Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KONSELING FARMASI

KASUS 1
KONSELING KEPADA PASIEN GERIATRI

Disusun oleh:
Kelompok V
Yufri Mu’alik I1C018036
Ita Pramudia Ananta I1C018038
David Lodewyk H. H. I1C018040
Siti Nurhaniyah I1C018042

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
I. JUDUL
Konseling farmasis kepada pasien geriatri.

II. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menerapkan cara berkomunikasi atau melakukan konseling
dengan pasien geriatri yang baik.
2. Mahasiswa mampu menggali informasi dan mengidentifikasi masalah terkait pasien
geriatri dengan gangguan sariawan yang mengganggu dalam berbicara.
3. Mahasiswa mampu menerapkan pemilihan pengobatan yang efektif dan menjelaskan
mengenai indikasi, aturan pakai, efek samping, hal-hal yang harus dihindari, dan
terapi non farmakologis.
4. Mahasiswa mampu memastikan pasien telah memahami penjelasan konseling yang
diberikan.

III. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH


a. Identifikasi
Konseling obat menurut PMK No. 58 Tahun 2014 merupakan suatu aktivitas
pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari apoteker kepada pasien atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dialkukan secara inisiatif apoteker, rujukan dokter, kenginan pasien atuu
keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau
keluarga terhadap apoteker. (DepKes RI, 2014), Pelayanan informasi obat berupa
konseling ditujukan untuk meningkatkan hasil terapi dengan memaksimalkan penggunan
obat-obatan yang tepat, Salah satu manfaat dari konseling adalah meningkatkan
kepatuhan pasien dalam penggunaan obat, sehingga angka kematian dan kerugian dapat
ditekan (Tumiwa, et at. 2014). Informasi yang diberikan apoteker diantaranya informasi
obat baik dosis, penggunaan, tujuan pengobatan, dan penyimpanan. Selain itu juga harus
memberikan informasi ha hal yang perlu dihindari diantaranya adalah efek samping obat,
interaksi obat dengan zat lain baik berupa makanan, minuman ataupun obat lain.
Sehingga selain ilmu, keahlian komunikasi apoteker juga menjadi penentu apakah pasien
dapat mengerti dengan pesan yang disampaikan apoteker untuk menghindari adanya
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan obat yang salah (drug misuse)
(Izzatin, 2015).
Pasien yang perlu untuk diberi konseling adalah pasien-pasien yang
berkemungkinan untuk tidak patuh terhadap pengobatan seperti pasien yang ditunjuk
dokter, pasien dengan penyakit tertentu seperti hipertensi, gagal jantung, pasien geriatri,
pasien pediatri, pasien yang keluar dari Rumah Sakit, dan lain-lain (Hussar, 1995).
Kasus konseling kali ini adalah berkaitan dengan pasien geriatri (pasien lansia).
Konseling atau komunikasi terapeutik yang diterapkan pada pasien geriatri berbeda
dengan komunikasi terapeutik pada pasien lainnya. Hal ini disebabkan karena pada pasien
lansia sudah terjadi kemunduran berbagai fungsi organ dan tubuh, seperti pendengaran,
penglihatan, dan ingatan. Dengan bertambahnya usia juga terjadi perubahan kondisi fisik,
baik berkurangnya kekuatan fisik maupun menurunnya kecepatan reaksi yang
mengakibatkan gerak-geriknya menjadi lamban. Selain itu, timbulnya multipel penyakit
dan rumitnya dalam menentukan regimen pengobatan menyebabkan pasien kesulitan
dalam mematuhi proses pengobatan mereka sendiri sehingga diperlukan peran profesi
apoteker untuk menangani masalah-masalah tersebut. Selain itu, karakteristik lansia
adalah selalu ingin didengarkan. Hal inilah yang menyebabkan konseling pada lansia
membutuhkan suatu teknik dan cara tertentu dalam menerapkan komunikasi terapeutik
terhadap pasien geriatri (Anonim, 2006).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan konseling kepada pasien geriatri
adalah sebagai berikut :
1. Secara aktif menawarkan konseling untuk pasien usia lanjut.
2. Jangan berteriak atau meninggikan suara Anda di atas normal kepada yang lebih tua
3. Luangkan waktu kepada pasien untuk mencerna informasi yang disampaikan,
kemudian meminta untuk pakan kembali untuk memastikan bahwa informasi itu
dipahami.
4. Mendorong kepatuhan terhadap obat. Jangan pernah berasumsi bahwa pasien yakin
bahwa mereka membutuhkan obat. Jelaskan manfaat dari pengobatan.
5. Ketika pasien mengalami kesulitan mengekspresikan pikiran atau pernyataan, bantu
dengan menyarankan kata-kata, kemudian menanyakannya apakah yang benar atau
tidak.
6. Tetap tenang. Berbicaralah dengan suara tenang.
(ABKIN, 2005).
b. Rumusan Masalah
Tn. Anton (65 tahun) datang ke apotek di sebelah apartemennya. Tn. Anton
mengeluhkan sariawan yang sudah 3 hari tidak sembuh. Sebelumnya Tn. Anton
makan kerupuk yang keras, yang akhirnya melukai mulutnya. Sariawannya ada di
rongga mulut dan merembet di lidah. Hal ini sangat mengganggu aktivitasnya sebagai
seorang pembicara di seminar motivasi. Tn. Anton meminta apoteker untuk
memilihkan obat sariawan yang cepat sembuh.
1. Bagaimana cara berkomunikasi atau melakukan konseling dengan pasien geriatri?
2. Bagaimana cara menggali informasi dan mengidentifikasi masalah terkait pasien
geriatri dengan gangguan sariawan yang mengganggu dalam berbicara?
3. Bagaimana cara pemilihan pengobatan yang efektif dan menjelaskan mengenai
indikasi, aturan pakai, efek samping, kontraindikasi, interaksi, hal-hal yang harus
dihindari, dan terapi non farmakologis?
4. Bagaimana cara memastikan pasien telah memahami penjelasan konseling yang
diberikan?

IV. PEMECAHAN MASALAH SEMENTARA


a. Bagaimana cara berkomunikasi atau melakukan konseling dengan pasien geriatri?
Cara yang perlu diterapkan saat melakukan komunikasi terapeutik dengan
pasien geriatri, antara lain:
 Memperkenalkan diri dengan sifat yang bersahabat, hangat dan terbuka.
 Meningkatkan sikap penerimaan.
 Mendengarkan keluhan pasien.
 Meyakinkan dan memecahkan masalah pasien.
 Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien dengan menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti.
 Bersikap empati dan perhatian.
 Memberikan motivasi kepada pasien.
 Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita untuk pendekatan sosial.
(Ayuningtyas dan Prihatiningsih, 2017).
Apoteker yang melaksanakan kegiatan konseling harus memahami baik aspek
farmakoterapi obat maupun teknik berkomunikasi dengan pasien. Dalam mewujudkan
pelayanan konseling yang baik maka kemampuan komunikasi harus ditingkatkan agar
terjalin komunikasi yang efektif dan intensif antara apoteker dengan pasien khususnya
pasien geriatri (Tumiwa et al., 2014).
Strategi komunikasi yang dapat dipakai oleh apoteker dalam melaksanakan
konseling adalah sebagai berikut:
1. Membantu dengan cara bersahabat: Pasien yang pasif akan mempersulit apoteker
untuk membuat kesepakatan dan memberikan bantuan pengobatan. Sangat penting
bagi apoteker untuk menciptakan suasana yang bersahabat dengan pasien, ini akan
mempengaruhi suasana hati pasien dan pasien menjadi percaya kepada apoteker.
Apoteker dapat memulai konseling dengan menyapa pasien dengan namanya,
memperkenalkan diri, memberikan sedikit waktu untuk pembicaiaan umum sebelum
memulai pembicaraan tentang pengobatan. Selama konseling berlangsung maka
apoteker harus mendengarkan dengan sungguh-sungguh setiap perkataan pasien.
Selain itu apoteker juga harus memperhatikan bahasa tubuhnya agar pasien merasa
lebih dihargai.
2. Menunjukkan rasa empati pada pasien. Sangat penting adanya perasaan empati pada
pasien selama sesi konseling dilakukan. Ketika apoteker menunjukkan rasa empati
maka pasien akan merasa apoteker peduli kepadanya. Penting bagi apoteker untuk
tahu tentang kebutuhan pasien, ketertarikan pasien, motivasi, tingkat pendidikan agar
dapat disesuaikan dengan informasi yang akan diberikan oleh apoteker. Menunjukkan
rasa empati berarti bahwa komunikasi berjalan dengan baik.
3. Kemampuan nonverbal dalam berkomunikasi
(Tumiwa et al., 2014).
Ada beberapa kemampuan nonverbal yang sangat membantu keberhasilan
konseiing antara apoteker dan pasien, yaitu :
 Senyuman dan wajah yang bersahabat, apoteker harus menunjukkan perasaan yang
bahagia saat akan melakukan konseiling, karena ekspresi wajah apoteker akan
mempengamhi suasana hati pasien.
 Kontak mata, kontak mata langsung boleh terjadi 50% sampai 75% selama sesi
konseiling.
 Gerakan tubuh, hams dilakukan seefektif mungkin. Jika terlalu berlebihan kadang
akan mempengamhi mood pasien. Sentuhan pada pasien juga kadang dibutuhkan
untuk membuarnya merasa tenang.
 Jarak antara apoteker dan pasien, jarak yang terlalu jauh membuat komunikasi
menjadi tidak efektif, begitu juga dengan jarak yang terlalu dekat. Sehinggga posisi
dan jarak duduk antara apoteker dan pasien diatur agar pasien merasa nyaman.
 Intonasi Suara, selama komunikasi berlangsung intonasi suara apoteker hams
diperhatikan. Suara yang terlalu pelan atau keras membuat komunikasi menjadi tidak
efektif.
 Penampilan apoteker yang bersih dan rapih membuat pasien merasa lebih nyaman.
(Tumiwa et al., 2014).

b. Bagaimana cara menggali informasi dan mengidentifikasi masalah terkait pasien


geriatri dengan gangguan sariawan yang mengganggu dalam berbicara?
Penggalian informasi penting untuk pertimbangan apoteker dalam
penentuan identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi.
Kemungkinan pertanyaan yang bisa ditanyakan yaitu diidentifikasi berdasarkan
WWHAM (Who the patient, what are the symptoms, How long have the
symptoms been present, action taken, medication being taken), ASMETHOD
(age/appearance, self/someone else, medication, extra medication, time symptoms,
history, other accompanying symptoms, danger symptoms), SITDOWNSIR
(site/location, intensity/severity, tipe.nature, duration, onset, with other symptoms,
annoyed by, spread/radiation, incidence, relieved by), ENCORE (explore, no
medication option, care, observe, refer, explain) (Blenkinsopp and Paxton, 2002).
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengidentifikasi dan
pengambilan tindakan yaitu sejarah pengobatan, obat untuk siapa, umur pasien,
penyebab penyakit, durasi sakit, lokasi sakit, gejala sakit, pengobatan lain yang
sedang digunakan, alergi obat, apakah pernah terjadi sakit sebelumnya, gejala lain,
apakah sudah ke dokter, dan obat sejenis lainnya yang digunakan (Chua et al.,
2006).

c. Bagaimana cara pemilihan pengobatan yang efektif dan menjelaskan mengenai


indikasi, aturan pakai, efek samping, hal-hal yang harus dihindari dan terapi non
farmakologis?
Setelah mengidentifikasi masalah penyakit pasien, apoteker bisa
merekomendasikan suatu obat untuk meringankan gejala sakitnya dengan
menentukan penyebab sakitnya, sehingga dapat mencegah terjadinya sakit
Kembali dan juga dapat menyarankan pada perubahan pola hidup/terapi non
farmakologi yang penting dalam mengatasi sakitnya (Chua et al., 2006).
Dalam kasus ini pasien (Tn.Anton) mengeluhkan sariawan pada rongga
mulut yang merembet di lidah serta mengeluh sulit berbicara dikarenakan luka
pada rongga mulut yang disebabkan makanan kerupuk yang keras sehingga sangat
mengganggu aktivitasnya sebagai seorang pembicara di seminar motivasi.
Apoteker memberikan pilihan obat yang nyaman digunakan dengan kondisi
pasien tersebut. Apoteker dapat menawarkan penggunaan obat kumur yang
mengandung aloe vera atau oksigen yang akan mempercepat proses metabolisme
secara alami supaya luka dimulut dapat lekas sembuh seperti aloclair plus
mouthwash. Sedangkan BPOM menganjurkan penggunaan obat-obat yang
memiliki kandungan benzydamine HCl, providone iodine 1%, atau kombinasi
dequalinium chloride dan vitamin C. Terapi yang dipilih yaitu benzydamine HCl
dan providone iodine 1%, dikarenakan sariawan pasien sudah merembet di lidah
yang awalnya di rongga mulut (Sandy dan Irawan, 2018).
A. Obat Kumur Tantum Verde Oral Rinse 60 ml
 Mengandung benzydamin hidroklorida yang mampu mengurangi rasa sakit
pada mulut dan tenggorokan termasuk sariawan karena memiliki efek
anestetik, antiinflamasi, dan antimikroba.
 Cara penggunaannya yaitu obat diambil kurang lebih 1 sendok makan atau 15
ml kemudian dikumur kumur dan tidak ditelan selama 1 menit dan setelah itu
dibuang. Obat ini digunakan 2-3 kali dalam sehari.
 Efek samping benzidamin yaitu rasa menyengat.
 Peringatan : Obat ini hanya untuk kumur, jangan ditelan. Dalam penggunaan
obat ini tidak dianjurkan lebih dari 7 hari.
 Interaksi : Cukup aman dan jarang menimbulkan interaksi obat dengan obat
lainnya.
 Penyimpanan Obat : Simpan di suhu ruang (20-25oC) dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
 Harga : Rp. 22.500/btl
(PIONAS, 2021).
B. Aloclair plus mouthwash
 Mengandung Aloe Vera, Sodium Hyaluronate, Glycyrhettinic Acid,
Polyvinylpyrrolidone (PVP) yang digunakan untuk pereda nyeri dan
membantu penyembuhan pada ulkus rongga mulut. Produk ini bekerja
dengan membentuk selaput pelindung pada lesi, luka atau ulkus dan
memberikan efek analgesik (pereda nyeri), antiseptik, antiinflamasi
(meredakan bengkak) serta wound healing (penyembuhan luka).
 Cara penggunaan : 10 ml Aloclair plus mouthwash dikumur selama 1
menit. Diulang 3-4 kali sehari atau sesuai kebutuhan. Aman jika tertelan.
Hindari makan / minum minimal 1 jam setelah berkumur.
 Perhatian : Sebaiknya tidak di berikan pada anak-anak yang belum bisa
berkumur, meskipun cukup aman di telan tetapi sebaiknya hindari menelan
produk ini. Terasa lengket di dalam mulut. Jika obat sudah memasuki masa
expired, jangan buang obat sembarangan, diskusikan dengan apoteker
tentang petunjuk pembuangan obat ini.
 Efek Samping : belum ada efek samping yang dilaporkan
 Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap salah satu komponen Aloclair
plus.
 Interaksi : Interaksi obat dapat terjadi ketika Aloclair digunakan bersama
dengan jenis obat-obatan lain tertentu dan alkohol.
 Penyimpanan Obat :
a) Simpan obat Aloclair pada suhu ruangan.
b) Simpan obat Aloclair di tempat kering dan tidak lembap, jangan
simpan di kamar mandi.
c) Hindari obat Aloclair dari cahaya atau sinar matahari langsung.
d) Hindari obat Aloclair dari jangkauan anak-anak dan hewan
peliharaan.
 Harga : 84.600-141.900
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu konsumsi buah
yang mengandung vitamin c, vitamin B12 1000 mcg, banyak minum, hindari
makan makanan yang panas dan diikuti dengan minum minuman dingin,
olahraga yang rutin dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh,
sehingga menurunkan resiko terjadinya sariawan yang disebabkan penurunan
sistem imun (Marwati dan Chahya, 2004).

d. Bagaimana cara memastikan pasien telah memahami penjelasan konseling yang


diberikan?
Apoteker harus memastikan apakah informasi yang diberikan selama
konseling dapat dipahami dengan baik oleh pasien dengan cara meminta kembali
pasien untuk mengulang informasi yang sudah diterima. Dengan cara ini pula
dapat diidentifikasi adanya penerimaan informasi yang salah sehingga dapat
dilakukan tindakan pembetulan (Depkes RI, 2006).

V. PEMBAHASAN
1. Ulasan Role Play
Pada saat Role Play dilakukan pasien bapak Anton yang diperankan oleh
Yufri dan ditemani keluarga pasien yang diperankan oleh Ita datang ke apotek
“Medica Farma”. Sebelumnya apoteker yang diperankan oleh Siti Nurhaniyah
menyapa pasien dengan perkenalan dan menanyakan maksud dan tujuan datang
ke apotek “Medica Farma”. Pasien datang dengan mengeluhkan sariawan kepada
apoteker yang sedang bertugas untuk berkonsutasi mengenai obat yang dapat
dibeli untuk menyembuhkan sariawannya dengan segera.
Selanjutnya apoteker menanyakan identitas pasien dan keluarga pasien
(nama, umur dan alamat). Setelah mendapatkan informasi, apoteker menanyakan
keluhan yang sedang dialami pasien, namun karena pasien bapak anton
mengalami kesulitan dalam berbicara karena sakit sariawan akhirnya yang
menjelaskan adalah keluarganya yaitu Mba Ita. Setelah itu apoteker juga
menanyakan tentang alergi obat dan riwayat penyakit kepada pasien. Selain itu,
apoteker juga menanyakan apakah pasien sudah periksa ke dokter terlebih
dahulu atau belum dan menanyakan apakah pasien sedang atau pernah
mengkonsumsi obat sebelum datang ke apotek (Sari et al., 2018).
Setelah menggali informasi terkait keluhan dan kondisi pasien, apoteker
memberikan 2 pilihan obat kepada pasien yaitu obat kumur Tantum dan obat
kumur Aloclair. Apoteker menjelaskan perbedaan antara kedua obat tersebut
meliputi indikasi dan efektifitas dari kedua obat tersebut. Apoteker lebih
menyarankan pasien untuk menggunakan obat kumur Aloclair karena lebih
efektif untuk membantu penyembuhan sariawan pasien. Selain lebih efektif,
Aloclair juga tidak ada efek samping walaupun harganya lebih mahal.
Setelah itu apoteker memberikan informasi terkait obat (kegunaan, aturan
pakai, penyimpanan, lama penggunaan, hal-hal yang harus diperhatikan, hal hal
yang harus dihindari dan interaksi obat). Informasi ini harus diberikan karena
sangat penting, untuk menghindari kesalahan penggunaan obat. Karena dapat
mempengaruhi efektifitas obat (Gennaro, 2000).
Aloclair Mengandung Aloe Vera, Sodium Hyaluronate, Glycyrhettinic
Acid, Polyvinylpyrrolidone (PVP) untuk pereda nyeri dan membantu
penyembuhan pada ulkus rongga mulut. Produk ini bekerja dengan membentuk
selaput pelindung pada lesi, luka atau ulkus dan memberikan efek analgesik,
antiseptik, antiinflamasi (meredakan bengkak) serta wound healing
(penyembuhan luka). Penggunaannya yaitu 3-4 x sehari, ketika Aloclair tertelan
sebenarnya masih cukup aman tetapi sebaiknya jangan sampai menelan produk
ini, aloclair juga tidak memiliki efek samping (Marwati dan Chahya, 2004).
Apoteker juga menjelaskan terkait penyimpanan obat, yaitu disimpan di
suhu ruangan, tidak lembab, terhinda sinar matahari dan jangkuan anak anak.
Kemudian apoteker juga menjelaskan terapi non farmakologi untuk
mempercepat penyembuhan dengan mengkomsumsi buah yaitu jeruk apabila
kekusahan makan dapat dibuat jus, banyak minum air putih, menghindari
makanan pedas, keras, dingin/panas serta melakukan olahraga seperti jalan santai
selama 15 menit seminggu 3 kali (Marwati dan Chahya, 2004).
Setelah itu, apoteker menanyakan apakah penjelasan yang telah diberikan
dapat dimengerti atau adakah yang perlu di ulangi. Akan tetapi pasien sudah
memahaminya karena apoteker menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
Dalam pemberian informasi haruslah benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini menyesuaikan keadaan pasien (Depkes RI,
2007).
Selanjutnya untuk mengkonfirmasi hal tersebut apoteker meminta izin agar
keluarga pasien mengulangi informasi yang telah diberikan. Pada saat keluarga
pasien menjelaskan kembali apoteker mengecek apakah informasinya sudah
tepat atau belum. Setelah selesai apoteker juga mengingatkan untuk keluarga
pasien selalu mengingatkan pasien supaya tidak lupa terkait penjelasan yang
telah diberikan (Sari et al., 2018).
Kemudian apoteker menginformasikan harga obat pada pasien dan
melakukan pembayaran. Apoteker menyerahkan aloclair obat kumur serta
memberikan kalimat penutup terimakasih semoga bapak anton lekas sembuh.
Setelah proses pembayaran pasien diberikan rasa empati berupa ucapan cepat
sembuh. Karena keramahan yang diberikan apoteker kepada pasien sangat
berpengaruh. Termasuk bentuk mengusahakan kenyamanan pasien adalah
dengan menjaga lingkungan tetap bersih, ruangan yang rapi, berpenampilan dan
berbahasa yang sopan (Sari et al., 2018).
Proses konseling dilaksanakan sebaik mungkin karena dengan konseling
terbukti apoteker dapat mengidentifikasi dan mengatasi masalah terkait obat,
memberdayakan pasien untuk menerapkan manajemen perilaku diri yang positif,
peningkatan kepuasan pasien dan dapat mengoptimalkan kualitas perawatan
pasien. Konseling yang efektif akan membuat pasien mengerti tentang penyakit
dan pengobatan yang sedang dijalani dan meningkatkan kepatuhan minum obat
(Dewanti et al., 2015).

2. Evaluasi dan Feedback


Saat role play dilakukan, Siti Nurhaniyah berperan sebagai apoteker sudah
memberikan penyampaian dengan baik dan jelas. Apoteker juga sudah
menunjukan dan memberikan empatinya kepada pasien di akhir konseling. Serta
apoteker sudah memberikan informasi yang lengkap, jelas, dan tidak terburu-
buru kepada pasien agar lebih mudah dipahami pasien. Kekurangan dalam role
play yaitu apoteker tidak menanyakan kesediaan pasien untuk menerima
konseling, apoteker tidak menjelaskan kandungan dari kedua obat dan kurangnya
inisiatif dalam memberikan informasi. Apoteker juga memberikan informasi
yang kurang tepat pada penyimpanan obat dan apoteker tidak memberikan kartu
nama apoteker yang tercantum kontak apoteker yang dapat dihubungi pasien
Hal yang harus ditingkatkan dan diperbaiki yaitu :
a) Apoteker harus menanyakan kesediaan pasien untuk menerima
konseling.
b) Apoteker harus memberikan informasi terkait obat dengan lengkap
termasuk kandungan obat.
c) Apoteker harus berinisiatif memberikan informasi secara lengkap
mengenai semual hal yang berkaitan dengan pengobatan pasien.
d) Apoteker harus memberikan informasi yang tepat dalam penyimpanan
obat.
e) Apoteker harus memberikan kartu nama apoteker yang tercantum
kontak apoteker yang dapat dihubungi pasien.

VI. KESIMPULAN
Pada konseling dengan pasien geriatri apoteker harus dapat memahami
keadaan pasien. Dalam penyampaian informasi obat disampaikan juga kepada
keluarga pasien agar dapat membantu pasien geriatri ketika lupa. Pada kasus ini
kegiatan konseling dengan pasien geriatri yang mengeluhkan sakit sariawan sudah
dilakukan dengan baik. Mahasiswa yang melakukan role play menjadi peran seorang
apoteker membuat rasa nyaman dan memberikan empatinya terhadap keadaan pasien
sehingga pasien juga merasa tenang ketika berkomunikasi untuk penggalian
informasi. Selain itu informasi yang diberikan kepada pasien cukup baik mencakup
pilihan obat, cara penggunaan obat, efek samping, interaksi obat, penyimpanan obat,
hal-hal yang harus diperhatikan dan terapi non farmakologi. Apoteker juga
memastikan dengan baik bahwa pasien dan keluarga pasien memahami informasi
yang telah diberikan.
VII. DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. 2005. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik Bimbingan
dan Konseling, dan Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Jakarta: ABKIN.
Anonim. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk
Pasien Geriatri. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ayuningtyas, F. dan Prihatiningsih, W. 2017. Komunikasi Terapeutik pada Lansia di
Graha Werdha AUSSI Kusuma Lestari, Depok. MediaTor. 10(2), pp. 201-215.
Blenkinsopp, A. and Paxton, P. 2002. Symptoms in the Pharmacy a Guide to the
Management of Common Illness. Melden: Blackwell publishing.
Chua, S.S., Ramachandran, C.C., and Paraidathatu, T.T. 2006. Response of
community pharmacists to the presentation of back pain : a simulated patient
study. The International Journal of Pharmacy Practice. Pp. 171-178.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Konseling Pelayanan
Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Depkes RI: Jakarta
Dewanti, S.W., Andrajati, R. and Supardi, S., 2015. Pengaruh konseling dan leaflet
terhadap efikasi diri, kepatuhan minum obat, dan tekanan darah pasien
hipertensi di Dua Puskesmas Kota Depok. Indonesian Pharmaceutical
Journal, 5(1), pp.33-40.
Gennaro, A. R., 2000, Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 20th ed,
USA : Lippincott William and Wilkins Co Walers Kluwers Company, hh.1948-
1949.
Hussar, D.A. 1995. Patient Compliance, in Remington : The Science and Practice of
Pharmacy (1796-1807), Volume II. USA: The Philadelphia Collage of
Pharmacy and Science.
Izzatin, I.A.N. 2015. Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan Swamedikasi Oleh
Apoteker Di Beberapa Apotik Wilayah Surabaya Selatan. Calyptra. 4(2), pp.1-
15.
Pionas. 2021. Tantum Verde Oral Rinse. http://pionas.pom.go.id/obat/tantum-verde-
oral-rinse. Diakses pada tanggal 11 Maret 2021.
Marwati, E. dan Chahya, R. 2004. Penatalaksanaan penderita stomatitis aftosa
rekuren. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi. 19(55).
Sandy, P.M. dan Irawan, F.B. 2018. Perkembangan Obat Sariawan dan Terapi
Alternatifnya. Majalah Farmasetika. 3(5), pp. 98-101.
Sari, R.P., Putra, A.M.P. and Masran, U., 2018. Hubungan Pengetahuan dan
Kebutuhan Pasien Terhadap Informasi Obat di Apotek Amandit Farma
Banjarmasin. Jurnal Ilmiah Manuntung, 4(2), pp.98-105.
Tumiwa, N.G, Paulina V.Y. Yamlean, dan Gayatri Citraningtyas. 2014. Pelayanan
Informasi Obat Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Geriatri Di Instalasi
Rawat Inap Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou. PHARMACON Jurnal Ilmiah
Farmasi UNSRAT. 3(3).

Anda mungkin juga menyukai