Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


DEMAM THYPOID

Oleh :

NI KADEK ARI SATI

219012710

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan
oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C, dimana paratifoid biasanya menginfeksi lebih ringan, dengan
gambaran klinis sama. Demam typhoid atau Typhus abdominalis atau demam
typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan
kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% -
80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun
sebanyak (5%-10%). (Mansjoer, Arif. 2010).
Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A. Sylvia & Lorraine
M. Wilson,2015). Dapat disimpulkan bahwa demam thypoid adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh salmonella typhi yang masuk bersama makanan dan
minuman yang kemudian menginfeksi usus halus dengan gejala demam lebih dari
7 hari dan gangguan pada saluran cerna.

2. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya
diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang
terinfeksi. Ada 3 spesies utama, yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).
Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2010) disebabkan
oleh infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang merupakan
kuman gram negative, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat
hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih
rendah, serta mati pada suhu 70˚c ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini,
diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia. Salmonella typhosa
mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat termolabil.
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonella
typhosa juga memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multiple antibiotik.

3. Manifestasi Klnis
Menurut Widodo Djoko (2009), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30
hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian
menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung.
Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan
epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan
tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah
suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori
relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Soedarto (2010), mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang
umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter
atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan
lingkungan dengan perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik,
dengan denyut nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak
kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat
diraba.
3. Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan
berkurang. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor,
otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi
meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut.
Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya
degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami
penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

4. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam
(pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa
proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri
yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada
sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus,
tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s
patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel
limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di
dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk
ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ
manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati,
limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah
atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat
menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin
dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012).
Pathway

Bakteri salmonella thypi masuk melalui mulut ke


saluran cerna melalui makanan dan minuman

Sebagian dimusnahkan asam lambung


dan sebagian menyerang vili usus halus Peradangan pada saluran cerna

Infeksi bakteri pada usus


Menyebar melalui Merangsang pelepasan halus (illeum terminalis)
peredaran darah zat pirogen oleh leukosit

Bakteri salmonella thypi


Zat pirogen beredar ke seluruh menetap dan hidup di illeum
Terjadi pembengkakan pada
tubuh melalui peredaran darah terminalis
hati dan limfa

Hipotalamus merespon dengan


Mual, muntah Terjadi pendarahan
meningkatkan suhu tubuh
dan perforasi
Penurunan
Demam thypoid / thypus abdominalis
nafsu makan Tubuh banyak
kehilangan cairan
Terjadi peningkatan suhu tubuh
Berat badan menurun
Risiko
Hipertermi Hipovolemia
Defisit nutrisi
a
Pasien dan keluarga
kurang mengetahui dan
mengerti mengenai
Reaksi inflamasi penyebab dan akibat

Defisit
Nyeri akut pengetahuan

Sumber :
(Smeltzer & Bare, 2010; Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2013)
5. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut menurut Sodikin
(2011), antara lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien
menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran
dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan
obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis
tinggi, yaitu 100 mg/kg berat badan/hari (makanan 2 gram per hari),
diberikan empat kali sehari per oral atau intravena. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin
pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut Rampengan (2010)
selain kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara
lain:
a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).
2. Keperawatan
Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi keperawatan
menurut menurut Sodikin (2011), adalah Pasien typhoid harus dirawat di
kamar isolasi yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang
menderita penyakit menular seperti desinfektan mencuci tangan, merendam
pakaian kotor dan pot atau urinal bekas pakai pasien. Yang merawat atau
sedang menolong pasien agar memakai celemek. Masalah pasien typhoid yang
perlu diperhatikan adalah:
a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari apatik
sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping anoreksia dan
demam lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi atau
cairan sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan
berkurang pula, dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu,
pasien typhoid menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus
halus sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang diberikan ialah
makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan
tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien:
− Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan
lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu siam atau wortel yang
dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang
atau matang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas atau lebih, jika
makanan tidak habis diberikan ekstra susu.
− Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair per
sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap
3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau
yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik makanan beralih secara
bertahap ke lunak.
− Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa
dan NaCl. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde di
samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya
merupakan setengah dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus.
Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, beralih ke makanan
biasa.
b. Gangguan suhu tubuh.
Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus yang
khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan kondisi tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan
cairan, karena perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah,
selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah.
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella typhosa,
maka untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan memberikan obatnya
secara adekuat, istirahat mutlak sampai suhu turun diteruskan 2 minggu
lagi, kemudian mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan makanan melalui
sonde, obat dapat diberikan bersama makanan tetapi berikan pada
permulaan memasukkan makanan, jangan dicampur pada semua
makanannya atau diberikan belakangan karena jika pasien muntah obat
akan keluar sehingga kebutuhan obat tidak adekuat.
Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu,
menurunkan suhu tubuh yang biasanya pada sore hari dan malam hari
lebih tinggi jika suhu tinggi sekali cara menurunkan lihat pada
pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping kompres berikan pasien
banyak minum boleh sirup, teh manis, atau air kaldu sesuai kesukaan anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar penguapan
suhu lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk membantu
menurunkan suhu usahakan agar kipas angin tidak langsung kearah tubuh
pasien.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama dengan
pasien lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat di tempat
tidur, jika ia sudah dalam penyembuhan. Khusus pada pasien typhoid,
karena lidah kotor, bibir kering, dan pecah-pecah menambah rasa tak
nyaman disamping juga menyebabkan tak nafsu makan. Untuk itu pasien
perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin
(krim) dengan sering dan sering berikan minum. Karena pasien apatis
harus lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi. Jika pasien dipasang
sonde perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan
minum agar selaput lendir mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu
sebagai akibat lama berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan
menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sambil duduk di pinggir tempat
tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan.
Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari mobilisasi.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut Widodo, D. (2009) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit demam typhoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi hasil
negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella typhi.
Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman salmonella
typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.
b. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,
dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa
inkubasi).
c. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu,
bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu
pertama suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu
berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
d. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak beberapa
dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah
(kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Di
samping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan
epistaksis pada anak besar.
e. Pemeriksaan fisik
− Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (Cated tongue),
sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai
tremor.
− Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (Meteorismus). Bisa
terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
− Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
f. Pemeriksaan laboratorium
− Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relative, dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.
− Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.
g. Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urin
dan feces.
h. Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah liter zat anti
terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan
kenaikan yang progresif (Nursalam, 2005).

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
3. Risiko hypovolemia berhubungan dengan kurang intake cairan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Hipertermi Setelah diberikan SIKI: Manajemen 1. Untuk
asuhan keperawatan Hipertermia mengetahui
selama … x 24 jam 1. Monitor suhu kenaikan suhu
diharapkan tubuh tubuh secara
termoregulasi pasien 2. Monitor kadar tiba-tiba
membaik dengan elektrolit 2. Mengetahui
kriteria hasil 3. Longgarkan atau kadar elektrolit
SLKI: Termoregulasi lepaskan pakaian sebagai
1. Pasien tidak 4. Berikan cairan indikator status
menggigil oral cairan
2. Kejang menurun 5. Lakukan 3. Proses konveksi
3. Pasien tidak pendinginan akan terhalang
terlihat pucat eksternal(kompres oleh pakaian
4. Suhu tubuh dalam dingin) yang ketat
rentan normal 6. Anjurkan tirah 4. Saat demam
(36,5 – 37,5 0 C) baring kebutuhan akan
5. Nadi dalam batas 7. Kolaborasi cairan akan
normal ( 80-120x pemberian cairan meningkat
menit) dan elektrolit 5. Perpindahan
intravena panas secara
konduktif
6. Meningkatkan
kenyamanan
istirahat serta
dukungan
fisiologis/psikol
ogis
7. Pemberian
cairan sangat
penting untuk
meningkatkan
jumlah cairan
untuk mencegah
terjadinya
kekrangan
cairan
2 Defisit Setelah diberikan SIKI: Manajemen 1. Pengkajian
nutrisi asuhan keperawatan Nutrisi penting
selama … x 24 jam 1. Identifikasi status dilakukan untuk
diharapkan status nutrisi mengetahui
nutrisi pasien 2. Identifikasi status nutrisi
membaik dengan makanan yang klien sehingga
kriteria hasil : disukai dapat
SLKI: Status Nutrisi 3. Monitor berat menentukan
1. Porsi makanan badan intervensi yang
yang dihabiskan 4. Sajikan makanan diberikan
meningkat secara menarik 2. Jika makanan
2. Nyeri abdomen 5. Kolaborasi dengan yang disukai
menurun ahli gizi untuk pasien dapat
3. Membran mukosa menentukan dimasukkan
membaik jumlah kalori dan dalam
4. Nafsu makan jenis nutrient yang perencanaan
membaik dibutuhkan makanan maka
5. BB membaik dapat
meningkatkan
nafsu makan
pasien
3. Mengetahui
penurunan berat
badan pada anak
4. Menambah
nafsu makan
pasien
5. Memberikan diit
yang sesuai
dengan
kebutuhan
pasien
3 Risiko Setelah diberikan SIKI: Manajemen 1. Mengidentifikasi
hypovolemia asuhan keperawatan Hipovolemi perubahan yang
selama … x 24 jam 1. Periksa tanda dan terjadi pada
diharapkan status gejala hipovolemia keadaan umum
cairan pasien 2. Monitor intak dan pasien terutama
membaik dengan output cairan untuk
kriteria hasil: 3. Berikan asupan mengetahui
SLKI: Status Cairan cairan oral adakah tanda
1. Turgor kulit elastis 4. Anjurkan syok
2. Frekuensi nadi memperbanyak hipovilemik
membaik asupan cairan oral 2. Membantu
3. Membran mukosa 5. Kolaborasi dalam
membaik pemberian cairan menganalisa
4. Intake cairan isotonic keseimbangan
membaik cairan dan
5. Output urine derajat
meningkat kekurangan
cairan
3. Mengganti
cairan dan
elektrolit yang
hilang
4. Untuk
memperrahanka
n cairan
5. Membantu
kebutuhan
cairan dalam
tubuh
4 Nyeri akut Setelah diberikan SIKI: Manajemen 1. Dengan
asuhan keperawatan Nyeri mengidentifikasi
selama … x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, dapat membantu
diharapkan tingkat karakteristik, perawat untuk
nyeri pasien menurun durasi, frekuensi, berfokus pada
dengan kriteria hasil: kualitas, intensitas penyebab nyeri
SLKI: Tingkat Nyeri nyeri dan
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala manajemennya
menurun nyeri 2. Dapat
2. Meringis menurun 3. identifikasi respon mengetahui
3. Gelisah menurun nyeri non verbal skala nyeri
4. Kesulitan tidur 4. Berikan teknik untuk
menurun non farmakologi memberikan
5. Frekuensi nadi untuk mengurangi terapi yang tepat
membaik (80- nyeri dengan 3. Mengetahui
120x/ menit) terapi bermain seberapa kuat
5. Jelaskan strategi nyeri yang
meredakan nyeri dirasakan pasien
6. Kolaborasi 4. Membantu klien
pemberian dalam
analgetik mengurangi
kecemasan nyeri
5. Untuk mengatasi
nyeri ketika
nyeri muncul
6. Pemberian
analgetik dapat
memblok nyeri
pada susunan
saraf pusat
5 Defisit Setelah diberikan SIKI: Edukasi 1. Mengetahui
pengetahuan asuhan keperawatan Kesehatan faktor yang
selama … x 24 jam 1. Identifikasi faktor- dapat
diharapkan tingkat faktor yang dapat meningkatkan
pengetahuan pasien meningkatkan dan dan menurunkan
meningkat dengan menurunkan motivasi untuk
kriteria hasil: motivasi perilaku melakukan
SLKI: Tingkat hidup bersih dan hidup bersih dan
Pengetahuan sehat sehat
1. Kemampuan 2. Jadwalkan 2. Untuk membuat
menjelaskan pendidikan kontrak waktu
pengetahuan kesehatan sesuai dengan pasien
tentang penyakit kesepakatan yang terjadwal
meningkat 3. Berikan 3. Memebrikan
2. Persepsi yang kesempatan untuk kesempatan
keliru terhadap bertanya pada pasien
masalah menurun 4. Ajarkan perilaku bertanya
hidup bersih dan mengenai hal
sehat yang belum
5. Kolaborasi dengan dipahami
tim kesehatan 4. Meningkatkan
untuk memberikan derajat
penyuluhan kesehatan
kesehatan 5. Meningkatkan
pengetahuan
mengenai
perilaku hidup
bersih dan sehat
serta mengetahui
cara pencegahan
penyakit dan
cara
penangannya

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dibuat seseuai dengan intervensi
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan
dengan format SOAP.
S: Data yang disampaikan langsung oleh klien / keluarga
O: Berdasarkan outcome yang diharapkan
A: Apakah kriteria hail pada intervensi tercapai, tercapai sebagian atau tidak
tercapai
P: Planing/ rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa: pertahankan kondisi,
lanjutkan intervensi atau modifikasi intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta: interna
publishing

Rohim Abdul.2012 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 2. Jakarta.

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
IDAI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Defenisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Defenisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Defenisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Valman Bernad. 2010. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta Cara
Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai