Anda di halaman 1dari 7

 

Konseling obat adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Berdasarkan Permenkes no 72 tahun 2016, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Dalam konsep
pelayanan kefarmasian, apoteker tidak hanya melakukan
kegiatan compounding dan dispensing saja, tetapi apoteker juga bertanggung jawab dalam
mengoptimalkan terapi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat (Drug Related
Problems).
Ketidakpatuhan (non compliance) dan kurangnya pengetahuan pasien tentang obat dan cara
penggunaannya merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan terapi. Untuk itu, konseling
adalah hal yang harus dilakukan terutama di rumah sakit dimana kompleksitas penyakit dan
obatnya lebih banyak. Konseling diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang
pengobatannya dan memastikan bahwa pasien dapat menggunakan obat dengan benar.
            Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari
apoteker kepada pasien dan keluarganya. Konseling dapat dilakukan kepada pasien rawat jalan
maupun rawat inap atas inisiatif apoteker sendiri, rujukan dari dokter atau keinginan
pasien/keluarganya. Tujuan pemberian konseling obat adalah untuk mengoptimalkan terapi,
meminimalkan resiko dari reaksi obat yang tidak dikehendaki dan meningkatkan keamanan
pasien (patient safety).
Memulai konseling di rumah sakit merupakan hal yang tidak mudah. Hal terpenting yang
diperlukan adalah niat yang kuat untuk menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap pasien
dalam rangka mewujudkan pelayanan kefarmasian yang optimal. Jika konseling sudah dapat
terlaksana, maka banyak manfaat yang dapat dirasakan baik oleh pasien maupun profesi
apoteker, antara lain: membantu pasien untuk mengatur pemberian obat, membantu pasien
menyesuaikan diri terhadap penggunaan obat dan penyakitnya, meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalankan terapi, meminimalkan masalah terkait obat dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap apoteker.

Langkah-langkah yang harus dilakukan saat akan memulai konseling di rumah sakit adalah :

1. Memiliki niat yang kuat untuk memulai konseling.


2. Membuat tim khusus untuk pelaksanaan konseling. Hal ini penting sebagai bentuk saling
mendukung agar kegiatan lebih mudah dilaksanakan.
3. Menyiapkan tempat atau ruangan khusus untuk Ruang konseling kadang tidak mudah untuk
segera terwujud karena berbagai hambatan, namun apabila ruang konseling belum tersedia dapat
memanfaatkan ruang yang ada.
4. Mempersiapkan literatur dan alat bantu konseling. Literatur yang dapat digunakan berupa buku-
buku standar dan aplikasi yang memuat informasi obat secara lengkap. Alat bantu dapat berupa
alat peraga/dummy dari obat-obat yang perlu penggunaan khusus seperti insulin pen dan obat
inhalasi.
5. Membuat form bantu konseling yang akan memudahkan kita untuk mengingat poin-poin penting
dalam konseling.
6. Alat untuk dokumentasi konseling, bisa berupa buku atau kartu pasien yang berisi data-data
pasien.
7. Alat komunikasi untuk menindaklanjuti hasil konseling dan memonitor pasien pasca konseling.
Pada awal pelaksanaan konseling, kita harus memahami pasien yang lebih prioritas mendapatkan
konseling supaya kita dapat mempelajari terlebih dulu kasus-kasus yang sering terjadi dan
memahami masalah-masalah yang dialami pasien. Adapun kriteria pasien yang mendapat
prioritas untuk diberikan konseling antara lain :

1. Pasien dengan kondisi khusus (pediatri, geriatri, pasien dengan gangguan fungsi ginjal, ibu hamil
dan menyusui).
2. Pasien dengan penyakit kronis atau pengobatan jangka panjang (hipertensi, diabetes melitus,
epilepsi, HIV/AIDS, TB, dll).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (Digoksin, Fenitoin).
4. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).
5. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (kortikosteroid tappering off).
6. Pasien yang mendapatkan obat dengan bentuk sediaan khusus (inhaler, enema, insulin pen,
suppositoria)
7. Pasien dengan riwayat kepatuhan rendah.
Adapun masalah-masalah yang sering muncul pada pasien yang membutuhkan konseling antara
lain :

1. Terapi untuk penyakit kronis yang cukup lama sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan pasien.
Semakin lama terapi yang dijalani, maka kemungkinan untuk mengalami kejenuhan dan
penurunan kepatuhan semakin besar.
2. Tingkat keparahan penyakit yang mempengaruhi kondisi psikis pasien.
3. Regimen pengobatan yang kompleks, baik jumlah maupun jadwal minumnya.
4. Efek samping obat yang mengganggu pasien.
5. Rutinitas pasien yang kurang mendukung jadwal penggunaan obat.
6. Motivasi pasien yang kurang kuat.
7. Kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.
8. Kurangnya pemahaman mengenai obat dan kesehatan.
9. Faktor sosio demografi pasien seperti usia, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, pekerjaan dll.
Untuk memulai konseling, apoteker harus memahami baik aspek farmakoterapi obat maupun
strategi berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan komunikasi sangat penting agar terjalin
hubungan yang baik dan efektif antara pasien dengan apoteker. Beberapa hal yang harus kita
pahami dan lakukan adalah :

1. Penampilan yang rapi.


2. Menunjukkan bahasa tubuh yang mendukung komunikasi dengan pasien, seperti wajah yang
bersahabat, senyum, kontak mata, suara dan jarak yang nyaman.
3. Menunjukkan rasa empati terhadap pasien.
4. Tidak mendiskriminasi pasien.
5. Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Jangan menggunakan istilah medis
yang akan membuat pasien lebih tidak mengerti
6. Hindari pertanyaan yang berbelit-belit dan pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak.
Pertanyaan yang digunakan sebaiknya adalah open ended questions, karena hal tersebut akan
memungkinkan apoteker memperoleh informasi yang maksimal dari pasien. Buatlah konseling
menjadi sebuah diskusi dimana pasien bebas menentukan pendapat dan membuat keputusan.
Jika segala hal tersebut sudah siap, maka tahapan konseling yang dapat kita lakukan adalah :
1. Tahap perkenalan
Pada tahap ini apoteker akan memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan konseling. Tahap
ini adalah tahap yang paling penting yang menentukan apakah pasien akan melanjutkan
konseling dan memberikan kepercayaan kepada kita atau sebaliknya. Untuk itu, penampilan dan
cara berkomunikasi adalah hal penting yang harus kita perhatikan.

2. Tahap penilaian awal


Pada tahap ini apoteker harus dapat menggali informasi dan memahami masalah yang dihadapi
pasien. Three prime questions dapat disampaikan kepada pasien untuk mengetahui sejauh mana
pasien memahami penyakit dan pengobatan yang diberikan kepadanya. Selain itu,
pengajuan three prime questions juga bertujuan untuk menghindari pemberian informasi yang
tumpang tindih, mencegah pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah
disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga
pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter maupun apoteker. Kita harus dapat
membedakan antara pasien baru dan pasien yang sudah lama mendapat terapi. Jika kita bertemu
pasien baru, maka informasi dasar tentang pasien dan obatnya harus segera kita pahami, namun
jika kita bertemu pasien lama maka kita harus memastikan apakah terapinya berlanjut atau ada
masalah dengan pengobatannya sehingga kita bisa mengarahkan pembicaraan menjadi diskusi.
3. Tahap penjelasan
Tahap ini adalah waktunya apoteker untuk memberikan penjelasan dan saran kepada pasien
terkait pengobatannya. Apabila pasien mengalami masalah, maka pada tahap ini kita dapat
membantu memecahkan masalahnya dan memberikan alternatif jalan keluar. Hindari kata-kata
yang bersifat menyuruh, namun pasien diarahkan dan diberikan informasi yang cukup, sehingga
pasien dapat memutuskan sendiri masalahnya. Apabila pasien menggunakan obat khusus,
berikan penjelasan yang detil dan runtut dalam penggunaan obat, bila perlu gunakan gambar
ilustrasi atau alat peraga untuk mempermudah penjelasan. Jika kita bertemu dengan orang lain
yang bukan pasien, pastikan bahwa orang tersebut adalah orang terdekat yang bisa
menyampaikan dan menjalankan untuk pasien. Konseling terhadap orang yang tidak
berhubungan dekat dengan pasien hanya akan sia-sia dan kurang bermanfaat.

Hal-hal penting yang harus disampaikan kepada pasien pada tahap penjelasan antara lain
deskripsi tentang obat, cara penggunaan, waktu minum obat, mekanisme kerja obat, efek obat
yang tidak dikehendaki yang mungkin muncul, cara penyimpanan, dan terapi non farmakologi
yang dapat dilakukan pasien.

4. Tahap penilaian akhir


Pada tahap ini pasien akan diminta mengulang kembali penjelasan yang sudah diterima.
Apoteker dapat menilai apakah pasien sudah cukup memahami dan menerima informasi yang
diberikan dengan baik dan benar. Jika masih ada hal yang belum jelas, maka apoteker dapat
mengulang kembali dengan menitikberatkan pada poin penting yang harus dipahami. Pada tahap
ini, pasien dan apoteker dapat membuat kesepakatan terkait keberlangsungan terapi misalnya
menentukan kapan pasien akan memulai terapi.

5. Tahap penutupan
Pada tahap penutupan, kita harus memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pasien untuk
bertanya kembali jika ada hal-hal yang belum dimengerti atau ada hal lain yang masih kurang
jelas. Kemudian tutuplah diskusi dengan suasana yang menyenangkan, kalimat-kalimat yang
berisi harapan, doa dan kata-kata positif lainnya.

6. Tahap follow up
Dokumentasi sangat penting dalam tahap follow up karena memonitor perkembangan pasien
akan lebih sulit apabila kita tidak memiliki dokumentasi yang lengkap.
Melaksanakan konseling di rumah sakit bukanlah tanpa kendala. Namun kita harus bisa
menyelesaikan masalah dan tidak menjadikannya hambatan dalam pelaksanannya. Beberapa
kendala yang dihadapi apoteker saat melakukan konseling antara lain :

1. Belum tersedia fasilitas konseling yang sesuai standar. Hal ini kadang merupakan hambatan yang
cukup berarti karena akan mempengaruhi kenyamanan dalam pelaksanaan konseling. Namun
kita bisa menyikapi dengan menggunakan ruang perawatan atau tempat penyerahan obat sebagai
tempat konseling dengan tetap memperhatikan kenyamanan dan privasi
2. Kurangnya tenaga apoteker di pelayanan, sehingga apoteker tidak mempunyai waktu khusus
untuk fokus menjalankan konseling. Menghadapi hal ini, maka kita harus mempunyai strategi
antara lain: memulai sedikit demi sedikit agar tidak banyak memakan waktu, memilih tema
tertentu sehingga tidak terlalu berat untuk dijalankan. Apabila konseling sudah berjalan baik dan
beriringan dengan pelayanan yang lain, maka frekuensi dan kualitas konseling dapat
ditingkatkan.
3. Kurangnya pengetahuan apoteker terkait informasi terbaru, obat-obat baru, kebijakan baru dan
hal-hal lain. Dalam hal ini apoteker memang harus dituntut untuk terus belajar (life-long
learner).
4. Karakter pasien yang bermacam-macam kadang membuat apoteker kesulitan untuk menjalankan
konseling. Karakter yang cukup sulit dihadapi adalah pasien yang putus asa, marah dan pendiam.
Dalam hal ini memang kita harus banyak belajar ilmu komunikasi. Selain itu, kita harus terus
menjalankan konseling, karena semakin lama kita praktek memberikan konseling maka
kemampuan kita akan semakin terasah. Kita juga dapat mengajak rekan apoteker lain apabila
menemui kendala dengan karakter pasien yang sulit.
Apa itu konseling?
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi pasien.

Tujuan Konseling
 Membangun hubungan kepercayaan dengan pasien
 Menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada pasien
 Membantu pasien mengatur dan beradaptasi dengan penyakit dan obatnya
 Membantu pasien menggunakan obat dengan benar
 Meningkatkan kemampuan pasien untuk menyelesaikan masalah kesehatannya
 Mencegah atau mengurangi masalah berkaitan dengan efek samping, reaksi obat
yang merugikan, dan ketidakpatuhan

Siapakah yang perlu diberikan konseling?


1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu
hamil dan menyusui)
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: DM, AIDS, TB,
epilepsi)
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
5. Pasien dengan polifarmasi
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah

Tahapan konseling
Tahapan konseling kepada pasien bervariasi sesuai dengan kebijakan dan prosedur
sistem kesehatan, lingkungan, dan aturan praktik. Umumnya, langkah-langkah
konseling sebagai berikut:

1. Bangun rasa percaya dalam membuat hubungan dengan pasien. Perkenalkan diri
Anda sebagai seorang apoteker, menjelaskan tujuan dan estimasi waktu dari sesi
konseling, dan dapatkan persetujuan pasien untuk berpartisipasi, serta tentukan
bahasa lisan utama pasien.
2. Kaji pengetahuan dan sikap pasien tentang penyakit dan obatnya serta kemampuan
fisik dan mental untuk menggunakan obat dengan tepat. Tanyakan pertanyaan
terbuka tentang tujuan masing-masing obat dan hasil yang diharapkan, dan minta
pasien untuk menjelaskan/menunjukkan bagaimana dia akan menggunakan obat.
3. Gunakan demonstrasi untuk mengisi gap antara pengetahuan dan pemahaman
pasien. Menunjukkan bentuk, warna, tanda dosis, dll. dari obat yang digunakan serta
mendemonstrasikan alat khusus seperti inhaler hidung dan mulut. Sebagai
tambahan, sediakan handout tertulis untuk membantu pasien mengingat informasi.
Jika seorang pasien mengalami masalah dengan obatnya, kumpulkan data dan kaji
masalahnya lalu sesuaikan regimen farmakoterapi sesuai dengan protokol atau
memberitahukan dokter pembuat resep.
4. Verifikasi pengetahuan dan pemahaman pasien tentang penggunaan obat-obatan.
Minta pasien untuk menjelaskan bagaimana mereka akan menggunakan obat mereka
dan mengidentifikasi efeknya.

Tempat konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling,
lemari buku, buku-buku referensi, poster, leaflet, alat bantu konseling, formulir catatan
pengobatan pasien dan buku catatan konseling.

Referensi:

https://www.ashp.org/-/media/assets/policy-guidelines/docs/guidelines/pharmacist-
conducted-patient-education-counseling.ashx

Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun


2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kemenkes.
Rantucci, M. 2006. Pharmacists Talking With Their Patients: A Guide to Patient
Counseling. 2nd Edition. Baltimore, MD: Lippincott Williams and Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai