cadangan energi

dalam tubuh sedang berkurang. Kelainan panas dapat terjadi melalui

mekanisme radiasi (55-65%), konduksi (10-15%), konveksi,

respirasi dan evaporasi. Pemahaman ini membedakan istilah

hipotermia dengan frost bite (cedera jaringan akibat kontak fisik

dengan benda/zat dingin, biasanya <0˚C).

b. Hipotermia sekunder, adanya penyakit atau pengobatan tertentu

yang menyebabkan penurunan suhu tubuh. Berbagai kondisi yang

dapat mengakibatkan hipotermia menurut Hardisman (2014),yaitu:

1) Penyakit endokrin (hipoglikemi, hipotiroid, penyakit Addison,

diabetes melitus, dan lain – lain)

2) Penyakit kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung

kongestif, insufisiensi vascular, dan lain – lain)

3) Penyakit neurologis (cedera kepala, tumor, cedera tulang

belakang, penyakit Alzheimer, dan lain – lain)

4) Obat – obatan (alkohol, sedatif, klonidin, neuroleptik)

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hipotermi pada pasien

post operasi antara lain (Elsevier, 2013) :

1) Suhu rendah kamar operasi


12

2) Infus dengan cairan yang dingin

3) Inhalasi dingin

4) Kavitas luka pada tubuh

5) aktifitas otot yang menurun

6) usia lanjut

7) Obat-obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum,

dan lain-lain)

g. Penatalaksanaan Hipotermi

Pencegahan hipotermi adalah sasaran utama, jika hipotermi terjadi,

tujuan intervensi adalah untuk meminimalkan atau membalik proses

fisiologis. Pengobatan mencakup pemberian oksigen, hidrasi yang

adekuat, dan nutrisi yang sesuai. Terdapat 3 macam tehnik

penghangatan yang di gunakan (Setiati et all., 2008) :

1. Penghangatan eksternal pasif. Tehnik ini dilakukan dengan

cara menyingkirkan baju basah kemudian tutupi tubuh pasien

dengan selimut atau insulasi lain.

2. Penghangatan eksternal aktif. Tehnik ini digunakan untuk pasien

yang tidak berespon dengan penghangatan eksernal pasif

(selimut penghangat, mandi air hangat atau lempengan

pemanas), dapat diberikan cairan infuse hangat I.V. (suhu 39℃

– 40℃)untuk menghangatkan pasien dan oksigen.

3. Penghangatan internal aktif. ada beberapa metode yang dapat

digunakan antara lain irigasi ruang pleura atau peritoneum,


13

hemodialisis dan operasi bypass kardiopulmonal. Dapat

pula dilakukan bilas kandung kemih dengan cairan NaCl 0,9%

hangat, bilas lambung dengan cairan NaCl 0,9% hangat (suhu

40o – 45oC) atau dengan menggunakan tabung penghangat

esophagus (esophageal warming tubes).

B. Aluminium Foil

1. Definisi

Alumunium adalah logam berwarna putih mengkilap, bersifat liat dan

dapat ditempa (Sutresna, 2007). Alumunum foil adalah lembaran tipis

yang dapat dipakai untuk berbagai macam aplikasi memasak, poles

garpu, sendok ataupun lainnya (Hasanudin, 2011).

2. Sifat

Alumunium foil mempunyai beberapa sifat yang istimewa antara lain

(Sutresna, 2007) :

a. Lentur

b. Fleksibel

c. Mudah di bentuk sesuai dengan kemasan

d. Kedap udara, air dan lemak

e. Bersih

f. Tidak beracun

g. Bersifat membungkus objek

h. Penghantar panas yang baik untuk energy listrik dan penghangat

ruangan
14

i. Ringan

j. Tahan korosi

k. Tidak mahal

l. Tahan lama

m. Dapat didaur ulang dan dapat digunakan berulang-ulang

3. Manfaat

Alumunium foil mempunyai manfaat, yaitu : menurut penelitian yang

dilakukan oleh Harris (2007) alumunium foil digunakan sebagai selimut

untuk menghangatkan bayi premature,dengan prinsip kangaroo care

yang dilakukan selama 30-60 menit. Menurut Avellanas (2011),

alumunium foil digunakkan untuk passive external rewarming pada

kejadian hipotermi karena suhu lingkungan. Menurut Brugger (2001),

alumunium foil digunakkan untuk pencegahan penurunan suhu pada

kejadian bencana tanah longsor. Selain itu alumuniumfoil digunakan

sebagai bahan bangunan dan sebagai bahan pembungkus.


15

C. Kerangka Teori

Hipotermi post operasi


Pembedahan Penghangat internal aktif
Faktor yang menyebabkan hipotermi:

1. Suhu rendah kamar operasi Penatalaksanaan


Penghangat eksternal aktif
2. Infus dengan cairan yang dingin
Anastesi
3. Inhalasi dingin Penghangat eksternal pasif

4. Kavitas luka pada tubuh

5. Aktifitas otot yang menurun

6. Usia lanjut
Selimut aluminium foil
7. Obat-obatan yang digunakan

Teratasi Tidak teratasi


16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Secara umum dikenal adanya dua jenis penelitian eksperimen yaitu

eksperimen betul (true experiment) dan eksperimen tidak betul-betul tetapi

hanya mirip eksperimen. Itulah sebabnya maka penelitian yang kedua ini

dikenal sebagai “penelitian pura-pura” atau quasi experiment. Eksperimen

yang digunakan dalam penelitian ini termasuk eksperimen kuasi (quasi

experiment) atau eksperimen semu dengan pendekatan pre test and post

test only with control group designyaitu merupakan pengembangan dari

true eksperiment (eksperimen murni) yang sulit dilaksanakan, yang

memiliki kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk

mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan

penelitian (Sugiyono, 2015).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Pandan Arang Boyolali dimulai

dari bulan Januari 2020 sampai dengan Februari 2020, sedangkan untuk

pengambilan data dilakukan pada 6 Januari 2019 sampai dengan 15 Januari

2020.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas:

objek maupun subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

21
17

tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti sebagai bahan untuk

dipelajari (Sugiyono, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh penderita TB paru yang tercatat di Puskesmas Sangkrah yang

berjumlah 36 orang dan Puskesmas Pajang yang berjumlah 12 orang

dengan total dari populasi penelitian adalah 48 orang.

2. Sampel

a. Sampel

Menurut Sugiyono (2018) menjelaskan bahwa sampel

merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah penderita TB

paru yang berhasil dalam pengobatan Obat Anti Tuberkulosis di

Puskesmas Sangkrah dan Puskesmas Pajang Kota Surakarta yang

berjumlah 48 orang.

b. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan

sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono,

2018). Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono

(2018) jika jumlah populasi kurang dari 100 maka seluruh populasi

akan dijadikan sampel penelitian semuanya. Sampel yang diambil

dalam penelitian ini berjumlah 48 orang.

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah penderita TB

paru yang berhasil dalam pengobatan Obat Anti Tuberkulosis di


18

Puskesmas Sangkrah dan Puskesmas Pajang Kota Surakarta yang

berjumlah 48 orang, dengan kriterianya sebagai berikut :

1) Penderita TB Paru yang telah berhasil menjalani pengobatan

Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Sangkrah dan Puskesmas

Pajang Kota Surakarta.

2) Mampu berkomunikasi dengan baik.

3) Bersedia dilibatkan dalam penelitian dengan menandatangani

lembar persetujuan setelah penjelasan (inform consent)

Sebagai kriteria eksklusi dari sampel peneilitian ini

merupakan penderita yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik

dan tidak setuju menjadi sampel (inform consent).

D. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan penelitian ini adalah variabel tunggal.

Variabel dalam penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi

keberhasilan minum obat.

E. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui

faktor yang mempengaruhi keberhasilan minum obat maka menggunakan

kuesioner penelitian. Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner

tertutup yang dimana sudah terdapat jawabannya, sehingga responden

hanya perlu memilih yang ada dalam kuesioner. Dalam kuesioner akan

disediakan jawaban “YA” atau “TIDAK”. Jenis pertanyaan dalam kuesioner

ini berupa pernyataan positif, sehingga jika responden menjawan “YA”


19

maka akan mendapatkan skor 1 jika responden menjawab “TIDAK” maka

mendapatkan skor 0. Pengisian dalam kuesioner tersebut menggunakan

tanda centang (√) pada jawaban yang diannggap benar.

Instrument yang digunakan pada penelitian ini merupakan intrumen

dari Rudi Yulianto dengan judul penelitian “Pengaruh Kepatuhan

Penggunaan Obat pada Pasien Tuberkulosis Terhadap Keberhasilan Terapi

di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta” yang mengacu pada

kerangka teori BAB II.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang membatasi ruang

lingkup atau pengertian variable-variabel yang diteliti/amati, juga

bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan

terhadap variable-variabel yang bersangkutan serta pengemban instrument

(Notoatmodjo, 2010).

Tabel 3.1

Definisi Variabel

Variable Definisi Skala ukur Hasil


Keberhasilan Tercapainya Nominal Ya, skor 1
menjalani target pengobatan Tidak, skor 0
pengobatan TB TB paru sesuai
Paru regimen terapi
dan waktu yang
ditetapkan.
20

G. Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas dan reabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah

kuesioner penelitian itu berkualitas. Pengujian validitas dan reabilitas

dilakukan pada penderita TB yang telah berhasil menjalani pengobatan di

Puskesmas Sangkrah dan Puskesmas Pajang Kota Surakarta.

1. Uji validitas

Uji validitas merupakan suatu bentuk ukuran yang menunjukkan

tingkat-tingkat kevalidan suatu instrument. Suatu instrument dikatakan

valid apabila mampu mengukur variable dan mengungkapkan variable

yang ditiliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrument

menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari

analisis tentang validitas yang dimaksud (Arikunto, 2010). Untuk

melihat koefisien korelasi dari masing-masing item, peneliti

menggunakan rumus Pearson Product Moment sebagai berikut :

Keterangan :

Rxy = Korelasi antara item pertanyaan dan skor terhadap responden.

N = Jumlah Responden.

X = Skor masing-masing item.

Y = Skor total.
21

2. Uji reabilitas

Reabilitas merupakan suatu instrument yang dapat dipercaya

untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument

tersebut sudah baik. Reabilitas menunjukkan sebagai alat pengumpul

data karena bersifat reliable memang benar dengan kenyataan

(Arikunto, 2010). Perhitungan ini dilakukan dengan bantuan rumus

Alpha Cronbach sebagai berikut :

r11 = Reabilitas instrument.

k = Banyaknya butir penelitian atau banyaknya soal.

= Jumlah varians butir.

= Varians total.

Hasil pengukuran instrument dinyatakan reliable jika nilai

r11>rtabel, sehingga dapat diketahui bahwa instrument penelitian

reliable dan layak untuk digunkan dalam penelitian.

H. Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti juga perlu mendapatkan

rekomendasi dari institusi untuk melakukan permohonan izin kepada

lembaga penelitian yang hendak dituju. Setelah mendapatkan persetujuan

maka peneliti melaksanakan penelitian dengan menekankan masalah etika.


22

Penelitian ini menekankan pada masalah etika yang meliputi informed

consent, anonymity, dan confidentiality (Hidayat, 2010):

1. Informant consent (persetujuan)

Lembar persetujuan/inform consent diberikan kepada responden

yang akan diteliti sesuai dengan kriteria inklusi, disertai judul penelitian

dan manfaat penelitian. jika responden setuju maka informed consent

harus ditandatangani dan jika responden tidak bersedia maka peneliti

tidak dapat memaksa dan tetap menghormati.

2. Anonymity (tanpa nama)

Anonymity merupakan tindakan untuk menjaga kerahasiaan

responden dengan tidak mencantumkan nama responden, tetapi lembar

pengumpulan data diberikan kode. Cukup dengan inisial dan memberi

nomor atau kode pada masing-masing lembar kuesioner, misalnya Tn.Y

dan Ny.X. Sehingga kerahasian responden tetap terjaga.

3. Confidentiality (kerahasiaan informasi)

Confidentiality adalah menjamin kerahasiaan informasi dan

hanya melaporkan data tertentu sebagai hasil penelitian. Data hasil

penelitian yang dianalisis akan dilaporkan dalam laporan penelitian..

Data penunjang yang menjadi rahasia responden tidak akan dilaporkan

di dalam penelitian dan hanya diketahui oleh peneliti dan pembimbing

untuk menjaga kerahasiaannya.


23

I. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengolahan data dengan

beberapa tahap diantaranya (Sugiyono, 2018) :

1. Editing (pengecekan data)

Kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan diisi oleh

responden dilakukan pengecekan kembali. Mengkoreksi data yang telah

diperoleh, memperbaiki yang kurang dengan cara mengecek pertanyaan

yang diberikan sudah terisi semua atau belum, isi jelas atau tidak dan

jawaban konsisten atara satu satu dengan yang lainnya. Apabila

kuesioner yang diberikan tidak diisi dengan lengkap, maka kuesioner

tersebut tidak digunakan.

2. Coding (pemberian kode)

Pemberian kode nomor pada setiap kuesioner yang bertujuan

untuk mempermudah pengolahan data di computer. Peneliti melakukan

coding untuk kuesioner dengan 1 = YA, 0 = TIDAK.

3. Entry (memasukkan data)

Proses memasukan data pada program computer, kuesioner yang

sudah diklarifikasi dan diberikan kode kemudian dimasukkan ke dalam

master tabel atau data base komputer.

4. Tabulating (tabulasi)

Data yang telah didistribusikan dengan skor kemudian di

jumlahkan, disusun dalam bentuk tabel dan selanjutnya dilakukan

pengolahan data ataupun analisis.


24

J. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Central

Tendency.

1. Central Tendency (Tendensi sentral)

Tendensi central merupakan nilai rata-rata dari setiap data. Contoh

bilangan dalam tendensi sentral ialah mean, median dan modus.

Tendensi sentral berguna untuk menggambarkan bilangan yang dapat

mewakili kelompok bilangan tertentu misalkan dengan menggunakan

modus untuk menghitung gejala pusat yang sering muncul (Sarwono,

2011).

a. Modus

Menurut Sugiyono (2018) mendefinisikan modus berupa Penjelasan

kelompok yang didasarkan atas nilai yang sedang popular atau nilai

yang sering muncul dalam kelompok tersebut dengan menggunakan

gejala perhitungan gejala pusat (Central Tendecy) yang sering

muncul.

Keterangan :

Mo = nilai fokus

Tb = tepi bawah

P = panjang kelas

d1 = selisih frekuensi yang mengandung modus dengan

frekuensi sebelumnya
25

d2 = selisih frekuensi yang mengandung modus dengan

frekuensi setelahnya.

K. Jalannya Penelitian

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan meliputi konsultasi dengan pembimbing untuk

pemilihan permasalahan penelitian, melakukan survey pendahuluan

yang dilakukan pada bulan September 2018, konsultasi judul, mencari

studi pendahuluan kepustakaan, konsultasi proposal, melakukan revisi

penelitian dengan pembimbing secara bertahap.

2. Tahap pelaksanaan

Peneliti memasukan data yang diperoleh ke dalam program

computer untuk selanjutnya diolah kembali.

a. Hal ini dimulai setelah semua persiapan telah siap dan telah

mendapat ijin penelitian. Peneliti selanjutnya meminta ijin

penelitian kepada Kepala Puskesmas. Setelah mendapatkan ijin dan

mendapatkan data responden dari Puskesmas, maka peneliti

melaksanakan penelitian.

b. Peneliti menemukan data di Puskesmas. Selama penelitian, peneliti

didampingi oleh asisten penelitian/enumerator yang sudah

dilakukan persamaan persepsi mengenai penelitian ini sebelum

terjun langsung melakukan penelitian ke responden.

c. Selanjutnya tiap responden dijelaskan maksud dan tujuan penelitian

oleh peneliti dan asisten peneliti. Dan responden yang bersedia


26

dimintai untuk menandatangani informed consent dan juga mengisi

kuesioner penelitian yang telah diberikan.

d. Peneliti dan asisten peneliti mendampingi responden dalam

pengisian kuesioner apabila selama pengisian kuesioner terdapat hal

yang kurang jelas maka responden dapat bertanya langsung dengan

peneliti maupun asisten peneliti.

e. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan yaitu mengecek kembali data

dari responden dan di cross ceck kembali.

3. Penyelesaian akhir

a. Menganalisis hasil pengumpulan data dengan analisis unit dan

analisis univariat yang meliputi proses:

1. Pengkodingan data yaitu pengkodean hasil jawaban responden

sesuai dengan ketentuan instrument penelitian.

2. Tabulasi data yaitu memasukkan data ke dalam program

computer untuk dapat dianalisis.

3. Data yang telah ditabulasikan selanjutnya dikategorikan sesuai

dengan standar kategori yang telah ditetapkan.

4. Berdasarkan kategori data tersebut, selanjutnya dilakukan

analisis unit dan analisis univariat.

b. Mengintrepetasikan hasil analisis

Berdasarkan analisis data, kemudian dilakukan interpretasi terhadap

tujuan penelitian dan hipotesis penelitian.


27

c. Membuat laporan hasil analisis dan pembahasannya

Penelitian berdasarkan hasil intepretasi data menyusun laporan

penelitian yang berfungsi menjawab tujuan penelitian yang telah

direncanakan.
28

Tahap awal peneliti mengajukan judul penelitian


L. Alur Penelitian

Membuat surat ijin studi pendahuluan ke Dinas Kesehatan Kota Surakarta

Meneruskan surat studi pendahuluan ke Puskesmas Sangkrah dan Puskesmas Pajang

Mendapatkan data responden

Menyusun proposal secara bertahap

Melakukan seminar proposal

Membuat surat ijin penelitian ke Dinas Kesehatan, Kesbangpol dan Bappeda Kota Surakarta

Meneruskan surat penelitian ke Puskesmas Sangkrah dan Puskesmas Pajang

Peneliti menemukan data untuk diteliti

Peneliti dibantu asisten peneliti selama penelitian

Peneliti mengumpulkan data-data penderita TB yang telah berhasil menjalani pengobatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Sangkrah dan Puskesmas Pajang dengan melakukan wawancara secara langsung pada
perawat penanggung jawab untuk menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan

Peneliti mencari alamat masing-masing tempat tinggal responden

Peneliti melakukan kunjungan ke rumah responden dan menentukan kontrak waktu untuk dilakukannya wawancara
melalui kuesioner

Peneliti memberikan kuesioner untuk mendapatkan informasi yang ingin diidapat dari responden .

Kemudian dilakukan cross check kembali data yang diterima dari responden

Kemudian data dianalisis setelah itu dilakukan interpretasi terhadap tujuan dan hipotesis penelitian

Membuat laporan hasil analisis dan pembahasannya.

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Anda mungkin juga menyukai