Anda di halaman 1dari 214

TUGAS INFORMASI OBAT

“KONSELING FARMASI”

Dosen Pembimbing :
Apt. Elvina Triana Putri., M. Farm

Disusun Oleh :
Kelompok 6 Kelas A
Aina ul mardhiyyah 21330715
Miranda Dhea Oktavianty 21330722
Dyah Ayu Kusumastuti 21330738
Martinus Herman Elinardo K 21330748
Widiya Febriyanti 21330701

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
TAHUN 2022
Konseling Farmasi “Studi Kasus”

Konseling farmasi

• Konseling ialah Mendengar, Bertanya, Mengevaluasi, Interpretasi, Memberi


Dukungan, Menjelaskan, Memberi Informasi, Memberi Nasehat & Perintah
• Edukasi ialah Menambah Pengetahuan-Ketrampilan, Mengubah Perilaku melalui
Pembelajaran & Pelatihan
• Konseling Farmasi = KONSELING + EDUKASI
• Konseling Farmasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat

Ada berbagai macam jenis konseling seorang farmasis kepada pasien:

a. Konseling pada pasien yang lanjut usia


b. Konseling pada pasien kritis (terminally ill)
c. Konseling pada pasien dengan AIDS
d. Konseling pada pasien dengan gangguan mental
e. Konseling untuk remaja

Konseling farmasi dapat dilakukan oleh seorang apoteker.

1. Seorang apoteker saat melakukan konseling dengan pasien harus mampu


berkomunikasi dengan baik dan dapat memahami pasien.
2. Apoteker mampu menggali informasi dari pasien dan apoteker harus memiliki rasa
empati pada pasien.
3. Apoteker wajib menguasai ilmu farmakoterapi obat-obatan.
4. Apoteker mampu memilih informasi yang dapat dipercaya dan perkataan yang tepat
agar mudah dipahami oleh pasien.
5. Apoteker ketika melaksanakan konseling mampu memprioritaskan pasien berdasarkan
kondisi pasien, penyakit dan obat yang di gunakan pasien.
6. Apoteker dapat mengidentifikasi masalah pengobatan dan dapat meberikan solusi yang
tepat guna mencapai kesembuhan pasien dengan memberikan motivasi agar pasien
selalu teratur menggunakan obatnya.

Tujuan Konseling:
1. Memantapkan hubungan terapetik antara Apoteker dengan Pasien dan mengembangkan
perasaan “TRUST”
2. Menunjukan perhatian dan asuhan Apoteker kepada Pasien
3. Membantu pasien mengatur dan beradaptasi dengan obat yang digunakannya
4. Membantu pasien mengatur dan beradaptasi dengan penyakit yang dideritanya
5. Mencegah atau meminimalisasi problem pasien yang berkaitan dengan cara
menggunakan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat,
dan lain-lain.
6. Menjamin kepatuhan pasien dalam menggunakan obat sehingga tujuan atau sasaran
pengobatan yang optimal dapat tercapai dengan risiko yang paling minimal

Kaitan KIE dengan pasien safety:

• Komunikasi : a. Proses penyampaian pesan atau ide atau gagasan dua arah
b. Terjadi suatu kesamaan makna tentang pesan
• Informasi : a. Keterangan, gagasan maupun kenyataan
b. Perlu diketahui oleh orang lain atau masyarakat
• Edukasi : a. Proses pembelajaran secara bertahap
b. Terjadi perubahan perilaku ke arah yang positif.

Dengan KIE pasien akan jauh lebih aman :

1. Mengurangi kesalahan dalam menggunakan obat


2. Mengurangi ketidakpatuhan pasien
3. Mengurangi Reaksi Obat yang Merugikan (ADE)
4. Memastikan bahwa obat digunakan dengan aman dan efektif
5. Bimbingan merawat diri sendiri
6. Bimbingan dalam peningkatan kualitas hidup
7. Mengurangi biaya kesehatan pribadi, pemerintah atau masyarakat

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :

1. Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana menggunakan


obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus
kembali ke dokter
2. Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
3. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat lain dan
makanan harus dijelaskan kepada pasien
4. Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana
cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
5. Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah
rusak atau kadaluarsa.

Kaitan KIE dengan Pelayanan Farmasi

Apoteker melakukan konseling pasien sebagai komponen dari perawatan kefarmasian


dan harus ditujukan untuk meningkatkan hasil terapeutik dengan memaksimalkan penggunaan
obat yang tepat

Kebutuhan dan hak konsumen tentang informasi dalam pelayanan kefarmasian

• Kemampuan apoteker dalam menyelesaikan masalah


• Komunikasi
• Konseling/edukasi
• Penilaian pasien
• Farmasi klinis: farmakoterapi yang rasional dari penyakit, patofisiologi penyakit yang
diderita pasien
• Penyakit dan perkembangannya, pedoman
• Hukum dan etika dalam konseling
• Rencana pharmaceutical care
• Interaksi dengan dokter
• Perilaku: peduli, komitmen

Kemampuan Apoteker dalam Memahami kebutuhan, keinginan, dan pilihan pasien

konseling tidak terjadi bila pasien datang tanpa ia sadari apa yang dibutuhkannya. Seringkali
pasien datang tanpa dapat mengungkapkan kebutuhannya, walaupun sebetulnya ada sesuatu
yang dibutuhkan. Oleh karena itu dilakukan pendekatan awal dengan mengemukakan
pertanyaan terbuka dan mendengar dengan baik dan hati-hatiPerasaan sebagai orang sakit

Apoteker harus dapat mengerti dan menerima perasaan pasien (berempati). Apoteker harus
mengetahui dan mengerti perasaan pasien (bagaimana perasaan menjadi orang sakit) sehingga
dapat berinteraksi dan menolong dengan lebih efektif. Beberapa bentuk perasaan atau emosi
pasien dan cara penanganannya adalah sebagai berikut :

• Frustasi: membantu menumbuhkan rasa keberanian pasien untuk mencari alternatif


jalan lain yang lebih tepat dan meminimalkan rasa ketidaknyamanan dari aktifitas
hariannya yang tertunda.
• Takut dan cemas: membantu menjernihkan situasi apa yang sebenarnya ditakutinya dan
membuat pasien menerima keadaan dengan keberanian yang ada dalam dirinya
• Marah: mencoba jangan ikut terbawa suasana marahnya, dan jangan juga begitu saja
menerima kemarahannya tetapi mencari tahu kenapa pasien marah dengan jalan
mendengarkan dan berempati.
• Depresi: usahakan membiarkan pasien mengekspresikan penderitaannya, membiarkan
privasinya, tetapi dengarkan jika pasien ingin berbicara.
• Hilang kepercayaan diri
• Merasa bersalah

Pasien Lansia

• Perubahan metabolism
Usia yang semakin bertambah dapat meningkatkan terjadinya akiorhidria
(berkurangnya produksi asam lambung). Hal tersebut mempengaruhi obat-obat yang
absorbsinya dipengaruhi oleh keasaman lambung sebagai contoh ketokonazol,
flukonazol, indometasin, tetrasiklin dan siprofloksasin. Sesuai pertambahan usia maka
akan terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu terjadi peningkatan komposisi lemak
tubuh. Keadaan tersebut akan sangat mempengaruhi distribusi obat di dalam plasma.
Distribusi obat larut lemak (lipofilik) akan meningkat dan distribusi obat larut air
(hidrofilik) akan menurun. Konsentrasi obat hidrofilik di plasma akan meningkat
karena jumlah cairan tubuh menurun. Dosis obat hidrofilik mungkin harus diturunkan
sedangkan interval waktu pemberian obat lipofilik mungkin harus dijarangkan.
• Isu polifarmasi
Pada kelompok pasien berusia lanjut juga terjadi apa yang disebut sebagai
multipatologi; satu pasien menderita beberapa penyakit. Kondisi akut yang teijadi pada
seseorang dengan berbagai penyakit kronik degeneratif acap kali menambah daftar obat
yang harus dikonsumsi pasien. Pada beberapa situasi memang jumlah obat yang
diberikan kepada pasien bisa lebih dari dua macam(polifarmas). Hal ini terkait dengan
multipatologi yang merupakan salah satu karakteristik pasien geriatri. Semakin banyak
obat yang diberikan maka semakin besar pula risiko untuk terjadinya efek samping; dan
yang lebih berbahaya lagi adalah bertambah pula kemungkinan terjadinya interaksi di
antara obat-obat tersebut. Kegiatan konseling obat dilakukan oleh tenaga profesi dalam
hal ini Apoteker yang mempunyai kompetensi dalam pemberian konseling obat.
Apoteker yang melaksanakan kegiatan konseling harus memahami baik aspek
farmakoterapi obat maupun teknik berkomunikasi dengan pasien.

Menentukan hasil untuk terapi

• Patient oriented
Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian sehari-hari, pemberian konseling tidak
dapat diberikan pada semua pasien mengingat waktu pemberian konseling yang cukup
lama. Oleh sebab itu diperlukan seleksi pasien yang perlu diberikan konseling. Seleksi
pasien dilakukan dengan penentuan prioritas pasien-pasien yang dianggap perlu
mendapatkan konseling. Prioritas pasien yang perlu mendapat konseling :
▪ Pasien dengan populasi khusus ( pasien geriatri, pasien pediatri, dll)
▪ Pasien dengan terapi jangka panjang (TBC, Epilepsi, diabetes, dll)
▪ Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (Penggunaan
kortikosteroid dengan ”tappering down” atau ”tappering off” )
▪ Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit ( digoxin,
phenytoin, dll )
▪ Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan menjalankan terapi rendah.

Studi Kasus Penyakit Kronis

Tidak seperti penyakit akut di mana pasien dirawat di pusat perawatan rawat jalan atau
dirawat di rumah sakit untuk waktu yang singkat, pasien penyakit kronis memerlukan rawat
inap di rumah sakit, pemantauan mandiri, tindak lanjut, terapi obat seumur hidup, tindakan
nonfarmakologis, dan beberapa modifikasi gaya hidup

1. Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi memerlukan metode nonfarmakologis dan farmakologis.
Pada tindakan non-farmakologis, ditemukan bahwa banyak kasus pengobatan
nonfarmakologis cukup dalam pengelolaan hipertensi. Seorang apoteker dapat menasihati
pasien mengenai penurunan berat badan dan olahraga teratur, pembatasan natrium dan
kalori, pembatasan lemak jenuh dan peningkatan asupan serat makanan, pembatasan asupan
alkohol, berhenti merokok, hati-hati saat menggunakan obat flu yang mengandung
simpatomimetik, pemantauan diri terhadap tekanan darah dll.
2. Diabetes
Diabetes adalah penyakit kronis dengan perubahan metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein (Kapur et al., 1998). Komplikasi kronis diabetes diketahui mempengaruhi kualitas
hidup pasien diabetes. Apoteker dapat memberikan konseling kepada pasien tentang
penggunaan obat yang tepat, menyaring interaksi obat, menjelaskan pemantauan dan
membuat rekomendasi untuk produk dan layanan tambahan beberapa tindakan
nonfarmakologis dan farmakologis.
3. Penyakit jantung koroner
Apoteker dapat berperan aktif dalam pengelolaan penyakit kronis ini dalam beberapa
cara. Pada pendekatan non-farmakologis, apoteker dapat memberikan gambaran tentang
diabetes, stres dan penyesuaian psikososial, keterlibatan keluarga dan dukungan sosial,
nutrisi, olahraga dan aktivitas, pemantauan dan penggunaan hasil, hubungan antara nutrisi,
olahraga, pengobatan, dan darah kadar glukosa. Nasihat mengenai pencegahan, deteksi dan
pengobatan komplikasi akut/kronis, perawatan kaki, kulit dan gigi, strategi perubahan
perilaku, penetapan tujuan, pengurangan faktor risiko, dan pemecahan masalah,
prakonsepsi, manajemen kehamilan dan nifas.
4. Dislipidemia
Pada pendekatan non-farmakologis untuk penyakit dislipidemia ini termasuk olahraga
teratur untuk mengurangi berat badan, penggunaan lemak tak jenuh, buah-buahan dan
sayuran yang mengandung antioksidan, manajemen stres, menghindari obat-obatan yang
diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol dll.
5. Asma
Pada pasien penyakit asma, apoteker dapat berperan aktif dalam menasihati pasien
mengenai pemantauan diri terapi obat, modifikasi gaya hidup lainnya dan penggunaan
bentuk sediaan khusus seperti inhaler dosis terukur, inhaler bubuk kering, spacer dll. Pada
tindakan non-farmakologis meliputi tindakan keamanan saat bepergian, penggunaan obat-
obatan profilaksis sebelum berolahraga, menghindari alergen, berhenti merokok, dll.
6. Epilepsi
Penatalaksanaan pasien epilepsi tergantung pada tingkat keparahan dan patogenesis
kondisi tersebut. Pada pasien epilepsi, tindakan non-farmakologis meliputi tindak lanjut
rutin menghindari kurang tidur, dan menghindari obat OTC (Over The Counter), kegiatan
menghilangkan stres, konseling psikososial dll.
7. Artritis rheumatoid
Artritis reumatoid adalah kondisi kecacatan kronis dengan penurunan kualitas hidup
pasien yang signifikan. Tindakan non-farmakologis yang dapat dilakukan meliputi edukasi
pasien mengenai terapi fisik, terapi okupasi, program latihan, skrining untuk deteksi dini
dan pengobatan penyakit dapat dimulai oleh apoteker.

• Pedoman mengenai poin yang dibahas saat konseling kepada pasien (USPDI, 1997;
British National Formulary, 2003; Sweetman,2002)
1. Poin konseling obat pada hipertensi:
Kategori Obat Peran Apoteker
Diuretik Pantau kelemahan otot, kebingungan dan pusing. Pasien
harus berpartisipasi dalam modulasi dosis. Pilih waktu
dosis yang tepat untuk menghindari sering buang air kecil
di malam hari. Jelaskan kemungkinan interaksi dengan
obat ACE inhibitor.
Beta bloker Pantau terjadinya hipotensi, pusing, sakit kepala, dan
bradikardia. Sampaikan kemungkinan emisi nokturnal
(mimpi basah), impotensi, dan masalah SSP. Jelaskan
dosis perlu dikurangi sebelum penghentian obat.
ACE Inhibitor Pantau terjadinya hipotensi, pusing, batuk, gangguan
pengecapan, dan ruam.
Kalsium kanal Pantau terjadinya gusi bengkak, nyeri dada, sendi bengkak
bloker (dengan nifedipine), konstipasi, dan pusing. Sampaikan
kepada pasien untuk menelan obat lepas lambat secara
keseluruhan dan jelaskan pasien bagaimana memonitor
detak jantung dengan mengukur nadi
Alfa bloker Pantau adanya hipotensi. Pasien dengan persiapan Gastro
Intestinal Therapeutic System (GITS) harus diberitahu
untuk tidak menghancurkan/mengunyah tablet.

2. Poin konseling obat pada diabetes:


Kategori Obat Peran Apoteker
Sulfonilurea Jelaskan metode untuk mencegah, mendeteksi, dan
mengelola hipoglikemia. Pantau gejala penyakit kuning.
Diskusikan waktu pemberian obat dengan makanan atau
pantangan alkohol dan minta riwayat sensitivitas belerang
pada pasien
Insulin Jelaskan metode untuk mencegah, mendeteksi, dan
mengelola hipoglikemia. Edukasi pasien tentang teknik
pemberian insulin yang lebih baru dan kondisi
penyimpanan yang tepat untuk insulin. Sampaikan pasien
untuk membawa cokelat atau makanan manis lainnya
selama perjalanan dan minta pasien untuk tidak
melewatkan jam makan.
Metformin Anjurkan pasien untuk konsumsi obat bersama/setelah
makan. Pantau nyeri otot, kantuk yang tidak biasa, mual,
sakit perut, penurunan berat badan.
Tiazolidindion Apoteker perlu melihat riwayat masalah hati, pantau
perubahan warna kuning urin pada pasien dan pantau
edema perifer.
Acarbose Mendorong pasien untuk meminum obat bersamaan
dengan suapan pertama makanan. Pantau nyeri dan kram
perut. Beri masukan kepada pasien untuk tidak
mengkonsumsi sukrosa (gula) selama serangan
hipoglikemik karena mungkin tidak diserap ketika sudah
mengkonsumsi acarbose.

3. Poin konseling obat pada penyakit jantung coroner:


Kategori Obat Peran Apoteker
Beta bloker Pantau terjadinya hipotensi, pusing, sakit kepala, dan
bradikardia. Sampaikan kemungkinan emisi nokturnal
(mimpi basah), impotensi, dan masalah SSP. Jelaskan
dosis perlu dikurangi sebelum penghentian obat.
Nitrat Sampaikan pada pasien pemberian tablet sublingual tidak
boleh dikunyah atau dihancurkan, gunakan patch
transdermal, jangan langsung berdiri saat menggunakan
obat ini. Pantau bibir, kuku atau telapak tangan yang
berwarna kebiruan.
Aspirin Mendorong pasien untuk meminum obat bersamaan
dengan makanan. Pantau adanya nyeri perut yang
tertunda, feses, demam, meludah darah. Pada sediaan
enteric sampaikan pada pasien untuk tidak
menghancurkan atau mengunyah tablet.

4. Poin konseling obat pada dislipidemia


Kategori Obat Peran Apoteker
Statin Edukasi pasien untuk meminum obat setelah makan.
Anjurkan pasien untuk meminum obat saat malam hari
(kecuali atorvastatin). Minta pasien untuk lapor kepada
dokter apabila ada tanda-tanda nyeri otot.
Fibrat Konsumsi obat dengan atau segera setelah makan untuk
mengurangi sakit perut. Pantau adanya darah dalam urin,
nyeri dada, sesak napas, sakit perut.
Resin penukar anion Obat tidak boleh diminum dalam bentuk kering. Campur
obat dengan makanan atau minuman. Pantau nyeri perut,
mual dan muntah, sendawa, kembung, diare.
Turunan asam Jangan hancurkan, pecahkan atau kunyah obat lepas
nikotinat lambat. Pantau penggelapan urin, kehilangan nafsu
makan, sakit perut yang parah, dan mata menguning.

5. Poin konseling obat pada asma


Kategori Obat Peran Apoteker
Agonis reseptor beta Obat kerja pendek yang termasuk dalam kategori harus
digunakan untuk mengurangi gejala. Pasien yang
menerima obat kerja panjang harus diinformasikan bahwa
obat tersebut mungkin memerlukan waktu untuk
menunjukkan aksi. Pasien juga membutuhkan
pemantauan terhadap tremor dan nyeri otot.
Teofilin Pasien dengan sediaan lepas lambat harus diinformasikan
untuk tidak menghancurkan/mengunyah tablet.
Antikolinergik Pantau terjadinya tenggorokan kering, pusing, sakit
kepala, penglihatan buram, dan nyeri saat buang air kecil.
Kortikosteroid Pengobatan harus diberikan secara teratur dan tidak boleh
dihentikan secara tiba-tiba, perlu pengurangan dosis
sebelum berhenti. Tekankan pasien untuk berkumur
setelah penggunaan obat hirup.
Stabilisator sel mast Pasien harus diberitahu bahwa obat ini digunakan untuk
mencegah serangan asma dan tidak meredakan
bronkospasme yang ada.

6. Poin konseling obat pada epilepsy


Kategori Obat Peran Apoteker
Barbiturat Jelaskan pada pasien tentang kemungkinan
ketergantungan. Jelaskan kemungkinan terjadi interaksi
obat terutama dengan kontrasepsi oral. Pantau demam,
ruam kulit, pembengkakan kelopak mata, depresi mental
Benzodiazepin Pantau masalah perilaku, depresi mental, gangguan
memori, ruam kulit. Jelaskan kepada pasien mengenai
interaksi obat. Pantau gejala overdosis obat.
Hidantoin (fenitoin) Pasien perlu disarankan untuk tidak berhenti
menggunakan obat atau menggunakan obat lain tanpa
saran dokter. Jelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala
overdosis. Pantau perdarahan gusi, malformasi tulang,
sakit kepala, dan nyeri sendi, serta masalah belajar pada
anak. Pasien harus dijelaskan kemungkinan terjadinya
interaksi obat.
Valproat Pelepasan terkontrol dan sediaan lepas lambat tidak boleh
dikunyah atau dihancurkan. Obat harus ditelan utuh.
Suksinamida Harus dikonsumsi bersama makanan atau susu untuk
mengurangi sakit perut. Pasien harus dijelaskan untuk
memberikan riwayat pengobatan sebelum operasi karena
obat dapat mempotensiasi efek SSP dari anestesi.

7. Poin konseling obat pada reumatoid artritis


Kategori Obat Peran Apoteker
Metotreksat Pantau nyeri punggung, urin gelap, mengantuk, sakit
kepala, urin berwarna kuning.
Obat Anti Inflamasi Pantau adanya nyeri perut, feses lembek, demam, meludah
Non Steroid darah. Minta pasien untuk meminum obat dengan segelas
(OAINS) air penuh dan untuk tidak berbaring selama 15-30 menit
setelah minum obat. Anjurkan pasien untuk mengonsumsi
obat bersama makanan.
Siklooksigenase-2 Pantau feses berwarna gelap. Anjurkan pasien untuk
inhibitor minum obat setelah makan untuk mengurangi iritasi perut.
Kortikosteroid Anjurkan pasien untuk minum obat bersama makanan.
Pantau terjadinya penglihatan kabur, sering buang air
kecil, kebingungan, kegembiraan, dan infeksi di tempat
suntikan. Apoteker perlu melihat riwayat diabetes
sebelum inisiasi obat. Jelaskan tentang pengurangan dosis
kepada pasien. Peringati untuk tidak kehilangan dosis.

• Teknik Konseling
1. Tahap I: transfer informasi obat, apoteker bermonolog memberikan informasi dasar
dan singkat mengenai penggunaan obat yang aman dan tepat.
2. Tahap II: pertukaran informasi obat, dimana apoteker memberi jawaban atas
pertanyaan dan memberikan informasi rinci sesuai situasi pasien.
3. Tahap III: edukasi pengobatan, apoteker memberi informasi penggunaan obat
melalui cara yang kolaboratif dan interaktif.
4. Tahap IV: konseling obat, apoteker dan pasien berdiskusi secara rinci untuk
memberikan pasien bimbingan yang meningkatkan keterampilan pemecahan
masalah dan manajemen medis yang tepat mengenai kondisi dan penggunaan obat
yang efektif.

• Konseling dan Edukasi Pasien HIV


Konseling HIV
Konseling HIV/AIDS dikenal sebagai edukasi untuk mengendalikan, mencegah dan
swamedikasi HIV/AIDS untuk membantu pasien menggunakan obat dan membuat
keputusan yang tepat, pasien juga mendapatkan tantangan semangat menjalani
kehidupan positif untuk hidup yang lebih baik, serta juga mencegah penularan HIV
lebih lanjut.
Adherence (Kepatuhan)
Kepatuhan pasien pada pengobatan merupakan hal penting untuk mengevaluasi
efek konseling pada pasien, selain itu pengetahuin juga menjadi kunci penting dari
program pengurangan risiko HIV. Pengukuran kepatuhan pengobatan dan penilaian
pengetahuan dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak pemeriksaan apoteker
terhadap konseling pasien.
Non adherence antiretroviral
- Terapi terkait pada keadaan pasien termasuk penyakit mental (terutama depresi
yang tidak diobati), kondisi rumah yang tidak stabil, penyalahgunaan zat aktif,
dan krisis kehidupan yang besar.
- Beberapa pasien menghentikan atau mengurangi dosis antiretroviral karena efek
samping.
- Faktor lain yang telah terbukti mempengaruhi kepatuhan secara negatif
termasuk frekuensi pemberian obat, pembatasan diet yang ketat, dan pil yang
membebani.
Kegiatan Konseling
- Menilai pengetahuan pasien mengenai infeksi HIV dan pengobatannya, serta
edukasi pasien tentang patofisiologi dan riwayat alami infeksi HIV dan
perkembangannya menjadi AIDS, apoteker juga perlu menyampaikan tujuan
terapi
- Sampaikan mekanisme aksi dan durasi terapi obat antiretroviral, sampaikan
potensi efek samping dari interaksi dengan terapi obat antiretroviral dan
bagaimana mengelolanya, sampaikan konsep resistansi obat dan pentingnya
kepatuhan.
- Jelaskan rejimen terapi
- Lakukan pemantauan laboratorium terhadap respon terapeutik terapi obat
antiretroviral
- Berikan strategi terapi untuk mengatasi kegagalan terapi

• Konseling apoteker pada pasien psikiatri


Ada 3 faktor primer yang menyebabkan rendahnya kepatuhan pengobatan pada pasien
dengan depresi, faktor tersebut adalah:
1. Kurangnya infomasi obat mengenai reaksi merugikan dan jadwal administrasi;
2. Kesulitan finansial
3. Sulitnya regimen pengobatan

• Pertimbangan konseling umum

Pasien dengan depresi lebih cenderung merokok daripada mereka yang tidak depresi
(29% vs. 19%).4 Temuan ini juga telah diidentifikasi dengan gangguan bipolar dan
skizofrenia. Efek nikotin pada rokok dapat menginduksi pelepasan dopamine dan
menimbulkan penurunan gejala negative dan perbaikan kemampuan kognitif pada pasien
skizofrenia. Namun, nikotin pula dapat mengurangi efisiensi dari obat antipsikotik sehingga
pada terapi berikutnya dibutuhkan dosis antipsikotik yang lebih tinggi.

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) adalah kelas antidepresan yang


umum diresepkan. SSRI (dan inhibitor reuptake serotonin-norepinefrin) dapat
meningkatkan risiko perdarahan, terutama jika dikonsumsi dengan agen antitrombotik yang
diresepkan. Pasien harus menghindari ibuprofen OTC, naproxen, dan dosis analgesik aspirin
untuk mengurangi risiko perdarahan dan sebagai gantinya menggunakan asetaminofen.

Lithium tetap menjadi pengobatan utama bagi banyak pasien dengan gangguan
bipolar. perubahan dalam konsumsi natrium, khususnya pembatasan natrium, akan
meningkatkan reabsorpsi litium tubulus ginjal dan mengakibatkan toksisitas litium.
Anjurkan pasien dengan gangguan bipolar bersamaan dan hipertensi untuk
mempertahankan asupan natrium dan cairan yang memadai. Pasien yang memakai lithium
juga harus menghindari penggunaan ibuprofen dan naproxen, yang keduanya dapat
meningkatkan reabsorbsi lithium di ginjal, yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi.
Apabila pasien merasakan nyeri dada, dapat menggunakan obat asetaminofen daripada
NSAID.

Dalam bidang kesehatan, modernisasi di bidang teknologi telah membantu para


tenaga kesehatan dalam diagnosis dini, pencegahan, dan pengobatan pasien terutama
konseling pada pasien remaja dalam mengelola penyakit kronis, seperti asma, diabetes, atau
epilepsi. Akan tetapi, beberapa remaja menolak untuk minum obat yang diresepkan adalah
cara untuk menegaskan kemandirian dari otoritas orang tua atau medis, enggan untuk
minum obat karena takut akan penyakit, dan perlakuan tersebut akan membuatnya merasa
tampak berbeda atau terisolasi dari teman sebayanya.

Seorang apoteker harus dapat membantu remaja mengatasi tekanan dari teman
sebanyanya dan meningkatkan kepatuhan perawatan pasien. Konseling dibutuhkan untuk
membantu kesembuhan penderita dan untuk mengubah gaya hidup dengan tujuan mencegah
makin parahnya penyakit dan kekambuhan.

Orang tua dari remaja dengan penyakit kronis juga sering membutuhkan pendidikan
dan dukungan berbasis farmasi. Di apotek besar, mungkin tersedia tempat untuk
menampung kelompok pendukung orang tua yang bertemu secara berkala. Sebagai
alternatif, apoteker dapat membantu orang tua menemukan sumber lain di komunitas atau
membagikan nama orang tua yang ingin membuat jaringan dukungan informal.
Konseling pada Pasien Cronic Illness “Pasien Asma”

Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi,
peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa
kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.

Seorang farmasis atau apoteker dalam hal ini dapat membantu penanganan penyakit asma
dengan mengarahkan pasien yang diduga menderita asma untuk memeriksakan dirinya,
memotivasi pasien untuk patuh dalam pengobatan, memberikan informasi dan konseling serta
membantu dalam pencatatan untuk pelaporan.

➢ Klasifikasi Asma
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan.

➢ Peran Apoteker
Pengobatan asma merupakan long term medication, oleh karena itu kepatuhan
pasien dalam menggunakan obat sangat diharapkan. Peran apoteker dalam
penatalaksanaan asma yaitu mendeteksi, mencegah dan mengatasi masalah terkait obat
yang dapat timbul pada tahapan berikut :
A. Rencana Pengobatan (Care Plan)
Dalam tim terpadu, peran apoteker adalah memberikan rekomendasi dalam
pemilihan obat yang tepat berdasarkan kondisi pasien yang diperoleh dari hasil
wawancara dan hasil diagnosa dokter.
B. Implementasi Pengobatan
1. Menyediakan obat (drug supply management)
2. Pemberian informasi dan edukasi
Tujuan pendidikan kepada pasien adalah agar mereka lebih mengerti dan
memahami rejimen pengobatan yang diberikan sehingga pasien dapat lebih
berperan aktif dalam pengobatannya yang dapat meningkatkan kepatuhan mereka
dalam menggunakan obat.
Kegiatan pemberian Informasi dan Edukasi ini dapat diberikan dalam
bentuk pelayanan Konseling Obat atau dalam bentuk kegiatan Penyuluhan.

Pedoman pemberian informasi dan edukasi :


1. Apoteker yang melakukan kegiatan ini sebaiknya membekali diri dengan
pengetahuan yang cukup mengenai asma dan pengobatannya disamping
memiliki rasa empati dan ketrampilan berkomunikasi sehingga dapat tercipta
rasa percaya pasien terhadap Apoteker dalam mendukung pengobatan mereka.
2. Pemberian informasi dan edukasi ini tidak hanya diberikan kepada pasien tetapi
juga kepada keluarganya terutama untuk pasien-pasien yang mengalami
masalah dalam berkomunikasi dengan mempertimbangkan latar belakang dan
pendidikan pasien dan keluarganya agar terjalin komunikasi yang efektif.
3. Mengumpulkan dan mendokumentasikan data-data pasien yang meliputi riwayat
keluarga, gaya hidup, pekerjaan dan pengobatan yang dijalani saat ini temasuk
obat-obat yang digunakan selain obat asma yang dapat berpengaruh kepada
pengobatan asma.
4. Penyampaian informasi dan edukasi melalui komunikasi ini sebaiknya juga
didukung dengan sarana tambahan seperti peragaan pemakaian inhaler,
rotahaler yang dapat meningkatkan pemahaman pasien dan keluarganya.
5. Kepatuhan pasien dalam pengobatan asma jangka panjang akan lebih baik
apabila :
• Jumlah obat yang dipergunakan lebih sedikit
• Dosis perhari lebih sedikit
• Kejadian efek samping obat lebih jarang terjadi
• Ada pengertian dan kesepakatan antara dokter, pasien dan apoteker.
6. Membantu pasien dan keluarganya dalam menyelesaikan masalahmasalah yang
mereka hadapi dalam penggunaan obat, jika perlu dengan melibatkan tenaga
kesehatan lain seperti dokter.

Informasi yang dapat disampaikan kepada pasien dan keluarganya :


• Mengenali sejarah penyakit , gejala-gejala dan faktor-faktor pencetus asma
• Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien asma
• Bagaimana mengenali serangan asma dan tingkat keparahannya; serta hal-hal
yang harus dilakukan apabila terjadi serangan termasuk mencari pertolongan
apabila diperlukan.
• Upaya pencegahan serangan pada pasien asma yang berbeda antar satu individu
dengan individu lainnya yaitu dengan mengenali faktor pencetus seperti olah
raga, makanan, merokok, alergi, penggunaan obat tertentu, stress, polusi.
• Hubungan asma dengan merokok
• Pengobatan asma sangat individualis dan tergantung pada tingkat keparahan
asma.
• Secara garis besar pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Pengobatan simptomatik , obat-obat yang digunakan pada serangan
asma dan bekerja cepat/segera bekerja
b. Pengobatan pencegahan, obat-obat yang digunakan secara rutin untuk
mencegah terjadinya serangan asma
• Ada bermacam-macam obat asma dengan indikasi dan cara pemberian yang
bervariatif.
• Pemberian obat asma dapat dilakukan secara oral, parenteral dan inhalasi
(inhaler, rotahaler dan nebuliser).
• Kapan obat-obat asma dipergunakan, bagaimana cara menggunakannya
(sebaiknya dengan peragaan), seberapa banyak/sering/lama obat-obat tersebut
digunakan, efek samping apa yang mungkin dialami oleh pasien serta cara
mencegah atau meminimalkan efek samping tersebut.
• Mengingatkan pasien untuk kumur-kumur dengan air setelah menggunakan
inhaler yang mengandung kortikosteroid untuk meminimalisasi pertumbuhan
jamur di mulut dan tenggorokan serta absorpsi sistemik dari kortikosteroid.
• Apakah obat-obat asma aman untuk diberikan kepada wanita hamil dan apakah
wanita dengan pengobatan asma dapat terus menyusui bayinya.
• Bagaimana cara penyimpanan obat asma dan bagaimana cara mengetahui
jumlah obat yang tersisa dalam aerosol inhaler.
• Pengobatan asma adalah pengobatan jangka panjang dan kepatuhan dalam
berobat dan pengobatan sangat diharapkan.
• Apabila ada keluhan pasien dalam menggunakan obat segera laporkan ke dokter
atau apoteker.

3. Konseling apoteker dengan pasien asma


Untuk penderita yang mendapat resep dokter dapat diberikan konseling secara
lebih terstruktur dengan Tiga Pertanyaan Utama (Three Prime Questions) sebagai
berikut :
1. Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan anda?
2. Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?
3. Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan anda?
Pemakaian pertanyaan Three Prime Questions yang diberikan saat konseling
dimaksudkan agar :

1. Membantu pasien rawat inap, rawat jalan dan yang akan keluar dari rumah sakit
untuk memahami rencana pengobatan asma.
2. Tidak terjadi tumpang tindih informasi, perbedaan informasi dan melengkapi
informasi yang belum diberikan dokter, sesuai kebutuhan.
3. Menggali fenomena puncak gunung es dengan memakai pertanyaan-pertanyaan
terbuka (open ended questions)
4. Menghemat waktu

Pengembangan Tiga Pertanyaan Utama

Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan atau kegunaan pengobatan anda?

• Persoalan apa yang harus dibantu?


• Apa yang harus dilakukan?

• Persoalan apa yang menyebabkan anda ke dokter?

Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?

• Berapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?


• Berapa banyak anda harus menggunakannya?
• Berapa lama anda terus menggunakannya?
• Apa yang dikatakan dokter bila anda kelewatan satu dosis?
• Bagaimana anda harus menyimpan obatnya?
• Apa artinya ”tiga kali sehari” bagi anda?

Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap obat anda?

• Pengaruh apa yang anda harapkan tampak?

• Bagaimana anda tahu bahwa obatnya bekerja?

• Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokter kepada anda untuk diwaspadai?

• Perhatian apa yang harus anda berikan selama dalam pengobatan ini?

• Apa yang dikatakan dokter apabila anda merasa makin parah/buruk?

• Bagaimana anda bisa tahu bila obatnya tidak bekerja?

Pertanyaan tunjukkan dan katakan

• Obat yang anda gunakan ditujukan untuk apa?

• Bagaimana anda menggunakannya?

• Gangguan atau penyakit apa yang sedang anda alami?

C. Monitoring dan evaluasi oleh apoteker


Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk melihat dan meningkatkan
keberhasilan terapi. Pelaksanakan kegiatan ini memerlukan pencatatan data pengobatan
pasien (medication record).
➢ Penatalaksanaan Asma
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma

➢ Terapi non farmakologi


1. Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan
asma.
Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :
a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola
penyakit asma sendiri)
b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asma mandiri)
c. meningkatkan kepuasan
d. meningkatkan rasa percaya diri
e. meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
f. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol
asma
2. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Pemberian oksigen

5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat


• Dapat dilakukan dengan : Penghentian merokok, menghindari kegemukan,
kegiatan fisik misalnya senam asma.

➢ Terapi farmakologi :
Konseling pada Pasien dengan HIV/AIDS

A. Pelayanan Informasi Obat dan Konseling Obat


Pelayanan Informasi Obat dan Konseling Obat menjadi tugas utama apoteker dalam
menunjang keberhasilan terapi. Pelayanan Informasi diberikan baik kepada pasien, keluarga
pasien, maupun kepada tenaga kesehatan yang lain.

1. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Kegiatan pelayanan Informasi Obat dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pelayanan Informasi obat dapat dilakukan secara pasif dan aktif.

b. Media informasi obat dapat secara lisan maupun tulisan.

c. Pelayanan informasi obat secara aktif : dengan membuat leaflet, brosur,


tulisan- tulisan di media massa, memberikan penyuluhan seperti cara
penularan HIV, kepatuhan dll.
d. Pelayanan informasi obat kepada pasien secara langsung : dengan
menjawab pertanyaan yang diajukan baik secara lisan maupun secara
tertulis.

e. Sasaran pemberian edukasi dapat langsung kepada pasien, maupun kepada


pengawas minum obat misalnya : keluarga pasien, care giver, teman dekat,
dll.

f. Dibuat semudah mungkin pasien dapat mengakses informasi yang


diperlukan :

• Pusat Informasi obat mudah dihubungi melalui telepon

• Menyebarkan informasi melalui internet

• Bahasa yang dipergunakan mudah dimengerti.

• Media informasi menarik untuk dibaca.

2. Konseling Obat
a. Konseling kepada pasien sebaiknya dilakukan ditempat yang nyaman dan
kerahasiaan terjamin

b. Tempat melakukan konseling tidak terlalu jauh dari poliklinik sehingga pasien
mudah mengakses
c. Konseling dapat dilakukan pada saat pasien akan memulai terapi antiretroviral yang
disebut dengan konseling pra ART dan secara konseling periodik sesuai kebutuhan.
d. Konseling pra ART diberikan sebelum pasien memulai terapi dengan materi
sebagai berikut :
• Apa manfaat dan kegunaan dari obat Antiretroviral
• Bagaimana cara menggunakan obat yang benar
• Kapan waktu minum obat yang benar
• Apa saja kemungkinan efek samping yang timbul
• Bagaimana mengenali dan mengatasi efek samping yang timbul Apa cara
yang harus ditempuh jika terjadi efek samping.
• Apakah ada obat-obatan lain yang diminum oleh pasien baik yang diresepkan
oleh dokter maupun yang dipakai sendiri, untuk menghindari interaksi obat
• Bagaimana cara pasien mendapatkan obat kembali jika sudah habis.
e. Dibuat evaluasi terhadap hasil kegiatan konseling obat untuk meningkatkan
keberhasilan terapi dan dilaporkan kepada POKJA HIV/AIDS di rumah sakit untuk
ditindaklanjuti.

B. Konseling Untuk Meningkatkan Adherence


1. Pengertian Konseling dan Adherence
Konseling dalam VCT (Voluntary Counselling and Testing) adalah proses
pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan tujuan jelas, memberikan waktu,
perhatian dan keahliannya membantu klien untuk mempelajari situasi mereka,
mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan
lingkungan mereka (Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukerela HIV- Departemen
Kesehatan 2002). Konseling dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan pola pikir
klien akan perlunya pengubahan sikap perilaku kearah gaya hidup sehat. Konseling
dilakukan oleh konselor terlatih.
Adherence, merupakan istilah bahasa Inggris yang mengacu pada kepatuhan
berobat klien (tepat waktu, tepat dosis dan tepat cara minum obat), kesiapan pemberi
layanan (apoteker, manajemen institusi kesehatan) untuk senantiasa menjaga
ketersediaan & keterjangkauan obat sepanjang waktu, dan ketersediaan obat oleh
pemerintah.
Bagi apoteker, konseling adherence terkait pada dua hal, yang pertama adalah
menumbuhkembangkan kemampuan klien untuk menggunakan obatnya sesuai
petunjuk medis dan melakukan pemantauan penggunaan obat klien, dengan menjaga
hubungan terapeutik dan yang kedua adalah menjaga sediaan obat agar tetap dapat
diakses klien dan tak pernah putus sediaannya (pengelolaan obat) .
Kepatuhan berobat bagi klien merupakan kemampuan klien untuk menjalani
pengobatan sesuai petunjuk medik. Artinya dosis, waktu dan cara memasukkan obat
kedalam tubuh secara tepat, misalnya bersama makanan atau tidak. Pengobatan
HIV/AIDS untuk jangka panjang , merupakan hal yang biasa pada setiap penyakit
kronis. Obat-obatnya termasuk ARV, profilaksi untuk infeksi oportunistik, medikasi
untuk infeksi oportunistik (terutama terapi TB). Antiretroviral sangat efektif bila
diberikan dalam bentuk kombinasi dua atau lebih jenis ARV kelas utama.
Obat yang bermacam-macam menghasilkan suatu rejimen kompleks, yang harus
diikuti oleh klien, sehingga memerlukan kecermatan dan kesediaan klien untuk terus
menerus tanpa henti mengikuti kebiasaan baru dalam hidupnya : meminum obat
secara teratur. Seringkali perjalanan penyakitnya menghambat pemasukan obat ke
dalam tubuh, misalnya karena kesulitan menelan, sehingga dukungan konseling
sangat dibutuhkan untuk mempertahankan adherence klien.
Sasaran konseling dalam VCT ini adalah:
a. Untuk mencapai pemahaman yang sama antara klien dan apoteker
b. Untuk memberikan pemahaman akan proses kerja terapi dan kesulitan yang
akan dihadapi, sehingga kerjasama dokter-klien-apoteker dapat terjalin

2. Manfaat Konseling
Akses ke medikasi, kepatuhan, dan selalu tersedianya obat , merupakan faktor
yang menentukan efektivitas suatu pengobatan. Kepatuhan yang buruk membuat
dampak ganda dalam arti mengeluarkan banyak dana dan memperburuk kualitas hidup
klien. Bagi klien, ketidakpatuhan berobat mengakibatkan kegagalan antiretroviral
melawan virus, sehingga virus resisten dan terjadi kegagalan imunologis dan keadaan
klinis memburuk. Pandangan kesehatan masyarakat menyatakan, bila terjadi resistensi
terhadap pengobatan maka pengobatan menjadi tidak efektif, atau berhenti bekerja
sehingga diperlukan upaya baru untuk melawan infeksi dengan obat lain atau obat
sama dengan dosis berbeda atau kombinasi, sementara jenis obat terbatas
persediaannya. Disamping itu mereka yang resisten sukar diobati. Dari sisi pandang
ekonomi kesehatan, ketidakpatuhan berobat meningkatkan biaya berobat dengan
mahalnya harga obat pengganti dan lamanya hospitalisasi.
Peningkatan kepatuhan berobat akan memberi dampak besar bagi kesehatan
dalam masyarakat daripada terapi medik spesifik lainnya. Laporan WHO mengatakan
akan mudah dan murah melakukan intervensi kepatuhan berobat secara konsisten dan
hasilnya sangat efektif. Dalam terapi antiretroviral (ARV), kepatuhan berobat
merupakan kunci sukses terapi.
Konseling adherence akan mencegah klien dari penggunaan yang tidak tepat. Di
samping itu juga memberikan pengertian pada apoteker untuk berempati atas kesulitan
yang mungkin dijumpai klien dalam perkembangan penyakitnya, sehingga klien
mendapat dukungan mental emosional.

3. Tahapan Konseling
Konseling yang dimaksudkan disini adalah konseling pada klien yang telah siap
untuk memulai minum obat ARV dan klien yang masih tetap minum ARV. Adapun
tujuan dari konseling ini adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat
kepada pasien yang meliputi tujuan pengobatan, lama pengobatan, jadwal pengobatan,
cara menggunakan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan
obat, dan penggunaan obat - obat lain.
a. Konseling untuk klien yang baru akan memulai minum antiretroviral
Tahapan – tahapan konseling untuk klien yang baru akan memulai minum
antiretroviral adalah sebagai berikut :
1) Perkenalan : tujuan perkenalan adalah memberikan keyakinan pada klien bahwa
klien berkomunikasi dengan orang yang tepat.
• Perkenalkan nama anda, profesi anda, kedudukan anda dalam penanganan
obat ARV dengan berjabat tangan dengan klien.
• Tanyakan identitas klien, mulai dari nama, umur, berat badan, alamat,nomor
telepon,status perkawinan (sudah menikah apa belum), kesuburan (sedang
hamil atau ada program akan hamil ), jenis obat yang sedang minum, nama
pendamping minum obat, hubungan dengan klien, alamat dan nomor telpon
yang bisa dihubungi, catat dalam kartu konseling.
2) Menggali pengetahuan klien tentang HIV/AIDS: tujuannya untuk
mempermudah pemberian informasi kepada klien.
• Apa dokter atau perawat sudah memberitahukan tentang penyakit yang
diderita, cara penularannya dan cara pengobatannya? Bila belum jelaskan,
bila sudah lanjutkan pertanyaan berikutnya.
• Apa yang sudah dikatakan dokter atau perawat mengenai obat ARV ? Bila
tidak tahu lanjutkan pada pertanyaan, bila tahu namun kurang jelas,
sempurnakan jawaban tersebut.
3) Memberi penjelasan tentang obat, dengan tujuan agar klien benar-benar
memahami akan segala sesuatunya tentang obat ARV.
• Jelaskan tujuan pengobatan ARV, tekankan pada kalimat “ bahwa obat
ARV ini bukan untuk menyembuhkan penyakit tetapi hanya menekan virus”
• Jelaskan bahwa obat ARV ini harus diminum seumur hidup.

• Jelaskan waktu dan cara meminum obat sesuai dengan resep yang diberikan
dokter, jelaskan pula waktu dan cara minum obat lain selain obat ARV.
• Berikan teknik supaya pasien selalu minum obat dengan tepat waktu.

• Jelaskan apa yang harus dilakukan seandainya klien lupa meminum obat.

• Jelaskan apa yang terjadi seandainya klien sering lupa minum obat.

• Jelaskan efek samping masing-masing obat dan bagaimana cara


menanggulanginya.

• Jelaskan cara menyimpan obat yang benar.

• Beri peringatan pada klien, bahwa obat ARV ini mahal, dan sekarang obat
ini disubsidi oleh pemerintah.

• Beritahukan bagaimana cara memperoleh obat ini selanjutnya.

4) Verifikasi akhir: tujuannya untuk mengecek pemahaman klien pada ARV, yaitu
dengan menanyakan lagi apa yang telah kita jelaskan.
5) Memberi kesempatan klien untuk bertanya, dengan menanyakan apakah ada
sesuatu yang ingin ditanyakan? Jika ada dengarkan dan beri jawaban, jika tidak
lanjutkan.
6) Beri pengetahuan tentang makanan apa saja yang sebaiknya dikonsumsi dan apa
saja yang harus dihindari.
7) Akhiri pembicaraan dengan memberikan obat dan meminta klien untuk
menandatangani lembar pemberian obat dan ingatkan kapan klien harus kembali
mengambil obat.

b. Tahapan – tahapan konseling untuk klien yang sudah minum ARV:


Tahapan – tahapan konseling untuk klien yang sudah memulai minum
antiretroviral adalah sebagai berikut :
1) Menyapa klien, dengan mempersilakan duduk dengan meminta kartu register
nasional beserta resep yang diberikan dokter.
2) Membuka file klien, dengan mencocokkan nama dan nomer register nasional.

3) Membuka pertanyaan pada klien, catat pada kartu konseling

Jika rejimen obat tetap, tanyakan

• Apa ada keluhan-keluhan yang dialami selama minum obat?


• Berapa jumlah obat yang masih tersisa?
• Apakah selama ini obat diminum teratur dan tepat waktu, jika tidak berapa
kali lupa dan barapa kali tidak tepat waktu?
• Apakah masih minum obat lain, selain obat ARV?
Jika rejimen obat berbeda dengan sebelumnya, tanyakan

• Apa yang telah terjadi selama minum obat ini?


• Apa saudara tahu kenapa obat ini diganti?
• Tanyakan data-data yang menunjang penggantian rejimen obat misalnya:
alergi, nilai SGOT, SGPT; Hb; kondisi kesuburan (program hamil atau
sedang hamil)
• Apakah dokter sudah menjelaskan bagaimana cara minum obatnya ?
• Apakah dokter sudah menjelaskan kemungkinan efek samping yang akan
terjadi?
4) Memberi penjelasan:

• Jika rejimen obat tetap, ingatkan kembali tentang perlunya minum obat
secara teratur dan tepat waktu, ingatkan waktu dan cara minum obat lain
selain ARV, ingatkan tentang makanan-makanan yang sebaiknya
dikonsumsi dan dihindari, dan ingatkan juga kapan klien harus kembali
kontrol
• Jika rejimen obat ganti:

✓ Beri tahu kapan cara dan waktu minum obat yang benar.
✓ Jelaskan tentang kemungkinan efek samping yang akan terjadi dan
bagaimana cara menanggulanginya.
✓ Jelaskan tentang manfaat obat lain yang diberikan dokter dan
bagaimana cara meminumnya
✓ Ingatkan kembali tentang konsumsi makanan dan minuman yang
dianjurkan dan dihindari
5) Memberi kesempatan klien untuk bertanya, dengan menanyakan apakah ada
sesuatu yang ingin ditanyakan? Jika ada dengarkan dan beri jawaban, jika tidak,
lanjutkan.
6) Akhiri pembicaraan dengan memberikan obat dan meminta klien untuk
menandatangani lembar pemberian obat dan ingatkan kapan klien harus kembali
mengambi obat.

c. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam konseling :


1) Strategi perilaku
Saran untuk membantu klien dalam mengatur medikasinya adalah :
• Buat jadwal medikasi. Gunakan kalendar atau buku harian untuk
membantu penggunaan medikasi sesuai aturan, kapan diminum,
caranya, misal mulai minggu pertama tulis dosis lalu beri tanda pada
kalendar kalau hari itu obat sudah diminum.
• Bagi obat dalam jumlah harian, atau mingguan. Dapat juga
dimasukkan dalam wadah kemudian diberi label. Petugas kesehatan
dapat membantu pada awalnya.
• Minumlah obat pada jam yang sama setiap hari (sesuaikan dengan
petunjuk).

• Minum obat dimasukkan dalam jadual rutin harian klien seperti


sesudah makan atau akan pergi kerja atau pulang kerja (sesuaikan
dengan petunjuk).
• Rencanakan kapan membeli obat lagi, sehingga persediaan tidak
sampai kosong dan dosis terlewati.
• Jika bepergian, jangan lupa bawa obat dan cadangannya (jika terjadi
kehilangan).

• Minum obat dijadikan prioritas setiap hari.


2) Modifikasi Perilaku
• Membangun keterampilan dan mendorongnya

• Lebih teratur

• Alat bantu manajemen diri sendiri

• Buat klien merasa senang dan sebagai individu yang tampil beda

• Gunakan dukungan sosial, konseling, kunjungan rumah

• Mintalah bantuan anggota keluarga


3) Konseling pemecahan masalah untuk kepatuhan berobat
Klien dapat diajari membangun struktur pemecahan masalah untuk
mengatasi masalah yang timbul dari kepatuhan berobat. Ini sangat berguna ketika
berdiskusi mencari solusi masalah yang dihadapi dalam kepatuhan.Misalnya
klien memberitahu bahwa ia menghindari minum obat ketika kerja, karena ia
makan siang selalu bersama kolega dan tak ingin siapapun tahu bahwa ia sakit.
Sementara obat harus diminum pada waktu makan. Konselor dan klien
berkolaborasi curah pendapat dan mengevaluasi berbagai opsi yang muncul
berkaitan dengan permasalahan yang diajukan. Konselor membantu klien
mengembangkan rencana kepatuhan personal dan mengajar klien keterampilan
perilaku yang dibutuhkan.
4) Pendekatan inovatif kepatuhan pada setting yang buruk
Pada beberapa setting, Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTs)
dengan bantuan perawat" atau anggota keluarga akan tepat membantu terutama
pada tempat yang telah ada program terapi TB. Masih dalam perdebatan tentang
efikasi dan keterjagaan pendekatan ini untuk HIV/AIDS.
Konselor VCT dan staf farmasi di rumah sakit Bamrasnaradura, Thailand;
telah dilatih untuk mengembangkan kesadaran menanggapi hambatan kepatuhan
psikososial klien; untuk secara tepat menilai kemampuan klien patuh terhadap
rejimen terapi dan membangun ketrampilan kognitif - strategi intervensi perilaku
akan mengoptimalkan kepatuhan berobat. Perawat konselor atau perawat triase
mewawancarai klien sebelum dan sesudah konsultasi medik dan dilakukan
konseling untuk menghadapi isu kepatuhan. Perawat konselor ikut dalam visit
multidisiplin klien di bangsal untuk menjadi penghubung staf medik ketika klien
direncanakan pulang. Konselor rumah sakit Bamrasnaradura juga bekerja sama
dengan Candlelight for Life dan Wednesday Friends PWHA clubs
mengembangkan metode untuk klien dan fasilitator perawatan masyarakat dalam
paket "With Hope and Held 29 yang dirancang untuk memberdayakan kelompok
masyarakat non profesional dan ODHA untuk menatalaksana isu yang berkaitan
dengan HIV dan terapinya.
Banyak model dukungan sebaya, yang diuji cobakan di beberapa tempat.
Misal di utara Thailand, Kementerian Kesehatan Masyarakat mengadakan
proyek pusat day care dan memperluas program ini ke rumah sakit lain untuk
dukungan sebaya , supervisi profesional dan sebagai pintu masuk ke dukungan
multisektor. Misal, pada satu rumah sakit pusat rawat siang mempunyai hari
khusus untuk kasus ARV dan semua klien menelan dosis awal bersama-sama
pada rawat siang tersebut pada hari itu. Kelompok klien melakukan edukasi
sebaya; konseling sebaya dan kunjungan rumah dan satu orang mengawasi kasus
ARV di tempat-tempat tersebut. Keterbatasan pendekatan ini tak dapat terlihat
dalam skala besar atau orang tak membuka diri akan statusnya.
• Konseling pada pasien
Sebelum memulai konseling maka apoteker perlu memahami tahap konseling sebagai
berikut:
1. Pembukaan
Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien dapat menciptakan
hubungan yang baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk memberikan
informasi kepada apoteker. Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih dahulu
sebelum memulai konseling dan perlu mengetahui identitas pasien (terutama nama)
sehingga pasien merasa lebih dihargai. Apoteker harus menjelaskan kepada pasien
tentang tujuan konseling serta memberitahukan pasien berapa lama sesi konseling itu
akan berlangsung. Jika pasien terlihat keberatan dengan lamanya waktu pembicaraan,
maka apoteker dapat bertanya apakah konseling boleh dilakukan melalui telepon atau
dapat bertanya alternatif waktu/hari lain untuk melakukan konseling yang efektif.

2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah


Pada tahap ini apoteker mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah yang
mungkin terjadi selama pengobatan. Pasien dapat merupakan pasien baru atau pasien
yang meneruskan pengobatan.
a. Diskusi dengan pasien baru
Jika pasien masih baru maka Apoteker harus mengumpulkan informasi dasar tentang
pasien dan tentang sejarah pengobatan yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
b. Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan
Apoteker bertugas memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi maupun
pengobatan baru yang diterima oleh pasien baik yang diresepkan maupun tidak.
c. Mendiskusikan resep yang baru diterima
✓ Apoteker bertanya apakah pasien pernah menerima pengobatan sebelumnya
dan diterima dari mana, jika pernah maka dapat ditanyakan tentang isi topik
konseling yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
✓ Apoteker sebaiknya bertanya terlebih dahulu tentang penjelasan apa yang telah
diterima oleh pasien untuk mempersingkat waktu konseling dan menghindari
pasien memperoleh informasi yang sama yang bisa membuatnya merasa bosan
juga menghindari pasien mendapat informasi yang berlawanan. Diskusi
dilakukan dengan kata-kata yang mudah diterima oleh pasien
✓ Regimen pengobatan, apoteker memberitahu tentang guna obat dan lama
penggunaan obat. Pada tahap ini apoteker perlu melihat kecocokan dosis yang
diterima pasien untuk pengobatan optimal.
✓ Kesuksesan pengobatan, pasien sebaiknya diberitahukan tentang keadaan yang
akan diterimanya jika pengobatan ini berhasil dilalui dengan baik.
d. Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan
✓ Kegunaan pengobatan, apoteker memberi penjelasan mengenai guna
pengobatan serta menanyakan pasien mengenai kesulitan apa yang dihadapi
selama pengobatan.
✓ Efektifitas pengobatan, apoteker harus mengetahui efektifitas dari pengobatan
yang diterima pasien dan bertanya pada pasien apakah pengobatan yang
diterima membantu keadaan pasien menjadi lebih baik.
✓ Efek samping pengobatan, apoteker harus mengetahui efek samping
pengobatan dan memberi tahu tanda-tanda efek samping kepada pasien
sehingga dapat melakukan tindakan preventif terhadap keadaan tersebut.

3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya


Apoteker harus mencatat terapi dan rencana untuk monitoring terapi yang diterima
pasien, baik pasien yang menerima resep yang sama maupun baru, keduanya harus
terlibat untuk mempelajari keadaan yang memungkinkan terjadi masalah sehingga
masalah pengobatan dapat diminimalisasi.

4. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh


Apoteker meminta kembali pasien mengulang informasi yang diterima untuk melihat
apakah informasi selama konseling telah dipahami dengan baik, jika adanya
penerimaan informasi yang salah maka dapat dilakukan tindakan pembetulan.

5. Menutup diskusi
Sebelum diskusi ditutup apotekr harus bertanya kepada pasien apakah ada hal-hal yang
masih ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti oleh pasien. Mengulang
pernyataan dan mempertegasnya merupakan hal yang sangat penting sebelum
penutupkan sesi diskusi agar diingat oleh pasien.

6. Follow-up diskusi
Fase ini agak sulit dilakukan sebab terkadang pasien mendapatkan Apoteker yang
berbeda pada sesi konseling selanjutnya. Oleh sebab itu dokumentasi kegiatan
konseling perlu dilakukan agar perkembangan pasien dapat terus dipantau.

• Peran apoteker untuk konseling terhadap pasien dengan penyakit tertentu


1. Pada Hipertensi
Dalam pemilihan obat untuk pasien dengan hipertensi, maka apoteker dapat
merekomendasikan hal sebagai berikut:
1) Sarankan terapi antihipertensi untuk pasien-pasien pada klasifikasi tahap 1
hipertensi (TDS 140-159 mmHg) dan tahap 2 hipertensi (TDS ≥ 160 mmHg)
2) Sangat disarankan terapi antihipertensi pada pasien-pasien dengan kerusakan target
organ atau dengan faktor resiko kardiovaskular lainnya bila TDS > 140 mmHg atau
TDD ≥ 90 mmHg
3) Bila memungkinkan, sarankan pilihan awal untuk terapi antihipertensi. Pilihan awal
untuk dewasa tanpa indikasi khusus:
a. Diuretik golongan tiazid (untuk kebanyakan pasien)
b. Beta bloker
c. ACE Inhibitor
d. Kalsium kanal bloker
e. Penyekat reseptor angiotensin
f. Rekomendasikan terapi kombinasi apabila cuma ada respon parsial dengan
standar dosis monoterapi. Kombinasi yang efektif melibatkan diuretik tiazid
atau kalsium kanal bloker dengan ACEI, ARB atau beta bloker.
g. Untuk isolated systolic hypertension pada pasien-pasien dengan TDS>160
mmHg terapi awal dengan diuretik tiazid
4) Sarankan terapi dislipidemi dengan statin untuk semua pasien dengan hipertensi dan
3 atau lebih faktor resiko kardiovaskular, atau pada pasien dengan penyakit
aterosklerosis atau penyakit arteri perifer
5) Skrining semua pasien hipertensi untuk interaksi obat yang bermakna (dengan obat,
nutrient, dll)

2. Pada Diabetes
Langkah yang dapat dilakukan apoteker:
1) Menciptakan suasana dengan pasien dimana pasien menyadari apoteker peduli dan
bersedia untuk membantu menangani masalah yang berhubungan dengan obat.
2) Mendapatkan rincian spesifik bila pasien mendiskusikan masalah obatnya.
3) Identifikasi hambatan utama yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam
meminum obat dengan mengajukan beberapa pertanyaan:
a. Apakah pasien mengerti cara meminum obatnya?
b. Apakah regimen obat terlalu kompleks?
c. Apakah pasien mengerti keuntungan utama dari obatnya?
d. Apakah pasien mengerti kalau obat dapat membantu walaupun pasien tidak
merasakan keuntungannya?
e. Apakah biaya menjadi masalah?
f. Apakah pasien depresi?
4) Apoteker menyimpulkan masalah pasien dengan membantu apakah pasien
memerlukan perubahan sikap dan bagaimana melaksanakannya.
5) Memecahkan masalah dengan saran-saran berikut:
a. Pasien meminum obat sesuai dengan yang diresepkan sangat penting supaya
diabetes terkontrol
b. Jadwal minum obat harus dipatuhi untuk hasil optimal
c. Bila pasien terpikirkan untuk berhenti meminum obat atau khawatir mengenai
efek samping, bicarakan dulu dengan dokter
d. Bila pasien khawatir dengan biaya obat, sarankan alternatif yang lebih murah
tetapi sama keefektifannya
e. Bila regimen terlalu susah, apoteker perlu memberi alternatif lain yang lebih
sederhana
f. Sampaikan kepada pasien bahwa jumlah obat yang diminum bukanlah pertanda
betapa sehat atau tidak sehatnya pasien, apoteker perlu mendiskusikan tentang
target pengobatan seharusnya (misalnya target kadar gula, tekanan darah, kadar
kolesterol, dsb)
g. Bila pasien merasa depresi atau tertekan dengan kompleksnya penanganan
diabetes, maka harus dibicarakan dengan apoteker
6) Akhiri pertemuan dengan menanyakan langkah apa yang akan dilakukan pasien
setelah diskusi dengan apoteker

3. Pada Penyakit Jantung Koroner (PJK)


Apoteker melakukan konseling dengan memberikan informasi mengenai apa yang
terjadi pada PJK
1) Nyeri dada spesifik
Apoteker harus dapat menjelaskan kenapa sampai terjadi sakit/nyeri dada spesifik
pada penderita PJK dan bagaimana hubungannya dengan obat yang dikonsumsi
2) Pencegahan
Apoteker berperan untuk informasi dan edukasi tentang pencegahan PJK. Apoteker
harus menjelaskan strategi atau upaya-upaya sistematis untuk mencegah timbulnya
PJK, antara lain dengan menghindari atau memodifikasi semua faktor-faktor risiko
yang akan dapat menyebabkan PJK di sepanjang hidup kita secara konsisten dan
berkesinambungan, juga menjelaskan hubungan antara faktor-faktor risiko dengan
timbulnya PJK.

4. Pada Penyakit Asma


a. Konseling oleh apoteker secara rutin dapat meningkatkan pengetahuan asma dari
pasien secara berkelanjutan. Selain itu edukasi dan konseling apoteker memberikan
peningkatan kualitas hidup pasien, kepatuhan, penggunaan obat, dan fungi paru-
paru dari pasien asma. Apoteker memiliki peranan penting dalam meningkatkan
manajemen asma pasien melalui konseling secara langsung dengan poin
penyampaian berupa patofsiologi asma, pengobatan, pemeriksaan fungsi paru-paru,
motivasi pasien, dan teknik penggunaan inhaler yang tepat sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan asma dari pasien dan memperbaiki kontrol asma yang
secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas hidup paisen asma dan tingkat
keparahan asma. Pemanfaatan media elektronik seperti ponsel dan internet menjadi
rekomendasi dalam memberikan edukasi tentang asma dan monitoring hasil terapi
dari pasien asma.
b. Untuk penderita yang mendapat resep dokter dapat diberikan konseling secara lebih
terstruktur dengan Tiga Pertanyaan Utama (Three Prime Questions). Pemakaian
pertanyaan Three Prime Questions yang diberikan saat konseling dimaksudkan
agar:
1) Membantu pasien rawat inap, rawat jalan dan yang akan keluar dari sakit untuk
memahami rencana pengobatan asma
2) Tidak terjadi tumpang tindih informasi, perbedaan informasi dan melengkapi
informasi yang belum diberikan dokter, sesuai kebutuhan
3) Menggali fenomena puncak gunung es dengan memakai pertanyaan-pertanyaan
terbuka (open ended questions)
4) Menghemat waktu

5. Pada Penyakit Epilepsi


Konseling pasa pasien epilepsi dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Apoteker mengkaji riwayat penyakit dengan menanyakan poin-poin berikut:
- Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung?
- Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari?
- Apakah pasien mengalami tanda atau perasaan tidak enak pada waktu serangan
atau sebelum serangan kejang terjadi?
- Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung?
- Apakah pasien sudah pernah memeriksakan penyakitnya ke dokter? Jika
pernah, apa yang disampaikan oleh dokter mengenai penyakitnya?
- Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali?
- Apakah ada faktor pencetus?
- Bagaimana frekuensi serangan kejang?
2) Apoteker mengkaji riwayat sosial pasien dengan poin pertanyaan:
- Latar belakang Pendidikan
- Status pekerjaan pasien
- Apakah pasien mengemudikan kendaraan?
- Pemakaian kontrasepsi oral
- Rencana kehamilan
- Apakah pasien peminum alcohol?
3) Apoteker mengkaji riwayat alergi dan pengobatan sebelumnya
4) Apoteker memberi penjelasan terkait obat-obatan epilepsi

6. Pada Penyakit Reumatoid Artritis


a. Pengelolaan rheumatoid artritis memerlukan pendekatan holistic dengan pilar
pengobatan rheumatoid artritis yang meliputi 3 aspek penting, yaitu:
1) Edukasi
2) Terapi medikamentosa meliputi OAINS, kortikosteroid, DMARD sintetik
konvensional (csDMARD) dan sintetik targeted (tsDMARD), serta DMARD
biologik (bDMARD)
3) Latihan/program rehabilitasi
b. Pasien tidak hanya harus mengetahui tentang pilihan terapi dan alasan rekomendasi
terapi tertentu mengenai keuntungan dan risikonya, tetapi pasien juga harus
berperan dalam pengambilan keputusan terapi tersebut.
c. Edukasi kepada pasien meliputi penyakit, rencana pemeriksaan, rencana terapi,
manfaat dan risiko terapi, komplikasi dan prognosis

• Konseling apoteker pada pasien psikiatri


Konseling dapat dilakukan secara berkesinambungan dan sekaligus berfungsi sebagai
proses pemantauan. Gangguan depresif termasuk gangguan yang cukup banyak diderita
masyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan yang berbeda.
Peran serta apoteker didasari dengan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki apoteker
terutama terkait dengan obat-obatan yang digunakan dan hal-hal yang harus dihindari oleh
penderita gangguan depresif. Tahap-tahap konseling dengan metoda verbal interaktif:
1) Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan konseling
2) Menanyakan dengan teknik prime question
3) Menanyakan apakah ada riwayat penggunaan obat lain? bertujuan untuk menggali
informasi bila ada riwayat alergi
4) Menanyakan apakah ada penyakit lan?
5) Menanyakan apakah pasien menggunakan obat lain?
6) Berikan penjelasan edukati ke penderita dan keluarganya, misal:
✓ Depresi bukan merupakan suatu kelemahan karakter,
✓ Seluruh obat antidepresan sama-sama efektif,
✓ Sebagian besar penderita yang menggunakan antidepresan akan mengalami efek
samping,
✓ Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu yang sama setiap hari,
✓ Pada penggunaan obat antidepresan, efek yang diharapkan munculnya belakangan,
sedangkan efek yang tidak diinginkan diinginkan akan muncul lebih dulu. Pada
umumnya efek yang yang diharapkan baru akan muncul 2-4 minggu kemudian.
✓ Obat harus diminum minimal 6-9 bulan, pada 3 bulan pertama ada episode
keinginan bunuh diri.
✓ Obat tidak menyebabkan ketergantungan. Dari semua konseling baik untuk
penderita rawat jalan maupun rawat inap, harus didokumentasikan untuk bukti
kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.
Departemen Kesehatan RI, 1–89.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA). Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penderita Gangguan Depresif.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan, 81. https://farmalkes.kemkes.go.id/unduh/pharmaceutical-care-untuk-
penderita-gangguan-depresi/?wpdmdl=10362&

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik, 53–80.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2007. Pedoman Konseling Pelayanan
Kefarmasian di Sarana Kesehatan. 1–38.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi. In Departemen Kesehatan.

Hidayat, R., Suryana, B. P. P., Wijaya, L. K., Ariane, A., Hellmi, R. Y., Adnan, E., &
Sumariyono. 2021. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid (Rheumatoid Arthritis
Diagnosis and Management). In Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
https://reumatologi.or.id/wp-content/uploads/2021/04/Rekomendasi-RA-Diagnosis-dan-
Pengelolaan-Artritis-Reumatoid.pdf

Kementrian Kesehatan. 2006. Pharmaceutical care penyakit cardiovascular. 1–102.

Nailil Fadhilah, N. A. P. 2013. Review Artikel :Pengaruh Konseling Apoteker Dan


Pemanfaatan Media Eletronik Terhadap Perbaikan Manajemen Asma. Farmaka, 4, 1–15.
Pertanyaan dan Jawaban

1. Komunikasi farmasi terbagi menjadi 2, yaitu…


a. Umum dan tertutup
b. Verbal dan non verbal
c. Fisik dan jiwa
d. Verbal dan terbuka
e. Satu arah dan tertutup

2. Menurut DEPKES RI 2006, meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan


masalahnya sendiri (terapi), merupakan salah satu ... dalam komunikasi farmasi.
a. Pengertian
b. Prinsip
c. Unsur
d. Tujuan umum
e. Tujuan khusus

3. Pemberian konseling pada pasien ditentukan berdasarkan prioritas pasien. Dibawah ini
yang tidak termasuk prioritas pasien adalah…
a. Pasien dengan populasi khusus
b. Pasien dengan terapi jangka panjang
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit
d. Pasien gawat darurat
e. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan menjalankan terapi rendah
Referensi: Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan, 2006

4. Apoteker harus dapat mengerti dan menerima perasaan pasien (berempati) sehingga
dapat berinteraksi dan menolong dengan lebih efektif. Berikut ini cara penanganan
pasien dengan perasaan frustasi adalah
a. Membantu menumbuhkan rasa keberanian pasien untuk mencari alternatif jalan lain
yang lebih tepat dan meminimalkan rasa ketidaknyamanan dari aktifitas hariannya
yang tertunda.
b. Membantu menjernihkan situasi apa yang sebenarnya ditakutinya dan membuat
pasien menerima keadaan dengan keberanian yang ada dalam dirinya
c. Mencoba jangan ikut terbawa suasana marahnya, dan jangan juga begitu saja
menerima kemarahannya tetapi mencari tahu kenapa pasien marah dengan jalan
mendengarkan dan berempati.
d. usahakan membiarkan pasien mengekspresikan penderitaannya, membiarkan
privasinya, tetapi dengarkan jika pasien ingin berbicara.
e. Semua benar
Referensi: Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan, 2006

5. Ketepatan waktu minum obat ARV pada pasien HIV yaitu…


a. 2 kali sehari pada pagi dan sore hari
b. 2 kali sehari dalam selang 12 jam
c. 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore hari
d. 3 kali sehari dalam selang 8 jam
e. 1 kali sehari pada pagi hari
Referensi: Kesuma, Nirmala. 2013. Konseling Adherence untuk Pengobatan Infeksi
HIV/AIDS : Perlukah?. Bandung : Global Medical and Health Communication

6. Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu dijelaskan oleh apoteker mengenai obat ARV
pada pasien HIV, kecuali…
a. Menjelaskan bahwa obat ARV hanya untuk menekan virus bukan menyembuhkan
b. Menjelaskan waktu dan cara meminum obat yang sesuai dengan resep
c. Menjelaskan bahwa obat ARV hanya diminum saat dibutuhkan saja
d. Menjelaskan efek samping dan cara menanganinya
e. Menjelaskan cara menyimpan obat yang benar
Referensi: Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jakarta : Departemen Kesehatan RI

7. Pada konseling obat apoteker perlu memahami poin konseling, obat kategori apakah
yang perlu memantau masalah perilaku, depresi mental, gangguan memori, ruam kulit.
Menjelaskan kepada pasien mengenai interaksi obat dan memantau gejala overdosis
obat?
a. Barbiturat
b. Benzodiazepin
c. Valproat
d. Fenitoin
e. Suksinamida

8. Sebelum memulai konseling maka apoteker perlu memahami tahap – tahap konseling,
salah satunya tahap diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah,
di bawah ini yang tidak termasuk dalam tahap tersebut adalah?
a. Diskusi dengan pasien baru
b. Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan
c. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah
d. Diskusi resep yang baru diterima
e. Diskusi pengulangan resep dan pengobatan

Referensi: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. (2007). Pedoman


Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan. 1–38.

9. Obat analgetik yang diperbolehkan oleh pasien yang mengidap penyakit SSRI
(selective serotonin reuptake inhibitors) adalah...
a. Ibuprofen
b. Naproxen
c. Aspirin
d. Asetamonifen
e. Natrium Diklofenak
10. Obat yang digunakan sebagai pengobatan utama bagi pasien dengan gangguan bipolar
adalah
a. Lhithium
b. Bupropion
c. Ibuprofen
d. Naproxen
e. Aspirin
TUGAS INFORMASI OBAT

“KONSELING FARMASI”

Dosen Pengampu:

apt. Elvina Triana Putri, M. Farm.

Kelompok 2

Kelas A

Disusun Oleh:

1. Yohana 16330051
2. Nissa Maftucha 19330044
3. Rika Amelia 19330053
4. Alya Trisna Putri 19330083
5. Nur Ainun Nisa 20330739

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2022
Resume Konseling Farmasi

Peran apoteker dalam kegiatan konseling antara lain:

1. Memahami kegunaan konseling bagi pasien


2. Mampu mengidentifikasi DRP dan masalah lain
3. Mampu memilih informasi yang tepat untuk kondisi, behavior,
kesiapan pasien, dan memberikan secara efektif dan efisien

Konseling pasien tidak berdiri sendiri, konseling merupakan upaya patient


safety, bagoan dari pharmaceutical care, bagian dari manajemne proses
pengobatan, dan konseling harus tergantung attitude, pengetahuan, skill dari
seorang farmasis.

Pasien akan patuh kepada pengobatan dan mendapat outcome terapi yang
baik jika mendapatkan beberapa treatment dari apoteker meliputi:

1. Problem Solving Skill


2. Komunikasi
3. Konseling
4. Patient assessment
5. Farmasi klinis
6. Guedlines terapi
7. Pharmaceutical care plan
8. Ineraksi dengan dokter dan tenkes lain
9. Peduli dan komitmen

Sebagai seorang apoteker dalam konseling pasien harus bias memahami


kebutuhan, keinginan, dan pilhan pasien dengan beberapa kondisi, antara lain:

1. Feeling about being ill (Perasaan sebagai orang sakit)


2. Frustration
3. Fear and anxiety (takut dan cemas)
4. Anger, dependency, guit (marah, tergantung, bersalah)
5. Depression and loss of self esteem (depresi dan hilang harga diri)
6. Death dan Dying
7. Feeling about taking medication

1
Ada 5 teknik konseling, antara lain:

1. Stage 1: Transfer informasi obat


2. Stage 2: Pertukaran informasi obat
3. Stage 3: Pendidikan mengenai pengobatan
4. Stage 4: Konseling obat

Di dalam kegiatan konseling farmasi, penerapannya tentu beda-beda


tergantung dari masalah, usia, danlain sebagainya. Adapun penjelasannya sebagai
berikut:

1. Konseling pasien lansia, seorang apoteker harus mengetahui obat


yang kurang tepat untuk lania dan mengetahui pengobatan
alternative yang bias disarankan.
2. Konseling pasien penyakit kronis, seorang farmasis harus
memahami apa tantangan yang dihadapi pasien,sebetulnya untuk
pasien dengan penyakit kronis rumah adalah tempat utama bagi
mereka untuk bias mendapatkan pengetahuan mengorganisir
penyakitnya, dank arena penyakit kronis memiliki waktu dan fase
yang cukup panjang maka berikan pemahaman kepda mereka
mengenai kualitas hidup.
3. Konseling pasien HIV/AIDS, menilai pengetahuan pasien tentang
infeksi HIV, pengobatan, dan mengedukasinya dengan patofisiologi,
bagaimana infeksi HIV bias terjadi dan tahapannya menjadi AIDS,
dan tujuan terapi, kemudia mekanisme obat antivirus yang
digunakan, Jelaskan mengenai regimen terapinya.
4. Konselimg pada pasien gangguan kejiawaan, seorang farmasis harus
bertanya mengenai status merokok dan jika dibutuhkan mendorong
berhenti merokok, berikan pemahaman bahawa suplemen yang
diluar pengobatan tidak aman digunakan, pada pasien yang
menggunakan litium hidari penggunaan ibu profen dan naproxen
karena dalam meningkatkan reabsorbsi ginjal, sehingga lithium tidak
berefek.

2
5. Konseling remaja, apoteker dapat membantu remaja mengatasi
tekanan teman sebaya dan meningkatkan kepatuhan dan perawatan
diri mereka, bias dengan menggunakan obat dengan kerja panjang
sehingga tidak perlu digunakan saat disekolah dan tidak dilihat
teman mereka.

Konseling Farmasi untuk Penyakit Kronis

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit akibat penyempitan pembuluh darah


di jantung yang disebabkan oleh penumpukan lemak di area pembuluh darah arteri
koroner sekitar jantung, kerap disebut sebagai aterosklerosis. Penyakit tidak menulari ini
mempunyai angka kejadian tinggi dengan 17 juta kasus dengan 8,7 juta angka kematian
per 2015. Di Indonesia sendiri setidaknya 15 dari 1000 orang menderita penyakit jantung.
faktor risiko dari PJK ada dua yaitu yang dapat diubah seperti keturunan, usia, jenis
kelamin dan tidak dapat diubah seperti pola hidup, dislipidemia, hipertensi obesitas.
faktor risiko dengan potensi terbesar adalah hipertensi dan dislipidemia. pengaturan pola
makan merupakan pilar utama untuk menangani pasien dengan kadar lemak tinggi. maka
dilakukan pendekatan berupa pemberian penyuluhan sebagai edukasi terkait penyakit
jantung koroner. edukasi yang dilakukan ini berupa media power point dan penyebaran
brosur terkait jantung koroner serta pengecekan kesehatan gratis.

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan signifikan nilai
pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan. Penyuluhan ini memberikan
edukasi berupa definisi penyakit jantung koroner, faktor risiko pemicu terjadi penyakit
jantung koroner, gejala saat serangan, dan upaya preventif yang dapat dilakukan. untuk
mengukur pengetahuan dari masyarakat, peneliti menggunakan instrumen berupa
kuesioner yang diberikan sebelum dan sesudah edukasi penyakit jantung koroner. edukasi
ini akan mendorong terjadinya pembelajaran yang dapat menambah ilmu baru, sikap, dan
keterampilan, edukasi kesehatan akan membantu individu dan keluarga maupun
masyarakat dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal. pasien akan lebih banyak
tau tentang kesehatannya dan ingin terlibat aktif dalam pemeliharaan kesehatan mereka.

Hasil kuesioner dianalisis dengan SPSS dan didapatkan Nilai rerata (± SD)
pretest didapatkan skor sebesar 6,586 ± 3,145 sedangkan nilai rerata (± SD) post
test didapatkan skor sebesar 9,379 ± 1,115. Hasil analisis menggunakan
Wilcoxonsigned ranks test didapatkan nilai signifikansi sebesar p=0,000

3
(p<0,05). Artinya terdapat perbedaan yang bermakna dari skor pretest dan post test
dengan skor post test lebih besar dari pre test.

Konseling Farmasi untuk HIV/AIDS

HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan global karena jumlah kasus


HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Indonesia merupakan
negara yang mengalami peningkatan prevalensi HIV/AIDS. Sejak pertama kali
dijumpai kasus infeksi HIV di Indonesia pada tahun 1987 hingga September 2010
telah dilaporkan jumlah kumulatif kasus infeksi HIV sebanyak 55.848 dan kasus
AIDS sebanyak 31.598. Penatalaksanaan pada penderita HIV/AIDS meliputi
penatalaksanaan umum dan khusus. Penatalaksanaan umum mencakup istirahat
yang cukup guna meminimalkan kondisi hipermetabolik dan hiperkatabolik,
dukungan nutrisi berbasis mikro dan makronutrien yang optimal untuk
menghindari munculnya sindrom wasting, serta konseling yang memadai
merupakan formulasi dukungan psikobiologis dan psikososial terhadap penderita
HIV/AIDS untuk menanggulangi dampak psikososial. Sementara itu,
penatalaksanaan khusus mencakup pemberian terapi ARV (Anti Retro Viral)
secara kombinasi, penanggulangan infeksi oportunistik dan malignasi.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan konseling pada penderita
HIV/AIDS mengenai pengetahuan dan sikap penderita tentang pencegahan dan
penularan HIV/AIDS. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar responden post
konseling mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 60 %. Hal ini karena adanya
faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu faktor materi atau hal yang
dipelajari merupakan sesuatu yang baru, ikut menentukan proses dari hasil, faktor
lingkungan yang kurang kondusif, kondisi individual yang lemah dan cemas
sehingga dapat menurunkan daya tangkap dan ingatan. Di sisi lain, hasil
menunjukkan sebagian besar responden post konseling mempunyai sikap
favorable sebanyak 66% tentang pencegahan dan penularan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap, yakni: pengalaman pribadi, pengaruh orang
lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan
lembaga agama, pengaruh faktor emosional. Dapat disimpulkan, lebih dari

4
setengah penderita HIV/AIDS memiliki pengetahuan dan sikap tentang
pencegahan dan penularan HIV/AIDS.

Konseling Farmasi untuk Remaja

Konseling terkait obat antara lain kepatuhan minum obat, keinginan remaja
untuk mengetahui khasiat dan efek terapi dari pengobatan yang digunakan tentu
hal itu amatlah sulit. Oleh karena itu dibawah ini ada beberapa strategi konseling
apoteker kepada rema, antara lain (Kang M & Kim K , 2019; Sleath et al., 2003):

1. Mengoptimalkan berkomunikasi dengan remaja dan orang tua,


dengan memberikan pemahaman tentang obat, menyelidiki
kekhawatiran yang mereka miliki, bertanya mengenai prioritas
kualitas hidup, menawarkan dokter anak jika diperlukan, mendorong
remaja dan orang tua untuk bertanya mengenai pengobatan.

2. Otonomi remaja dalam menggunakan obat. Ada 4 prinsip yang


digunakan, antara lain:

● Remaja ingin tahu, apoteker dan penyedia layanan kesehatan


berkomunikasi langsung kepada remaja terkait obat.
● Minat remaja harus didorong, dengan mengajari cara bertanya
kepada orang tua, pengasuh, dan penyedia layanan kesehatan
tentang obat.
● Menegosiasikan transfer tanggung jawab untuk penggunaan obat,
dengan menghormati tanggung jawab orang tua dan status
kesehatan serta kemampuan remaja.
● Pendidikan obat harus mempertimbangkan apa yang remaja ingin
ketahui.

3. Memahami perkembangan kognitif remaja atau anak-anak, apoteker


dapat mendidik remaja tentang cara kerja obat, ke mana "pergi"
dalam tubuh, mengapa ada obat yang berbeda untuk penyakit yang
berbeda, efek samping, mengapa penting untuk minum obat, dan
mengapa mereka tidak boleh minum obat orang lain.

5
4. Memahami prinsip umum untuk berkomunikasi dengan remaja,
dengan cara meminta orang tua untuk meninggalkan ruangan agar
apoteker bias berkomunikasi secara pribadi dengan remaja, Remaja
sering merasa lebih nyaman berbicara tentang pengendalian
kelahiran dan penyakit menular seksual jika orang tua mereka tidak
ada, dan mereka perlu tahu bahwa apoteker tidak akan memberi tahu
orang tua mereka apa yang mereka katakan atau apa yang mereka
beli. Secara umum, apoteker dapat memberikan pesan-pesan
pendidikan remaja yang serupa dengan apa yang akan mereka
berikan kepada orang dewasa.

6
SOAL MCQ

1. Manfaat konseling bagi pasien adalah…

a. Kepatuhan pasien

b. Swamedikasi

c. Kebutuhan emosional

d. Memperoleh informasi tambahan

e. Semua benar

2. Pentingnya melakukan konseling HIV/AIDS adalah…..

a. Mengurangi stigma

b. Meningkatkan kekebalan tubuh

c. Mencegah kematian akibat HIV/AIDS

d. Dampak penyakit HIV/AIDS sangat kompleks, mencakup fisik,


psikologis, sosial dan spiritual

e. Memudahkan pengobatan AIDS

3. Untuk melakukan konseling, diperlukan kemampuan…..

a. Merasakan perasaan klien

b. Menasehati klien

c. Mendengar aktif

d. Memeriksa kesehatan klien

e. Menyampaikan saran-pendapat

4. Keterampilan mikro dari konseling adalah sebagai berikut, kecuali….

a. Kontak mata

b. Mengajukan pertanyaan terbuka dan tertutup

c. Refleksikan isi pikiran dan perasaan

d. Mendengarkan dengan aktif

7
e. Gunakan banyak rangsangan untuk merangsang klien berbicara

5. Untuk membangun relationship yang baik pad konseling HIV/AIDS,


berikut adalah yang diperlukan yaitu….

a. Respek

b. Empati

c. Membangun trust

d. Menekankan confidentiality

e. Semua benar

6. Pelayanan konseling pra testing, konseling post testing, dan testing


HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu
orang mengetahui status HIV disebut….

a. IDU

b. PMTCT

c. VCT

d. Konseling

e. CST

7. Tujuan konseling HIV adalah membantu setiap individu untuk


berperan mandiri dalam hidupnya menurut Depkes (2006), dijelaskan
tujuannya sebagai berikut, kecuali….

a. Menurunkan semangat untuk menjalani hidup sebagai ODHA

b. Membangun kemampuan untuk mengambil keputusan bijak

c. Membangun kemampuan untuk mengambil keputusan realistic

d. Mendiskusikan perilaku mereka dan mampu mengemban


konsekuensinya

e. Mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan tepat

8. Pemberiankonseling HIV merupakantugas yang dilakukan oleh


petugas kesehatan dimana pemberian konseling tidak hanya diberikan pada
pasien yang reaktif HIV pada bangsal rawat inap. Namun juga dianjurkan

8
pemberian konseling pada orang atau kelompok dengan criteria sebagai
berikut, kecuali….

a. Mereka yang sedang di tesuntuk HIV (sebelum dan sesudah tes)

b. Orang yang mempunyai masalah akibat infeksi HIV (pekerjaan,


perumahan, keuangan, keluarga, dan lain-lain) sebagai akibat
infeksi HIV

c. Orang yang tidak mencari pertolongan dan tidak memiliki


resiko tinggi terpapar dengan perilaku yang menyimpang

d. Orang yang sudah diketahui menderita AIDS atau terinfeksi HIV


dan keluarganya

e. Mereka yang sedang mencari pertolongan yang diakibatkan


perilako resiko yang lalu dan sekarang sedang merencanakan
masadepannya

9. Seorang laki-laki, dating keklinik konseling HIV ingin melakukan test


HIV dan ternyata hasil tes yang didapat reaktif HIV. Pasien cemas dan
menanyakan tentang penyakitnya yang berhubungan dengan perilaku sex dan
memiliki anak. Apakah intervensi yang teapat untuk kasus diatas…

a. Penyuluhan tentang demam

b. Memberikan edukasi tentang HIV (pengertian, Tanda gejala


yang akan terjadi, cara penularan dan mencegah penularan
pada bayi saat hamil)

c. Penyuluhan tentang diare

d. Demonstrasi cara menurunkan demam

e. Memberikan edukasi untuk melakukan perilaku sex seperti


biasanya

10. Layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan berkenaan dengan….

a. Pengembangan kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang


terganggu (KES-T)

b. Pengembangan pribadi

c. Pengembangan kehidupan sosial

9
d. Layanan penempatan penyaluran

e. Pengembangan kondisi kehidupan efektif sehari-hari (KES)

10
DAFTAR PUSTAKA

Kang M, Kim K. 2019. Prescribing for adolescents. Australian


Prescriber Volume 42 Nomor 1 Hal 20-23.

Sleath B, Bush P J, Pradel F G. 2003. Communicating with children


about medicines: A pharmacist’s perspective. Am J Health-Syst
Pharm Vol 60 Hal 604-607.

Vahani S, Hostanida C I. 2011. Pengetahuan dan Sikap Penderita


HIV/AIDS Post Konseling tentang Pencegahan dan Penularan.
Jurnal Kesehatan STIKES Cirebon.

Aristia, B. F. 2021. KONSELING PENYAKIT JANTUNG KORONER DAN


PEMERIKSAAN MEDIS DI DESA KAUFMAN KABUPATEN
MOJOKERTO. Journal of Community Service (JCS), 1(1), 1-5.

11
INFORMASI OBAT

RESUME JURNAL DAN MEMBUAT SOAL MCQ

Dosen Pengampu :
Apt. Elvina Triana Putri, M. Farm.,

Disusun Oleh :

Kelompok 5 (Kelas A)

1. Dewi Ismayanti 19330116


2. Nurjuliana Maulidia 19330121
3. Lusi Maharani 19330123
4. Sevia Martina 19330132
5. Dosmauli Nurita Simare-mare 20330749

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2022
SOAL MCQ.
1. Dibawah ini yang termasuk obat analgesic adalah…
A. Ibuprofen
B. Acarbose
C. Ctm
D. Dextromethorphan
E. Metformin
2. Yang merupakan dosis dari obat asam mefenamat adalah…
A. 200-400 mg
B. 300-900 mg
C. 500-1000 mg
D. 250 mg
E. 500 mg
3. Pasien yang memakai lithium harus menghindari penggunaan…
A. Ibuprofen
B. Paracetamol
C. Dekstrometorfan
D. duloxetine
E. venlafaxin
4. Sebutkan salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kepatuhan pengobatan
yang rendah di pasien depresi…
A. pasien harus dinasihati untuk menghindari obat OTC dengan efek antikolinergik
B. kurangnya informasi obat tentang reaksi merugikan dan pemberian obat jadwal
C. Perkembangan pasien
D. Pengobatan utama bagi pasien
E. Perkembangan pasien
5. Kegiatan konseling motivasi terhadap orang tua anak penderita kanker di Komunitas
Taufan dilakukan dengan…
a. Home Visit
b. Bangsal Visit
c. Support Visit
d. A dan C benar
e. Semua Benar
6. Hasil pelaksanaan konseling motivasi terhadap orang tua anak penderita kanker di
Komunitas Taufan, kecuali…
a. Bertambahnya wawasan.
b. Lebih ceria dan bersemangat.
c. Anak sembuh total dari kanker dengan cepat
d. Lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
e. Menambah erat ikatan kekeluarga.
7. Berikut ini yang bukan merupakan tanda keberhasilan terapi obat ARV pada pasien HIV-AIDs
adalah…
a. Terapi sekali saja seumur hidup
b. Kepatuhan minum obat yang tinggi
c. Peran apoteker sebagai konselor dan tenaga kesehatan
d. Karakteristik pasien dapat diarahkan
e. Efek samping kecil dan mudah ditangani
8. Berikut ini yang merupakan macam contoh obat ARV untuk penyakit HIV-AIDs, kecuali…
a. NRTI (Nucleeoside Reverse Transcriptase Inhibitors) Abacavir
b. PI (Protease Inhibitor) Atazanavir
c. IINSTIs (Integrase Strand Transfer inhibitors) Nevirapine
d. Entry Inhibitors Maraviroc
e. NSAID Celecoxib
9. Berikut adalah akomodasi masalah pendengaran pada disabilitas lansia, kecuali
a. Jangan berteriak
b. Identifikasi diri anda
c. Ucapkan dengan jelas
d. Bicaralah di sisi telingan yang baik
e. Hadapi orang secara langsung
10. Berikut adalah teknik/alat konseling geriatri, kecuali
a. Hadapi orang secara langsung
b. DPRS identitas
c. Riwayat penyakit terutama GI, hati dan ginjal
d. Rujuk pasien untuk bantuan sesuai kebutuhan
e. Menggunakan berbagai metode konseling
RESUME
 KONSELING INFORMASI OBAT PADA PASIEN REMAJA

Reviewer Lusi Maharani 19330123

Judul Konseling, Informasi, dan Edukasi Penggunaan Obat


Antinyeri pada Manajemen Penanganan Nyeri Dismenore
Remaja
Jurnal, volume, tahun, halaman Jurnal Abdidas Volume 3 Nomor 1 Tahun 2022 Halaman 23-33
Penulis Recta Olivia Umboro, Fitri Apriliany , Regina Pricilia Yunika
Latar belakang Pendidikan merupakan merupakan cara yang paling mudah dan
efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya kesehatan reproduksi bagi remaja.
Tersedianya informasi terkait menstruasi, segala permasalahannya
dan penanganan mandiri, khususnya dismenore menjadi hal yang
perlu untuk disosialisasikan, karena nyeri yang muncul bisa sangat
menggangu aktivitas dan produktivitas para remaja perempuan.
Sehingga remaja perempuan yang telah atau akan memasuki masa
pubertas menjadi tau terkait apa itu menstruasi dan mampu
mengatasi keluhan umum dismenore primer dengan melakukan
swamedikasi (pengobatan mandiri) menggunakan obat anti nyeri
sintetik maupun tradisional.
Tujuan Untuk mengedukasi remaja khususnya perempuan terkait
permasalahan kesehatan reproduksi dan manajemen penanganan
nyeri dismenore.
Metode penelitian Mekanisme konseling, informasi, edukasi, melalui media promosi
kesehatan berupa leaflet dan penyuluhan.
Hasil dan pembahasan Dari hasil tanya jawab dan konseling pada remaja perempuan
peserta KIE diketahui bahwa hampir dari peserta remaja perempuan
mengalami dismenore menjelang dan beberapa hari selama
mentruasi dengan derajat nyeri dari rendah sampai sedang.
Umumnya mereka mengatasi nyeri dengan mengkonsumsi ramuan
herbal seperti kunyit asem. Tidak banyak dari peserta yang berani
mengkonsumsi obat-obat anti nyeri selama mengalami dismenore,
karena sebagian dari mereka menganggap obat-obat tersebut akan
berbahaya bagi kesehatan reproduksinya.
Secara umum penangganan dismenore primer dapat dilakukan
dengan pemberian terapi farmakologi dan non farmakologi. Pada
terapi farmakologi dapat diberikan obat- obat analgetik atau anti
inflamasi non-steroid (NSAID) seperti paracetamol , aspirin,
ibuprofen, asam mefenamat.

 Dosisi paracetamol untuk nyeri haid: 500-1.000 mg atau


10–15 mg/kgBB.
 Dosis Aspirin sebagai Pereda Nyeri Haid : 300–900 mg.
 Dosis ibuprofen Untuk meredakan nyeri haid adalah 200–
400 mg.
 Dosis asam mefenamat untuk mengatasi nyeri haid adalah
: 500 mg.

Kesimpulan 1. Umumnya mereka mengatasi nyeri dengan


mengkonsumsi ramuan herbal seperti kunyit asem.
Diketahui bahwa hampir dari peserta remaja perempuan
mengalami dismenore.
2. Penanganan dismenore bisa dilakukan dengan pemberian
obat seperti paracetamol dengan dosis: 500-1.000 mg atau
10–15 mg/kgBB, Aspirin: 300–900 mg, Dosis ibuprofen
Untuk meredakan nyeri haid adalah 200–400 mg dan
Dosis asam mefenamat untuk mengatasi nyeri haid adalah
500 mg

Referensi http://abdidas.org/index.php/abdidas

 KONSELING INFORMASI OBAT PADA PASIEN KRITIS/KRONIS


Reviewer Dosmauli Nurita Simare-mare 20330749
Judul Konseling Motivasi Terhadap Orang Tua Anak Penderita Kanker
Jurnal Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, Konseling, dan Psikoterapi Islam Volume
5, Nomor 2, 2017, 185-202
Penulis Erni Fitria, Wiryo Setiana, Hajir Tajiri
Latar Belakang Kanker adalah jenis penyakit kronis dengan angka kematian yang cukup
tinggi. Pasalnya, penyakit ini sering kali tidak menimbukan gejala pada
tahap awal, sehingga baru terdeteksi ketika kanker sudah memasuki tahap
yang berat atau stadium lanjut. Penyakit kanker bisa menimpa siapa saja
termasuk anak-anak bahkan janin yang masih dalam kandungan. Selama
melewati masa sakit, anak-anak penderita kanker memerlukan dukungan
penuh, semangat dan kebutuhan dari orang terdekatnya yaitu orang tua.
Apabila dukungan orang tua kuat maka anak juga akan kuat dalam
menjalani pengobatan. Tapi sebaliknya, apabila orang tua terlihat sedih di
hadapan anak maka sang anak pun akan ikut sedih dan tidak mempunyai
semangat. Karena melihat banyaknya keluhan-keluhan dari orangtua
selama masa pengobatan sang anak, orang tua yang butuh sandaran dan
wadah untuk bercerita keluh kesah dan permasalahan yang ada. . Perlunya
layanan konseling dapat berfungsi sebagai wadah untuk orangtua dikala
tidak ada tempat untuk mencurahkan masalah yang dihadapi dan ingin
menyelesaikan masalah yang ada serta membantu dalam pengambilan
keputusan demi tercapainya tujuan pengobatan anak.
Tujuan Mengetahui proses pelaksanaan konseling motivasi terhadap orang tua
anak penderita kanker di Komunitas Taufan. Serta mengetahui faktor
pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan konseling motivasi
lalu untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan konseling motivasi tersebut.
Metode Penelitian Pendekatan kualitatif dengan observasi wawancara mendalam serta
dokumentasi.
Pembahasan dan Hasil Kegiatan konseling motivasi di Komunitas Taufan dilakukan dalam tiga
kegiatan yaitu:
Pertama, kegiatan Home Visit. Kegiatan ini adalah kunjungan ke rumah
pasien dalam periode rawat jalan yang bisa berlangsung lebih dari satu
tahun. Dalam masa pengobatan orang tua sudah mulai memahami dan
menerima tentang penyakit yang diderita anaknya. Dan sudah lebih sabar
dan tawakal karena kondisi anak sudah mulai membaik dan dokter
mengizinkan untuk pulang dilanjutkan berobat rawat jalan.
Kedua, kegaitan Support Visit. Kegiatan ini adalah kegiatan kunjungan
rutin ke rumah sakit dua kali seminggu, untuk menemui pasien lama dan
baru, memberikan dukungan moral, berbagi pengalaman dan juga
menyampaikan bantuan dari para donatur. Mereka berkumpul untuk
mendapatkan bantuan biasanya berupa kebutuhan dasar seperti Diapers,
Susu, Stroller dan kursi roda. Mereka juga diberikan suntikan semangat
oleh para relawan dengan menghibur serta berbagi cerita kepada relawan.
Ketiga, kegiatan Bangsal Visit. Kegiatan ini adalah kegiatan mengunjungi
pasien cilik dan keluarganya yang sedang menjalani rawat inap. Bersama
para relawan, kami bertukar cerita, bermain bersama dan berbagi tawa.
Kegiatan ini dilakukan dua sampai tiga minggu sekali yaitu pada jam jam
besuk rumah sakit jam 11.00 sampai jam 14.00.
Dilihat dari faktor pendukungnya, adanya respon yang positif dari para
orang tua akan adanya konseling motivasi ini ditandai dengan makin
banyaknya orang tua yang ingin bertemu langsung dengan Ibu Yani untuk
melakukan sesi curhat, Selain itu adanya sosial media yang semakin
canggih memudahkan bagi orang tua untuk bisa berkeluh kesah bila tidak
bisa bertatap muka langsung dengan Ibu Yani, Adanya izin dari pihak
rumah sakit akan setiap kegiatan yang dilakukan oleh Komunitas Taufan
khususnya tetap terlaksananya konseling motivasi.
Kemudian dilihat dari faktor penghambatnya, tidak adanya fasilitas
ruangan khusus dalam pelaksanaan konseling motivasi khususnya di dalam
kegiatan Support Visit dan Bangsal Visit, waktu yang terbilang singkat
untuk pelaksanaan konseling motivasi dibarengi dengan kegiatan
Komunitas Taufan lainnya seperti Support Visit dan Bangsal Visit, dan
masih adanya orang tua yang tidak sabar ingin bertemu langsung dengan
Ibu Yani untuk melakukan konseling.
Hasil pelaksanaan konseling motivasi terhadap orang tua anak penderita
kanker di Komunitas Taufan yaitu dapat membantu orang tua dalam
pemecahan masalah yang dihadapi, menambah wawasan orang tua dalam
masalah rumah sakit dan perawatan anak, lebih semangat dan ceria. Karena
konselor mendukung dengan memberikan suasana nyaman serta
kekeluargaan dan membuat orang tua lebih peka. Khususnya terhadap
lingkungan rumah sakit dengan saling membantu satu sama lain antar
orang tua yang merawat anaknya. Serta lebih erat hubungan
kekeluargaannya dengan anggota keluarga lainnya demi mendukung dan
berjuang bersama dalam merawat anaknya.
Kesimpulan Hasil pelaksanaan konseling motivasi terhadap orang tua anak penderita
kanker di Komunitas Taufan Kramat Jati Condet Jakarta Timur
bertambahnya wawasan, lebih ceria dan bersemangat, lebih peka terhadap
lingkungan sekitar dan menambah erat ikatan kekeluarga.
Saran Agar lebih efektif lagi sebaiknya bekerja sama dengan pihak Rumah Sakit
untuk membuat fasilitas ruangan khusus dalam pelaksanaan konseling
motivasi. Dan mengatur jadwal konseling tiap orang tua anak dengan
bergantian.
Referensi 851-Article Text-1416-1-10-20190624.pdf

 KONSELING INFORMASI OBAT PADA PASIEN PENYAKIT HIV/AIDS

Reviewer Dewi Ismayanti 19330116


Judul Gambaran Peran Apoteker sebagai Konselor dalam Pengobatan HIV-AIDS
pada Ibu dan Anak.
The Role of Pharmacist as a Counselor of HIV-AIDS Treatment on Mother and
Child.
Jurnal, Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, 229. 23816-11-2018,DOI:
Volume, https://doi.org/10.22435/mpk.v28i4.329
halaman, tahun
Penulis Rini Sasanti Handayani, Yuyun Yuniar, Andi Leny Susyanty, Heny Lestary dan
Sugiharti
Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)-Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) di dunia telah menyebabkan HIV-AIDS menjadi masalah global.
Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan salah
satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak. Menurut
estimasi Kementerian Kesehatan, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif
yang melahirkan di Indonesia. pada tahun 2013 pemerintah memberlakukan program
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), tetapi hasilnya belum optimal.
Berdasarkan estimasi baru 45% ibu hamil yang terinfeksi HIV telah menerima
obat Anti Retroviral (ARV) untuk mencegah transmisi HIV ke anaknya, meningkat
dari 35% pada tahun 2007 dan 10% pada tahun 2004.3 Pemberian ARV kepada ibu
selama hamil dan dilanjutkan selama menyusui adalah intervensi yang efektif untuk
kesehatan ibu dan juga mampu mengurangi risiko penularan HIV dan kematian bayi.
Ibu hamil dengan HIV-AIDS yang harus mengkonsumsi ARV seringkali mengalami
efek samping seperti mual, pigmentasi. Akibatnya mereka tidak patuh menjalani Anti
Retroviral Theraphy (ART).
Ketidakpatuhan ini dapat menimbulkan resistensi sehingga pengobatan
menjadi lebih sulit dan membutuhkan biaya yang lebih besar. Di Indonesia,
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan pedoman pelayanan kefarmasian dimana
apoteker bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupaN
pasien, layanan farmasi berperan penting dalam mendukung pasien melakukan
pengobatan. Bentuk pelayanan farmasi dapat berupa Pelayanan Informasi Obat (PIO),
konseling, dan visite.
Tujuan Menganalisis sejauh mana apoteker berperan sebagai konselor pengobatan HIV- AIDS
pada ibu dan anak. Data diambil dari dua penelitian kualitatif yaitu penelitian Studi
Implementasi Layanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) pada
Rumah Sakit Rujukan HIV-AIDS di Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 dan Penelitian
Akses Pengobatan HIV/AIDS dan Infeksi Oportunistik pada Anak di Sepuluh
Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2015.
Metode Dengan penelitian secara kualitatif yaitu mengumpulkan data, yang dilakukan dengan
Penelitian cara wawancara secara mendalam dengan apoteker dan dokter yang menangani ibu
hamil dan anak dengan HIV-AIDS. Analisis data dengan tri angulasi dan analisis
konten. Dan apakah peran tenaga ksehatan seperti apoteker dilibatkan sebagai konselor
obat dan dukungan dari pihak manajemen RS, sehingga apoteker dapat berperan
sebagai konselor sebagai salah satu bentuk pelayanan kefarmasian sesuai standar yang
telah ditetapkan pemerintah.
Hasil dan Hasil penelitian menunjukkan PIO yang diberikan oleh apoteker masih belum
Pembahasan komprehensif, meskipun dalam Kelompok Kerja (POKJA) HIV-AIDS di RS apoteker
seharusnya berperan dalam pengelolaan persediaan ARV dan obat pendukung lainnya,
pemberian informasi dan konseling obat serta pemantauan kepatuhan terapi. Hasil
penelitian ini menunjukkan peran apoteker masih terfokus pada “drugs supplier” belum
pada “pharmaceutical care”. Hasil wawancara mendalam dengan apoteker
menunjukkan mereka belum dapat melakukan PIO karena kurangnya sumber daya
manusia (SDM), dan waktu tersita untuk melakukan manajemen obat khususnya
“drugs supply”.
Hasil studi yang dilakukan Horberg et al17 tentang dampak apoteker dalam
system pelayanan kesehatan komprehensif di Amerika Utara (California) menyebutkan
± 47% dari 1.571 pasien yang mendapat konseling dari apoteker mengalami penurunan
viral load lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan konseling.
Pelayanan kefarmasian berupa konseling oleh apoteker kepada pasien HIV-AIDS ibu
dan anak juga belum banyak dilakukan, hanya ada satu RS sampel yang apotekernya
telah melakukan konseling yang cukup komprehensif sesuai Standar Pelayanan
Kefarmasian di RS yang meliputi hal-hal berikut: menjalin komunikasi dengan pasien
atau orangtua/wali pasien, mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang
penggunaan obat melalui ‘Three Prime Questions”, menggali informasi lebih lanjut
dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah
penggunaan obat, memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
pengunaan obat dan melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman
pasien dan dokumentasi.
Pemantauan kepatuhan terapi berhubungan dengan karakteristik pasien dapat
dilakukan dengan peran apoteker sangat penting diantaranya dalam menyederhanakan
paduan obat dengan kombinasi-dosis-tetap (FDC) untuk menjamin kepatuhan minum
obat, menjamin ketersediaan obat ARV - FDC,formulasi ARV pediatrik, dan obat-obat
IO.menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat pasien mengambil obat kembali;
melakukan wawancara kepada pasien atau keluarganya, berapa kali dalam sebulan
pasien tidak minum obat; membuat kartu monitoring penggunaan obat; memberi
perhatian kepada kelompok wanita hamil yang harus menjalani ART karena pada
umumnya tingkat kepatuhan rendah. Hal ini disebabkan karena adanya rasa mual dan
muntah pada saat kehamilan dan menjadi lebih berat karena efek samping obat; dan
memberi perhatian kepada kelompok anak-anak untuk meningkatkan kepatuhan dalam
ART.
Kesimpulan Keberhasilan pengobatan HIV-AIDS sangat tergantung kerja sama pasien
dengan tim tenaga kesehatan yaitu dokter, perawat dan apoteker. ART merupakan
terapi jangka panjang dan diperlukan tingkat kepatuhan yang tinggi, untuk
mendapatkan keberhasilan terapi. Ketidakpatuhan terhadap ART akan menimbulkan
resistensi. Untuk mendapatkan respon penekanan jumlah virus sebesar 85% diperlukan
kepatuhan penggunaan obat 90-95%. Oleh karena itu peran apoteker sebagai konselor
perlu ditingkatkan karena keberhasilan pengobatan sangat tergantung keberhasilan
kolaborasi dokter, perawat, dan apoteker. Agar apoteker dapat lebih berperan maka
perlu mendapatkan pelatihan tentang pengobatan HIV-AIDS.
Referensi Rini Sasanti Handayani, Yuyun Yuniar, Andi Leny Susyanty, Heny Lestary dan
Sugiharti. Gambaran Peran Apoteker sebagai Konselor dalam Pengobatan HIV-AIDS
pada Ibu dan Anak. Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, Jakarta.

 KONSELING INFORMASI OBAT PADA PASIEN GANGGUAN MENTAL

Reviewer Sevia martina (19330132)


Judul Konseling gangguan mental
Latar Belakang Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) adalah kelas antidepresan
yang umum diresepkan. Meskipun aman, perkembangan sindrom
serotonin menjadi perhatian serius bila digunakan dengan agen
serotonergik lainnya.

Hasil dan pembahasan Dalam survei terhadap lebih dari 2.000 orang dewasa, 53% dari
mereka dengan gejala depresi menggunakan pengobatan
komplementer dan alternatif (CAM), terutama St. John's wort dan 5
Hydroxytryptophan.5 Suplemen lain seperti valerian, kava,
melatonin, dan lemak omega-3 asam sering digunakan oleh individu
dengan masalah kesehatan mental.
Pasien dengan depresi lebih mungkin untuk merokok daripada
mereka yang tidak depresi (29% vs 19%).4 Temuan ini juga telah
diidentifikasi dengan gangguan bipolar dan skizofrenia. Berbagai
pendekatan (misalnya, terapi penggantian nikotin) tersedia OTC dan
harus didiskusikan
Kesimpulan Beri tahu pasien bahwa suplemen tidak diatur dengan baik, mungkin
tidak lebih aman daripada obat yang diresepkan, dan tidak boleh
menggantikan terapi resep.
Anjurkan pasien dengan gangguan bipolar bersamaan dan hipertensi
untuk mempertahankan asupan natrium dan cairan yang memadai.

 KONSELING PADA PASIEN LANSIA

Reviewer Nurjuliana Maulidia (19330121)


Judul Konseling pada pasien lansia
Latar belakang Menjadi tua adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Saat
memasuki periode lansia, menjadi seseorang yang lebih berarti dalam
hidup tampaknya sangat penting. Lansia akan menghadapi berbagai
persoalan yang terkait dengan beberapa perubahan yang dialami
lansia, yaitu perubahan dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial.
Hal tersebut akan menimbulkan berbagai dampak bagi lansia, salah
satunya ialah perasaan tidak bermakna dalam hidup yang dapat
menyebabkan terjadinya gejala fisik. Subjek ialah lansia yang
mengalami ketidakbermaknaan hidup dan berdampak pada gejala
fisik.
Hasil dan pembahasan Dalam survei terhadap 70 orang pasien, dalam jenis masalah yang
diidentifikasi pengetahuan obat yang tidak memadai diperoleh hasil
25,5%, ketidakpatuhan 22,7%, penggunaan obat yang tidak tepat
17,4%, komunikasi yang tidak memadai dengan kesehatan 12,5%
masalah terkait dengan obat-obat lain 21,9%, total masalah yang
diidentifikasi yaitu 392. Pada jenis masalah ubah penggunaan obat
diperoleh yaitu 35,9%, tingkatkan perilaku kepatuhan 18,1%, tingkat
komunikasi dengan profesional kesehatan 18,1%, tindakan
pencegahan atau efek samping obat 11,7%, informasi obat lain-lain
8,7%, berbagai perubahan perilaku 3,7%, informasi lain lain 3,8% ,
total rekomendasi yang diberikan adalah 437.

Kesimpulan Dari hasil penelitian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa


konseling logoterapi dapat meningkatkan kebermaknaan hidup pada
lan- sia melalui empat tahapan dalam konseling yaitu mengambil jarak
atas gejala,modifikasi sikap, pengurangan gejala, serta orientasi
terhadap makna. Hambatan yang. telah dikemukakan dapat menjadi
pertimba ngan dan perbaikan bagi penelitian selanjut nya. Peneliti
selanjutnya disarankan untuk memonitor perkembangan subjek setelah
tin dak lanjut guna mengetahui seberapa jauh efek konselingterhadap
subjek serta melibatkan keluarga sebagai orang-orang ter dekat subjek
guna memberikan dukungan ter hadap perubahan subjek ke arah lebih
baik.
TUGAS KELOMPOK RESUME & MCQ
INFORMASI OBAT

Dosen Pengampu :
Apt. Elvina Triana Putri, M.Farm

Kelompok 8
Kelas A
Disusun Oleh :
Reza Pramuji 19330025
Vattrik Aldiansah 19330107
Devi Erstriani 19330115
Rohman Wakid 19330122
Angela Fransisca COS 19330124

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2022
RESUME PADA PASIEN
CHRONIC ILLNESS
Konseling pasien atau kebutuhan yang berkembang pada penyakit kronis. Tidak seperti
penyakit akut dimana pasien dirawat di pusat perawatan rawat jalan atau di rumah sakit untuk
waktu yang singkat, sedangkan penyakit kronis memerlukan rawat inap di rumah sakit,
pemantauan diri, tindak lanjut, terapi obat seumur hidup, tindakan non farmakologis dan
beberapa modifikasi gaya hidup. Pemahaman pasien tentang penyakitnya sangatlah penting
dalan manajemen penyakit kronis. Konseling pasien yang efektif membuat pasien memahami
penyakitnya, modifikasi gaya hidup yang diperlukan dan farmakoterapi dengan cara yang lebih
baik dengan demikian meningkatkan kepatuhan pasien.
Saat memberikan konseling pengobataan kepada pasien dengan penyakit kronis,
Apoteker harus peka terhadap beragam tantangan yang dihadapi pasien. Untuk pasien dengan
penyakit kronis, rumah adalah pusat pengelolaan penyakit dan pasien. Karena penyakit kronis
bergerak melalui fase yang berbeda dan fase penyakit ini memerlukan berbagai jenis strategi
pengelolaan, pasien ini terutama memperhatikan kualitas hidup maka dari itu berikut
persyaratan seorang apoteker dalam memberikan konseling pada penyakit kronis:
a) Apoteker harus memiliki tanggung jawab besar dalam konseling pasien dengan penyakit
kronis
b) Apoteker harus memiliki pengetahuan yang memadai dan luas terhadap penyakit tersebut
c) Apoteker harus bisa menjadi komunikator yang efektif, memanfaatkan keterampilan
komunikasi verbal dan non-verbal.
Berikut ini cara konseling pada beberapa penyakit kronis:
1. Hipertensi
 Penyakit hipertensi jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan dampak buruk yang
sangat besar pada kualitas hidu. Jadi penatalaksanaan hipertensi memerlukan metode
nonfarmakologis dan farmakologis.
 Tindakan non-farmakologis yaitu dalam banyak kasus pengobatan nonfarmakologis
saja mungkin cukup dalam pengobatan hipertensi.
 Seorang apoteker dapat menasihati pasien mengenai penurunan berat badan dan
olahraga teratur, pembatasan natrium dan kalori, pembatasan lemak jenuh dan
peningkatan asupan serat makanan, pembatasan asupan alcohol, berhenti merokok,
hati-hati saat menggunakan obat flu yang mengandung simpatomimetik, dan
pemantauan diri terhadap darah.
2. Diabetes
Diabetes adalah penyakit kronis dengan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein yang
berubah (Kapur et al., 1998). Komplikasi kronis diabetes diketahui mempengaruhi kualitas
hidup pasien diabetes. Berbagai faktor seperti pemahaman pasien tentang penyakit mereka,
faktor sosial ekonomi, pengaturan diet, pemantauan glukosa darah sendiri diketahui sangat
penting dalam manajemen penyakit diabetes. Karena perluasan yang cepat dari agen terapeutik
yang tersedia untuk mengobati diabetes, peran apoteker dalam merawat pasien dengan diabetes
telah berkembang. Apoteker dapat mendidik pasien tentang penggunaan obat yang tepat,
menyaring interaksi obat, menjelaskan perangkat pemantauan, dan membuat rekomendasi
untuk produk dan layanan tambahan. Beberapa tindakan nonfarmakologis dan farmakologis.
3. Penyakit Jantung Koroner
Seperti penyakit kronis lainnya, tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi mortalitas,
morbiditas dan penurunan kualitas hidup yang terkait. Seorang apoteker dapat berperan aktif
dalam pengelolaan penyakit kronis ini dalam beberapa cara. Pendekatan nonfarmakologis yaitu
Apoteker dapat memberikan gambaran tentang diabetes, stres dan penyesuaian psikososial,
keterlibatan keluarga dan dukungan sosial, nutrisi, olahraga dan aktivitas, pemantauan dan
penggunaan hasil, hubungan antara nutrisi, olahraga, pengobatan, dan glukosa darah. tingkat.
Nasihat mengenai pencegahan, deteksi dan pengobatan komplikasi akut/kronis, perawatan
kaki, kulit dan gigi, strategi perubahan perilaku, penetapan tujuan, pengurangan faktor risiko,
dan pemecahan masalah, prakonsepsi, manajemen kehamilan dan nifas.
4. Epilepsi
Penatalaksanaan pasien epilepsi tergantung pada tingkat keparahan dan patogenesis kondisi
tersebut. Kepatuhan yang ketat terhadap pengobatan membentuk landasan pengobatan.
Kegagalan untuk mematuhi rejimen pengobatan menyebabkan peningkatan kekambuhan
kejang. Kejang yang tidak terkontrol dengan baik meningkatkan kemungkinan masuk rumah
sakit, yang meningkatkan biaya perawatan kesehatan. Biaya tidak langsung yang terkait dengan
kekambuhan kejang termasuk cedera yang ditimbulkan pada diri sendiri dan orang lain,
kehilangan pekerjaan, dan hilangnya manfaat asuransi kesehatan, serta biaya sosial (misalnya,
kehilangan hari kerja) Apoteker dapat berkontribusi secara signifikan dalam penyakit ini.
Tindakan nonfarmakologis yaitu, meliputi tindak lanjut rutin, menghindari kurang tidur, dan
menghindari obat OTC (Over The Counter), kegiatan menghilangkan stres, konseling
psikososial dll.
5. Asthma
Asma adalah kondisi kronis yang membutuhkan terapi obat seumur hidup.Apoteker dapat
berperan aktif dalam konseling pasien mengenai pemantauan diri terapi obat, modifikasi gaya
hidup lainnya dan penggunaan bentuk sediaan khusus seperti inhaler dosis terukur, inhaler
bubuk kering, dan spacer. Tindakan non-farmakologis yaitu tindakan keamanan saat bepergian,
penggunaan obat-obatan profilaksis sebelum berolahraga, menghindari alergen, dan berhenti
merokok.
Tekhnik dalam memberikan konseling yaitu:
 Tahap pertama: dalam memberikan konseling yaitu:Tahap kedua: pertukaran informasi
obat yaitu di mana apoteker menjawab pertanyaan dan memberikan informasi rinci
yang disesuaikan dengan situasi pasien.
 Tahap ketiga: pendidikan pengobatan yaitu di mana apoteker memberikan informasi
yang komprehensif mengenai penggunaan obat yang tepat dalam pengalaman belajar
interaktif kolaboratif.
 Tahap keempat: konseling pengobatan yaitu di mana apoteker dan pasien berdiskusi
secara rinci dengan maksud untuk memberikan bimbingan kepada pasien yang
meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan membantu pengelolaan kondisi
medis yang tepat dan penggunaan obat yang efektif.

Sumber : PPT Konseling farmasi dengan berbagai situasi pasien


RESUME KONSELING PADA
PASIEN DENGAN HIV/AIDS

Konseling HIV/Aids adalah konseling yang secara khusus memberikan perhatian


terhadap permasalahan yang berkaitan dengan infeksi terhadap virus HIV/Aids, baik
terhadap orang dengan HIV/Aids atau Odha, maupun terhadap lingkungan yang
terpengaruh. Tujuan dari Konseling HIV/Aids adalah adanya perubahan perilaku bagi
orang yang terinfeksi HIV/Aids dan adanya dukungan sosial dan psikologis kepada Odha
dan keluarganya sehingga dapat mencegah dan penularan infeksi virus HIV/Aids.
Konseling HIV/Aids biasanya dilakukan sebanyak dua kali dalam melakukan uji
Tes HIV, yaitu: sebelum tes (Pra-test) dan sesudah tes (Pasca-test) HIV/Aids. Selama
proses konseling berlangsung biasanya ada beberapa topik yang akan dibicarakan, yaitu:
(a) mengidentifikasi perilaku yang beresiko tertular HIV/Aids, (b) membantu membuat
keputusan untuk mengubah perilaku itu dan mengantikan perilaku-perilaku yang beresiko
lebih rendah/aman dan mempertahankan perilaku tersebut, dan (c) membantu menyadarkan
klien untuk mengambil keputusan sendiri melakukan uji tes HIV/Aids dengan membuat
suatu pernyataan persetujuan (Imformed Consent) tampa paksaan dan bersifat rahasia
(Confidentiality).
Menurut Kurniawan Rachmadi, 2010 (Supervisor Pendidikan, Pelatihan, dan
Penelitian UPT HIV RSCM), yaitu: Apabila klien memutuskan untuk memeriksakan diri,
maka ia perlu disiapkan untuk menghadapi hasil yang akan diterimanya. Ada tiga
kemungkinan hasil yang akan terjadi, yaitu sebagai berikut:
a) Hasil Tes Negatif dan bukan dalam periode Jendela.
Jelaskan bahwa ini bukan berarti bebas dari HIV seumur hidup hingga bebas
melakukan apapun.
Andaikata ada perilaku berisiko tinggi, maka perlu mengubah perilaku tersebut,
menjadi lebih aman dan dipertahankan seumur hidup yang sesuai dengan pilihan
A (Abstinence), pilihan B (Be Faitful), dan pilihan C (Condom) atau kombinasi
demi pencegahan HIV.
b) Hasil Tes Negatif dalam periode Jendela
Perlu mengulangi tes untuk tiga bulan kemudian, untuk kepastian status infeksi
virus HIV-nya.
Sudah harus mengubah perilaku beresiko tinggi, yang sesuai dengan pilihan A, B,
C atau kombinasinya.
c) Hasil Tes Positif
Perhatikan reaksi klien saat menerima hasil tes, konselor perlu berempati.
Jelaskan hasil yang positif, bukan berarti fatal atau mati.
Memberikan suatu rujukan untuk dukungan dan pengobatan.
Memberikan suatu jaminan kerahasiaan klien yang terinfeksi virus HIV.
Menyadarkan klien untuk memberitahukan kepada pasangan hidupnya.
Mengubah perilaku beresiko tinggi berdasarkan pilihan A, B, C atau
kombinasinya.
Konseling HIV / AIDS dikenal sebagai mendidik pasien untuk mengendalikan,
mencegah dan mengelola sendiri HIV / AIDS, membantu pasien untuk penggunaan obat
yang tepat untuk membuat keputusan yang tepat, untuk hidup lebih baik dengan tantangan
hidup, menjalani kehidupan yang positif dan mencegah lebih lanjut penularan HIV
 Tujuan Pelaksanaan Layanan Profesional Konseling HIV/Aids
Tujuan dari Konseling HIV/Aids adalah adanya perubahan perilaku bagi orang yang
terinfeksi HIV/Aids dan adanya dukungan sosial dan psikologis kepada Odha dan
keluarganya sehingga dapat mencegah dan penularan infeksi virus HIV/Aids.
Pertama, tujuan jangka pendek. Program-program pencegahan dan penanggulangan
HIV/Aids memerlukan pertimbangan keagamaan, adat istiadat, dan norma-norma
masyarakat yang berlaku disamping pertimbangan kesehatan. Penularan dan
penyebaran virus HIV/Aids sangat berhubungan dengan perilaku beresiko, oleh karena
itu penanggulangan harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
perilaku tersebut. Perlu adanya kesediaan model layanan konseling yang komprehensif
kepada masyarakat bagi yang belum terjangkit HIV/Aids agar tumbuh kesadaran tidak
melakukan perbuatan beresiko melalui program-program pencegahan HIV/Aids yang
efektif dan memiliki jangkauan layanan yang semakin luas dan program-program
pengobatan, perawatan dan dukungan yang komprehensif bagi Odha untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Orang yang terinfeksi HIV dapat saling bertukar
informasi dan pengalamannya dengan didampingi oleh konselor yang ahli HIV/Aids
untuk menemukan solusi yang tepat untuk tetap berobat agar jumlah CD4 tetap berada
di zona yang aman. Konselor memiliki peran yang sangat penting mengubah pesan
pencegahan untuk memfokuskan pada orang yang menderita HIV positif orang yang
tahu lebih baik dari pada siap-pun betapa penting mencegah penularan dan mereka
harus memikul tanggungjawab paling besar untuk tidak menyebarkan infeksi HIV ini
kepada siapa-pun.
Kedua, tujuan jangka menengah. Setelah menerima perlakuan dengan model ini
diharapkan orang yang terinfeksi HIV positif untuk bisa memastikan Anda tidak pernah
menulari siapa-pun, termasuk pasangan anda yang negatif. “Infeksi ini berhenti pada
diri saya” adalah kata-kata yang seharusnya menjadi pegangan klien (Odha). Tentu saja,
orang dewasa yang HIV negatif harus waspada mengenai risikonya dan harus
melindungi diri sendiri juga. Merupakan kewajiban moral pasangan yang positif HIV
untuk tidak bekerja sama dengan tingkah laku merusak diri seperti itu, untuk
memastikan bahwa HIV mereka tidak pernah menyebar. “Setiap orang
bertanggungjawab atas dirinya sendiri” bukan falsafah yang memajukan dunia yang
kita inginkan. Kita hidup bermasyarakat dan harus saling mengawasi. Mengembangkan
dan meningkatkan kemitraan antara lembaga pemerintah, sekolah/kampus, sektor
swasta dan dunia usaha, organisasi profesi, dan mitra internasional di pusat dan di
daerah untuk meningkatkan espon nasional terhadap pencegahan HIV/Aids.
Ketiga, tujuan jangka panjang. Perlakuan model layanan profesional konseling
HIV/Aids ini berupaya membantu orang yang menderita Aids (ingat setiap orang yang
menderita Aids pasti terinfeksi HIV, namun tidak semua orang dengan infeksi HIV
menderita Aids). Diharapkan orang yang terinfeksi Aids dapat diberikan pengarahan
awal (advancedirectives) yang berbicara mengenai kematian dan prosesnya dan
membantu klien untuk membuat keputusan di akhir kehidupannya. Menganjurkan
kepada klien, teman-teman, dan anggota keluarganya untuk membuat rencana dan
mendiskusikan keinginan klien mengenai kematian dan prosesnya dengan orang-orang
yang penting bagi klien. Waktu yang paling baik untuk memikirkan hal ini dalam proses
konseling adalah ketika klien sedang sehat dan tidak mempunyai rencana dalam waktu
dekat untuk meninggalkan dunia ini.
 Strategi Penanggulangan dan Pencegahan HIV/Aids
Ada tiga strategi upaya penanggulangan dan pencegahan penularan HIV/Aids sebagaimana
disampaikan pada Konfrensi Internasioanal Aids Mexico pada Agustus 2008 dan Kongres
sedunia Ilmu Penyakit Dalam di Buenos Aires pada September 2008 (Pokdisus: Blog resmi
UPT HIV RSCM), yaitu: Pertama upaya Biomedik, seperti tersedianya obat Antiretroviral
(ARV), Sunat/Sirkumsisi, Kondom, PMCT, dan pengobatan PMS (Penyakit Menular
Seks); Kedua upaya Struktural, seperti masalah Ekonomi, Budaya, Hukum, Pendidikan dan
Kesetaraan Gender; Ketiga upaya adanya Perubahan Perilaku yaitu: perlunya Layanan
Profesional Konseling HIV/Aids berbasis Front-End Analysis. Model ini diharapkan dapat
bermanfaat dalam memecahkan masalah orang dengan HIV/Aids (Odha) yang mengalami
tekanan mental akibat dari dampak sosial di masyarakat, setidaknya untuk diuji cobakan.
 Kepatuhan
Kepatuhan pengobatan pasien adalah alat penting lainnya untuk mengevaluasi efek
konseling pasien, selain itu pengetahuan adalah komponen kunci dari program
pengurangan risiko HIV intervensi sering menggunakan penilaian pengetahuan untuk
memandu kurikulum pendidikan dan untuk memberikan umpan balik. Sehingga kedua
pengukuran kepatuhan pengobatan dan penilaian pengetahuan dapat digunakan untuk
mengevaluasi dampak pemeriksaan apoteker terhadap konseling pasien
 Tidak Kepatuhan Terapi Anti Retroviral
Tampaknya berhubungan dengan pasien, dan termasuk penyakit mental (terutama depresi
yang tidak diobati), perumahan yang tidak stabil, penyalahgunaan zat aktif, dan krisis
kehidupan yang besar.
Beberapa pasien menghentikan atau mengurangi dosis obat antiretroviral karena efek
sampingnya.
Faktor lain yang telah terbukti mempengaruhi kepatuhan secara negatif termasuk
frekuensi pemberian obat yang tidak nyaman, pembatasan diet, dan beban pil.
 Konseling juga menilai pengetahuan pasien tentang infeksi HIV dan pengobatannya dan
mendidik pasien tentang patofisiologi dan riwayat alami infeksi HIV dan perkembangan ke
AIDS, tujuan terapi, mekanisme aksi, dan durasi terapi obat antiretroviral, potensi efek
samping dari dan interaksi dengan terapi obat antiretroviral dan cara untuk mengelola efek
samping, konsep resistensi obat dan pentingnya kepatuhan rejimen terapi; pemantauan
laboratorium terhadap respons terapeutik terhadap strategi terapi terapi obat antiretroviral
untuk mengatasi kegagalan terapi.

Sumber : Adhiputra, Anak Agung Ngurah.2018. HIV/AIDS : Model Layanan Profesional


Konseling Berbasis Front End Analysis. Yogyakarta: Psikosain
RESUME JURNAL ABIDAS

Konseling Pada Remaja

Konseling, Informasi, dan Edukasi Penggunaan Obat Antinyeri pada Manajemen Penanganan

Nyeri Dismenore Remaja

Masa remaja merupakan salah satu masa yang penting dalam siklus hidup manusia
dimanna perubahan fisik, sosial dan psikologis untuk usia remaja saat ini sangat ingin tahu
akan resiko penasaran yang tinggi dsn tanpa memperhatikan resiko yang sangat tinggi pada
tingkah lakunya. Masa pubertas dimana proses pertumbuhan seksual dan fisik seseorang serta
matangnya reproduksi pada seorang pubertas perempuan.

Pada masa remaja ditandai dengan hadirnya pubertas. Pubertas merupakan masa awal
pematangan seksual, yaitu suatu periode di mana seorang anak mengalami perubahan fisik,
hormonal dan seksual, serta mampu mengadakan proses reproduksi. Pubertas berhubungan
dengan pertumbuhan yang pesat dan timbulnya ciri-ciri seksual sekunder. Pada remaja
perempuan, pubertas ditandai dengan secara periodik mengalami peristiwa reproduksi yaitu
menstruasi.

Setiap perempuan memiliki pengalaman menstruasi yang berbeda-beda, dimana


beberapa perempuan mendapatkan menstruasinya tanpa keluhan, namun tidak sedikit dari
mereka yang mengalami periode menstruasinya disertai disertai dengan keluhan sehingga
menyebabkan rasa ketidaknyaman dan terkadang mengganggu aktifitas. Umumnya menstruasi
terjadi pada rentang usia 9-12 tahun, namun ada sebagian remaja perempuan yang mengalami
menstruasi lebih lambat yaitu pada rentang usia 13-15 tahun. Kondisi remaja yang sudah
mengalami menstruasi secara emosional akan mengalami ketidak stabilan, hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor hormon yang mempengaruh

Dismonere adalah nyeri perut dibagian bawah perut tetapi dapat menyebar ke punggung
bagian bawah, atas, samping dan lainnya dismonere merupakan masalah gangguan ginekolog
yang disertai masalah pada saluran pencernaan yang sangat serius.

Intensitas nyeri menurut Multidimensional Scoring of Andersch and Milsom


mengklasifikasikan nyeri dismenore sebagai berikut :

A. Dismenore ringan didefinisikan sebagai nyeri haid tanpa adanya pembatasan aktifitas,
tidak diperlukan penggunaan analgetik dan tidak ada keluhan sistemik.
B. Dismenore sedang didefinisikan sebagai nyeri haid yang memengaruhi aktifitas sehari-
hari, dengan kebutuhan analgetik untuk menghilangkan rasa sakit dan terdapat
beberapa keluhan sistemik.
C. Dismenore berat didefinisikan sebagai nyeri haid dengan keterbatasan parah pada
aktifitas sehari-hari, respon analgetik untuk menghilangkan rasa sakit minimal, dan
adanya keluhan sistemik seperti muntah, pingsan dan lain sebagainya.

Kegiatan pengabdian masyarakat, merupakan salah faktor dari program tridarman pada
perguruan tinggi, dan kewajiban oleh fakultas kesehatan univeristas burninogara dan kegiatan
ini dilaksanakan pada tanggal 9 september 2021 dengan melakukan kerjasama pada mitra
sekolah menengah atas untuk kegiatan sasaran mengunakan subjek perempuan sebagai salah
satu dengan melihat peran pada subjek perempuan yang sedang mengalami menstruasi.

Penyampaian informasi ini berdasarkan promosi dengan memenuhi target dengan masalah
yang terjadi selain memberikan informasi tentang bahayanya dismonere penyuluhannnya ini
dilakukan dengan pemberian obat pada para remaja dan fakultas kesehatan universita bumigora
dalam memberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab dengan menerpakan kegiatan
konseling sebagai salah satu tujuan hasil yang nyata.

Pada remaja KIE diketahui para peserta para remaja perempuan mengalami penyakit
dismenore menjelang serta beberapa serta atas nyeri sakitnya mereka meminum kunyit herbal
dalam mengobati penyakitnya dengan ramuan kunyit asem sebagai obat dan untuk pada obat
dismenore banyak perempuan yang takut untuk meminum obatnya karena akan takut dan
membahayakan kesehatan reproduksi pada perempuan

Anggapan terhadap obat ini masih karena banyak pandangan salah pada obat dan harus bisa
meneapkan beberapa metode untuk terhadap perempuan agar mau untuk meminum obat serta
obat ini sendiri akan berbahaya dan harus bisa menerpakan metode penyuluhan.

Pads kesempatan ini peserta diberikan kesempataj untuk bisa mengetahui atas kegunaan
obat dan para peserta ini diajak diskusi terhadap manfaat obat dan tidak berbahaya pada peserta
dengan menghilangkan anggapan kuno bahwa obat Ini berbahaya.

Sumber : Wulandari, P., & Kustriyani, M. (2019). Upaya Cara Mengatasi Disminore pada
Remaja Putri. Jurnal Peduli Masyarakat, 1(1), 23–30.
10 soal MCQ dari materi diatas!

1. Konseling pasien yang efektif meliputi…


A. Pasien tentang penyakitnya sangatlah penting dalan manajemen penyakit kronis.
B. Pasien dengan penyakit kronis, Apoteker harus peka terhadap beragam tantangan
yang dihadapi pasien.
C. Pasien dirawat di pusat perawatan rawat jalan atau di rumah sakit untuk waktu yang
singkat
D. Pasien tentang penggunaan obat yang tepat, menyaring interaksi obat.
E. Pasien memahami penyakitnya, modifikasi gaya hidup yang diperlukan dan
farmakoterapi dengan cara yang lebih baik dengan demikian meningkatkan
kepatuhan pasien.
2. Penyakit diabetes, sebagai salah satu penyakit yang ditandai oleh perubahan secara progresif
dari jaringan yang digolongkan sebagai penyakit…
A. Tropik
B. Empirik
C. Kronik
D. Menular
E. Degeneratif
3. Konseling pada penyakit HIV/Aids biasanya dilakukan sebanyak dua kali dalam melakukan
uji Tes HIV yaitu…
A. Sebelum test (Pra-test) dan Sesudah test (Pasca-test)
B. Sebelum test (Informed test) dan Sesudah test (Pre-test)
C. Sebelum test (Pra-test) dan Sesudah test (Post-test)
D. Sebelum test (Negative test) dan Sesudah test (Positif test)
E. Sesudah test (Pre-test) dan Sebelum test (Informed test)
4. Umumnya menstruasi pertama kali yang terjadi pada remaja pada saat usia…
A. 8-14 tahun
B. 8-13 tahun
C. 8-12 tahun
D. 9-12 tahun
E. 11-15 tahun
5. Dismonere adalah…
A. Nyeri kepala
B. Nyeri perut
C. Nyeri pinggang
D. Nyeri hati
E. Nyeri lutut
6. Tahap ketiga dalam memberikan konseling pada penyakit asma…
A. Pendidikan pengobatan yaitu di mana apoteker memberikan informasi yang
komprehensif mengenai penggunaan obat yang tepat dalam pengalaman belajar
interaktif kolaboratif.
B. Penyakit asma jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan dampak buruk yang
sangat besar pada kualitas hidu.
C. Konseling pengobatan yaitu di mana apoteker dan pasien berdiskusi secara rinci
dengan maksud untuk memberikan bimbingan kepada pasien yang meningkatkan
keterampilan pemecahan masalah dan membantu pengelolaan kondisi medis yang
tepat dan penggunaan obat yang efektif.
D. Apoteker harus memiliki pengetahuan yang memadai dan luas terhadap penyakit
tersebut.
E. Apoteker harus bisa menjadi komunikator yang efektif, memanfaatkan
keterampilan komunikasi verbal dan non-verbal.

7. Dismenore sedang didefinisikan sebagai…


A. Nyeri haid tanpa adanya pembatasan aktifitas, tidak diperlukan penggunaan
analgetik dan tidak ada keluhan sistemik.
B. Nyeri haid respon analgetik untuk menghilangkan rasa sakit minimal, dan adanya
keluhan sistemik seperti muntah, pingsan dan lain sebagainya.
C. Nyeri haid dengan keterbatasan parah pada aktifitas sehari-hari.
D. Nyeri haid bagian bawah perut dan sangat perlu penggunaan analgetik.
E. Nyeri haid yang memengaruhi aktifitas sehari-hari, dengan kebutuhan analgetik
untuk menghilangkan rasa sakit dan terdapat beberapa keluhan sistemik.

8. Berikut yang termasuk kedalam Hasil Tes Negatif dalam periode Jendela HIV/AIDS…
A. Jelaskan bahwa ini bukan berarti bebas dari HIV seumur hidup hingga bebas
melakukan apapun.
B. Perlu mengulangi tes untuk tiga bulan kemudian, untuk kepastian status infeksi
virus HIV-nya.
C. Menyadarkan klien untuk memberitahukan kepada pasangan hidupnya.
D. Mengubah perilaku beresiko tinggi berdasarkan pilihan A, B, C atau
kombinasinya.
E. Memberikan suatu rujukan untuk dukungan dan pengobatan.
9. Ada berapa upaya strategi penanggulangan dan pencegahan penularan HIV/Aids…
A. 5 strategi
B. 2 strategi
C. 3 strategi
D. 1 strategi
E. 6 strategi
10. Berikut yang termasuk kedalam penyakit kronis adalah…
A. Demam
B. Mual
C. Muntah
D. Jantung koroner
E. Sakit kepala
TUGAS INFORMASI OBAT

“KONSELING PADA PASIEN CRONIC ILNESS, HIV AIDS & REMAJA


DAN TUGAS SOAL ”

DOSEN : Elvina Trinana Putri, M.Farm.,Apt

Disusun Oleh :
Daini Amanah 21330706
Morani Fauziyah 21330708
Nindya Rahmasari Putri 21330720
Hasri Kurnia Afajar 21330749
Azkiya Fikriyyah 21330756
Meri Eriana Safitri 21330765

Kelas : Informasi Obat A

PROGRAM STUDI S1 FARMASI, FAKULTAS FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2022
Resume Konseling Pada Pasien Penyakit Kronis

Penyakit kronis adalah penyebab dari kesakitan dan kematian yang membutuhkan
jangka waktu lama dan respon yang kompleks, jarang sembuh total, serta
berkoordinasi dengan berbagai disiplin ilmu kesehatan untuk keperluan pengobatan
dan peralatan.
Penyakit kronis perlu diberikan konseling karena:
a. Konseling pasien - kebutuhan yang berkembang pada penyakit kronis.
b. Tidak seperti penyakit akut di mana pasien dirawat di pusat perawatan rawat jalan
atau dirawat di rumah sakit untuk waktu yang singkat.
c. Penyakit kronis memerlukan rawat inap di rumah sakit, pemantauan diri, tindak
lanjut, terapi obat seumur hidup, tindakan nonfarmakologis dan beberapa
modifikasi gaya hidup.

Konseling pasien yang efektif membuat pasien memahami penyakitnya, modifikasi


gaya hidup yang diperlukan dan farmakoterapi dengan cara yang lebih baik dan
dengan demikian meningkatkan kepatuhan pasien.

Ada 7 penyakit kronis yang memerlukan konseling:

1. Hipertensi

Masalah Konseling pada Pasien Hipertensi

 Konseling pasien hipertensi membutuhkan wawasan, kreativitas, dan


kecerdikan, karena pesan jika tidak tersampaikan dengan baik akan sia-sia.
Namun demikian, konseling yang efektif mencakup 3 tema penting:
meningkatkan status kesehatan dengan kepatuhan, memberikan informasi
tentang efek samping dan kontraindikasi, dan mempromosikan perilaku sehat.
Selalu mulai dengan menanyakan kepada pasien apa yang telah diberitahukan
oleh dokter kepada mereka sebelumnya, untuk menghemat waktu dan untuk
mengidentifikasi kekurangan informasi dengan cepat.
Menekankan Kepatuhan Obat

 Karena kepatuhan pasien lebih rendah untuk kondisi tanpa gejala, sangat
penting untuk menekankan pengendalian tekanan darah dan membuat daftar
risiko ketidakpatuhan pengobatan. Beri tahu pasien tentang apa yang harus
dilakukan jika mereka melewatkan satu dosis. Ulangi nama obat sesering
mungkin sehingga pasien menjadi akrab dengannya.
 Membuat saran yang memasukkan beberapa dosis harian ke dalam rutinitas
pasien. Namun, berhati-hatilah dalam memasangkan obat dengan makanan:
beberapa pasien hanya makan 2 kali sehari; orang lain mungkin memiliki 4.
Sebagai gantinya, tentukan berapa kali per hari untuk minum obat. Ajukan
pertanyaan spesifik tentang kemampuan pasien untuk mengikuti petunjuk,
seperti "Obat ini harus diminum dua kali; kapan Anda akan meminumnya?"

Efek Samping dan Kontraindikasi

 Jadikan konseling yang memadai ideal dengan menawarkan tip untuk


mengatasi efek samping yang umum. Catat efek samping yang jarang tetapi
serius, dan jelaskan keadaan di mana pasien harus menghubungi penyedia
mereka. Peringatkan pasien tentang interaksi obat, makanan, atau produk OTC
dan kontraindikasi lainnya.
 Soroti efek samping sementara, seperti ortostasis atau keluhan gastrointestinal
yang bersifat sementara.
 Menasehati pasien tentang bahaya menghentikan pengobatan sebelum berbicara
dengan dokter mereka. Penghentian mendadak dari banyak antihipertensi dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah yang cepat dan berbahaya.
 Memberitahu pasien untuk menyimpan obat yang cukup untuk bertahan selama
akhir pekan, hari libur, atau liburan. Serta menyarankan untuk membawa resep
tambahan dalam dompet atau dompet jika terjadi keadaan darurat.
 Memberikan informasi tertulis untuk memperkuat konseling, terutama ketika
orang lain mengambil obat pasien. Selalu dorong pasien untuk menelepon
apotek dengan pertanyaan.

Mempromosikan Perilaku Sehat

 JNC 7 merekomendasikan modifikasi gaya hidup, dengan alasan yang bagus.


Mengurangi berat badan sebesar 10 kg (22 lb) dapat mengurangi tekanan darah
sebesar 5 hingga 20 mm Hg; berolahraga 30 menit setiap hari dikaitkan dengan
pengurangan tekanan darah 4 hingga 9 mm Hg; dan mengurangi asupan
natrium dapat memengaruhi tekanan darah hingga 2 hingga 4 mm Hg.
 Mempengaruhi perubahan dalam perilaku kesehatan melibatkan membantu
pasien menetapkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai. Sarankan perubahan
kecil yang menambahkan perilaku baru (misalnya, berolahraga) lebih mudah
daripada menghilangkan kebiasaan lama (misalnya, makan keripik asin).

Pemantauan Diri Pasien

 Banyak pasien memantau tekanan darah mereka sendiri. Mereka harus


diberitahu untuk menyimpan catatan dan mencatat tekanan mereka pada waktu
yang sama setiap hari.
Poin-poin yang perlu didiskusikan saat memberikan konseling pada pasien
hipertensi (USPDI, 1997; BNF, 2003; Sweetman, 2002):

2. Diabetes
Perlunya konseling pada diabetes
Diabetes adalah kondisi kronis yang tidak dapat disembuhkan yang memiliki
dampak besar pada kehidupan setiap pasien. Keterlibatan pasien sangat penting
untuk keberhasilan perawatan diabetes. Diabetes, jika tidak diobati, dapat
menyebabkan berbagai komplikasi seperti neuropati, nefropati, retinopati, dan
lain-lain. Komplikasi ini berdampak buruk pada kualitas hidup pasien.
Tujuan utama dari manajemen DM
Untuk mengurangi risiko komplikasi penyakit mikrovaskuler dan makrovaskuler,
untuk memperbaiki gejala, untuk mengurangi kematian, dan untuk meningkatkan
kualitas hidup. Perawatan yang tepat memerlukan penetapan tujuan untuk
glikemia, tekanan darah, dan kadar lipid, secara teratur, pemantauan komplikasi
diabetes, modifikasi diet dan olahraga, obat yang tepat, pemantauan glukosa darah
mandiri yang tepat, dan penilaian laboratorium dari parameter yang disebutkan di
atas.
Peran apoteker dalam manajemen diabetes
Karena perluasan cepat dari agen terapeutik yang tersedia untuk mengobati
diabetes, peran apoteker dalam merawat pasien diabetes telah berkembang.
Apoteker dapat mendidik pasien tentang penggunaan obat yang tepat, skrining
interaksi obat, menjelaskan perangkat pemantauan, dan membuat rekomendasi
untuk produk dan layanan tambahan.
Komponen penting dari konseling diabetes
a) Konseling tentang penyakit: Pasien diabetes harus dijelaskan bahwa
penyakitnya seumur hidup, progresif dan memerlukan modifikasi yang
diperlukan dalam pola gaya hidup. Mereka juga harus menekankan pentingnya
farmakoterapi, terutama kebutuhan untuk kepatuhan yang ketat terhadap obat
yang diresepkan. Para pasien juga harus dijelaskan bahwa penyakit ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup jika tidak dikontrol dengan baik.
b) Konseling mengenai modifikasi gaya hidup: Sementara konseling mengenai
modifikasi gaya hidup, apoteker harus fokus pada bidang utama termasuk diet,
olahraga, merokok dan asupan alkohol.
c) Konseling mengenai pengobatan:
Poin-poin yang perlu didiskusikan saat memberikan konseling pada
pasien diabetes (USPDI, 1997; BNF, 2003; Sweetman, 2002):
Kategori Obat Peran Apoteker
Sulfonylurea Menjelaskan metode untuk mencegah, mendeteksi, dan mengelola
hipoglikemia. Memantau gejala dari penyakit kuning. Mendiskusikan
waktu administrasi dalam hubungan makanan dan kebutuhan pantang
alkohol, tanyakan riwayat sensitivitas sulfur.
Insulin Menjelaskan metode untuk mencegah, mendeteksi, dan mengelola
hipoglikemia. Mengedukasi pasien teknik administrasi insulin yang
baru, kondisi penyimpanan insulin sesuai. Tanyakan pasien untuk
membawa coklat atau makanan manis lainnya selama bepergian dan
sarankan untuk tidak melewatkan makanan.
Metformin Nasehati pasien untuk minum obat dengan atau setelah makan.
Memantau nyeri otot, ngantuk yang tidak biasa, nausea, nyeri perut
dan kehilangan berat badan.
Thiazolidinedione Lihat riwayat masalah hati, memantau pasien dengan perubahan
warna kuning pada urin. Memantau pasien edema perifer.
Akarbose Mendorong pasien untuk meminum obat dengan gigitan/suapan
pertama makanan. Memantau nyeri dan kram perut. Menyarankan
pasien untuk tidak makan sukora (gula) selama serangan
hipoglikemik karena mungkin tidak terserap ketika minum akarbose.

d) Konseling mengenai komplikasi akut: Apoteker harus fokus pada strategi


untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan jika telah terjadi metode untuk
mengatasi dan mengelolanya. Beberapa komplikasi akut diabetes:
1) Hipoglikemia: dapat dicegah dengan minum obat antidiabetes dengan
benar, makan teratur, dan pemeriksaan glukosa darah secara teratur.
2) Asidosis keto diabetik (KAD).
3) Non Ketotic Hyperosmolar Syndrome (NKHS).

e) Konseling mengenai komplikasi kronis: dapat dicegah dengan kepatuhan


yang ketat dan modifikasi gaya hidup yang sesuai. Beberapa komplikasi kronis
dan peran apoteker dalam konseling pasien mengenai komplikasi ini
disebutkan di bawah ini.
 Neuropati diabetik: Untuk pencegahan neuropati diabetik, glukosa darah
dan tekanan darah harus dijaga senormal mungkin, berhenti/membatasi
asupan alkohol, pemeriksaan kaki secara teratur setiap hari dan berhenti
merokok.
 Retinopati diabetik: pengobatan diabetes yang tepat dapat mengurangi
perkembangan retinopati.
 Nefropati diabetik: dapat ditunda dengan kontrol glikemik yang ketat.
 Infeksi.
f) Konseling pada populasi khusus: Apoteker juga harus menyesuaikan pola
konselingnya sesuai dengan populasi. Beberapa populasi khusus dengan
diabetes disebutkan di bawah ini dengan garis besar konseling pada pasien ini.
1) Lansia: Pasien diabetes lansia biasanya memiliki berbagai kondisi
komorbiditas lain seperti hipertensi, hiperlipidemia, dll. Mereka mungkin
juga memiliki beberapa derajat ketidakseimbangan psikiatri. Konseling
pada pasien ini juga harus mengatasi gangguan emosional akibat diabetes.
2) Anak-anak: Anak-anak, terutama pasien diabetes tipe-1, memerlukan
beberapa tindakan pencegahan khusus. Selain poin konseling penting
lainnya, apoteker juga harus fokus pada waktu pemberian insulin selama
hari-hari sekolah, penyimpanan insulin di sekolah, risiko hipoglikemia saat
bermain dll.
3) Kehamilan: Karena peningkatan glukosa darah dikaitkan dengan kelainan
kongenital, pasien hamil harus diminta untuk mengontrol glukosa darah
secara ketat.
4) Gangguan ganda: Pasien dengan banyak penyakit memerlukan konseling
khusus untuk penyakit lain selain diabetes.
5) Sering bepergian: Pasien diabetes yang sering bepergian harus diberi tahu
tentang penggunaan pena insulin. Mereka juga harus diberi konseling
mengenai pentingnya rencana makanan selama perjalanan mereka dan
kemungkinan hipoglikemia. Mereka harus diperingatkan untuk tidak
mengabaikan bahkan infeksi sederhana karena bisa berakibat fatal.
g) Penyuluhan tentang Self Monitoring Glukosa: Apoteker dapat memainkan
peran penting dalam mendidik pasien mengenai penggunaan monitor glukosa
darah. Apoteker dapat membantu langsung dari memilih monitor glukosa yang
tepat, melatih mereka dalam penggunaan meteran glukosa yang tepat.
Apoteker dapat menjelaskan pentingnya berbagai kadar glukosa darah dan
mempertahankan kadar glukosa darah yang tepat.

Strategi meningkatkan konseling pada pasien diabetes


1) Leaflet informasi pasien: Fokus pada modifikasi gaya hidup dan obat-obatan.
2) Alat bantu kepatuhan: Alat bantu kepatuhan seperti amplop obat dan kalender
obat dapat membantu pasien memahami jadwal pemberian dosis obat yang
berbeda.
3) Penggunaan alat bantu audiovisual.
4) Mendirikan pusat konseling pasien:
5) Persyaratan Apoteker Konseling: Selain kualitas yang diinginkan dari apoteker
konseling yang baik, apoteker juga harus memiliki pengetahuan yang memadai
tentang diabetes. Apoteker seperti itu adalah anggota penting dalam program
manajemen diabetes.

3. Penyakit Jantung Koroner


Konseling Pasien Penyakit Jantung Koroner
 Konseling dimulai dengan meninjau penyebab PJK, menekankan bahwa
beberapa faktor risiko dapat dimodifikasi. Tekankan pentingnya perubahan
gaya hidup, dengan mencatat bahwa hasil yang optimal tidak akan dicapai
melalui pengobatan saja. Aktivitas fisik adalah salah satu komponen terpenting
dalam meminimalkan risiko, berdampak positif pada pengelolaan berat badan,
tekanan darah dengan target tekanan darah <130/80 mmHg, kolesterol dengan
target primer kolesterol LDL < 100mg/dl, dan trigliserida. Idealnya, pasien
harus berolahraga 30 hingga 60 menit setiap hari. Seiring dengan olahraga,
perubahan gaya hidup harus mencakup manajemen berat badan dan diet,
konsumsi alkohol yang bijaksana, dan penghentian tembakau. Setelah infark
miokard, misalnya, pasien yang berhenti merokok mengurangi risiko kematian
mereka sebesar 33%.
 PJK sebagian besar dapat dicegah, tetapi perawatan yang tidak tepat sering
terjadi, membuat konseling apoteker menjadi lebih kritis.

Pedoman Konseling untuk PJK

 Tinjau rejimen obat saat ini, selidiki efek samping dan tekankan kepatuhan
pengobatan.
 Tekankan bahwa tidak ada pil ajaib; pengobatan yang efektif harus mencakup
perubahan gaya hidup.
 Tekankan bahwa pasien harus segera menelepon 911 ketika mengalami nyeri
dada atau gejala lainnya.
 Tinjau bagaimana gejala mungkin berbeda untuk wanita dan orang tua.
 Tekankan pentingnya kontrol glikemik; Pasien PJK dengan diabetes memiliki
angka kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak menderita
diabetes.
 Dorong pasien untuk mengunjungi penyedia layanan secara teratur; deteksi dini
PJK menghasilkan hasil yang lebih baik.
 Dorong pasien untuk bertanya kepada penyedia tentang terapi statin. Meskipun
pedoman merekomendasikan statin untuk pencegahan primer, mereka kurang
diresepkan.
 Tinjau kembali pentingnya menurunkan kadar kolesterol, terutama LDL.
 Selidiki depresi dan stresor psikososial. Jika ada, dorong konseling profesional.
 Dorong diet rendah lemak dan rendah kalori; memperingatkan pasien tentang
diet fad.
 Mencegah penggunaan alkohol dan tembakau.
 Carilah komitmen untuk terlibat dalam olahraga dan mengikuti pilihan diet
sehat
 Dorong pasien untuk makan ikan berminyak (misalnya, herring, salmon);
makan ikan dua kali seminggu mengurangi kematian PJK sebesar 32% atau
lebih. Jika pasien bertanya tentang suplemen minyak ikan, jelaskan bahwa
suplemen tersebut tidak seefektif makan ikan.
 Mendorong vaksinasi influenza; American Heart Association
merekomendasikan vaksinasi tahunan untuk pasien PJK.
Poin-poin yang perlu didiskusikan saat memberikan konseling pada pasien
penyakit jantung koroner (USPDI, 1997; BNF, 2003; Sweetman, 2002):
Kategori Obat Peran Apoteker
Beta-Blocker Memantau hipotensi, pusing, sakit kepala, dan bradikardia.
Mengedukasi tentang kemungkinan mimpi malam hari, impten,
dan masalah CNS. Menjelaskan kebutuhan pengurangan dosis
sebelum menghentikan pengobatan.
Nitrat Administrasi sublingual, tablet sublingual tidak boleh
dikunyah.dihancurkan, gunakan patch transdermal, jangan
berdiri tiba-tiba saat minum obat. Memantau warna kebiruan
pada bibir, kuku jari atau telapak tangan.
Aspirin Mendorong pasien untuk minum obat dengan makanan.
Memantau nyeri perut, demam, muntah darah. Pada kasus
persiapan berlapis enteric, tanyakan pasien untuk tidak
menghancurkan atau mengunyah tablet.

4. Displipidemia
Penatalaksanaan dislipidemia selalu memerlukan modifikasi gaya hidup disertai
kepatuhan minum obat. Nasihat diet adalah landasan manajemen. Pasien harus
didorong untuk meningkatkan asupan serat makanan, yang dapat mengurangi
kandungan lemak dalam darah.
Apoteker harus menekankan manajemen non-farmakologis serta farmakologis
dalam penyakit ini (Ginsberg dan Goldberg, 2001).
Pendekatan non-farmakologis: Ini termasuk olahraga teratur untuk mengurangi
berat badan, penggunaan lemak tak jenuh, buah-buahan dan sayuran yang
mengandung antioksidan, manajemen stres, menghindari obat-obatan yang
diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol, dll.
Point-point konseling obat pada pasien Dislipidemia (USPDI,1997; British
National Formulary,2003; Sweetman,2002)
Kategori obat Peran Apoteker
Statin Ajarkan pasien untuk minum obat ini setelah makan.
Dianjurkan untuk minum obat ini pada malam hari (kecuali
atorvastatin). Minta pasien untuk melapor ke dokter jika
ada tanda-tanda nyeri otot
Fibrat Mintalah segera setelah makan untuk mengurangi sakit
perut. Monitoring adanya darah dalam urin, nyeri dada, dan
sesak napas, nyeri perut
Resin penukar ion Obat ini tidak boleh diminum dalam bentuk kering.
Campur obat dengan minuman atau minuman. Monitoring
adanya nyeri perut, mual, dan muntah, sendawa, kembung,
diare
Turunan asam Jangan menghancurkan, mematahkan, atau mengunyah
nikotinat obat lepas lambat. Monitoring urin menjadi gelap,
kehilangan nafsu makan, sakit perut parah, dan mata
kuning

5. Asma
Asma adalah kondisi kronis yang membutuhkan terapi obat seumur hidup.
Apoteker dapat berperan aktif dalam konseling pasien mengenai pemantauan diri
terapi obat, modifikasi gaya hidup lainnya dan penggunaan bentuk sediaan
khusus seperti inhaler dosis terukur, inhaler bubuk kering, spacer dll.

Tindakan non-farmakologis: Tindakan keamanan saat bepergian, penggunaan


obat-obatan profilaksis sebelum berolahraga, menghindari alergen, berhenti
merokok, dll.
Point-point konseling obat untuk pasien asma (USPDI,1997; British
National Formulary,2003; Sweetman, 2002)
Kategori obat Peran Apoteker
Reseotor beta Obat kerja pendek yang termasuk dalam kategori ini harus
agonis digunakan terutama untuk menghilangkan gejala. Pasien
yang menggunakan obat kerja lama harus diberitahu
bahwa obat tersebut mungkin memerlukan beberapa waktu
untuk menunjukkan aksinya. Pasien juga membutuhkan
pemantauan untuk tremor dan nyeri otot
Teofilin Mintalah segera setelah makan untuk mengurangi sakit
perut. Monitoring adanya darah dalam urin, nyeri dada,
dan sesak napas, nyeri perut
Antikolinergik Obat ini tidak boleh diminum dalam bentuk kering.
Campur obat dengan minuman atau minuman. Monitoring
adanya nyeri perut, mual, dan muntah, sendawa,
kembung, diare
Kortikosteroid Jangan menghancurkan, mematahkan, atau mengunyah
obat lepas lambat. Monitoring urin menjadi gelap,
kehilangan nafsu makan, sakit perut parah, dan mata
kuning
Stabilitas sel mast Pasien harus diberitahu bahwa obat ini digunakan untuk
mencegah serangan asma dan tidak meredakan
bronkospasme yang sudah dimulai.

6. Epilepsi
Penatalaksanaan pasien epilepsi tergantung pada tingkat keparahan dan
patogenesis kondisi tersebut. Kepatuhan yang ketat terhadap pengobatan
merupakan landasan pengobatan Kegagalan untuk mematuhi rejimen pengobatan
menyebabkan peningkatan kekambuhan kejang. Kejang yang tidak terkontrol
dengan baik meningkatkan kemungkinan masuk rumah sakit, yang meningkatkan
biaya perawatan kesehatan.
Nilai tidak langsung yang terkait dengan kekambuhan kejang termasuk cedera
yang ditimbulkan pada diri sendiri dan orang lain, kehilangan pekerjaan, dan
hilangnya manfaat asuransi kesehatan, serta biaya sosial (misalnya, kehilangan
hari kerja) (Apoteker dapat berkontribusi secara signifikan dalam penyakit ini.
Tindakan nonfarmakologis: Tindakan tersebut meliputi tindak lanjut rutin,
menghindari kurang tidur, dan menghindari obat OTC (Over The Counter);
kegiatan menghilangkan stres, konseling psikososial dll.
Point-point konseling obat epilepsy (USPDI,1997, British National
Formulary,2003)
Kategori obat Peran Apoteker
Barbiturat Jelaskan pada pasien tentang kemungkinan
ketergantungan. Jelaskan kemungkinan interaksi obat
terutama dengan kontrasepsi oral. Pantau demam, ruam
kulit, pembengkakan kelopak mata, depresi mental.
Benzidiazepin Pantau masalah perilaku, depresi mental, gangguan
memori, ruam kulit. Jelaskan kepada pasien tentang
interaksi obat. Pantau gejala overdosis.
Hydantoin Pasien harus disarankan untuk tidak menghentikan obat
(fenitoin) atau minum obat lain tanpa saran dokter. Jelaskan kepada
pasien berbagai gejala overdosis. Pantau pendarahan gusi,
malformasi tulang, sakit kepala, dan nyeri sendi, masalah
belajar pada anak. Pasien harus dijelaskan mengenai
potensi interaksi obat dari obat
Valproat Pelepasan terkendali dan sediaan lepas lambat tidak boleh
dikunyah atau dihancurkan. Mereka harus ditelan utuh
Stabilitas sel mast Ini harus diambil dengan makanan atau susu untuk
mengurangi sakit perut. Pasien harus disarankan untuk
memberikan riwayat pengobatan mereka sebelum
menjalani operasi karena obat ini dapat mempotensiasi
efek anestesi CNS.

7. Artritis rheumatoid
Rheumatoid arthritis adalah kondisi kelumpuhan kronis dengan penurunan yang
signifikan dalam kualitas hidup pasien.
Tindakan nonfarmakologis: Edukasi pasien mengenai terapi fisik, terapi okupasi,
program latihan, skrining untuk deteksi dini dan pengobatan penyakit dapat
dimulai oleh apoteker.
Point-point konseling obat pada pasien artritis rheumatoid (USPDI,1997;
British National Formulary,2003)

Kategori obat Peran Apoteker


Metroteksat Monitoring nyeri punggung, urin berwarna gelap,
mengantuk, sakit kepala, urin berwarna kuning. Saran
untuk tidak minum alkohol. Periksa riwayat kehamilan
sebelum memulai obat. Minta pasien untuk berkonsultasi
dengan dokter sebelum mengonsumsi NSAID.
Obat inflamasi non Monitoring adanya nyeri perut, feses lembek, demam,
steroid (NSAIDs) meludah darah. Minta pasien meminum obat dengan
segelas penuh air dan ingatkan untuk tidak berbaring
selama 15- 30 menit setelah minum obat. Anjurkan pasien
untuk meminum obat ini bersama makanan.
Penghambat Monitoring feses berwarna gelap. Anjurkan pasien untuk
siklooksigenase-2 minum obat setelah makan untuk mengurangi iritasi
(COX-2) lambung
Kortikosteroid Anjurkan pasien untuk minum obat bersama makanan.
Monitoring penglihatan kabur, sering buang air kecil,
kebingungan, kegembiraan, dan infeksi di tempat
suntikan. Periksa riwayat diabetes sebelum memulai obat.
Jelaskan kepada pasien tentang pengurangan dosis.
Peringatkan agar tidak melewatkan dosis.

Sumber referensi:
Muzakkir, A. dan Armyn, A.A.U. 2017. Konseling Penyakit Kardiovaskular.
Makasar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Palaian, S., et al. 2006.Patient Counceling by Pharmacist – A Focus on Chronic
Illness. The Internet Journal of Pharmacology, Internet Scientific Publication.
Vol 19(1). Diakses pada tanggal 15 Juni 2022.

Palaian, S., et al. 2007. Role of Pharmacist In Counseling Astma Patients. The
Internet Journal of Pharmacology, Internet Scientific Publication. Vol 39
N0.6. Diakses pada tanggal 15 Juni 2022.
Palaian, S., et al. 2013. Role of Pharmacist In Counseling Diabetes Patients. The
Internet Journal of Pharmacology, Internet Scientific Publication. Vol 4(1).
Diakses pada tanggal 12 Juni 2022. https://ispub.com/IJPHARM/4/1/3272
Putri, Elvina Triana. 2022. PPT Materi Konseling Farmasi “Case Study”. Jakarta:
ISTN.
Young, Cara Aldridge. 2013. Article the National Council on Patient Information and
Education (NCPIE): Counseling Patients on High Blood Pressure. Diakses
pada tanggal 12 Juni 2022. https://www.pharmacytoday.org/article/S1042-
0991(15)31094-X/pdf
Zanni, G.R. 2012. Coronary Heart Disease: The Heart & Mind Connection.
Pharmacy Times. Vol. 78 (12). Diakses pada tanggal 12 Juni 2022.
https://www.pharmacytimes.com/ view/coronary-heart-disease-the-heart-and-
mind-connection
Zanni, G.R. and Wick, J.Y. 2004. Effective Counseling for Patients with
Hypertension. Diakses pada tanggal 12 Juni 2022.
https://www.pharmacytimes.com/view/2004-12-9091
KONSELING DENGAN PASIEN HIV/AIDS

PENGERTIAN
Setiap orang menderita AIDS pasti terinfeksi HIV, namun tidak semua orang
dengan infeksi HIV menderita AIDS.
 Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menginfeksi
sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
 Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang
timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV.
‐ Acquired artinya diperoleh, yang bermakna seseorang hanya menderita HIV
apabila dirinya terinfeksi HIV dari orang lain yang sudah terinfeksi.
‐ Immunodeficiency artinya merusak sistem kekebalan tubuh.
‐ Syndrome artinya pada tahun-tahun sebelumnya, HIV ditemukan dan dikenali
sebagai penyebab AIDS. Terdapat sejumlah gejala dan komplikasi, termasuk
infeksi dan kanker, yang terjadi pada orang dengan faktor risiko umum.

PENGOBATAN
 Penderita HIV memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) untuk
menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam
stadium AIDS.
 Penderita AIDS membutuhkan pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya
infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya.

KONSELING HIV
 Pengertian: Komunikasi yang bersifat pribadi dan rahasia antara klien dengan
konselor.
‐ Konselor: orang yang telah dilatih mengenai HIV/AIDS untuk
meningkatkan kemampuan klien menghadapi stress dan mengambil
keputusan terkait HIV&AIDS.
‐ Klien: orang yang akan dan telah menjalani tes HIV.
‐ Aspek: aspek consent (izin) dan confidentiality (kerahasiaan) → aspek
yang sangat penting dalam konseling HIV.
 Konseling HIV merupakan bagian dari tes HIV.
 Klasifikasi:
Berdasarkan tahapannya
 Konseling awal sebelum pemeriksaan (konseling pra testing)
 Konseling akhir setelah pemeriksaan (konseling pasca testing).
Berdasarkan jenisnya
 Voluntary Counseling and Testing (VCT)
VCT merupakan pemeriksaan dan konseling atas dasar inisiatif individu
yang berisiko,
 Provider-Initiatied Testing and Counseling (PITC)
PITC adalah pemeriksaan dan konseling atas inisiatif tenaga kesehatan
yang memeriksa.
 Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT)
PMTCT adalah konseling untuk mengurangi kemungkinan penularan ibu-
anak.

JENIS-JENIS KONSELING HIV

A. Voluntary Counseling and Testing (VCT)


Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan pemeriksaan dan
konseling sukarela dari individu yang berisiko terkena HIV/AIDS. VCT
biasanya menggunakan rapid test untuk mendeteksi HIV, yang hanya
memerlukan setetes darah atau sel/kerokan bucal. Pemeriksaan ini relatif
murah, mudah, dan hasilnya dapat dibaca setelah 15 menit. Semakin banyak
orang yang bersedia untuk dilakukan VCT, HIV/AIDS dapat dideteksi lebih
dini, sehingga pnderita dapat mempertahankan kesehatan seoptimal mungkin,
mengetahui dan menerapkan pola hidup yang benar untuk penderita HIV/AIDS
serta orang di sekitarnya, mengenali tanda-tanda infeksi oportunistik sehingga
dapat diterapi sedini mungkin, mendapatkan sumber dukungan di masyarakat
(support group), mendapatkan terapi Antiretroviral (ARV) sedini mungkin,
mencegah penularan kepada orang lain, dan aimana mengatasi stres bagi orang
dengan HIV/AIDS (ODHA).

Konseling awal (konseling pra testing) pada VCT meliputi:


- Alasan datang untuk konseling
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang
- Apakah memiliki masalah kesehatan sebelumnya
- Identifikasi faktor risiko
- Informasi mengenai HIV/AIDS, termasuk prosedur pemeriksaan dan
penularannya
- Penjelasan mengenai window period
- Alternatif pemecahan masalah
- Dampak yang mungkin muncul setelah dinyatakan positif HIV dan upaya
menanggulangi dampak tersebut
- Keuntungan dan kerugian jika menjalani test HIV
- Dukungan yang akan diberikan untuk yang positif HIV
- Cara mengeliminasi faktor pemicu di masa sebelumnya

Konseling setelah hasil pemeriksaan diketahui (konseling pasca testing)


meliputi:
- Menjelaskan hasil pemeriksaan dengan empati (kemungkinan hasil dapat
positif, negatif, atau indeterminate)
- Membiarkan pasien mengekspresikan perasaannya setelah mengetahui hasil
pemeriksaan HIV
- Mendiskusikan masalah yang mungkin muncul dan membantu
menyelesaikan masalah tersebut
- Menyampaikan informasi yang diperlukan pasien (pemeriksaan lanjutan atau
pengobatan)
- Mendiskusikan pola hidup yang dianjurkan

Pelayanan kesehatan dasar untuk individu yang terdiagnosis HIV negatif:


- Konseling untuk individu/pasangan suami isteri tentang pencegahan HIV
- Promosi mengenai kondom
- Pelayanan jarum suntik steril dan harm reduction untuk Penasun (Pengguna
Narkoba suntik)
- Profilaksis setelah paparan
- Tes ulangan setelah 3 bulan

Pelayanan kesehatan dasar untuk individu yang terdiagnosis HIV positif:


- Konseling pasca testing mengenai pencegahan penularan, perawatan, dan
terapi HIV/AIDS
- Dukungan untuk keluarga dan konseling suami isteri
- Seks yang aman dengan penggunaan kondom
- Pelayanan jarum suntik steril dan harm reduction untuk Pengguna (Pengguna
Narkoba suntik)
- Pencegahan penularan dari ibu hamil ke janinnya
- Pelayanan kesehatan reproduksi dan KB

B. Provider-Initiated Testing and Counseling (PITC)


Provider Initiated Testing and Counseling (PITC) adalah pemeriksaan
dan konseling HIV yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan. Pemeriksaan
ini biasanya dianjurkan untuk orang yang datang ke fasilitas kesehatan dengan
tanda dan gejala yang dicurigai terinfeksi HIV.

PITC dilakukan di semua daerah epidemi HIV untuk kondisi berikut:


1) Dewasa, remaja dan anak yang secara klinis dicurigai memiliki tanda dan
gejala infeksi HIV
2) Anak yang terpapar infeksi HIV atau anak yang lahir dari ibu yang positif
HIV
3) Anak yang menderita malnutrisi yang tidak respon terhadap terapi nutrisi
4) Laki-laki dengan risiko HIV yang akan mendapat tindakan sirkumsisi

Kategori daerah epidemi HIV/AIDS menurut WHO:


1) Epidemi HIV derajat rendah: pada populasi dengan prevalensi HIV < 5%.
2) Epidemi HIV terkonsentrasi: pada populasi dengan prevalensi HIV > 5%,
termasuk di dalamnya < 1% terdapat pada wanita hamil.
3) Epidemi HIV general: pada populasi dengan prevalensi HIV > 5%,
termasuk di dalamnya > 1% terdapat pada wanita hamil.

Pada daerah epidemi HIV general, PITC diprioritaskan pada pasien berikut:
1) Pasien yang menunjukkan tanda dan gejala imunodefisiensi, termasuk
yang menunjukkan klinis TB.
2) Pasien antenatal, persalinan dan post partum
3) Pasien infeksi menular seksual
4) Pelayanan kesehatan pada populasi berisiko
5) Pelayanan kesehatan untuk anak usia < 10 tahun terutama yang memiliki
tanda dan gejala imunodefisiensi
6) Tindakan bedah
7) Pelayanan kesehatan remaja (10-19 tahun), terutama yang terkait dengan
pergaulan bebas
8) Pelayanan kesehatan reproduksi termasuk KB

Pada daerah epidemi HIV yang derajat rendah dan terkonsentrasi, PITC dapat
dipertimbangkan untuk pelayanan berikut:
1) Pelayanan kesehatan untuk infeksi menular seksual
2) Pelayanan kesehatan pada populasi berisiko
3) Pelayanan ANC, persalinan dan post partum
4) Pelayanan untuk TB

Sama seperti yang dilakukan pada VCT, setelah dilakukan konseling pra testing
kemungkinan pasien adalah menerima atau menolak.

C. Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT)


Penularan HIV dari ibu yang hamil dengan HIV positif kepada anaknya
berkisar antara 15-45%. Kemungkinan ini dapat berkurang sekitar 5% dengan
pencegahan yang benar sehingga diperlukan program PMTCT. Pelaksanaan
PMTCT meliputi:
1) Pemeriksaan dan konseling HIV pada wanita hamil
2) Pemberian ARV untuk PMTCT (terlampir)
3) Pemberian ARV profilaksis untuk bayi yang lahir dari ibu yang positif
HIV

Daftar Pustaka

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2020). INDOFATIN: HIV dan
AIDS.

Tim Penyusun Pegangan Instruktur Manual Keterampilan Klinik Kedokteran Tropis.


(2016). Konseling HIV. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Konseling Untuk Remaja

Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa,
bukan masa transisi yang selama ini digaung-gaungkan. Masa remaja merupakan
masa yang bergejolak. Pada masa ini suasana hati (Mood) biasa berubah-ubah dengan
sangat cepat. Masa remaja disebut juga dengan masa untuk menemukan identitas diri.
Usaha pencarian identitas pun banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-
coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika seorang remaja gagal menemukan
identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau Identity
Confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang
menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional
yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada
kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia sering merasa tertekan dan muram atau
justru menjadi individu yang perilakunya cenderung agresif. Pertengkaran dan
perkelahian sering kali terjadi akibat dari ketidak stabilan emosinya.

Sama seperti orang dewasa konseling yang diberikan pada remaja sangat
bermanfaat untuk remaja dalam mengatas beberapa masalah yang mereka hadapi.
Ada beberapa jenis konseling untuk remaja.

1. Konseling Perilaku Kognitif (CBT)


Konseling perilaku kognitif, sering disebut sebagai CBT, adalah jenis konseling ini
yang berfokus pada membuat hubungan antara pikiran, perilaku, dan perasaan.
Konselor yang menggunakan pendekatan konseling CBT membantu orang
mengidentifikasi dan mengubah pola disfungsional. Konseling CBT sering digunakan
pada remaja. Jenis konseling ini bisa efektif dalam menangani berbagai masalah
termasuk gangguan makan, penggunaan zat, kecemasan, dan depresi.
2. Konseling Keluarga
Konseling keluarga adalah pendekatan yang membantu remaja dengan mengatasi
masalah interpersonal dan keluarga yang mempengaruhi kesejahteraan mental
mereka. Untuk remaja yang menghadapi masalah dengan lingkungan rumah atau
konflik keluarga, jenis konseling ini dapat membantu anak dan keluarga secara
keseluruhan.

3. Konseling Penerimaan dan Komitmen (ACT)


Konseling penerimaan dan komitmen, sering disebut sebagai ACT, merupakan
pendekatan konseling yang dapat membantu remaja belajar mengidentifikasi,
memahami, dan menerima emosi mereka. Remaja biasanya menghadapi emosi yang
menantang atau kuat, sehingga memperoleh pemahaman tentang perasaan ini dapat
membantu mereka menemukan cara untuk mengelolanya secara efektif.
4. Konseling Perilaku Dialektis (DBT)
Konseling perilaku dialektik, juga dikenal sebagai DBT, pada awalnha adalah
bentuk dari CBT yang awalnya dikembangkan untuk mengobati gangguan
kepribadian ambang (BPD). Sejak itu telah diadaptasi untuk mengobati kondisi
kesehatan mental lainnya termasuk attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD),
depresi, gangguan makan, gangguan stres pasca-trauma (PTSD), dan perilaku bunuh
diri.
5. Konseling Interpersonal (IPT)
Konseling interpersonal adalah pendekatan konseling yang berfokus pada
bagaimana hubungan interpersonal dan interaksi sosial mempengaruhi kesehatan
mental dan kesejahteraan. Salah satu bentuk konseling ini, yang dikenal sebagai
konseling interpersonal untuk remaja telah secara khusus diadaptasi untuk menangani
depresi pada remaja antara usia 12 dan 18 tahun.

 Kepatuhan Penggunaan Obat Pasien Remaja


Seiring dengan turbulensi normal masa remaja, banyak remaja dihadapkan
dengan stres mengelola penyakit kronis, seperti asma, diabetes, atau epilepsi.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa remaja dengan penyakit kronis
berisiko tinggi karena tidak mematuhi pengobatan mereka dan terapi lainnya. Bagi
sebagian remaja, menolak minum obat yang diresepkan adalah cara untuk
menegaskan independensi dari otoritas orang tua atau medis. Orang lain mungkin
enggan untuk minum obat mereka atau mematuhi langkah-langkah perawatan diri
karena takut akan penyakit dan perawatannya akan membuat mereka tampak berbeda
atau terisolasi dari rekan-rekan mereka. Padahal kepatuhan penggunaan obat
merupakan hal yang sangat penting terutama pada pengobatan jangka panjang.

Kepatuhan pasien sangatlah diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi


utamanya terapi penyakit tidak menular seperti diabetes, asma, hipertensi, kanker dan
lain-lain. Selain itu juga seperti gangguan mental, penyakit infeksi HIV/AIDS dan
TBC. Ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini sangat memberikan efek negatif
yang sangat besar yang mengakibatkan gagalnya terapi dan juga meningkatkan
jumlah hospitalisasi.

Seseorang yang tidak patuh terhadap pengobatan diabetes melitus (DM) akan
menunjukan hasil klinik yang buruk dibandingkan pasien yang patuh terhadap
pengobatan. Ketidak patuhan dapat menyebabkan komplikasi pada DM, penurunan
fungsi tubuh, rendahnya kualitas hidup, bahkan kematian. Sebab pada dasarnya
apapun penyakitnya, kesembuhan penyakit tergantung pada pengobatan dan gaya
hidup dari pasien sendiri.

Namun dalam menyelesaikan masalah kepatuhan pasien tidak sepenuhnya


terdapat pada pasien, namun juga dilakukan oleh petugas pelayanan kesehatan.
Farmasi mempunyai peranan penting dalam hal ini, Apoteker yang peduli dapat
membantu remaja mengatasi tekanan teman sebaya dan meningkatkan kepatuhan dan
perawatan diri mereka. perubahan kecil dalam rejimen pengobatan pasien, seperti
mengganti obat jangka panjang dengan obat yang harus diminum di sekolah, dapat
membuat perbedaan besar. Seorang remaja dengan asma mungkin menemukan
inhaler/spacer kecil dan terpisah yang mudah dimasukkan ke dalam dompet atau
ransel jauh lebih "dingin" dan lebih dapat diterima daripada perangkat yang lebih
besar. Meskipun beberapa remaja ingin merahasiakan penyakit mereka, apoteker
harus sering mendorong mereka untuk tidak menyembunyikan penyakit mereka dan
untuk terbuka dan jujur dengan rekan-rekan mereka.
Melalui konseling empati, apoteker dapat membantu membangun harga diri
remaja dan mendorong interaksi yang lebih percaya diri dengan teman sebaya.
Sebagai contoh, saya kadang-kadang bermain peran dengan pasien cara menangani
pertemuan sosial yang membuat stres, seperti diejek tentang mengambil suntikan
insulin atau menggunakan pengukur aliran puncak. Atau saya mungkin mendorong
pasien untuk mempersiapkan proyek kelas untuk mendidik rekan-rekan tentang
penyakit mereka dan bagaimana rasanya hidup dengan itu. Orang tua dari remaja
dengan penyakit kronis juga sering membutuhkan pendidikan dan dukungan berbasis
farmasi.

Di apotek besar, mungkin tersedia tempat untuk menampung kelompok


pendukung orang tua yang bertemu secara berkala. Sebagai alternatif, apoteker dapat
membantu orang tua menemukan sumber lain di komunitas atau membagikan nama
orang tua yang ingin membuat jaringan dukungan informal.

Referensi :
Jilao, Mareeya. 2017. Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antidiabetes Oral Pada
Pasien Diabetes Melitus. Diakses pada tanggal 12 Juni 2022. Dari http://etheses.uin-
malang.ac.id/11672/1/Isi-%20Pdf%20%2013670062.pdf

Husna, Risa Asmaul. 2022. Konseling Untuk Remaja. diakses pada tanggal 12 Juni
2022. Dari https://www.materikonseling.com/2022/03/konseling-untuk-remaja.html
SOAL
1. Dalam kegiatan pelayanan farmasi sehari-hari, pemberian konseling tidak dapat
diberikan pada semua pasien mengingat waktu pemberian konseling cukup
lama. Sehingga dilakukan seleksi dengan menentukan prioritas pasien yang
dianggap perlu mendapatkan konseling. Berikut ini yang merupakan prioritas
pasien yang perlu mendapatkan konseling adalah, kecuali…
a. Pasien TBC
b. Pasien yang menggunakan obat digoxin
c. Pasien dengan riwayat kepatuhan dalam menjalani terapi
d. Pasien geriatrik
e. Pasien epilepsi

2. Ada beberapa masalah dalam konseling, salah satunya yaitu ketidakpatuhan


pasien dalam penggunaan obat. Strategi yang dapat dilakukan Apoteker untuk
mencegah ketidakpatuhan adalah sebagai berikut:
(1) Bekerja sama dengan dokter untuk mempermudah penggunaan obat
terbaik pasien sehari-hari.
(2) Tidak melibatkan keluarga pasien dalam pengobatan yang dilakukan.
(3) Mengembangkan pengertian dan sikap mendukung di pihak keluarga
pasien.
(4) Menbiarkan pasien pergi tanpa memastikan apakah pasien sudah
memahami pengobatannya.
(5) Memberikan motivasi pada pasien dalam menjadi pengobatan.
Manakah yang bukan strategi untuk mencegah ketidakpatuhan pasien?
a. 1 dan 3
b. 2 dan 5
c. 3 dan 4
d. 3 dan 5
e. 2 dan 4
3. Konseling farmasi pada pasien lanjut usia perlu dilakukan karena fungsi faal
tubuh yang sudah menurun, sehingga dapat terjadi perubahan farmakokinetika
dari obat yang akan diberikan. Perubahan tersebut dapat menyebabkan
destruksi obat berkurang atau dosis obat yang masuk ke dalam sirkulasi
meningkat dua kali lipat yang dapat membahayakan kondisi pasien. Kondisi ini
disebut sebagai obat dengan high first-pass effect. Contoh obatnya adalah…
a. Nifedipin
b. Parasetamol
c. Allopurinol
d. Candesartan
e. Glimepiride

4. Kegiatan aktif apoteker dalam memberikan penjelasan kepada pasien tentang


segala sesuatu yang berhubungan dengan obat dan proses pengobatan adalah
pengertian dari…
a. Pelayanan Informasi Obat
b. Komunikasi
c. Konseling obat
d. Evaluasi kegiatan konseling
e. Menjaga citra profesi

5. Seorang remaja merasa aneh dan bingung mendapat resep obat tetes mata dan
salep mata secara bersamaan dan akhirnya memutuskan untuk datang ke ruang
konseling yang ada di rumah sakit tersebut. Sebagai seorang farmasi yang
sedang bertugas pada saat itu, hal apa yang seharusnya anda sampaikan pada
pasien tersebut mengenai obat tersebut?
a. Di pakai secara bersamaan
b. Hanya memakai salep mata saja
c. Menggantikan dengan obat mata lain
d. Menggunakan salep mata terlebih dahulu
e. Penggunaan obat tetes mata terlebih dahulu dan beri selang waktu 5
menit sebelum memberi salap mata

6. Suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien adalah definisi
sederhana dari…
a. Patient Safety (Keselamatan Pasien)
b. Strategi konseling
c. Upaya pencegahan
d. Kesehatan pasien
e. Stategi pencegahan

7. Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit/gejala yang sedang diobati


sehingga Apoteker dapat memilih mekanisme mana yang harus dijelaskan, ini
disebabkan karena banyak obat yang multi-indikasi. Penjelasan harus sederhana
dan ringkas agar mudah dipahami oleh pasien. Ini adalah aspek konseling yang
harus disampaikan kepada pasien yaitu…
a. Deskripsi dan kekuatan obat
b. Jadwal dan penggunaan obat
c. Mekanisme kerja obat
d. Dampak gaya hidup
e. Penyimpanan

8. Seorang konsultan kesehatan harus memahami berbagai akomodasi untuk


memberikan informasi bagi klien penyandang disabilitas. Salah satu cara bagi
pasien penyandang masalah pendengaran adalah sebagai berikut, kecuali…
a. Jangan memberi informasi dengan cara berteriak
b. Berbicara dengan sejelas-jelasnya
c. Menggunakan kosa kata yang mudah terbaca melalui gerakan bibir
d. Menyediakan tempat duduk khusus seperti kursi roda
e. Menggunakan informasi pendukung dengan diagram dan grafik
9. Perhatikan tindakan-tindakan berikut ini.
1) Rawat inap di rumah sakit
2) Pemantauan diri
3) Modifikasi gaya hidup
4) Rawat jalan di rumah sakit
5) Terapi obat seumur hidup
6) Tindakan farmakologis
Yang termasuk ke dalam tindakan bagi pasien dengan penyakit kronis
adalah…
a. 1), 2), 3), dan 5)
b. 1), 2), 3), dan 6)
c. 1), 2), 5), dan 6)
d. 2), 3), 4), dan 5)
e. 2), 3), 4), dan 6)

10. Masalah kesehatan kronis merupakan masalah kesehatan berupa sebuah


penyakit yang dialami seseorang dengan ciri bersifat menetap dalam kurun
waktu > 6 bulan terakhir berkaitan dengan fungsi tubuh. Dibawah ini yang
bukan merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit kronis
adalah…
a. Penerapan pola makan yang kurang baik
b. Tidak mengkonsumsi alkohol
c. Jarang berolahraga secara teratur
d. Dapat dipengaruhi oleh genetik turunan dalam keluarga
e. Mempunyai kebiasaan merokok
Sumber referensi:

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2007. Pedoman Konseling


Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2006. Pedoman Konseling


Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri.
Jakarta: Depkes RI.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.2008. Tanggung Jawab Apoteker


Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety). Jakarta: Depkes RI
KELOMPOK 2

RESUME KONSELING FARMASI

“CASE STUDY”

DISUSUN OLEH :

NUR AAFI’ATUNNISA 21330703

ELZHA DWI ZAHARA SURYANTO 21330704

SISKA TRI EMELDA 21330721

MELZA APRIANTI 21330730

FRIZALDA AGUSTIAN BINKE SAHADI 21330730

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2022
1. Konseling
Konseling merupakan upaya tercapainya Patient Safety yang merupakan bagian dari
Medication Process Management. Konseling tergantung dari attitude, pengetahuan,
kemampuan dari farmasis. Menurut The American Society of Health System Pharmacist
pedoman dalam konseling pasien bagi Farmasis yaitu : Konseling pasien oleh Farmasis
merupakan komponen dari swamedikasi oleh Farmasis dan bertujuan untuk meningkatkan
hasil yang dapat digunakan untuk pengobatan.

Kaitan KIE dengan Pelayanan Farmasi :

a. Konseling sebagai komponen Pharmaceutical Care


Pedioman apoteker pada sistem kesehatan masyarakat di Amerika tentang konseling
pasien yang dilakukan apotekr bahwa  Konseling pasien yang dilakukan apoteker
adalah komponen perawatan kefarmasian dan harus ditujukan untuk meningkatkan hasil
terapeutik dengan memaksimalkan penggunaan obat yang tepat.
b. Kebutuhan dan Hak Konsumen tentang Informasi dalam pelayanan Kefarmasian

a. Kemampuan memecahkan masalah


b. Komunikasi
c. Konseling / edukasi
d. Penilaian pasien
e. Farmasi klinis : Farmkoterapi, patofisiologi dll
f. Penyakit dan progresnya, guidelines
g. Hukum dan etika
h. Rencana keperawatan pasien
i. Interaksi dengan dokter dll
j. Perilaku; peduli, komitmen dll

Memahami kebutuhan, keinginan dan pilihan pasien

a. Perasaan sebagai orang sakit


b. Frustasi
c. Takut dan cemas
d. Perasaan hancur
e. Marah, tergantung, bersalah
f. Depresi, hilang harga diri
g. Kematian dan kritis
h. Perasaan untuk melakukan pengobatan
2. Konseling Pada Pasien dengan Penyakit Kronis
Penyakit Kronis adalah kondisi medis yang berlangsung dalam kurun waktu lama atau
terjadi secara perlahan-lahan. Penyakit Kronis juga berpotensi menjadi penyakit serius yang
berbahaya jika tidak ditangani dengan segera. Selain dari waktunya penyakit kronis
menyebabkan adanya penurunan kondisi pengidapnya secara bertahap jarena penyakit kronis
merupakan indikasi penyakit berbahaya, seseorang dengan penyakit kronis bisa saja
kehilangan nyawa.

Pasien penyakit kronis membutuhkan perawatan di Rumah Sakit, monitoring mandiri,


follow-up, pengukuran non farmakologi dan modifikasi gaya hidup. Pemahaman pasien
mengenai penayakit memainkan peranan penting dalam manajemen penyakit kronis.

Konseling pasien yang efektif membuat pasien mengerti tentang penyakit yang
dideritanya, modifikasi gaya hidup dan farmakoterapi untuk kehidupan yang lebih baik dan
menghandle pasien komplain.
Farmasis harus mempunyai respon yang baik dalam melakukan konseling kepada pasien
dengan penyakit kronis, dalam konseling farmasis juga harus memiliki pengetahuan dan
komukasi yang efektif, yang dapat digunakan pada komunikasi verbal dan non verbal.

Konseling yang efektif kan membuat pasien mengerti tentang penyakit dan pengobatan
yang sedang di jalani dan meningkatkan kepatuhan minum obat. Studi menunjukkan bahwa
pasien penyakit kronis dengan terapi jangka panjang yang mematuhi instruksi pengobatan
diperkirakan hanya 30-50%. Kesalahan yang sering terjadi adalah jika keluhan hilang, pasien
merasa sudah sembuh, kemudian tidak patuh minum obat.

Contoh penyakit kronis :

a. Hipertensi
 Hipertensi dikenal sebagai faktor penting dalam beberapa hasi komplikasi dalam
kerusakan organ.
 Manajemen hipertensi meliputi  metode farmakologi dan non farmakologi
 Farmasis dapat memberikan masukan kepada pasien tentang pemahamana penurunan
berat badan dan olahraga teratur. Pengurangan konsumsi natrium dan diet rendah
kalori, perbanyak serat, mengurangi konsumsi alkohol, merokok dan monitoring
mandiri tekanan darah.
 Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang dapat mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak.
b. Diabetes
 Diabetes adalah penyakit kronis dengan masalah metabolisme mengubah
karbohidrat, lemak dan protein. Komplikasi diabetes dikenal sangat berpengaruh
dalam kualitas hidup pasien diabetes. Faktor terpenting pada pasien diabetes
adalah mereka mengetahui penyakit yang di deritanya, faktor sosialekonomi,
regulasi diet, monitoring gula darah memilikii peran vital pada manajemen
diabetes. Konseling dan pemberian edukasi dapat merubah kualitas hidup pasien.
 Farmasis dapat mengedukasi pasien tentang cara penggunaan obat, interaksi obat,
dan perencanaan monitoring alat serta membuat rekomendasi untuk memberikan
pelayanan dan produk tambahan
c. Jantung Koroner
 Pengobatan penyakit jantung koroner sama seperti penyakit kronis lainnya yaitu
untuk memperpanjang usia, mengurangi kematian dan meningkatkan kualitas
hidup pasien.
 Pengobatan non farmakologi, termasuk pemberian edukasi tentang diet, merokok
dan olahraga teratur, serta penanganan dari serangan angina, dan simptom nyeri.
d. Dislipidemia (kolesterol)
 Manajemen penyakit dislipidemia selalu termasuk didalamnya adalah perubahan
gaya hidup. Pasien di haruskan melakukan diet kaya serat yang dapat memecah
lemak di dalam darah.
 Pengobatan non farmakologi termasuk olahraga teratur untuk menurunkan berat
badan, penggunaan alat pengukur lemak, perbanyak makan buah dan sayur yang
mengandung antioksidan, manajemen stress.
e. Asthma
 Ashma adalah penyakit kronis yang memerlukan pengobatan jangka panjang.
 Farmasis dapat memainkan peranan aktif dalam konseling pasien mengenai
monitoring terapi obat sendiri, modifikasi gaya hidup, penggunaan pengobatan
tertentu speerti dosis penggunaan inhaler, inhaler serbuk kering dsb.
f. Epilepsi
 Manajemen pada pasien penderita epilepsi adalah bergantung pada keparahan dan
kondisi patologis pasien. Pengobatan penyakit dipakai untuk mengurangi
kekambuhan yang berulanh.
 Farmasis dapat berkontribusi secara signifikan pada penyakit ini.
g. Rheumatoid athritis
 RA adalah penyakit kronis dimana terjadi kerusakan yang signifikan
 Pasien pada penyakit ini harus diberikan edukasi tentang terapi fisik, program
olahraga, skrining awal untuk deteksi dan pengobatan pada penyakit ini dapat di
lakukan oleh farmasis
3. Konseling Pada Pasien HIV dan AIDS
Permasalahan sosial paada penyakit HIV/AIDS diantaranya adalah menarik diri,
gangguan sosialisasi, gangguan peran, kekhawatiran terhadap hubungan dengan pasangan,
perubahan gaya hidup, kehilangan semangat akibat adanya pembatasan serta adanya perasaan
terisolasi.
Konseling interpersonal pada pasien HIV/AIDS digunakan sebagai media motivasi yang
baik untuk ODHA sehingga timbul interaksi yang baik antara perawat atau konselor dalam
proses penyembuhan penyakit dan pemberdayaan ODHA.
Terapi pada pasien terinfeksi HIV/AIDS digunakan untuk memperpanjang usia hidup dan
meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Salah satu hal terpenting dalam konseling pada
pasien terkonfirmasi HIV dan AIDS adalah untuk membangun semangat para pasien untuk
terus melakukan pengontrolan berobat. Pada pasien HIV/AIDS pengobatan tidak bisa
membuat pasien sembuh akan tetapi bisa meningkatkan kualitas hidup pasien, karna konsumsi
obat yang terus menerus dan teratur banyak pasien yang jenuh akan kegiatan tersebut.
Peran farmasis pada konseling ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman,
keterampilan pasien dalam mengatur terapi pengobatannya, memotivasi pasien untuk
mengikuti rejimen terapi, memonitoring keberhasilan terapi dan memberikan dukungan moril
yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup pasien.
4. Konseling Pada Pasien Remaja
Prevalensi anemia defisiensi zat besi pada remaja putri tingkat ringan sampai berat di
Asia Tenggara diperkirakan sebanyak 25-40%. Di Indonesia sendiri mencapai 26.5%. hal ini
menunjukkan bahwa anemia masih sebagai masalah kesehatanmasyarakat. Pemerintah mulai
menggalakan Gerakan Penanggulangan Anemia yang bertujuan untuk pemberian tablet
tambah darah pada remaja putri secara rutin seminggu sekali di masing-masing sekolah.
Upaya lain dalam penanggualangan anemia gizi untuk remaja putri dan WUS dilakukan
melalui kegiatan KIE yaitu promosi tentang anemia. Peran farmasis diperlukan untuk
pendekatan kepada remaja putri dan kepatuhan meminum tablet tambah darah.
DAFTAR PUSTAKA

Asrina, S. M., Setyarini, A. I., & Novitasari, R. (2021). Kepatuhan Remaja Minum Tablet
Tambah Darah Sebelum dan Setelah Menggunakan Aplikasi Reminder. Malang Journal
of Midwifery, 35-42.
Dewanti, S. W., Andrajati, R., & Supardi, S. (2015). Pengaruh Konseling dan Leaflet terhadap
Efikasi Diri, Kepatuhan Minum Obat dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Dua
Puskesmas Kota Depok. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 33-40.
Silaen, H., & Ramadhani. (2019). Pengaruh Pemberian Konseling Pada Pasien Hemodialisa
dengan Tingkat Kekambuhan Penyakit Hipertensi di Rumah Sakit Kota Medan. Jurnal
Keperawatan, 100-108.
1. Penyakit yang dapat menyebabkan penyakit – penyakit lainnya seperti
hipertensi,penyakit jantung dan pembuluh darah,stroke,gagal ginjal dan kebutuhan
yang ditandai dengan adanya gangguan metabolisme dan hiperglikemia akibat retensi
insulin atau disebabkan kekurangan insulin adalah?
A. Diabates mellitus
B. Maagh
C. ISPA
D. TBC
E. HIV
Sumber : Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Diabetes Melitus. 2005.
2. Pasien menggunakan inhaler aerosol terbutalin (Bricasma). Terbutalin sebagai obat
asma dimasukkan dalam golongan ….
A. Anti alergika
B. Beta adrenergic
C. Beta-2 adrenergik
D. Antikolinergik
E. Antibiotic
Sumber : Tan HT, Rahardja K. 2007. Obat-Obat Penting. Edisi 6. Jakarta:
Elexmedia Computindo

3. Pasien didiagnosa epilepsy, obat yg digunakan selama ini fenitoin 200 mg 2×1 hari.
Selama 4 thn terakhir tidak mengalami kejang (status epileptikus) dan pasien segera
diberi penanganan di Instalasi Gawat Darurat. Obat apa yang tepat untuk keluhan
tersebut?
A. Karbamazepin
B. Asam Valproat
C. Fenobarbital
D. Midazolam
E. Lorazepam
Sumber : Tan HT, Rahardja K. 2007. Obat-Obat Penting. Edisi 6. Jakarta:
Elexmedia Computindo
4. Penderita infeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika menujukkan gejala
atau penyakit tertentu yang merupakan akibat penurunan daya tahan tubuh yang
disebabkan virus HIV ( indicator sesuai dengan definisi AIDS dari Centers for
Disease Controltahun 1993) atau tes darah menunjukkan jumlah CD4?
a. < 200/mm3
b. <250/mm3
c. <300/mm3
d. <350/mm3
e. <400/mm3

5. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel?


a. Sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CDI positive T-sel dan macrophages-
komponen-komponen utama system kekebalan sel)
b. Sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CDI2 positive T-sel dan macrophages-
komponen-komponen utama system kekebalan sel)
c. Sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CDI3 positive T-sel dan macrophages-
komponen-komponen utama system kekebalan sel)
d. Sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CDI4 positive T-sel dan macrophages-
komponen-komponen utama system kekebalan sel)
e. Sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CDI5 positive T-sel dan macrophages-
komponen-komponen utama system kekebalan sel)
Sumber : Hamzi, MZ, 2012

6. Seseorang yang terinfeksi virus HIV atau menderita AIDS sering disebut dengan?
a. ODHI
b. ODHIV
c. ODHA
d. OHDI
e. ODHAIDS
Sumber : Nurbani,F. 2013. Dukungan Sosial Pada ODHA, Jakarta:Universitas
Gunadarma
7. Faktor yang mempengaruhi komunikasi remaja pada saat konseling kesehatan, kecuali
A. Pendidikan
B. Pengetahuan
C. Sikap
D. Lingkungan
E. Soaial Budaya
Sumber : Rizqi, M. A., Nashori, F., & Astuti, Y. D. (2017). Pelatihan konseling
kesehatan remaja untuk meningkatkan efikasi diri konselor sebaya pada siswa
Sekolah Menengah Atas. JIP (Jurnal Intervensi Psikologi), 9(1), 64-77.
8. Meskipun beberapa remaja ingin merahasiakan penyakit mereka, apoteker harus
sering mendorong mereka untuk tidak menyembunyikan penyakit mereka dan untuk
terbuka dan jujur dengan rekan-rekan mereka. Melalui orang lain atau pihak ketiga,
meminta menyebutkan keinginan, bercerita tentang Kesehatan, penyakit yang di
derita maupun stress yang di alami merupakan
A. Teknik Komunikasi pada Remaja
B. Hambatan Komunikasi pada Remaja
C. Faktor Pendukung Komunikasi pada Remaja
D. Prinsip Komunikasi pada Remaja
E. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi pada Remaja
Sumber : Wulandari, A. (2014). Karakteristik pertumbuhan perkembangan remaja
dan implikasinya terhadap masalah kesehatan dan keperawatannya. Jurnal
Keperawatan Anak, 2(1), 39-43.
9. Seorang remaja ingin membeli obat suppositoria di Apotek sejahtera. Remaja tersebut
meminta informasi tentang obat suppositoria dengan konseling pada Apoteker di
Apotek sejahtera. Keuntungan konseling untuk pasien?
A. Meningkatkan ketidaktaatan
B. Menambah informasi obat-obat alternatif
C. Sebagai referensi untuk rencana terapi obat
D. Tambahan penjelasan mengenai swamedikasi
E. Mengurangi kesalahpahaman tentang fungsi farmasis
Sumber : Nasikhatun, D., Sari, M. P., & Prastiwi, R. S. (2021). TINGKAT
PENGETAHUAN SWAMEDIKASI DISMENORE PADA REMAJA DI DESA
YAMANSARI (Doctoral dissertation, Politeknik Harapan Bersama Tegal).
10. Seorang ibu hendak membeli obat ke apotek. Ibu tersebut ingin pengobatan secara
swamedikasi di Apotek. Swamedikasi di apotek di tangani langsung oleh
apoteker/farmasis, agar pengobatan rasional. Pengobatan rasional?
A. Pasien yang sesuai dengan obat yang diberikan
B. Efek samping sesuai
C. Obat alternatif sesuai
D. Diobati indikasi yang tidak terobati
E. Pemberian obat dilakukan oleh farmasi
Sumber : Kristina, S. A., Prabandari, Y. S., & Sudjaswadi, R. (2007). Perilaku
pengobatan sendiri yang rasional pada masyarakat. Berita Kedokteran
Masyarakat, 23(4), 176-183.
TUGAS INFORMASI OBAT
Resume Konseling Farmasi “Case Study”

Dosen Pengampu:
Elvina Triana Putri, M.Farm. Apt

Disusun oleh:
Kelompok 7
Rihan Halabiyah 19330119
Meri Aprilia 21330714
Haura Fatona Chairunissa 21330716
Intan Ririn Setyawati 21330723
Shafa Ratna Aulia Permata 21330734

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
INSTITUT DAN SAINS TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2022
RESUME MATERI

Konseling Farmasi “ Case Study”


- Konseling pada pasien yang lanjut usia
- Konseling pada pasien kritis (terminally ill)
- Konseling pada pasien dengan AIDS
- Konseling pada pasien dengan gangguan mental
- Konseling untuk remaja

Formulasi → Prescribing (Peresepan) → Dispensing → Patient Adherence (Kepatuhan


Pasien) → Farmakokinetik → Farmakodinamik → Respon Obat

Pasien dengan risiko tinggi


1. Penyakit asimtomatik: hipertensi
2. Kondisi kronis: hipertensi, artritis, diabetes
3. Gangguan kognitif: demensia, Alzheimer
4. Regimen kompleks: polifarmasi, QOD
5. Multiple daily dosing: qd<bid<tid, <qid
6. Persepsi pasien: efektivitas (kemanjuran), efek samping, biaya
7. Komunikasi yang jelek: hubungan praktisi pasien
8. Penyakit jiwa: kecil kemungkinannya untuk mematuhi

Beban Ketidak Patuhan Nasional


- Kurang lebih 125.000 kematian pertahun karena nonadgerence, atau dua kali
dalam jumlah kematian akibat kecelakaan mobil
- Hampir 11% pasien rawat inap dan 40% pasien sakit dipanti jompo, adalah akibat
nonadherence
- Biaya langsung maupun tidak langsung akibat nonadherence mencapai 100 milyar
pertahun akibat di USA

1
Peran Apoteker
1. Apoteker memahami kegunaan konseling bagi pasien → menguasai teori
konseling dan komunikasi
2. Apoteker mampu mnegidentifikasi DRP & masalah lain → mampu menggali
informasi dari pasien dan menguasai ilmu farmakoterapi dan komunikasi.
3. Apoteker mampu memilih informasi yang tepat untuk kondisi, behavior pasien,
kesiapan pasien dan memberikan secara efisien dan efektif → menguasai ilmu
farmakoterapi dan komunikasi.

1) Memilih pasien: prioritas pasien berdasarkan kondisi, penyakit, dan obat


2) Menentukan kebutuhan informasi untuk pasien (jenis dan kedalamannya)
3) Memilih informasi yang tepat dari sumber yang dipercaya
4) Memberikan informasi secara efisien dan efektif.
5) Memahami pasien: kondisi Kesehatan pasien, penyakit pasien, obat untuk
pasien, perilaku pasien.
6) Identifikasi DRP (Drug Related Problem) dan masalah lain:
- Identifikasi DRP
- Kebutuhan informasi, kebutuhan motivasi, empati, dan lainnya, problem solving.
7) Pemilihan informasi dalam praktek konseling: cara dan kiat memilih informasi
sesuai kebutuhan pasien, cara pemberian konseling yang efisien dan efektif.

Konseling pasien :
- Konseling tidak berdiri sendiri
- Konseling merupakan hanya tercapainya patient safety
- Konseling merupakan bagian dari pharmaceutical care (fokus pasien)
- Konseling merupakan bagian dari Medication Process Management
- Konseling tergantung bagian dari attitude, knowledge, skill dari farmasis
(komunikasi dan Farmasi Klinis).
- Ada metodenya: untuk penyakit akut, untuk penyakit kronis dan permasalahannya
- Ada teknik-teknik yang berbeda: otc (analisa, memulihkan), resep dokter
(penyakit akut, penyakit kronis, pasien rawat jalan, pasien pulang rawat inap) ,
Menjawab keluhan dll

2
- Harus dibangun tools untuk praktik sehari-hari.

Kaitan KIE dengan Patient Safety

3
KONSELING SEBAGAI KOMPONEN PHAMACETICAL CARE
Sistem Kesehatan Masyarakat Amerika Apoteker dalam pedoman tentang
apoteker- konseling pasien yang dilakukan menyatakan bahwa: “Konseling pasien yang
dilakukan Apoteker adalah komponen perawatan kefarmasian dan harus ditujukan untuk
meningkatkan terapi hasil dengan memaksimalkan penggunaan yang tepat dari
pengobatan”
Konseling yang dilakukan apoteker merupakan komponen dari “Pharmaceutical
Care” dan merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik dalam usaha untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien serta pemecahan masalah yang
dihadapi pasien dalam penggunaan obat. Kegiatan konseling oleh apoteker yang
dilaksanakan secara berkesinambungan akan meningkatkan kepercayaan pasien akan
kebutuhan pelayanan kefarmasian di rumah sakit maupun komunitas.
Kebutuhan dan hak konsumen tentang informasi dalam pelayanan kefarmasian
1. Problem solving skill
2. Komunikasi
3. Konseling/Edukasi
4. Patient Assessment
5. Farmasi Klinis: Farmakoterapi, Patofisiologi, dll
6. Penyakit dan progresnya, guidelines
7. Hukum dan etika
8. Pharmaceutical Care Plan
9. Interaksi dengan dokter, dIl
10. Perilaku : peduli, komitmen, dIl

Memahami Kebutuhan, Keinginan & Pilihan Pasien


1. Feeling about being ill (perasaan sebaggi orang sakit)
2. Frustration
3. Fear & Anxiety (takut dan cemas)
4. Feelings of damage (perasaan rusak)
5. Anger, dependency, guilt (marah, tergantung, bersalah)
6. Depression and loss of Self esteem (depresi, hilang harga diri)
7. Death & Dying

4
8. Feeling about Taking medication

LANSIA
• 12% populasi mengonsumsi 30-40 biaya obat (US)
• Isu polifarmasi
• Perubahan metabolisme

Akomodasi untuk konseling dan kepatuhan bagi penyandang disabilitas


Disabilitas Akomodasi
Seluruh disabilitas • Bersiaplah untuk perasaan
• Menawarkan bantuan
• Jangan menghindari kontak mata
• Menyapa pasien secara langsung (bukan pemberi
perawatan)
• Memungkinkan waktu tambahan
• Peduli lingkungan
• Meminta umpan balik untuk memastikan pemahaman
Mendengarkan masalah • Jangan berteriak
• Mengatakan dgn jelas
• Berbicara di sisi telinga yang baik
• Menghadapi orang secara langsung
• Memastikan pencahayaan yang memadai
• Gunakan kalimat sederhana untuk memungkinkan
membaca bibir
• Melengkapi informasi verbal dengan materi cetak, bagan,
diagram
Masalah visual • Kenali dirimu
• Gunakan cetakan besar dan kode warna atau label braille
sesuai kebutuhan dan tersedia
• Memvariasikan ukuran wadah obat untuk mengidentifikasi
obat yang berbeda
• Gunakan informasi rekaman audio jika tersedia
Disabilitas fisik • Menyediakan wadah yang mudah dibuka
• Singkirkan penghalang fisik untuk mengakses -pintu dan
gang lebar, singkirkan kekacauan
• Menyediakan tempat duduk
• Kunjungan rumah
Isi konseling • Identifikasi DRP
• Riwayat kondisi terutama GI, hati dan ginjal
• Penggunaan obat lengkap
• Menilai kemampuan minum obat dan faktor-faktor yang
mungkin berkontribusi terhadap ketidakpatuhan
• Rujuk pasien untuk bantuan sesuai kebutuhan
• Memberikan informasi tentang efek samping
• Tetap sederhana

5
• Menggunakan berbagai metode konseling
• Memberikan informasi dalam beberapa sesi

Melakukan Review Obat • Pada pertemuan pasien pertama dan ketika obat baru
ditambahkan
• Di apotek, klinik, kantor dokter atau rumah
• Bagi menjadi sesi yang lebih kecil
• Gunakan format yang telah direncanakan sebelumnya,
misalnya "hanya memeriksa"
• Fokus pada isu-isu pentingnya penggunaan narkoba pada
orang tua dan berbagai rekomendasi
Strategi Pengajaran • Menggunakan strategi untuk memaksimalkan kemampuan
belajar
• Gunakan pertanyaan kunci untuk meningkatkan
pembelajaran
Tingkatkan kepatuhan • Tindakan untuk mengurangi setiap faktor yang
berkontribusi terhadap ketidakpatuhan
Dukungan keluarga dan • Mendidik dan melibatkan pemberi perawatan tentang obat-
komunitas obatan dan drps
• Bantu pasien untuk mencari dukungan Jika diperlukan

Meningkatkan kesadaran • Menawarkan layanan kepada orang tua dan pemberi


perawatan
• Presentasi di komunitas

6
KONSELING PADA PASIEN CHRONIC ILLNESS
Penyakit kronis memerlukan rawat inap di rumah sakit, pemantauan mandiri,
tindak lanjut, terapi obat seumur hidup, tindakan nonfarmakologis dan beberapa
modifikasi gaya hidup. Konseling pasien yang efektif membuat pasien memahami
penyakitnya, modifikasi gaya hidup yang diperlukan dan farmakoterapi dengan cara yang
lebih baik, sehingga meningkatkan kepatuhan pasien. Apoteker konseling harus memiliki
pengetahuan yang memadai dan harus menjadi komunikator yang efektif, memanfaatkan
keterampilan komunikasi verbal dan non-verbal.
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko penting untuk beberapa komplikasi yang
mengakibatkan kerusakan organ akhir. Jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan
dampak buruk yang sangat besar pada kualitas hidup. Tindakan non-farmakologis:
Penurunan berat badan dan olahraga teratur, pembatasan natrium dan kalori, pembatasan
lemak jenuh dan peningkatan asupan serat makanan, pembatasan asupan alkohol, berhenti
merokok, hati-hati saat menggunakan obat flu yang mengandung simpatomimetik,
pemantauan diri terhadap tekanan darah.
Tabel 1. Memonitor obat antihipertensi sesuai kelasnya

Kelas Obat Parameter pasien yang di Monitoring Tambahan


monitor oleh Apoteker

ACE Inhibitor Hipotensi pada pemberian dosis Fungsi ginjal (BUN, serum
pertama, pusing, batuk, tekanan kreatinin), serum elektrolit
darah, adherence (kalium)

ARB Hipotensi pada pemberian dosis Fungsi ginjal (BUN, serum


pertama, pusing, tekanan darah, kreatinin), serum elektrolit
adherence (kalium)

Alpha-blocker (Penyekat alfa) Hipotensi ortostatik (terutama –


dengan dosis pertama), pusing,
tekanan darah, adherence

Beta-blocker (Penyekat beta) Denyut nadi, tekanan darah, Gejala gagal jantung, gula
toleransi thd olah raga, pusing, darah
disfungsi seksual, gejala gagal
jantung, adherence

7
Antagonis kalsium Denyut nadi (verapamil, Gejala gagal jantung
diltiazem), edema perifer, sakit
kepala (terutama dengan
dihidropiridin), gejala gagal
jantung, tekanan darah,
adherence

Obat yang bekerja sentral Sedasi, mulut kering, denyut Enzim liver (metildopa)
(metildopa, klonidin) nadi, gejala retensi cairan,
tekanan darah, adherence

Diuretik Pusing, status cairan, urine Fungsi ginjal (BUN, serum


output, berat badan, tekanan kreatinin), serum elektrolit
darah, adherence (kalium, magnesium, natrium),
kadar gula, asam urat (utk
tiazid)
(Departemen Kesehatan RI, 2006)

2. Diabetes
Diabetes adalah penyakit kronis dengan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein yang
berubah. Manajemen diabetes dilakukan dengan pemahaman pasien tentang penyakitnya,
faktor sosial ekonomi, pengaturan diet, pemantauan glukosa darah sendiri. Apoteker
dapat mendidik pasien tentang penggunaan obat yang tepat, menyaring interaksi obat,
menjelaskan perangkat pemantauan, dan membuat rekomendasi untuk produk dan
layanan tambahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk terapi non faramakologis
lain yaitu mengkonsumsi air alkali secara rutin, karena air alkali memiliki kemampuan
untuk pembersihan tubuh, bersifat mikro yang memiliki kemampuan penyerapan oleh
tubuh yang tak tertandingi dan menyediakan elektron yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
menghancurkan radikal (Siswantoro, 2018).
Tabel 2 Contoh Bahan Konseling Mengenai OHO

Terapi Bahan Konseling

Sulfonilurea 1. Tanda-tanda hipoglikemia dan penanganannya


2. Minumlah glipizide kira-kira 30 menit sebelum makan untuk
meningkatkan efektivitas
3. Hindari alkohol, alkohol mungkin dapat menyebabkan
hipoglikemia dan menginduksi reaksi flushing

8
Meglitinida 1. Gejala hipoglikemia dan penanganannya
2. Minumlah dengan segera, hingga 30 menit sebelum setiap kali
makan
3. Lewatkan satu dosis bila tidak makan
4. Tambahkan satu dosis setiap kali makan tambahan

Biguanida 1. Minumlah bersama makanan untuk menghindari gangguan pada


perut (gastrointestinal upset)
2. Mungkin mengalami diare ringan dan kembung (bloatedness)
3. Apabila diminum bersamaan dengan sulfonilurea atau insulin,
penderita perlu diingatkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia
4. Jelaskan bahwa gangguan ginjal dapat mengarah pada asidosis
laktat dan mintalah untuk memantau fungsi ginjal dan hati secara
teratur.
5. Laporkan gejala asidosis laktat misalnya kejang atau nyeri otot,
hiperventilasi, kelelahan yang tidak wajar dan kelemahan, dsb.
6. Hindari alcohol
7. Laporkan masalah medis yang bersamaan dan prosedur
diagnostik mendatang

Tiazolidinedion 1. Minumlah dengan makanan


2. Apabila diminum dengan sulfonylurea atau insulin, penderita
perlu diingatkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia
3. Laporkan tanda-tanda toksisitas hati misalnya mual, muntah,
nyeri perut, kelelahan yang tidak wajar, tidak bernafsu makan
(anoreksia), urin berwarna gelap, dsb.

Penghambat 1. Minumlah bersama sendok pertama setiap makan


α-glukosidase 2. Lewati satu dosis bila tidak makan
3. Apabila diminum/diberikan bersamaan dengan sulfonylurea atau
insulin, atasi reaksi hipoglikemia dengan sumber glukosa yang
sudah tersedia misalnya dekstrosa, gula pasir tidak efektif karena
pengaruh acarbose.
4. Peringatkan kemungkinan terjadinya diare, sendawa, nyeri perut,
khususnya pada pengobatan awal. Laporkan gejala gangguan
pencernaan yang terus menerus

(Departemen Kesehatan RI, 2005)

3. Penyakit jantung coroner


Tujuan pengobatan untuk mengurangi mortalitas, morbiditas dan penurunan kualitas
hidup yang terkait. Tindakan non-farmakologis: Pengetuahuan diet, merokok, olahraga
dan mendorong pasien untuk membuat catatan harian tentang serangan angina dan gejala
nyeri. Pendekatan nonfarmakologis: Apoteker memberikan gambaran tentang diabetes,

9
stres dan penyesuaian psikososial, keterlibatan keluarga dan dukungan sosial, nutrisi,
olahraga dan aktivitas, pemantauan dan penggunaan hasil, hubungan antara nutrisi,
olahraga, pengobatan, dan kadar glukosa darah. Nasihat mengenai pencegahan, deteksi
dan pengobatan komplikasi akut/kronis, perawatan kaki, kulit dan gigi, strategi perubahan
perilaku, penetapan tujuan, pengurangan faktor risiko, dan pemecahan masalah,
prakonsepsi, manajemen kehamilan dan nifas.

4. Dyslipidemia
Penatalaksanaan dislipidemia memerlukan modifikasi gaya hidup disertai kepatuhan
minum obat. Pasien harus didorong untuk meningkatkan asupan serat makanan, yang
dapat mengurangi kandungan lemak dalam darah. Pendekatan non-farmakologis:
olahraga teratur untuk mengurangi berat badan, penggunaan lemak tak jenuh, buah-
buahan dan sayuran yang mengandung antioksidan, manajemen stres, menghindari obat-
obatan yang diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol. Lini pertama untuk terapi
dislipidemia menggunakan obat golongan statin (simvastatin, atorvastatin, dll), namun
beberapa pasien mengalami dislipidemia ganda dan memerlukan terapi kombinasi. Terapi
farmakologis dislipidemia lain mengggunakan obat golongan niacin can fibrat, CAI
(ezetimibe), dan terapi kombinasi (Shahab, 2013).

5. Asma
Asma adalah kondisi kronis yang membutuhkan terapi obat seumur hidup. Apoteker
berperan aktif mengenai pemantauan diri terapi obat, modifikasi gaya hidup, dan
penggunaan bentuk sediaan khusus seperti inhaler. Tindakan non-farmakologis:
Tindakan keamanan saat bepergian, penggunaan obat-obatan profilaksis sebelum
berolahraga, menghindari alergen, berhenti merokok. Pada pasien dengan
penatalaksanaan secara farmakologi dapat dilakukan dengan menggunakan nebulisasi
combivent 1x selama 15 menit, salbutamol 2mg/ 8 jam dan inhalasi glukokortikosteroid
200 mcg (controller) (Alfa, 2020).

6. Epilepsy
Manajemen pengobatan dengan kepatuhan pengobatan. Kegagalan untuk mematuhi
rejimen pengobatan menyebabkan peningkatan kekambuhan kejang. Kejang yang tidak

10
terkontrol dengan baik meningkatkan kemungkinan masuk rumah sakit. Tindakan non-
farmakologis: meliputi tindak lanjut rutin, menghindari kurang tidur, dan menghindari
obat OTC (Over The Counter); kegiatan menghilangkan stres, konseling psikososial.

7. Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis adalah kondisi melumpuhkan kronis dengan penurunan yang
signifikan dalam kualitas hidup pasien. Tindakan non-farmakologis: Edukasi pasien
mengenai terapi fisik, terapi okupasi, program latihan, skrining untuk deteksi dini dan
pengobatan penyakit. Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang menguasai
keterampilan motorik halus dengan lebih baik. Terapi okupasi dilakukan untuk membantu
menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot pada pasien dengan kata lain
untuk melatih motorik halus (Hasnita, 2015).

11
KONSELING PADA PASIEN HIV
Pengertian
HIV/AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada
darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu. Virus tersebut merusak sistem kekebalan
tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga
mudah terjangkit penyakit infeksi (Departemen Kesehatan RI, 2006a).
Penggunaan obat antiretroviral menunjukkan keberhasilan dalam menekan
jumlah virus yang ada pada penderita infeksi HIV/AIDS. Untuk mendapatkan
keberhasilan terapi antiretroviral membutuhkan penanganan secara terpadu, dimana
apoteker sebagai tenaga kesehatan memegang peranan yang cukup penting untuk
keberhasilan pelaksanaan terapi antiretroviral. Di dalam POKJA HIV/AIDS di rumah
sakit, apoteker berperan dalam :
a) Pengelolaan persediaan obat antiretroviral dan obat pendukung lainnya
b) Pemberian informasi obat
c) Konseling obat
d) Pemantauan kepatuhan terapi

Konseling Obat
a) Konseling kepada pasien sebaiknya dilakukan ditempat yang nyaman dan
kerahasiaan terjamin
b) Tempat melakukan konseling tidak terlalu jauh dari poliklinik sehingga pasien
mudah mengakses
c) Konseling dapat dilakukan pada saat pasien akan memulai terapi antiretroviral yang
disebut dengan konseling pra ART dan secara konseling periodik sesuai kebutuhan.
d) Konseling pra ART diberikan sebelum pasien memulai terapi dengan materi sebagai
berikut :
(1) Apa manfaat dan kegunaan dari obat Antiretroviral
(2) Bagaimana cara menggunakan obat yang benar
(3) Kapan waktu minum obat yang benar
(4) Apa saja kemungkinan efek samping yang timbul

12
(5) Bagaimana mengenali dan mengatasi efek samping yang timbul
(6) Apa cara yang harus ditempuh jika terjadi efek samping.
(7) Apakah ada obat-obatan lain yang diminum oleh pasien baik yang diresepkan oleh
dokter maupun yang dipakai sendiri, untuk menghindari interaksi obat
(8) Bagaimana cara pasien mendapatkan obat kembali jika sudah habis.
e) Dibuat evaluasi terhadap hasil kegiatan konseling obat untuk meningkatkan
keberhasilan terapi dan dilaporkan kepada POKJA HIV/AIDS di rumah sakit untuk
ditindaklanjuti.

Konseling Untuk Meningkatkan Adherence


Konseling dan Adherence Konseling dalam VCT (Voluntary Counselling and
Testing) adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan tujuan jelas,
memberikan waktu, perhatian dan keahliannya membantu klien untuk mempelajari situasi
mereka, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang
diberikan lingkungan mereka. Konseling dimaksudkan untuk menumbuh kembangkan
pola pikir klien akan perlunya pengubahan sikap perilaku kearah gaya hidup sehat.
Konseling dilakukan oleh konselor terlatih.
Adherence, merupakan istilah bahasa Inggris yang mengacu pada kepatuhan
berobat klien (tepat waktu, tepat dosis dan tepat cara minum obat), kesiapan pemberi
layanan (apoteker, manajemen institusi kesehatan) untuk senantiasa menjaga
ketersediaan & keterjangkauan obat sepanjang waktu, dan ketersediaan obat oleh
pemerintah.
Bagi apoteker, konseling adherence terkait pada dua hal, yang pertama adalah
menumbuhkembangkan kemampuan klien untuk menggunakan obatnya sesuai petunjuk
medis dan melakukan pemantauan penggunaan obat klien, dengan menjaga hubungan
terapeutik dan yang kedua adalah menjaga sediaan obat agar tetap dapat diakses klien dan
tak pernah putus sediaannya (pengelolaan obat) (Departemen Kesehatan RI, 2006a).
Kepatuhan berobat bagi klien merupakan kemampuan klien untuk menjalani
pengobatan sesuai petunjuk medik. Artinya dosis, waktu dan cara memasukkan obat
kedalam tubuh secara tepat, misalnya bersama makanan atau tidak. Pengobatan
HIV/AIDS untuk jangka panjang, merupakan hal yang biasa pada setiap penyakit kronis.
Obat-obatnya termasuk ARV, profilaksis untuk infeksi oportunistik, medikasi untuk

13
infeksi oportunistik (terutama terapi TB). Antiretroviral sangat efektif bila diberikan
dalam bentuk kombinasi dua atau lebih jenis ARV kelas utama (Departemen Kesehatan
RI, 2006a).
Obat yang bermacam-macam menghasilkan suatu rejimen kompleks, yang harus
diikuti oleh klien, sehingga memerlukan kecermatan dan kesediaan klien untuk terus
menerus tanpa henti mengikuti kebiasaan baru dalam hidupnya : meminum obat secara
teratur. Seringkali perjalanan penyakitnya menghambat pemasukan obat ke dalam tubuh,
misalnya karena kesulitan menelan, sehingga dukungan konseling sangat dibutuhkan
untuk mempertahankan adherence klien. Sasaran konseling dalam VCT ini adalah
• Untuk mencapai pemahaman yang sama antara klien dan apoteker
• Untuk memberikan pemahaman akan proses kerja terapi dan kesulitan yang akan
dihadapi, sehingga kerjasama dokter-klien-apoteker dapat terjalin

Konseling
• Menilai pengetahuan pasien tentang infeksi HIV dan pengobatannya dan mendidik
pasien tentang patofisiologi dan riwayat alami infeksi HIV dan perkembangan
menjadi AIDS; tujuan terapi,
• Mekanisme kerja, dan durasi terapi obat antiretroviral; potensi efek samping dari dan
interaksi dengan terapi obat antiretroviral dan cara untuk mengelola efek samping;
konsep resistensi obat dan pentingnya kepatuhan
• Menjelaskan rejimen terapi;
• Pemantauan laboratorium terhadap respons terapeutik terhadap terapi obat
antiretroviral
• Strategi terapeutik untuk mengatasi kegagalan terapeutik

14
KONSELING FARMASI UNTUK PASIEN PSIKIATRIK
Tiga faktor utama berkontribusi terhadap kepatuhan pengobatan yang rendah pada pasien
depresi. Faktor-faktor ini adalah:
1. Kurangnya informasi obat tentang reaksi merugikan dan jadwal pemberian obat;
2. Kesulitan keuangan;
3. Mempersulit rejimen obat

Pertimbangan konseling umum


Apoteker harus bertanya kepada pasien dengan gangguan kejiwaan tentang status
merokok mereka dan, jika perlu, mendorong berhenti merokok. Pasien dengan depresi
lebih cenderung merokok daripada mereka yang tidak depresi (29% vs. 19%). Temuan
ini juga telah diidentifikasi dengan gangguan bipolar dan skizofrenia. Berbagai
pendekatan (misalnya, terapi penggantian nikotin) tersedia OTC dan harus didiskusikan.

Konseling
Dalam survei terhadap lebih dari 2.000 orang dewasa, 53% dari mereka dengan gejala
depresi menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif (CAM), terutama St.
John's wort dan 5 Hydroxytryptophan.5 Suplemen lain seperti valerian, kava, melatonin,
dan lemak omega-3 asam sering digunakan oleh individu dengan masalah kesehatan
mental. Beri tahu pasien bahwa suplemen tidak diatur dengan baik, mungkin tidak lebih
aman daripada obat yang diresepkan, dan tidak boleh menggantikan terapi resep.

SSRI
• Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) adalah kelas antidepresan yang umum
diresepkan. Meskipun aman, perkembangan sindrom serotonin menjadi perhatian
serius bila digunakan dengan agen serotonergik lainnya. Dekstrometorfan memiliki
aktivitas serotonergik dan hadir dalam banyak obat batuk. Produk alami (mis., St.
John's wort, 5-hydroxytryptophan, S-adenosyl-l-methionine) juga bersifat
serotonergik dan harus dihindari pada individu yang menggunakan SSRI atau
antidepresan, termasuk duloxetine dan venlafaxine.
• SSRI (dan inhibitor reuptake serotonin-norepinefrin) dapat meningkatkan risiko
perdarahan, terutama jika dikonsumsi dengan agen antitrombotik yang diresepkan.

15
Pasien harus menghindari ibuprofen OTC, naproxen, dan dosis analgesik aspirin untuk
mengurangi risiko perdarahan dan sebagai gantinya menggunakan asetaminofen.

Bupropion
Efek antikolinergik dapat terjadi dengan penggunaan bupropion, sehingga pasien harus
dinasihati untuk menghindari obat OTC dengan efek antikolinergik (misalnya,
difenhidramin, dimenhidrinat, meklizin). Ketika pasien datang dengan gejala batuk dan
pilek, produk yang direkomendasikan termasuk antihistamin generasi kedua,
dekongestan, dan pelega tenggorokan. Pasien harus menghindari kombinasi produk
dingin OTC, karena kemungkinan besar mengandung agen antikolinergik

Lithium
Lithium tetap menjadi pengobatan utama bagi banyak pasien dengan gangguan bipolar.
Konseling perawatan diri harus fokus pada aktivitas apa pun yang akan mengubah
konsentrasi lithium. Yang terpenting, perubahan dalam konsumsi natrium, khususnya
pembatasan natrium, akan meningkatkan reabsorpsi litium tubulus ginjal dan
mengakibatkan toksisitas litium. Anjurkan pasien dengan gangguan bipolar bersamaan
dan hipertensi untuk mempertahankan asupan natrium dan cairan yang memadai. Pasien
yang memakai lithium juga harus menghindari penggunaan ibuprofen dan naproxen, yang
keduanya dapat meningkatkan reabsorbsi lithium di ginjal, yang mengakibatkan
peningkatan konsentrasi.
Beritahu pasien untuk menggunakan asetaminofen untuk nyeri daripada NSAID.

Konseling ceklis
1. Apakah apoteker Anda memperkenalkan dirinya sebagai seorang profesional
perawatan kesehatan (atau apoteker) sebelum dia membahas denganmu?
2. Apakah apoteker Anda memverifikasi nama, untuk mengetahui apakah Anda adalah
pemilik resep atau berkas kasus sebelum Anda?
3. Apakah apoteker Anda memberikan privasi? selama diskusi dengan Anda?
4. Apakah apoteker Anda meninjau Anda? resep/catatan kasus sebelum nya diskusi
dengan Anda?
5. Apakah apoteker Anda menjelaskan tujuan diskusi dengan Anda?

16
6. Apakah apoteker Anda mencoba mencari tahu apakah Anda sedang menjalani
pengobatan lain saat ini?
7. Apakah apoteker Anda menyajikan fakta dan konsep tentang obat Anda dalam urutan
yang logis?
8. Apakah apoteker Anda mengetahui apakah Anda memiliki riwayat penyakit kronis
seperti diabetes atau hipertensi dalam keluarga Anda?
9. Apakah apoteker Anda mengetahui apakah Anda memiliki alergi obat atau makanan?
10. Apakah apoteker Anda mengeksplorasi sesuatu? potensi masalah yang terkait dengan
obat Anda, (mis. keterjangkauan)?
11. Apakah apoteker Anda berdiskusi? efek samping yang signifikan dari Anda obat
dengan Anda?
12. Apakah apoteker Anda memperingatkan Anda? untuk tidak mengonsumsi obat-
obatan, alkohol, atau produk herbal bersamaan dengan obat Anda?
13. Apakah apoteker Anda mendiskusikan obat-obat, obat-penyakit atau interaksi obat-
makanan Anda obat dengan Anda?
14. Apakah apoteker Anda menjelaskan kepada Anda dalam istilah yang tepat apa yang
harus dilakukan ketika Anda melewatkan satu dosis?
15. Apakah apoteker Anda memberi tahu Anda? aktivitas yang harus dihindari saat Anda
berada di obat Anda?
16. Apakah apoteker Anda membantu Anda? menghasilkan solusi untuk beberapa potensi
masalah Anda pengobatan?
17. Apakah apoteker Anda memberi tahu Anda? bagaimana mencegah dan/atau mengelola
samping efek obat Anda jika itu terjadi?
18. Apakah apoteker Anda mendiskusikan kondisi penyimpanan dan lainnya instruksi
tambahan dari Anda obat dengan Anda?
19. Apakah apoteker Anda memberi tahu Anda caranya, lama waktu yang dibutuhkan
sebelum obat Anda mulai menunjukkan efek?
20. Apakah apoteker Anda memberi tahu Anda kapan harus kembali untuk mengisi ulang
obat-obatan?
21. Apakah apoteker Anda menekankan tentang kebutuhan untuk Anda selesaikan obat
Anda?

17
22. Apakah apoteker Anda membantu Anda dalam mengembangkan rencana untuk
memasukkan rejimen obat Anda ke dalam rutinitas harian?
23. Apakah apoteker Anda menjelaskan bagaimana, kapan dan berapa lama Anda akan
menggunakan obat Anda?
24. Apakah apoteker Anda memberi Anda kesempatan untuk bertanya atau
mengungkapkan pendapat Anda?
25. Apakah apoteker Anda mencoba mencari tahu apakah Anda memahami nasihat yang
dia berikan kepada Anda dengan meminta Anda untuk mengulanginya?
26. Apakah apoteker Anda menanyakan apakah Anda memerlukan informasi tambahan?
27. Apakah apoteker Anda memelihara kontrol dan arah Anda percakapan tanpa terganggu
oleh panggilan telepon, TV, radio atau anggota staf lainnya?
28. Apakah apoteker Anda bertanya kepada Anda? pertanyaan terbuka yang baik (mis.
pertanyaan yang dimulai dengan 'mengapa', 'bagaimana', 'kapan', 'di mana'?
29. Apakah apoteker Anda memberi Anda? dengan informasi yang akurat?
30. Apakah apoteker Anda memberi tahu Anda? nama dan indikasi Anda obat-obatan?
31. Apakah apoteker Anda memelihara keterampilan komunikasi berikut ini: Kontak mata
yang bagus? Suara yang terdengar, nada dan kecepatan bicara? Postur dan gerak tubuh
yang baik, Ruang yang cukup di antara dia dan kau?

18
KONSELING PADA REMAJA
Seiring dengan gejolak normal masa remaja, banyak remaja dihadapkan pada stres dalam
mengelola penyakit kronis, seperti asma, diabetes, atau epilepsi. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa remaja dan remaja dengan penyakit kronis berisiko tinggi untuk
tidak mematuhi pengobatan dan terapi lainnya
Masalah
• Untuk beberapa remaja, menolak untuk minum obat yang diresepkan adalah cara
untuk menegaskan kemandirian dari otoritas orang tua atau medis.
• Orang lain mungkin enggan untuk minum obat mereka atau mematuhi tindakan
perawatan diri karena takut akan penyakit dan
• perlakuannya akan membuat mereka tampak berbeda atau terisolasi dari teman
sebayanya
Seorang apoteker yang peduli dapat membantu remaja mengatasi tekanan teman sebaya
dan meningkatkan kepatuhan dan perawatan diri mereka. perubahan kecil dalam rejimen
pengobatan pasien, seperti mengganti obat jangka panjang dengan obat yang harus
diminum di sekolah, dapat membuat perbedaan besar. Seorang remaja dengan asma
mungkin menemukan inhaler/spacer kecil dan terpisah yang mudah dimasukkan ke dalam
tas atau ransel jauh lebih "dingin" dan lebih dapat diterima daripada perangkat yang lebih
besar
Kepatuhan pasien penting untuk keberhasilan setiap perawatan medis. Tingkat
kepatuhan pada populasi remaja sangat bervariasi, dari 10% hingga 89%, untuk
penyakit kronis. Menurut (Bender et al), anak-anak dengan asma dilaporkan bahwa
hanya 50% sampai 60% dari mereka yang patuh menggunakan dosis obat inhalasi
yang ditentukan.
Ada banyak dampak dari kepatuhan yang rendah pada remaja, dengan
konsekuensi yang jelas bagi diri mereka sendiri, keluarga mereka dan sistem
perawatan kesehatan. Untuk kondisi kronis, kepatuhan yang rendah meningkatkan
morbiditas dan komplikasi medis (rawat inap), berkontribusi pada kualitas hidup
yang lebih buruk (kelelahan dan ketidakhadiran di sekolah) dan penggunaan sistem
perawatan kesehatan yang berlebihan (konsultasi dan investigasi medis yang tidak
perlu) . Kepatuhan yang rendah meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan dapat
menyebabkan tim perawatan kesehatan menahan pengobatan. Dalam kasus

19
transplantasi organ, kepatuhan yang rendah merupakan penyebab utama penolakan
cangkok dan dapat menyebabkan kematian.
Banyak faktor berbeda yang berpotensi berdampak pada kepatuhan seperti
demografi, keluarga, sosial ekonomi, pribadi, jenis penyakit, rejimen terapeutik dan
hubungan dengan profesional perawatan kesehatan. Meskipun beberapa hasil
bertentangan, faktor yang tampaknya memiliki dampak positif pada kepatuhan adalah
fungsi keluarga yang positif, teman dekat, lokus kendali internal, pengobatan dengan
manfaat langsung, keyakinan orang tua akan keseriusan penyakit dan kemanjuran
pengobatan, dan empati dokter. Faktor lain yang tampaknya berdampak negatif pada
kepatuhan adalah usia remaja, yaitu masalah kesehatan mental dengan pengasuh,
konflik keluarga, terapi kompleks, pengobatan dengan efek samping dan penolakan
penyakit. Remaja yang mengalami masalah kesehatan emosional, sosial, keluarga
atau mental lebih berjuang dengan mematuhi rejimen medis; investasi yang rendah
dalam rencana perawatan dapat menjadi tanda depresi atau masalah psikososial
lainnya selama masa remaja. Keyakinan dan sikap pasien adalah salah satu prediktor
kepatuhan yang paling banyak dipelajari.
Secara sosial, remaja ingin diterima oleh kelompok sebayanya. Memiliki
penyakit kronis menimbulkan tantangan untuk bersosialisasi. Pada remaja dengan
diabetes, hubungan negatif dengan teman sebaya berhubungan dengan hasil yang
buruk. Remaja tidak ingin berbeda dari teman sebayanya, yang dapat menyebabkan
penyangkalan atau menyembunyikan penyakit mereka dari teman sebaya, sehingga
membuat kepatuhan menjadi sangat sulit. Kadang-kadang, remaja dapat merasakan
manfaat langsung atau tidak langsung dari kepatuhan yang rendah. Kemungkinan
manfaat termasuk pengurangan efek samping obat, peningkatan fleksibilitas dalam
jadwal pribadi mereka dan kebebasan untuk memikirkan penyakit mereka (walaupun
sementara) (Taddeo et al., 2008).

Intervensi untuk meningkatkan Kepatuhan


Mengingat banyak faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya kepatuhan dalam
remaja, tidak ada intervensi sederhana yang akan diterapkan untuk setiap skenario
remaja. Berdasarkan penelitian saat ini, sejumlah strategi sangat membantu dalam
meningkatkan kepatuhan.

20
1. Langkah pertama: mengidentifikasi rejimen pengobatan dan hambatan kepatuhan.
hal ini perlu menilai kepatuhan yang rendah dan untuk mengidentifikasi persepsi
terhadap capaian terapi, tanpa secara langsung berhadapan dengan remaja atau
menghakiminya.
Jika masalah kesehatan emosional atau mental telah diidentifikasi, hal
tersebut harus dikelola dengan tepat. Kecemasan dan depresi lazim terjadi pada
remaja, tetapi mereka terkadang enggan membicarakannya. Depresi harus selalu
dipertimbangkan pada remaja yang memiliki kepatuhan rendah dan hadir dengan
kurangnya motivasi dan kehilangan minat, terutama jika area lain dalam
kehidupan mereka juga terpengaruh. Konsultasi dengan profesional kesehatan
mental mungkin berguna untuk diagnosis dan pengobatan gangguan emosional
atau mental masalah kesehatan.
Hubungan yang kuat dengan remaja adalah fondasi di mana semua
intervensi peningkatan kepatuhan lainnya mengandalkan, dan profesional
perawatan kesehatan harus bekerja untuk meningkatkan komunikasi dan
memberdayakan remaja. Remaja lebih suka farmasis yang tidak menghakimi, jujur
dan mengungkapkan kepedulian, empati dan rasa hormat terhadap remaja dan
keluarganya.
Dalam membuat keputusan tentang pengobatan, dokter dan farmasis harus
menentukan sejauh mana remaja dan keluarga dapat mengatasi rejimen dalam
hal penjadwalan, efek samping dan biaya. Misalnya, meresepkan rejimen dosis
yang rumit mungkin akan menyulitkan remaja dan berpotensi besar untuk kegagalan
terapi. Selain itu juga perlu mengantisipasi efek samping. Efek samping yang tidak
terduga dapat sangat mengganggu kepatuhan dan kepercayaan pada dokter dan
farmasis. Remaja dan keluarganya harus yakin bahwa dosisnya akan dikurangi
sebanyak mungkin untuk mencegah atau mengurangi efek samping. Penting untuk
mendengarkan remaja, dan berusaha semaksimal mungkin menyesuaikan regimen
sesuai dengan keinginan remaja (Taddeo et al., 2008).
2. Intervensi pendidikan
Intervensi pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan. Remaja dan keluarga
mereka harus menerima informasi spesifik tentang penyakit (perjalanan penyakit
dan prognosis), pengobatan yang ditentukan (dosis yang diperlukan, jadwal harian

21
dan efek samping) dan pentingnya pengobatan yang diusulkan. Informasi harus
disampaikan secara lisan, tetapi yang terbaik adalah jika dilengkapi dengan bahan
tertulis dan referensi untuk Situs web atau buku tentang penyakit (Taddeo et al.,
2008).
3. Dukungan teman sebaya dan keluarga
Dukungan teman sebaya dan keluarga juga dapat berkontribusi untuk
menjadi lebih baik penerimaan suatu pengobatan. Dukungan praktis dari orang
tua dan dukungan emosional dari teman dapat sangat membantu remaja yang
memiliki kebutuhan perawatan kesehatan khusus. Sebuah pendekatan keluarga dan
kelompok telah berhasil digunakan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap terapi
pada remaja yang terinfeksi HIV (Taddeo et al., 2008).
4. Terapi peningkatan motivasi
Ada beberapa intervensi terstruktur yang telah dipelajari dan telah terbukti
efektif bagi mereka yang memiliki masalah kepatuhan. Terapi peningkatan
motivasi didasarkan pada pendekatan tidak menghakimi yang dicirikan dengan
kehangatan, rasa hormat dan empati, tetapi juga rasa ingin tahu (minat) dalam
pandangan remaja), kerendahan hati (keinginan untuk belajar lebih banyak)
tentang perspektif remaja), investasi rendah (yang melibatkan klinisi
mengeksplorasi, menerima dan mencoba untuk memahami pandangan remaja
daripada memaksa mereka untuk mengubah sikap dan perilaku) dan fleksibilitas.
Ada penerimaan bahwa meningkatkan motivasi membutuhkan waktu dan terjadi
bukan melalui paksaan atau pendidikan, tetapi dengan membantu dikembangkan
untuk remaja penderita kanker dan keluarganya. remaja fokus pada alasan
kepatuhannya yang rendah (Taddeo et al., 2008).

22
SOAL MCQ

1. Teknik untuk konseling pasien pada obat bebas (OTC) ?


a. Penyakit akut
b. Pasien rawat jalan
c. Skrinning
d. Penyakit kronis
e. Analisa, memulihkan
2. Kondisi pasien dengan resiko tinggi pada penyakit asimtomatik?
a. Arthritis
b. Diabetes
c. Dementia
d. Alzheimers
e. Hipertensi
3. Lini pertama dalam pengobatan dislipidemia secara farmakologis adalah
menggunakan obat
a. Statin
b. Niacin
c. Fibrat
d. Terapi kombinasi
e. CAI
4. Lini pertama dalam pengobatan dislipidemia secara farmakologis adalah
menggunakan obat
a. Diabetes
b. Epilepsi
c. Jantung coroner
d. Asma
e. Dislipidemia
5. Pilihlah jawaban yang paling tepat
(1) Minumlah bersama makanan untuk menghindari gangguan pada perut
(gastrointestinal upset)
(2) Mungkin mengalami diare ringan dan kembung (bloatedness)

23
(3) Apabila diminum bersamaan dengan sulfonilurea atau insulin, penderita perlu
diingatkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia
(4) Minumlah bersama sendok pertama setiap makan
Manakah poin di atas yang harus disampaikan pada pasien yang menggunakan
obat biguanida
a. (1), (2), (3)
b. (1) dan (3)
c. (2) dan (4)
d. (1), (2), (3), (4)
e. (4) saja
6. Berikut tujuan pengobatan ARV, kecuali
a. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat
b. Memulihkan dan/atau memelihara fungsi imunologis (stabilisasi/
peningkatan sel CD4)
c. Menurunkan komplikasi akibat HIV
d. Memperbaiki kualitas hidup ODHA
e. Menginsentifkan replikasi virus secara maksimal dan secara terus
menerus
7. Pilihlah jawaban yang paling tepat
(1) Kurangnya informasi obat tentang reaksi merugikan
(2) Kurangnya informasi obat tentang jadwal pemberian obat
(3) Kesulitan finansial
(4) Regimen obat yang sederhana
Manakah poin di atas ini yang termasuk faktor utama yang berkontribusi dalam
kepatuhan yang rendah pada pasien depresi…
a. (1), (2), (3)
b. (1) dan (3)
c. (2) dan (4)
d. (1), (2), (3), (4)
e. (4) saja
8. Di bawah ini yang merupakan faktor-faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan
pengobatan pada pasien remaja adalah…

24
a. Rejimen pengobatan yang rumit
b. Adanya efek samping pengobatan
c. Manfaat pengobatan tidak langsung
d. Dukungan teman sebaya dan keluarga
e. Adanya hambatan finansial
9. Sebagai seorang pharmacist perlu memahami kebutuhan, keinginan dan pilihan
pasien diantaranya :
1. Feeling about being ill
2. Frustration
3. Death and Dying
4. Fear and Anxiety
Manakan jawaban yang tepat diantara poin diatas:
a. 1, 2, dan 3
b. 1,3 dan 4
c. 1 dan 4
d. Hanya 4
e. Benar semua
10. 12% populasi lansia (US) mengkonsumsi berapa % biaya obat?
a. 10%-20%
b. 20%-30%
c. 30%-40%
d. 40%-50%
e. 50%-60%
11. Sebagai seorang pharmacist perlu memahami kebutuhan, keinginan dan pilihan
pasien yaitu, keculai?
a. Feeling about being ill
b. Frustration
c. Death and Dying
d. feeling happy
e. Fear and Anxiety

25
DAFTAR PUSTAKA

Alfa, N. 2020. Penatalaksanaan Asma dengan Faktor Risiko Debu Melalui Pendekatan
Kedokteran Keluarga. J Agromedicine Unila, 7 (1).
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes
Mellitus. Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2006a). Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk ODHA.
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2006b). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DITJEN Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hasnita, E. 2015. Terapi Okupasi Perkembangan Motorik Halus Anak Autisme.
Research of Applied Science and Education, 9 (1).
Shahab, A. 2013. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Dislipidemia. Palembang: FK
Unsri.
Siswantoro, E. 2018. Efektivitas Konsumsi Air Alkali Terhadap Penurunan Kadar Gula
Darah Acak pada Penderita Diabetes Mellitus tipe 2. Jurnal Keperawatan, 11 (1).
Taddeo et al. 2008. Adherence to treatment in adolescents. Paediatr Child Health
Journal.

26
TUGAS INFORMASI OBAT

KONSELING FARMASI (CASE STUDY)

Disusun oleh :

KELOMPOK 10

1. Eni Asmarizah Liliwana 20330702

2. Novarani 20330707

3. Fita Ariva Triana Sahari 21330759

4. Dewi Ulansari 21330760

5. Yuvita Amelinda 21330763

Fakultas Farmasi
Program Studi Farmasi
Institus Sains dan Teknologi Nasional
Jakarta
2022
MATA KULIAH : Informasi Obat
KELAS :A
KELOMPOK : 10
ANGGOTA KELOMPOK :
• Eni Asmarizah Liliwana 20330702
• Novarani 20330707
• Fita Ariva Triana Sahari 21330759
• Dewi Ulansari 21330760
• Yuvita Amelinda 21330763

KONSELING FARMASI (CASE STUDY)


SOAL PILIHAN GANDA

1. Dibawah ini yang termasuk aspek dari konseling, kecuali …


a. Upaya tercapainya patient safety
b. Bagian dari pharmaceutical care
c. Bergantung pada biaya
d. Bagian dari medication process management
e. Bergantung pada attitude, ilmu, skill

2. Dibawah ini yang termasuk peran dari seorang apoteker adalah …


a. Memahami pasien
b. Identifikasi DRP
c. Mampu menggali informasi dari pasien
d. Menanggung beban pasien
e. Melakukan konseling pasien

3. Dibawah ini merupakan contoh pemberian konseling yang dapat dilakukan oleh seorang
apoteker, kecuali …
a. Memberikan informasi cara penggunaan obat inhaler
b. Memberikan penjelasan tentang dosis dan cara pemakaian obat yang diberikan kepada
pasien
c. Memberikan informasi dan menentukan penyakit yang diderita oleh pasien
d. Menjelaskan mengenai hal yang berhubungan dengan obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan lainnya
e. Memberikan penjelasan tentang efek samping obat kepada pasien

4. Komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam
komunikasi adalah maksud dari …
a. Proses komunikasi
b. Komunikasi pasif
c. Prinsip komunikasi
d. Konseling
e. Komunikasi efektif

5. Berikut ini poin-poin pada konseling, kecuali …


a. Komunikasi
b. Etika
c. Hukum
d. Farmasi klinis
e. Prinsip

6. Dibawah ini, yang termasuk teknik konseling, antara lain …


a. Membaca permasalahan
b. Dukungan keluarga
c. Meningkatkan kesadaran
d. Meningkatkan kepatuhan
e. Semuanya benar

7. Menurut permenkes RI 2016, terdapat beberapa kriteria pasien atau keluarga pasien yang perlu
diberi konseling, antara lain yaitu …
a. Pasien kondisi khusus
b. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
c. Pasien menggunakan obat indeks khusus
d. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
e. Semua benar

8. Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga untuk
meningkatkan …
a. Pengetahuan, kepintaran
b. Kesadaran, kerajinan
c. Pemahaman, masa tidur
d. Pengetahuan, kesadaran, pemahaman
e. Semua benar

9. Below are the reasons why does chronic illness need more counselling than acute illness,
except …
a. The increasing need for patients who counselling in chronic diseases
b. Unlike acute illness where the patient get himself treated at an ambulatory care centre or
admits himself for a short period in the hospital
c. The chronic illness require hospital stay, self-monitoring, follow-up, lifelong drug therapy,
nonpharmacological measures and several lifestyle modifications
d. Patient understanding regarding the illness is not playing an important role in management
of chronic illness
e. Effective patient counselling makes the patient understand his/her illness, necessary lifestyle
modifications and pharmacotherapy in a better way and thus enhance patient compliance.

10. Below are the stages of counselling techniques. Which stages of counselling techniques are
correct …
a. Stage I. Medication information transfer, during which there is a monologue by the
pharmacist providing basic, brief information about the safe and proper use of medicine.
b. Stage II. Medication information exchange, during which the pharmacist answers questions
and provides detailed information adapted to the patients’ situation.
c. Stage III. Medication education, during which the pharmacist provides comprehensive
information regarding the proper use of medicines in a collaborative, interactive learning
experience.
d. Stage IV. Medication counselling, during which the pharmacist and patient have a detailed
discussion intending to give the patient guidance that enhances problem-solving skills and
assist with proper management of medical conditions and effective use of medication.
e. All Stages
Jurnal 1
Resume Jurnal 1

Pengaruh Konseling Apoteker Terhadap Hasil Terapi Pasien Hipertensi di


Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Kraton KabupatenPekalongan
Anita Budi Mulyasih1, Djoko Wahyono2, I Dewa Putu Pramantara3

1Balai POM Kupang


2Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada
3Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRACT
Prevalence of Hypertension increased in line with changes of lifestyle as smoking, obesity, non-
physical activity, psycho-social stress in many countries. Comprehensive and intensive treatment
could be more control of blood pressure. Understood, knowledge and adherence of patient expected
will improve along with act of distributed useful and correct information by pharmacist. The aim this
study to determine the effect of counseling pharmacist on therapeutic outcomes and adherence and to
know the correlation between therapeutic outcomes and adherence of outpatients’ hypertensive in the
internal disease clinic at RSUD Kraton Pekalongan District. This research was experimental
intervention with pre-post intervention with randomized without matching. Data was collected by
prospective method. The control group given a leaflet at the first month, and the intervention group
given a leaflet at the first month and counseling every early month, for 3 months. There was 75 patients,
the intervention group (N=39) experienced a significant decrease in blood pressure at the end of the
study, on systolic amounted 11.28±8.33mmHg [P=0.000(P<0.05)] and diastolic amounted 7.18±6.86
mmHg [P=0.000(P<0.05)], whereas in the control group (N=36) did not experience a significant
decrease in blood pressure is systolic amounted 2.22±10.45 mmHg [P=0.203(P>0.05)] and diastolic
amounted 0.28±6.09 mmHg [P=0.782(P>0.05)]. Adherence of patients as measured by MMAS scale in
the interventiongroup better adherence than the control group (33.33%: 2.78%). There was correlation
a means between MMAS score with change of systolic (P=0.019; r=0.270) and diastolic (P=0.001;
r=0.372) which positive direction. It was concluded that counseling influences adherencepositively in
the intervention group better than the control group and decreasing systolic and diastolic blood
pressure until reach targets. There was a close correlation between decrease in blood pressure with
MMAS score in hypertensive patients.

Key Words : Hypertension, counselling, outpatient, adherence

ABSTRAK
Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas,
inaktivitas fisik, dan stres psikososial di banyak negara. Penanganan yang komprehensif dan intensif
diharapkan dapat mengontrol tekanan darah. Pemahaman, pengetahuan dan kepatuhan pasien
diharapkan akan meningkat seiring dengan pemberian informasi yang tepat dan bermanfaat oleh
Apoteker. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh konseling Apoteker terhadap hasil terapi
dan kepatuhan, serta untuk mengetahui hubungan antara hasil terapi dan kepatuhan pasien hipertensi
rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.
Penelitian merupakan penelitian intervensional eksperimental dengan pra-pascaintervensi dengan
randomisasi tanpa penyetaraan. Pengambilan data dilakukan secara prospektif. Kelompok kontrol
diberikan leaflet pada bulan pertama, pada kelompok perlakuan diberikan leaflet pada bulan pertama
dan konseling tiap awal bulan selama 3 bulan.
Dari 75 pasien, kelompok perlakuan (N=39) mengalami penurunan tekanan darah yang bermakna pada
akhir penelitian, yaitu sistolik sebesar 11.28±8.33 mmHg [P=0.000(P<0.05)] dan diastolik sebesar
7.18±6.86 mmHg [P=0.000(P<0.05)], sedangkan pada kelompok kontrol (N=36) tidak mengalami
penurunan tekanan darah yang bermakna, yaitu sistolik sebesar 2.22±10.45 mmHg[P=0.203(P>0.05)]
dan diastolik sebesar 0.28±6.09 mmHg [P=0.782(P>0.05)]. Kepatuhan pasien yang diukur dengan
skala MMAS pada kelompok perlakuan menunjukkan kepatuhan yang lebih baik dibandingkan
dengan kelompok kontrol (33.33%: 2.78%). Terdapat korelasi yang bermakna antara skor MMAS
dengan perubahan sistolik (P=0.019; r=0.270) dan diastolik(P=0.001; r=0.372) yang berarah positif.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa konseling dapat berpengaruh secara positif terhadap kepatuhan
pada kelompok perlakuan dibanding kontrol dan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
hingga mencapai target. Terdapat hubungan yang erat antara penurunan tekanan darah dengan skor
MMAS pada pasien hipertensi.
Kata Kunci: Hipertensi, konseling, rawat jalan, kepatuhan
A. PENDAHULUAN
Depkes (2007) menganjurkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif
guna mencapai pengontrolan tekanan darah secara optimal. Partisipasi aktif Apoteker dalam
melaksanakan praktek profesinya pada setiap tempat pelayanan Kesehatan diperlukan untuk mencapai
tujuan tersebut. Apoteker bekerjasama dengan Dokter dalam memberikan edukasi ke pasien mengenai
hipertensi, memonitor respon pasien melalui farmasi komunitas, adherence terhadap terapi obat dan
non-obat, mendeteksi dan mengenali secara dini reaksi efek samping, serta mencegah dan/atau
memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemberian obat. Penelitian bertujuan untuk menilai
pengaruh konseling Apoteker pada penanganan hipertensi dalam perbaikan kontrol tekanan darah
dan kepatuhan pasien dewasa yang berobat jalan di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Kepatuhan
pasien diukur menggunakan the new 8-item self-report Morisky Medication Adherence Scale
(MMAS).
B. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan penelitian intervensional yang berupa pra-pasca intervensi dengan
kelompok kontrol randomisasi tanpa matching. Subyek penelitian adalah semua pasien hipertensi
rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan periode Juli-
September 2010.
Kriteria inklusi adalah pasien dewasa usia 18-65 tahun, berobat di poliklinik penyakit dalam
RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan, mendapat obat antihipertensi, dan bersedia mengikuti
penelitian. Kriteria eksklusi adalah pasien dengan buta huruf dan sedang hamil.
Instrumen penelitian adalah lembar penelitian yang berisi riwayat pengobatan, kuesioner
kepatuhan penggunaan obat diukur dengan the new 8-item self-report Morisky Modified Adherence
Scale, resep, rekam medik, lembar hasil laboratorium. Pasien yang terlibat dalam penelitian dibagi
menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol hanya diberikan leaflet pada
awal penelitian, kelompok perlakuan mendapatkan leaflet pada awal penelitian dan konseling
diberikan tiap bulan selama 3 bulan. Data yang dibutuhkan diperoleh dan dilakukan pengolahan data
dengan metode statistik menggunakan program SPSS versi 15.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian diperoleh kriteria inklusi 92 subyek penelitian. Subyek yang mengikuti penelitian
dari awal sampai akhir sebanyak 75 pasien, terdiri dari 36 pasien kelompok kontrol dan 39 pasien
kelompok perlakuan. Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling, yaitu semua
subyek datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian.
Adanya pola peresepan sama antara kelompok kontrol dan perlakuan dapat memperkuat hasil
penelitian karena tidak dipengaruhi oleh variabel tersebut.
Pola peresepan OAH sesuai dengan algoritma penanganan hipertensi menurut JNC VII.
Pasien dengan hipertensi derajat I (140-159/90-100 mmHg) tanpa komplikasi mendapat monoterapi
dari salah satu kelas OAH yang direkomendasikan, yaitu diuretik, ACE- Inhibitor, â-blocker, ataupun
calcium channel blocker. Pasien dengan derajat 2 (e”160/e”100 mmHg) tanpa komplikasi langsung
diberikan kombinasi 2 kelas OAH. Perubahan peresepan yang terjadi berdasarkan pada
pertimbangan tekanan darah saat pasien kontrol di poliklinik penyakit dalam RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
Penilaian kepatuhan menggunakan MMAS setelah penelitian berjalan selama 3 bulan, baik
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Hasil yang terlihat adalah kepatuhan tinggi (skor
MMAS = 8) lebih besar pada kelompok perlakuan (33.33%>2.78%). Hal ini menunjukkan bahwa
konseling Apoteker dapat memberikan dampak positif bagi kepatuhan pasien pada kelompok
perlakuan.
Pendekatan taksiran kepatuhan pengobatan dengan patient self-report, pill counts, pharmacy
records, drug levels. Pengukuran menggunakan patient self-report lebih ringkas, cepat dan mudah
digunakan. Namun, penilaiannya lebih bersifat subjektif (Cook et al., 2005; Garber et al., 2004).
MMAS menyediakan informasi mengenai kebiasaan yang berhubungan dengan rendahnya
kepatuhan yang disebabkan oleh ketidaksengajaan (contoh, kelalaian), sengaja (tidak minum obat
saat merasa bertambah parah). Identifikasi kebiasaan akan memudahkan dalam memberikan
intervensi sesuai dengan permasalahan.
Penilaian tekanan darah baik kelompok kontrol maupun perlakuan dilakukan tiga kali selama
penelitian, yakni pada awal penelitian, satu bulan, dan dua bulan setelah penelitian berjalan.
Untuk mengetahui hubungan hasil terapi dengan kepatuhan, maka dilakukan uji korelasi. Hasil
terapi yang dikorelasikan dengan kepatuhan adalah penurunan tekanan darah baik sistolik dan diastolik
dengan skor MMAS. Uji korelasi statistik yang digunakan adalah Uji Pearson karena variabel yang
diujikan berupavariabel numerik dengan numerik
Hasil uji menunjukkan ada hubungan bermakna antara penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik dengan skor MMAS pasien hipertensi yang menjadi subyek penelitian. Hal tersebut sesuai
dengan kondisi yang diharapkan, yaitu adanya hubungan yang signifikan antara penurunan hasil
terapi dengan skor MMAS, walaupun koefisien korelasi keduanya menunjukkan hubungan yang
lemah. Hal ini dikarenakan konseling bukan faktor dominan dalam menurunkan tekanan darah.
Banyak faktor yang memperngaruhi tekanan darah, antara lain ketepatan pemilihan obat, kepatuhan
minum obat, dan perubahan gaya hidup pasien. Arah korelasi keduanya positif, yang berarti semakin
besar perbedaan tekanan darah seseorang, maka semakin tinggi pula skor MMASnya.

D. KESIMPULAN
Penelitian menyimpulkan bahwa konseling Apoteker dapat berpengaruh positif pada kepatuhan
kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol pasien hipertensi, juga menurunkan tekanan
darah sistolik dan diastolik yang signifikan pada pasien hipertensi hingga mencapai target. Terdapat
hubungan signifikan antara kepatuhan dengan hasil terapi pasien rawat jalan poliklinik RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan.
Resume Jurnal 2

Konseling, Informasi, dan Edukasi Penggunaan Obat Antinyeri pada Manajemen


Penanganan
Nyeri Dismenore Remaja
Recta Olivia Umboro1*, Fitri Apriliany2 , Regina Pricilia Yunika3
Universitas Bumigora, Indonesia1,2,3
E-mail : recta@universitasbumigora.ac.id1 fitriapriliany@universitasbumigora.ac.id2
reginapricilia@outlook.com3

RESUME
Abstrak Manajemen penanganan nyeri dismenore diperlukan bagi remaja perempuan agar
mereka mampu mengatasi keluhan nyeri dismenore secara mandiri dan menjadi lebih produktif
ditengah periode menstruasinya. Pelaksanaan kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi remaja
khususnya perempuan terkait permasalahan kesehatan reproduksi dan manajemen penanganan nyeri
dismenore. Informasi yang tepat terkait permasalahan dismenore berdampak pada kepedulian remaja
terhadap kesehatan reproduksinya. Dari kegiatan ini diketahui bahwa kebanyakan remaja perempuan
di SMA Negri 2 Mataram salah dalam menginterpretasikan permasalahan nyeri dismenore yang
dialaminya, sehingga manajemen penanganan nyeri dismenore tidak terlaksana dengan baik. Setiap
perempuan memiliki pengalaman menstruasi yang berbeda-beda, dimana beberapa perempuan
mendapatkan menstruasinya tanpa keluhan, namun tidak sedikit dari mereka yang mengalami periode
menstruasinya disertai disertai dengan keluhan sehingga menyebabkan rasa ketidaknyaman dan
terkadang mengganggu aktifitas.
Sebanyak 90% remaja perempuan di seluruh dunia mengalami masalah saat menstruasi dan
lebih dari 50% dari perempuan mengalami dismenore primer dengan 10-20% dari mereka mengalami
gejala yang cukup parah. Mayoritas remaja perempuan di Indonesia mengalami keluhan dismenore
saat periode 25 Konseling, Informasi, dan Edukasi Penggunaan Obat Antinyeri pada Manajemen
Penanganan Nyeri Dismenore Remaja.
Pendidikan merupakan merupakan cara yang paling mudah dan efektif untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya kesehatan reproduksi bagi remaja.
Tersedianya informasi terkait menstruasi, segala permasalahannya dan penanganan mandiri,
khususnya dismenore menjadi hal yang perlu untuk disosialisasikan, karena nyeri yang muncul bisa
sangat menggangu aktivitas dan produktivitas para remaja perempuan. Mengingat usia peserta didik
SMA merupakan kategori remaja yang telah memasuki masa pubertas untuk itu kami dari Tim
Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Fakultas Kesehatan Universitas Bumigora melakukan
kegiatan Konseling, Edukasi, dan Informasi terkait penggunaan obat anti nyeri untuk penanganan
dismenore primer.
Resume Jurnal 3

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849


e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, Special Issue No. 1, Januari 2022

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING APOTEKER PADA PASIEN HIV-AIDS DI

POLIKLINIK RAWAT JALAN RS BHAYANGKARA TK I R. SAID SUKANTO

Ryan Saputra, Ros Sumarny, Hesty Utami R, Nyayu Tri Yeni Aryani

Magister Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia

Email: fahrenheit.ryan@yahoo.com, rosaries15@gmail.com,

h.ramadaniati@graduate.curtin.edu.au, threeyenni@yahoo.com

Abstrak
HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan
suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. HIV adalah
sejenis virus yang menyerang/menginfeksi limfosit yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan yang
disebabkan infeksi oleh HIV. Penelitian menggunakan metode quasi-eksperimental yang dilakukan
secara prospektif.
Penelitian dilakukan pada pasien HIV yang berobat di klinik rawat jalan RS Bhayangkara Tk I R.
Said Sukanto. Hasil penelitian berdasarkan demografi kategori jenis kelamin yang paling dominan,
yaitu laki-laki sebanyak 46 responden. Kategori usia yang paling dominan, yaitu rentang usia 30
tahun-39 tahun sebanyak 29 responden. Status merital yang paling dominan, yaitu kelompok menikah
dengan total 34.
Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus. Pasien yang menggunakan Obat dengan
indeks terapi sempit. Dalam kelompok juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit
yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. Studi lainnya menyatakan bahwa
intervensi oleh Apoteker, menggunakan konseling lisan dan tertulis pada permulaan terapi obat,
menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam kepatuhan pasien.
Penyakit HIV-AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global
yang melanda dunia. Kini, masalah penyakit HIV-AIDS telah melanda seluruh dunia, menyebar
dengan cepat dan menjadi masalah global dengan penyebaran yang pesat.
Berdasarkan data dari UNAIDS pada tahun 2019 terdapat 38 juta penduduk dunia yang menderita
HIV-AIDS. Jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan mengalami kenaikan tiap tahunnya.
Jumlah Kasus HIV/AIDS Berdasarkan Tahun di Indonesia
Penderita AIDS di Indonesia yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan 2017 sebanyak 102.667
penderita. Persentase kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun, kemudian diikuti
kelompok umur 30-39 tahun, 40-49 tahun, 50-59 tahun dan terendah pada batasan umur 15-19 tahun.
Konseling pada pasien HIV belum dilakukan oleh semua Apoteker di rumah sakit penyedia layanan
ART, padahal konseling sebenarnya sangat diperlukan dan merupakan salah satu bentuk
«supporting» yang sangat penting. Dalam melakukan konseling, maka Apoteker juga melakukan
pemantauan kepatuhan pasien dengan cara menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat pasien
mengambil obat kembali, melakukan wawancara kepada pasien atau keluarganya, berapa kali dalam
sebulan pasien tidak minum obat, membuat kartu monitoring penggunaan ARV. Hal ini dapat
terlaksana bila ada kerjasama yang baik antara farmasis dengan pasien dan tenaga kesehatan lain.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan sebanyak 278 rumah sakit rujukan
ODHA yang tersebar di semua provinsi di Indonesia dan salah satunya RS Bhayangkara TK I R Said
Sukanto.

Kategori Pendidikan dalam penelitian ini yang paling dominan yaitu kategori
Kategori status merital dalam penelitian ini paling dominan, yaitu kelompok menikah dengan total
34 dengan rincian kelompok perlakuan sebanyak 16 responden dan kelompok kontrol sebanyak 18
responden dan hasil sig. sebesar 1,000 yang artinya data terdistribusi normal.

Resiko
Hasil penelitian sejalan dengan data statistik kasus HIV-AIDS di Indonesia berdasarkan laporan
Ditjen PP & PL Kemenkes RI sampai dengan Desember 2016 yang menyatakan bahwa resiko paling
banyak adalah heteroseksual sebesar 53%, homoseksual 35%, dan penggunaan jarum suntik tidak
steril pada Penasun 12%. Jakarta Tahun 2017, dimana homoseksual merupakan factor risiko
terbanyak 49%, heteroseksual sebanyak 42% dan Penasun sebanyak 9%.
Infeksi oportunistik merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien HIV-AIDS
tahap lanjut, yaitu infeksi berat yang diinduksi oleh agen yang jarang menyebabkan penyakit serius
pada individu dengan kemampuan imun baik, sehingga pengobatan ditujukan untuk mengatasi
beberapa pathogen oportunistik yang memungkinkan pasien HIV-AIDS bisa bertahan hidup lebih
lama.

ZDV /3TC+NVP sebanyak 12 pasien sementara itu pada kelompok kontrol terdapat 11 pasien
yang menggunakan regimen
Sukanto merupakan lini pertama dan tidak satupun pasien mendapatkan regimen lini kedua
sebagaimana anjuran KEMENKES bahwa regimen lini pertama digunakan untuk pasien yang baru
memulai terapi dan regimen ARV lini kedua yang terdiri dari hanya digunakan pada kasus resistensi
ARV.

Uji Validitas Kuesioner


September 2019 yang telah mendapat ARV minimal lebih dari satu bulan, jumlah sampel yang
diambil sebanyak 30 orang. Sampel yang telah diambil untuk uji validitas dan reabilitas kuesioner
tidak diambil lagi sebagai responden dalam penelitian ini. Masing-masing sampel diminta untuk
menjawab pertanyaan yang terdapat pada kuesioner pengetahuan dan kuesioner kepatuhan.
TUGASI
NFORMASIOBAT

RESUMEDANSOALLATI
HANKONSELI
NGFARMASI

Dosen:

El
vi
naTr
ianaPut
ri
,M.
Far
m,Apt

Di
susunOl
ehKel
ompok9:

1.Sept
ianNurAr
if
ah(
19330096)

2.RazyKur
niawan(
21330718)

3.Usi
Dwi
Mei
ka(
21330728)

4.Thani
aNabi
l
ahUt
ami
(21330729)

5.Mer
li
eWul
andar
i(21330740)

PROGRAM STUDIS1FARMASI

FAKULTASFARMASI
I
NSTI
TUTSI
ANSDANTEKNOLOGINASI
ONAL

TAHUNAJARAN2021/
2022

Konsel
ingFarmasi
“CaseStudy”

A.Konsel
i
ngFar
masi
ter
dapat5kel
ompoky
ait
u:

1.Konsel
i
ngpadapasi
eny
angl
anj
utusi
a
2.Konsel
i
ngpadapasi
enkr
it
i t
s(er
minal
l
yil
l
)
3.Konsel
i
ngpadapasi
endenganAI
DS
4.Konsel
i
ngpadapasi
endengangangguanment
al
5.Konsel
i
ngunt
ukr
emaj
a

B.Pasi
endenganRi
sikoTi
nggi
1. Peny
aki
tasi
mtomat
ik
Cont
ohny
a:hi
per
tensi

2. Kondi
sikr
oni
s
Cont
ohny
a:hi
per
tensi
,ar
thr
it
is,
diabet
es
3. Gangguankogni
ti
f
Cont
ohny
a:demensi
a,al
zhei
mer

4. Regi
menkoml
eks

Cont
ohny
a:Pol
yPhar
macy
,QOD

5. Dosi
shar
iangandaa

Cont
ohny
a:qd<bi
d<t
id,
<qi
d

6. Per
sepsi
pasi
en
Cont
ohny
a:ef
ekt
if
it
as,
efeksampi
ng,
biay
a

7. Komuni
kasi
yangj
elek

Cont
ohny
a:hubunganpr
akt
isi
pasi
en

8. Peny
aki
tji
wa

Seper
tikeci
lkemungki
nanny
aunt
ukmemat
uhi

C.Per
anFar
masi

1.Apot
ekermemahami
kegunaankonsel
i
ngbagi
pasi
en

2.Apot
ekermampumengi
dent
if
ikasi
DRP&masal
ahl
ain

3.Apot
ekermampumemi
l
ihi
nfor
masiy
angt
epatunt
ukkondi
si,behav
iorpasi
en,
kesi
apan

4.pasi
endanmember
ikanny
asecar
aef
isi
endanef
ekt
if

5.memi
l
ihpasi
enber
dasar
kankondi
si,
peny
aki
tdanobat
6.4.Menent
ukankebut
uhani
nfor
masi
unt
ukpasi
en(
jeni
sdankedal
amanny
a)
7.Memi
l
ihi
nfor
masi
yangt
epatdar
isumbery
angdi
per
cay
a
8.Member
ikani
nfor
masi
secar
aef
isi
endanef
ekt
if
9.Memahami
pasi
en
10.
Ident
if
ikasi
DRP(
Drug-
Rel
atedPr
obl
em)danmasal
ahl
ain
11.
Pemi
l
ihani
nfor
masi
dal
am pr
akt
ekkonsel
i
ng

D.Konsel
i
ngPasi
en

1.Konsel
i
ngt
idakber
dir
isendi
ri
2.Konsel
i
ngmer
upakanupay
ater
capai
nyaPat
ientSaf
ety

3.Konsel
i
ngmer
upakanbagi
andar
iPhar
maceut
ical
Car
e(Pat
ientFocus)

4.Konsel
i
ngmer
upakanbagi
andar
iMedi
cat
ionPr
ocessManagement

5.Konsel
i
ngt
ergant
ungdar
iat
ti
tude,
knowl
edge,
ski
l
ldar
iFar
masi
s

6.Adamet
odany
a

7.Adat
ekni
k-t
ekni
kyangber
beda

8.Har
usdi
bangunt
ool
sunt
ukpr
akt
eksehar
i-
har
i

E.Kai
tanKI
EdenganPel
ayananFar
masi
Konsel
i
ngsebagaikomponenPhar
maceut
icalcar
eyai
tuKonsel
i
ngpasi
eny
ang
di
l
akukanapot
ekeradal
ahkomponenper
awat
anf
armasidanhar
usdi
tuj
ukanunt
uk
meni
ngkat
kanhasi
lter
apeut
ikdenganmemaksi
mal
kanpenggunaanobaty
angt
epat
.

F. St
udi
KasusPeny
aki
tKr
oni
s

Padapeny
aki
tkr
oni
sper
ludi
l
akukansebagai
ber
ikut:

1.Konsel
i
ngPasei
en

2.Peny
aki
tkr
oni
smemr
lukanr
awati
nap,
pemant
auanmandi
ri
,ti
ndakl
anj
ut,
ter
api
obatseumurhi
dup,t
indakan nonf
armakol
ohi
s dan beber
apa gay
a hi
dup
modi
fi
kasi

3.Pemahamanpasi
ent
ent
angpeny
aki
tny
amemai
nkanper
any
angsangatpent
ing
dal
am manaj
emenpeny
aki
tkr
oni
s.

4. Konsel
i
ng pasi
en y
ang ef
ekt
if membuatpasi
en memahamipeny
aki
tny
a,
modi
fi
kasigay
ahi
dupy
angdi
per
lukandanf
armakot
erapidengancar
ayang
l
ebi
hbai
kdandengandemi
ki
anmeni
ngkat
kankepat
uhanpasi
en.

Macam –macam peny


aki
tkr
oni
s:

1.Hi
per
tensi

Meski
punhi
per
tensibukanl
ahpeny
aki
t,namundi
ket
ahuisebagaif
akt
or
r
isi
kopent
ingunt
ukbeber
apakompl
i
kasiy
angmengaki
bat
kanker
usakanor
gan
akhi
r.Ji
kat
idakt
erkont
rol
,dapatmeny
ebabkandampakbur
uky
angsangat
besarpadakual
i
taskehi
dupan.Penat
alaksanaanhi
per
tensimemer
lukanmet
ode
nonf
armakol
ogi
sdanf
armakol
ogi
s

a)Ti
ndakannonf
armakol
ogi
s

Seor
angapot
ekerdapatmenasi
hat
ipasi
ent
ent
angpenur
unanber
atbadan
danol
ahr
agat
erat
ur.pembat
asannat
ri
um dankal
ori
,pembat
asanl
emak
j
enuhdanpeni
ngkat
anasupanser
atmakanan,pembat
asanasupanal
kohol
,
ber
hent
imer
okok.hat
i-
hat
isaatmenggunakanobatf
luy
angmengandung
si
mpat
omi
met
ik,
pemant
auant
ekanandar
ahsendi
ri
,dl
l
.

2.Di
abet
es

Di
abet
es adal
ah peny
aki
t kr
oni
s dengan per
ubahan met
abol
i
sme
kar
bohi
drat
, l
i
pid dan pr
otei
n Kompl
i
kasi kr
oni
s di
abet
es di
ket
ahui
mempengar
uhi kual
i
tas hi
dup pasi
en di
abet
es. Ber
bagai f
akt
or seper
ti
pemahamanpasi
ent
ent
angpeny
aki
tmer
eka,f
akt
orsosi
alekonomi
,pengat
uran
di
et,pemant
auan gl
ukosadar
ah sendi
ridi
ket
ahuimemai
nkan per
an pent
ing
dal
am manaj
emendi
abet
es.Konsel
i
ngdanpendi
dikanpasi
endi
ket
ahuidapat
meni
ngkat
kankual
i
tashi
duppasi
eni
niKar
enaper
luasany
angcepatdar
iagen
t
erapeut
iky
ang t
ersedi
a unt
uk mengobat
idi
abet
es:per
an apot
ekerdal
am
mer
awatpasi
endengandi
abet
est
elahber
kembang.
Apot
ekerdapatmendi
dikpasi
ent
ent
angpenggunaanobaty
angt
epat
,
meny
ari
ngi
nter
aksiobat
,menj
elaskanper
angkatpemant
auan,danmembuat
r
ekomendasi unt
uk pr
oduk dan l
ayanan t
ambahan. Beber
apa t
indakan
nonf
armakol
ogi
sdanf
armakol
ogi
s

3.Peny
aki
tJant
ungCor
oner
Peny
aki
tjant
ung kor
oneradal
ahgangguan f
ungsi
jant
ungy
ang t
erj
adi
saat ar
ter
ikor
onert
ersumbat ol
eh t
imbunan l
emak. Ar
ter
ikor
onersendi
ri
mer
upakan pembul
uh dar
ah y
ang memasok dar
ah dan oksi
gen ke
ot
otj
ant
ungagart
etapmemompa.Tuj
uanpengobat
anadal
ahunt
ukmengur
angi
mor
tal
i
tas,mor
bidi
tas dan penur
unan t
erkai
t dal
am kual
i
tas kehi
dupan.
Pendekat
annonf
armakol
ogimember
ikangambar
ant
ent
angdi
abet
es,st
ress
danpeny
esuai
anpsi
kol
ogi
s,ket
erl
i
bat
ankel
uar
gadandukungansoci
al,nut
ri
si,
ol
ahr
gadanakt
ivi
tas,pemant
auan danpenggunaanhasi
l
,hubunganant
ara
nut
ri
si,
olahr
aga,
pengobat
an,
dangl
ukosadar
ah.t
ingkat
.

4.Dy
sli
pidemi
a
Di
sl
ipi
demi
a adal
ahkel
ainan met
abol
i
sme l
i
pid y
ang di
tandaidengan
peni
ngkat
an maupun penur
unan kadar komponen l
i
pid dal
am pl
asma.
Penat
alaksanaandi
sli
pidemi
asel
alumemer
lukanmodi
fi
kasigay
ahi
dupdi
ser
tai
kepat
uhan mi
num obat
.Pasi
en har
usdi
dor
ong unt
ukmeni
ngkat
kan asupan
ser
at makanan,y
ang dapat mengur
angikandungan l
emak dal
am dar
ah.
Pendekat
annon-
far
makol
ogi
s:I
nit
ermasukol
ahr
agat
erat
urunt
ukmengur
angi
ber
atbadan,penggunaan l
emak t
ak j
enuh,buah-
buahan dan say
uran y
ang
mengandung ant
ioksi
dan,manaj
emen st
res,menghi
ndar
iobat
-obat
an y
ang
di
ket
ahui
dapatmeni
ngkat
kankadarkol
est
erol
,dl
l
.

5.Asma
Asmaadal
ahsuat
ukel
ainanber
upaper
adangankr
oni
ksal
urannapasy
ang
meny
ebabkan peny
empi
tan sal
uran napas (
hiper
akt
if
it
as br
onkus)sehi
ngga
meny
ebabkangej
alaepi
sodi
kber
ulangber
upamengi
,sesaknapas,dadat
erasa
ber
at,
danbat
ukt
erut
amapadamal
am at
audi
nihar
i.Asmaadal
ahkondi
sikr
oni
s
y
ang membut
uhkan t
erapiobatseumurhi
dup Ti
ndakan non-
far
makol
ogi
s:
Ti
ndakankeamanansaatbeper
gian,
penggunaanobat
-obat
anpr
ofi
l
aksi
ssebel
um
ber
olahr
aga,
menghi
ndar
ial
ergen,
ber
hent
imer
okok,
dll
.

6.Epi
l
epsi
Epi
l
epsiadal
ahgangguan pada si
stem sar
afpusataki
batpol
a akt
ivi
tas
l
i
str
iky
ang ber
lebi
han diot
ak.Ti
ndakan nonf
armakol
ogi
s:Ti
ndakan t
ersebut
mel
i
put
iti
ndakl
anj
utr
uti
n,menghi
ndar
ikur
angt
idur
,danmenghi
ndar
iobatOTC
(
OverTheCount
er)
;kegi
atanmenghi
l
angkanst
res,
konsel
i
ngpsi
kososi
aldl
l
.

7.Ar
tri
ti
sReumat
oid
Rheumat
oidAr
thr
it
isadal
ahkel
ompokpeny
aki
tyangmeny
erangsendidan
j
ari
ngandi
seki
tar
nya,ant
aral
aindit
ulang,ot
otdanj
ari
ngani
kat
.Rheumat
oid
ar
thr
it
isadal
ahkondi
simel
umpuhkankr
oni
sdenganpenur
unany
angsi
gni
fi
kan
dal
am kual
i
tas hi
dup pasi
en. Ti
ndakan nonf
armakol
ogi
s: Edukasi pasi
en
mengenait
erapif
isi
k,t
erapiokupasi
,pr
ogr
am l
ati
han,skr
ini
ngunt
ukdet
eksidi
ni
danpengobat
anpeny
aki
tdapatdi
mul
aiol
ehapot
eker
.
I
siKonsel
i
ngPasi
en
Pedoman Rekonsi
l
iasiAnggar
an Omni
bus (
OBRA)1990,(
OBRA 1990,1990)
menet
apkanbahwaapot
ekerhar
usmendi
skusi
kanset
idakny
apoi
n-poi
nber
ikut
saatmenasi
hat
ipasi
en:
G.Tekni
kKonsel
i
ng
TahapI :t
ransf
eri
nfor
masiobat
,di
manaapot
ekermember
ikandasar
,
i
nfor
masi
si
ngkatt
ent
angobaty
angamandant
epat
.
TahapI
I :per
tukar
an i
nfor
masioba,di
mana apot
eker menj
awab
per
tany
aandan
member
ikandet
ail
inf
ormasi
yangdi
sesuai
kandengansi
tuai
pasi
en.
TahapI
II : edukasi obat
, di
mana apot
eker member
ikan i
for
mai y
ang
kompr
ehensi
f
mengenaipenggunaan obat
-obat
an y
ang t
epatsecar
a kol
abor
ati
f,
i
nter
akt
if
pengal
amanker
ja.
TahapI
V :konsel
i
ngobat
,di
manaapot
ekerdanai
srnmemi
l
ikidi
skusiy
ang
mendet
ail
ut
ukmember
ikanbi
mbi
nganpasi
eny
angmeni
ngkat
kanpemecahan
masal
ah
ket
erampi
l
andanmembant
udenganmanaj
emenmedi
syangt
epat
kondi
sidan
penggunaanobaty
angef
ekt
if
.
1)Konsel
i
ngPasi
endanEdukasi
a)I
nfeksi
HIV
Konsel
i
gHI
V/AI
DSdi
kenalsebagaimendi
dikpasi
enunt
ukmengendal
i
kan,
mencegah dan mengel
ola di
risendi
riHI
V/AI
DS,membant
u pasi
en unt
uk
penggunaanobaty
angt
epatunt
ukmembuatkeput
usan,unt
ukhi
dupl
ebi
h
bai
k dengan t
ant
angan hi
dup,menj
alanikehi
dupan y
ang posi
ti
f dan
mencegahpenul
aranl
ebi
hlanj
ut.
b)Adher
ence/
kepat
uhan
Kepat
uhan pengobat
an pasi
en adal
ah al
at pent
ing l
ainny
a unt
uk
mengev
aluasi
efekkonsel
i
ngpasi
en.
c)Nonadher
enceARB
t
erapit
ampakny
a ber
hubungan dengan pasi
en,dan t
ermasuk ment
al,
peny
aki
t(t
erut
amadepr
esiy
angt
idakdi
obat
i)
,per
umahany
angt
idakst
abi
l
,
peny
alahgunaanzatakt
if
,dankr
isi
skehi
dupanbesar
.
Konsel
i
ngt
ujuant
erapiadal
ahmeni
l
aipenget
ahuanpasi
ent
ent
ang
i
nfeksiHI
V danpengobat
anny
adanmendi
dikpasi
ent
enangpat
ofi
siol
ogi
danr
iway
atal
ami
inf
eksi
HIVdanper
kembangan
2)Konsel
i
ngFar
masi
KepadaPasi
enPsi
ki
atr
i
Ti
ga f
akt
orut
ama ber
kont
ri
busit
erhadap kepat
uhan pengobat
an y
ang
r
endahpadapasi
endepr
esi
.Fakt
or-
fakt
ori
niadal
ah:
1.
kur
angny
ainf
ormasi
obatt
ent
angr
eaksi
mer
ugi
kandanj
adwal
pember
ianobat
;
2.
kesul
i
tankeuangan;
3.
memper
sul
i
trej
i
menobat
a)Konsel
i
ng
Ber
itahupasi
enbahwasupl
ement
idakdi
aturdenganbai
k,mungki
nti
dak
l
ebi
hamandar
ipadaobaty
angdi
resepkan,dant
idakbol
ehmenggant
ikan
t
erapi
resep.
b)Sel
ect
iveser
otoni
nreupt
akei
nhi
bit
ors
Sel
ect
iveser
otoni
nreupt
akei
nhi
bit
ors(
SSRI
s)adal
ahkel
asant
idepr
esany
ang
umum di
resepkan.Meski
punaman,
per
kembangansi
ndr
om ser
otoni
nmenj
adi
per
hat
ianser
iusbi
l
adi
gunakandenganagenser
otoner
gikl
ainny
a.SSRI(
dan
i
nhi
bit
or r
eupt
ake ser
otoni
n-nor
epi
nef
ri
n) dapat meni
ngkat
kan r
isi
ko
per
dar
ahan,t
erut
ama j
i
ka di
konsumsidengan agen ant
it
rombot
iky
ang
di
resepkan.Pasi
enhar
usmenghi
ndar
iibupr
ofenOTC,napr
oxen,dandosi
s
anal
gesi
kaspi
ri
nunt
ukmengur
angir
isi
koper
dar
ahandansebagaigant
iny
a
menggunakanaset
ami
nof
en.

c)Bupr
opi
on
Ef
ekant
ikol
i
ner
gikdapatt
erj
adidengan penggunaan bupr
opi
on,sehi
ngga
pasi
en har
us di
nasi
hat
i unt
uk menghi
ndar
i obat OTC dengan ef
ek
ant
ikol
i
ner
gik(
misal
nya,
dif
enhi
drami
n,di
menhi
dri
nat
,mekl
i
zin)
.Ket
ikapasi
en
dat
ang dengan gej
ala bat
uk dan pi
l
ek,pr
oduk y
ang di
rekomendasi
kan
t
ermasukant
ihi
stami
ngener
asikedua,
dekongest
an,
danpel
egat
enggor
okan.
Pasi
enhar
usmenghi
ndar
ikombi
nasipr
odukdi
ngi
nOTC,
kar
enakemungki
nan
besarmengandungagenant
ikol
i
ner
gik
d)Li
thi
um
Li
thi
um t
etap menj
adipengobat
an ut
ama bagibany
ak pasi
en dengan
gangguanbi
pol
ar.Konsel
i
ngper
awat
andi
rihar
usf
okuspadaakt
ivi
tasapa
puny
angakanmengubahkonsent
rasil
i
thi
um.Yangt
erpent
ing,per
ubahan
dal
am konsumsi
nat
ri
um,
khususny
apembat
asannat
ri
um,
akanmeni
ngkat
kan
r
eabsor
psil
i
tium t
ubul
usgi
njaldanmengaki
bat
kant
oksi
sit
asl
i
tium.Anj
urkan
pasi
en dengan gangguan bi
pol
ar ber
samaan dan hi
per
tensi unt
uk
memper
tahankanasupannat
ri
um dancai
rany
angmemadai
.Pasi
eny
ang
memakai
li
thi
um j
ugahar
usmenghi
ndar
ipenggunaani
bupr
ofendannapr
oxen,
y
ang keduany
a dapat meni
ngkat
kan r
eabsor
bsil
i
thi
um digi
njal
,yang
mengaki
bat
kanpeni
ngkat
ankonsent
rasi
.
Ber
it
ahu pasi
en unt
uk menggunakan aset
ami
nof
en unt
uk ny
eridar
ipada
NSAI
D.

3)Konsel
i
ngApot
kerpadaRemaj
a
Sei
ri
ngdengangej
olaknor
malmasar
emaj
a,bany
akr
emaj
adi
hadapkan
pada st
res dal
am mengel
ola peny
aki
tkr
oni
s,seper
tiasma,di
abet
es,at
au
epi
l
epsi
.Sej
uml
ah penel
i
tian t
elah menunj
ukkan bahwa r
emaj
a dan r
emaj
a
denganpeny
aki
tkr
oni
sber
isi
kot
inggiunt
ukt
idakmemat
uhipengobat
andan
t
erapi
lai
nny
a
a) Masal
ah
Unt
ukbeber
apar
emaj
a,menol
akunt
ukmi
num obaty
angdi
resepkan
adal
ahcar
aunt
ukmenegaskankemandi
ri
andar
iot
ori
tasor
angt
uaat
au
medi
s. Per
ubahan keci
l dal
am r
eji
men pengobat
an pasi
en, seper
ti
menggant
iobatj
angka panj
ang dengan obaty
ang har
us di
minum di
sekol
ah,dapatmembuatper
bedaanbesar
. Meski
punbeber
apar
emaj
a
i
ngi
nmer
ahasi
akanpeny
aki
tmer
eka,apot
ekerhar
usser
ingmendor
ong
mer
ekaunt
ukt
idakmeny
embuny
ikanpeny
aki
tmer
ekadanunt
ukt
erbuka
danj
ujur​
denganr
ekan-
rekanmer
eka.Mel
aluikonsel
i
ngempat
i,apot
eker
dapatmembant
umembangunhar
gadi
rir
emaj
adanmendor
ongi
nter
aksi
y
ang l
ebi
h per
cay
a di
ridengan t
eman sebay
a.Mi
sal
nya,say
a kadang-
kadangber
mai
nper
andenganpasi
encar
amenanganiper
temuansosi
al
y
angpenuht
ekanan,
seper
tidi
ejekt
ent
angmengambi
lsunt
ikani
nsul
i
nat
au
menggunakan pengukural
i
ran puncak.At
au say
a mungki
n mendor
ong
pasi
en unt
ukmemper
siapkan pr
oyekkel
asunt
ukmendi
dikr
ekan-
rekan
t
ent
angpeny
aki
tmer
ekadanbagai
manar
asany
ahi
dupdengani
tu.
SOAL-
SOAL

1.Kar
akt
eri
sti
kUmum Per
kembanganRemaj
adi
bawahi
niKECUALI?

A.Mer
asaGel
i
sah

B.Per
tent
angan

C.SenangBer
khay
al

D.Lebi
hPendi
am

E.SenangdenganAkt
ivi
tasKel
ompok

2.Fakt
or-
Fakt
ory
angMeny
ebabkanRemaj
aMel
akukanPer
il
akuMeny
impangdi
bawahi
ni?

A.Fakt
orEkonomi
Lingkungan

B.Fakt
orMakanan

C.Fakt
orSekol
ah

D.Fakt
orAgama
E.Fakt
orbuday
a

3.Tuj
uankonsel
i
ngpadar
emaj
adi
bawahi
niKECUALI?

A.Pemahaman

B.Kesadar
andi
ri

C.Pencer
ahan

D.KeAgamaan

E.Pendi
dikanPsi
kol
og

4. Fact
ory
angmempengar
uhi
orangt
ersebutmender
it
apeny
aki
tAI
DSadal
ahdi
bawahi
ni,
kecual
i

A.Gont
agant
ipasangan

B.Mel
akukanseksdi
l
uarni
kah

C.Mel
akukanseksdengani
buhami
lyangsebel
umny
ater
kont
ami
nasi
dengan
hi
v

D.Obatdi
et

E.Hubunganseksual
yangmeny
impang

5.Ber
ikuti
nimasaant
aramasukny
aHI
Vkedal
am t
ubuhmanusi
asampai
t
erbent
ukny
aant
ibodi
ter
hadapHI
Vyangdapatmenul
arkanHI
Vkepadaor
angl
ain,
kecual
i….
A. 2-
6har
i

B. 2-
6tahun

C. 2-
6mi
nggu
D. 2-
6bul
an

E. 2-
6jam
6.Badanor
gani
sasi
PBBy
angmenangani
AIDS/
HIV….
A. UNESCO

B. I
MF

C. UNAI
DS

D. I
LO

E. KAI
VT

7.Di
abet
est
ipe1mer
upakanpeny
aki
tkr
oni
syangpal
i
ngbany
akdi
der
it
aol
ehanak
danr
emaj
adi
duni
a.Di
abet
esmel
i
tus(
DM)t
ipe-
1mer
upakansal
ahsat
upeny
aki
t
kr
oni
kyangsampaisaati
nibel
um dapatdi
sembuhkan,t
etapiupay
akont
rol
met
abol
i
kdenganbai
kdanopt
imaldapatmemper
tahankanper
kembangandan
per
tumbuhannor
malser
tamencegahkompl
i
kasi
.Komponenpengel
olaanDM
t
ipe-
1ter
dir
idar
ili
mapi
l
armel
i
put
i,kecual
i…
A.Pember
iani
nsul
i
n
B.Nut
ri
si
C.Oahr
aga
D.Edukasi
E.Pemant
auanber
sama
8.Ber
ikuti
ni,
tipei
nsul
i
nyangmemi
l
iki
ker
japanj
angadal
ah…
A.Aspar
t
B.Gl
usi
ne
C.Gl
argi
ne
D.Li
spr
o
E.NPH
9.Epi
l
epsiadal
ahkondi
sit
imbul
nyaser
anganber
upaper
pindahanselsar
afot
ak
y
ang abnor
mal
,tak ber
atur
an,t
erj
adiber
ulang kal
i
,ser
ta mengaki
bat
kan
gangguanmot
ori
k,sensor
ik,
atauf
ungsiment
alsement
ara.Tar
getj
angkapendek
pengobat
anepi
l
epsiadal
ahbebasbangki
tandenganobatant
iepi
l
epsi(
OAE)
monot
erapiy
angt
erj
angkaut
anpaef
eksampi
ng.Sal
ahsat
uobatant
iepi
l
epsi
adal
ahLev
eti
racet
am,
mekani
smeaksi
dar
iobatadal
ah…
Sodi
A. um ChannelBl
ocker
B.I
nhi
bisi
kar
boni
kanhy
drase
C. mi
GABA- met
ic
D.
Modul
asi
sinapsi
svesi
kel
prot
ein2A
E.Cal
ci
um ChannelBl
ocker
10.
Asmamer
upakanpeny
aki
tkr
oni
syangmembut
uhkanpengobat
anr
uti
ndal
am
j
angkapanj
angunt
ukmengont
rolgej
alaasma,di
sebutt
erapicont
rol
l
er.Rut
e
pember
iancont
rol
l
ermel
aluii
nhal
asimenggunakanal
aty
angdi
sebuti
nhal
er.
Obat
-obati
nhal
asit
ersedi
adal
am MDI(
Met
eredDoseI
nhal
er)
,DPI(
DryPowder
I
nhal
er)dannebul
i
zer
(1,
5).Kombi
nasiI
CSdanLABA dal
am bent
ukDPIy
ang
t
ersedi
a diI
ndonesi
a adal skus® (
ah Di kombi
nasibudesoni
def
ormot
erol
)dan
®
Tur
buhal
er (
kombi
nasisal
mat
erol
-f
lut
icasone)
.Ber
ikutl
angkah penggunaan
®
Tur
buhal
er :
®
1) Bukadanl
epaskanpenut
upTur
buhal
er
2) TegakkanTur
buhal
er
argr
3) Put ipsej
auhmungki
ndanput
arKembal
ikear
ahber
lawanansampai
t
erdengarbuny
ikl
i
k
4) Hembuskannaf
assampai
mendapat
kanv
olumer
esi
dual
5) Padasaatmenghembuskannaf
asj
auhkanTur
buhal
er
akkanmout
6) Let hpi
ecediant
aramul
utdankat
upkanbi
birAnda
7) Ber
naf
asl
ahdengankuatdandal
am
8) Tahannaf
as5-
10det
ik
9) Hembuskannaf
asdanj
auhkandar
iTur
buhal
er
®
Ber
dasar
kan l
angkah di
atas,ur
utan car
a penggunaan Tur
buhal
er y
ang t
epat
adal
ah…

A.1)
,2)
,3)
,4)
,5)
,6)
,7)
,8)
,9)
B.2)
,1)
,3)
,4)
,5)
,6)
,7)
,8)
,9)
C.2)1)
,3)
,9)
,6)
,7)
,8)
,4)
,5)
D.1)
,3)
,2)
,4)
,5)
,7)
,6)
,8)
,9)
E.2)
,1)
,3)
,4)
,5)
,7)
,6)
,8)
,9)
DAFTARPUSTAKA

Adel
i
ta,M.
,Ar
to,K.S.
,&Del
i
ana,M.(
2020)
.Kont
rolMet
abol
i
kpadaDi
abet
esMel
i
tus
Ti 1.Fakul
pe- tasKedokt
eranUni
ver
sit
asSumat
eraUt
ara/
RSPendi
dikanUni
ver
sit
as
Sumat
era Ut
ara, Medan, I
ndonesi
a, 47(
3), 227–232.
ht
tp:
//www.
cdkj
our
nal
.com/
index
.php/
CDK/
art
icl
e/v
iewFi
l
e/377/
175
Ani
ndy
a,T.
,Ngur
ah,I
.G.
,Budi
arsa,K.
,Put
u,D.
,Pur
wa,G.
,Sar
jana,P.
,Dokt
er,P.
,
Kedokt
eran,F.
,&Uday
ana,U.(
2021)
.Kar
akt
eri
sti
kPasi
enEpi
l
epsiRawatJal
anDi
Pol
i
kli
nikSar
afRSUPSangl
ahPadaBul
anAgust
us–Desember2018Depar
temen/
KSM Neur
ologiFakul
tasKedokt
eranUni
ver
sit
asUday
ana/RumahSaki
tUmum
Pusatr
epeat
edl
y,andgi
vet
hemot
ori
c,sensor
ic, em.Jur
ort nalMedi
kaUday
ana,
10(
6),
2–6.
I
spr
iant
ari
,A.
,&Pr
iasmor
o,D.P.(
2017)
.Pener
imaanDi
riPadaRemaj
aDenganDi
abet
es
Ti
pe 1 Di Kot
a Mal
ang. Duni
a Keper
awat
an, 5(
2), 115.
ht
tps:
//doi
.or
g/10.
20527/
dk.
v5i
2.4116
Khai
rani
,A.F.
,&Sej
aht
era,D.P.(
2019)
.St
rat
egipengobat
anepi
l
epsi
:monot
erapidan
pol
i
ter
api
. Uni
ver
sit
as Gaj
ah Mada, 18(
3), 115–119.
ht
tps:
//j
our
nal
.ugm.
ac.
id/
bns/
art
icl
e/v
iew/
55017
Lor
ensi
a,A.
,Quel
j
oe,D.De,Kar
ina,B.L.
,& Her
u,A.(
2017)
.St
udiKel
engkapan
Penj
elasanCar
aPenggunaanSedi
aanCont
rol
l
erI
nhal
er(
Kombi
nasiKor
ti
kost
eroi
d
DenganBet
a-2Agoni
s)Jeni
sDi
skus® DanTur
buhal
er® Ol
ehApot
ekerDiApot
ek.
Jur
nalI
lmi
ahManunt
ung,
2(2)
,137.ht
tps:
//doi
.or
g/10.
51352/
ji
m.v
2i2.
58
Mut
iar
aHer
awat
i,LukmanHaki
m,I
.D.P.P.( .Phar
2011) maci
st’SCounsel
l
ingEf
fect
s
onAst
hmaCont
rolLev
elandSat
isf
act
ionWi
thI
nhal
edAst
hmaTr
eat
mentf
or
Ast
hmaPat
ient
.273–282.
Nur
sal
am,Hi
day
a,L.
,& Sar
i,N.P.W.P.(
2015)
.Fakt
orRi
sikoAsmaDanPer
il
aku
PencegahanBer
hubunganDenganTi
ngkatKont
rolPeny
aki
tAsma(
Ast
hmaRi
sk
Fact
orsAndPr
event
ionBehav
iourRel
ateToAst
hmaLev
elOfCont
rol
).Jur
nal
Keper
awat
anI
ndonesi
a,4(
1),
9–18.
PURWANGGANA,
A.,
POEDJI
NINGSI
H,E.
,&MUNI
RO,
M.(
2009)
.Sur
vei
l
ensEpi
demi
ologi
HI
V/AI
DSdiRumahSaki
tPemer
int
ahdiJakar
taSel
atanpada2005.JURNALI
LMU
KEFARMASI
ANI
NDONESI
A,7(
1),
49–55.
Zai
ni,A.(
2013)
.Ur
gensiBi
mbi
ngan dan Konsel
i
ng bagir a.Jur
emaj nalBi
mbi
ngan
Konsel
i
ng I
slam, 4(
2),371–390.f
il
e:/
//D:
/8(
METODE PENELI
TIAN SOSI
AL
MPS)
/pr
oposal
penel
i
tian/
1012-
3620-
1-PB.
pdf
%0D
TUGASI
NFORMASIOBAT

Di
susunol
eh:
Kel
ompok1

RahmadNi
ki 18330127
Ji
hanLut
hfi
yah 18330135
Dewi
LasmaRi
amabrHut
aur
uk 18330150
Kr
ist
inaSukmaMel
ati 21330753
Si
tiNur
aji
zah 21330754

PROGRAM STUDIS1FARMASI
FAKULTASFARMASI
I
NSTI
TUTSAI
NSDANTEKNOLOGINASI
ONAL
2022
1. Wawancar
aasesmenkogni
ti
fper
il
akuadal
ah.
..
..
..

a. Penggunaan asumsi
-asumsi pendekat
an kogni
ti
f per
il
aku sebagai
ker
angkaker
jadal
am mer
ancangwawancar
aasesmen.

b.Penggunaanpendekat
ankogni
ti
fper
il
akudal
am wawancar
aasesmen

c.Suat
u modelwawancar
aysngdi
gunsksn unt
ukmengubah kogni
sidan
per
il
akukl
i
en.

d.Suat
upr
osespengumpul
andat
a.

e.Suat
ual
atpengumpul
andat
awawancar
a

2.Seor
ang gur
uyangt
elahmemahamikar
akt
eri
sti
k peser
tadi
dik,aspek
f
isi
k,mor
al,kul
tur
al,
emosi
onal,
dani
ntel
ekt
ualt
ermasukpemahamandal
am
kompet
ensi
:

a.Emosi
onal

b.Kepr
ibadi
an

c.Pedagogi
k

d.Sosi
al

e.Mor
al

3.St
rat
egi
Model
i
ngdi
gunakanunt
ukmembant
ukl
i
eny
angmengal
ami...

a.Kesul
i
tanmengambi
lkeput
usan

b.Kesul
i
tanber
per
il
akudal
am si
tuasi
ter
tent
u.

c.Kesul
i
tanmengel
olaper
il
akuny
asendi
ri
.

d.Kl
i
eny
angmengal
ami
kesul
i
tant
erl
alut
erpakudengankej
adi
anmasal
alu.
e.Kesul
i
tanmember
ikankeput
usan

4.Apakahmaknaasesmendal
am bi
mbi
ngandankonsel
i
ng?

a.Pr
osespengumpul
andat
akl
i
ensecar
amendal
am.

b.Pr
osespengumpul
andat
amel
alui
wawancar
a.

c. Pr
oses mengungkap masal
ah kl
i
en beser
ta dengan f
akt
or-
fakt
or
peny
ebabny
a

d.Pr
osesmengembangkanr
encanaper
lakuan

e.Pr
osespeny
elesai
an.

5.Unt
ukt
ujuanapakonsel
orper
lumengembangkanRappor
tdengankl
i
en:

a.Mengembangkanr
espek

b.Mendor
ongekspl
orasi
dir
ikl
i
en

c.Mengembangkanr
asaper
cay
a

d.Mengembangkanr
asapener
imaan

e.Mengembangkansi
kap

6.Per
il
akut
erj
adiaki
batadany
ador
ongandar
idal
am di
rimanusi
aber
upa
kebut
uhan-
kebut
uhan,dan manusi
a memi
l
ikibeber
apa kebut
uhan dasar
.
Kebut
uhant
ersebutber
jenj
angdar
iyangpal
i
ngmendesakhi
nggay
angakan
munculdengan sendi
ri
nya saat kebut
uhan sebel
umny
ater
penuhi
.Hal
t
ersebutsesuai
denganTeor
i?

a.Sosi
ologi

b.Masl
ow
c.Heal
thBel
i
efModel

d.Lawr
enceGr
een

e.Rei
nfor
cement

7.Seor
angl
aki– l
akiber
umur30t
ahun,dat
angkekl
i
nikkonsel
i
ngHI
V
dengan kel
uhan ser
ing demam,di
aresudah 1 bul
an.Pasi
en cemasdan
menany
akan t
ent
ang peny
aki
tny
a.Pasi
en memi
l
ikir
iway
atpenggunaan
NAPZA sunt
ik dan t
ukarmenukarj
arum dengan pengguna l
ain.Apakah
r
encanakeper
awat
anut
amapadakasust
ersebut
?

a.Peny
uluhant
ent
angdi
are

b.Pendi
dikankesehat
ant
ent
angHI
V

c.Demonst
rasi
car
amenur
unkandemam

d.Edukasi
unt
ukmel
akukanpemer
iksaanHI
V

e.Ber
ikankesempat
anunt
ukmengungkapkanper
asaan

8.Seor
ang per
empuan y
ait
u Ny
.S ber
usi
a 28 t
ahun di
rawat diRSJ
Sukasenang.Ber
dasar
kani
nfor
masi
dar
ikel
uar
ga,
NySdi
bawakeRSJkar
ena
NySber
tengkardanber
kel
ahidengant
etanggar
umahny
a.Saatdi
l
akukan
pengkaj
i
andiRSJ,mukapasi
ent
ampakmer
ahdant
egang,waj
ahmemer
ah
dan t
egang,ber
bicar
a kasardan suar
ati
nggi
,ser
ta pasi
en ser
ing j
alan
mondarmandi
r.Apakahmasal
ahpsi
kososi
alpadakasusdi
atas?

a.Hal
usi
nasi

b.Def
isi
tPer
awat
anDi
ri

c.Har
gadi
riRendah

d.Per
il
akukeker
asan

e.Ansi
etas
9.DiRSJmengat
akan“
kondi
sikel
uar
gasay
aakanl
ebi
hbai
ktanpasay
a,
mer
eka t
idak akan ker
epot
an l
agi
”.Apakah j
eni
s bunuh di
riy
ang dapat
di
amat
ipadapr
iat
ersebut
?

a.I
syar
atbunuhdi
ri

b.Ancamanbunuhdi
ri

c.Per
cobaanbunuhdi
ri

d.Ri
si
kobunuhdi
ri

e.Bunuhdi
riv
erbal

10.“
MohonmaafBapak/
Ibu/
Saudar
a,apay
angakanki
tabi
car
akannant
i
adal
ahhaly
angkur
angdi
har
apkanol
ehki
tasemua,kamisudahber
usaha
mel
akukan per
awat
an maksi
mal
,namum hasi
l
nyat
idak sesuaidengan
har
apan”

Kal
i
matdiat
asmer
upakanbent
ukpeny
ampai
andal
am ber
upakonsel
i
ng
denganpasi
en.
..

a.HI
V/AI
DS

b.Lansi
a

c.Remaj
a

d.Gangguanment
al

e.Kr
it
is

Ref
erensi
:

1.ht
tps:
//konsel
i
12.
weebl
y.
com/
cont
oh-
soal
-soal
-uk.
html
2.ht
tps:
//hsepedi
a.com/
Quest
ion-
Kesmas.
pdf

3.ht
tps:
//pdf
cof
fee.
com/
cont
oh-
soal
-vct
docx-
pdf
-f
ree.
html

4.ht
tp:
//husadakar
yaj
aya.
ac.
id/
wp-
cont
ent
/upl
oads/
2017/
11/
SOAL-
LATI
HAN-
UKOM-
KEPERAWATAN-
JIWA.
docx
Konsel
i
ngFar
masi
“CaseSt
udy

- Konsel
i
ngpadapasi
eny
angl
anj
utusi
a

- Konsel
i
ngpadapasi
enkr
it
i t
s(er
minal
l
yil
l
)

- Konsel
i
ngpadapasi
endenganAI
DS

- Konsel
i
ngpadapasi
endengangangguanment
al

- Konsel
i
ngunt
ukr
emaj
a

 For
mul
ati
on

 Pr
escr
ibi
ng

 Di
spensi
ng

 Pat
ientAdher
ence

 Phar
macoki
net
ics

 Phar
macody
nami
cs

 Dr
ugRespons

Pasi
endenganr
esi
kot
inggi

- Peny
aki
tasi
mtomat
ik:
hiper
tensi

- Kondi
sikr
oni
s:hy
per
tensi
on,
art
hri
ti
s,di
abet
es

- Congni
ti
vei
mpai
rment:
dement
ia,
alzhei
mer
s

- Regi
menkoml
eks:
pol
yphar
macy
,QOD

- Mul
ti
pledai
l
ydosi
ng:
qd<bi
d<t
id,
<qi
d

- Per
sepsi
pasi
en:
eff
ect
iveness,
sideef
fect
s,cost
- Komuni
kasi
yangj
elek:
pat
ientpr
act
it
ionerr
appor
t

- Peny
aki
tji
wa:
lessl
i
kel
ytocompl
y

TheNat
ional
Bur
denofNonadher
ence

- Kur
angl
ebi
h125.
000kemat
ianper
tahunkar
enanonadher
ence,at
auduakal
i
j
uml
ahkemat
ianaki
batkecel
akaanmobi
l

- Hampi
r11% pasi
enr
awati
napdan40% pasi
ensaki
tdipant
ijompo,adal
ah
aki
batnonadher
ence

- Bi
ayal
angsungmaupunt
idakl
angsungaki
batnonadher
encemencapai$100
mi
l
yar
dpert
ahundi
USA

ApaPer
anFar
masi
?

APOTEKER

1.Apakahmemahami
kegunaankonsel
i
ngbagi
pasi
en

 Menguasai
teor
ikonsel
i
ngdankomuni
kasi

2.Apot
ekermampumengi
dent
if
ikasi
DRP&masal
ahl
ain

 Mampumenggal
ii
nfor
masi
dar
ipasi
en

 Menguasai
il
muf
armakot
erapi
dankomuni
kasi

3.Apot
ekermampu memi
l
ihi
nfor
masiy
ang t
epatunt
ukkondi
si,behav
iour
pasi
en,
kesi
apanpasi
endanmember
ikanny
asecar
aef
isi
endanef
ekt
if

 Menguasai
il
muf
amakot
erapi
dankomuni
kasi

- Memi
l
ihpasi
en:

 Pr
ior
it
aspasi
enber
dasar
kankondi
si,
peny
aki
tdanobat
- Menent
ukankebut
uhani
nfor
masi
unt
uk(
pasi
endankedal
amny
a)

- Memi
l
ihi
nfor
masi
yangt
epatdar
isumbery
angdi
per
cay
a

- Member
ikani
nfor
masi
secar
aef
isi
endanef
ekt
if

- Memahami
pasi
en:

 Kondi
sikesehat
anpasi
en,
peny
aki
tpasi
en,
obatunt
ukpasi
en,
behav
ior
pasi
en

- I
dent
if
ikasi
DRP(
Drug-
Rel
atedPr
obl
em)danmasal
ahl
ain:

 I
dent
if
ikasi
DRP

 Kebut
uhani
nfor
masi
,kebut
uhanmot
ivasi
,empat
idanl
ainny
a,pr
obl
em
sol
vi
ng

- Pemi
l
ihani
nfor
masi
dal
am pr
akt
ekkonsel
i
ng:

 Car
a dan ki
atmemi
l
ihi
nfor
masisesuaikebut
uhan pasi
en,car
a
pember
iankonsel
i
ngy
angef
isi
endanef
ekt
if

Counsel
i
ngPasi
en:

- Counsel
i
ngt
idakber
dir
isendi
ri

- Counsel
i
ngmer
upakanupay
ater
capai
nyaPat
ientSaf
ety

- Counsel
i
ngmer
upakanbagi
andar
iPhar
maceut
ical
Car
e(Pat
ientFocus)

- Counsel
i
ngmer
upakanbagi
andar
iMedi
cat
ionPr
ocessManagement

- Counsel
i
ng t
ergant
ung dar
i at
ti
tude, knowl
edge, ski
l
l dar
i Far
masi
s
(
komuni
kasi
danFar
masi
Kli
nis)

- Adamet
odeny
a

 Unt
ukpeny
aki
takut
 Unt
ukpeny
aki
tkr
oni
sdanper
masal
ahanny
a

- Adat
ekni
k-t
ekni
kyangber
beda

 OTC(
obatbebas):
anal
i
sa,
memi
l
ihkan

 Resep dokt
er:peny
aki
takut
,peny
aki
tkr
oni
s,pasi
en r
awatj
alan,
pasi
enpul
angr
awati
nap

 Menj
awabkel
uhandl
l

- Har
usdi
bangunt
ool
sunt
ukpr
akt
eksehar
i-
har
i

Pasi
en?

Lansi
a

- 12%popul
asi
,mengkonsumsi
30-
40%bi
ayaobat(
US)

- I
supol
i
fasr
masi

- Per
ubahanmet
abol
i
sme

Beer
’sLi
st

- Daf
tarobat
-obat
any
angkur
angt
epatunt
ukl
ansi
a,sebai
kny
adi
hindar
i

- Li
hatMedi
cat
ional
ter
nat
ivesf
orEl
der
ly

St
udi
Kasus

Peny
aki
tKr
oni
s

Mengapapeny
aki
tkr
oni
s?

- Konsel
i
ngpasi
en-kebut
uhany
angmeni
ngkatpadapeny
aki
t

- Kr
oni
sti
dakseper
tipeny
aki
takutdimanapasi
endi
rawatdipusatper
awat
an
r
awatj
alanat
audi
rawatdi
rumahsaki
tunt
ukwakt
uyangsi
ngkat
- Peny
aki
tkr
oni
smemer
lukanr
awati
nap dir
umahsaki
t,pemant
auandi
ri
,
t
indak l
anj
ut,t
erapiobatseumurhi
dup,t
indakan nonf
armakol
ogi
s dan
beber
apamodi
fi
kasi
gay
ahi
dup

- Pemahaman pasi
en t
ent
ang peny
aki
tny
amemai
nkan pasi
en y
ang sangat
pent
ingdal
am manaj
emenpeny
aki
tkr
oni
s.

- Konsel
i
ng pasi
en y
ang ef
ekt
ifmembuatpasi
en memahamipeny
aki
tny
a,
modi
fi
kasigay
ahi
dupy
angdi
per
lukandanf
armakot
erapidengancar
ayang
l
ebi
hbai
kdandengandemi
ki
anmeni
ngkat
kankepat
uhanpasi
en.

- Saatmember
ikan konsel
i
ng pengobat
an kepada pasi
en dengan peny
aki
t
kr
oni
s,apot
ekerhar
us peka t
erhadap ber
agam t
ant
angan y
ang di
hadapi
pasi
en.

- Unt
uk pasi
en dengan peny
aki
tkr
oni
s,r
umah adal
ah pusatpengel
olaan
peny
aki
t dan pasi
en i
nij
uga memer
lukan l
ebi
h bany
ak penget
ahuan
t
ant
anganmanaj
emendar
ipeny
aki
tmer
eka.

- Kar
enapeny
aki
tkr
oni
sber
ger
akmel
aluif
asey
angber
bedadanf
asepeny
aki
t
i
nimemer
lukan ber
bagaij
eni
s st
rat
egipengel
olaan,pasi
en i
nit
erut
ama
memper
li
hat
kankual
i
tashi
dup.

Per
syar
atan

- Apot
ekermemi
l
ikit
anggungj
awabbesardal
am konsel
i
ngpasi
endengan
peny
aki
tkr
oni
s.

- Apot
ekerkonsel
i
nghar
usmemi
l
ikipenget
ahuany
angmemandaidanhar
us
menj
adikomuni
kat
ory
angef
ekt
if
,memanf
aat
kanket
erampi
l
ankomuni
kasi
v
erbal
dannon-
ver
bal
.

Konsel
i
ngHI
V/AI
DS

Konsel
i
ngHI
V/AI
DSdi
kenalsebagaimendi
dikpasi
enunt
ukmengendal
i
kan,
mencegah dan mengel
ola di
ri sendi
ri HI
V/AI
DS, membant
u pasi
en
menggunakanobaty
angt
epatunt
ukmengambi
lkeput
usan,
unt
ukhi
dupl
ebi
h
bai
k dengan t
ant
angan hi
dup,menj
alanikehi
dupan y
ang posi
ti
f dan
mencegahpenul
aranl
ebi
hlanj
ut.

Konsel
i
ng:

Meni
l
aipenget
ahuanpasi
ent
ent
angi
nfeksiHI
Vdanpengobat
anny
adan
mendi
dikpasi
en t
ent
ang pat
ofi
siol
ogidan r
iway
atal
amii
nfeksiHI
V dan
per
kembanganmenj
adi
AIDS;
tuj
uanTERAPHY,

mekani
sme ker
ja,dan dur
asit
erapiobatant
ir
etr
ovi
ral
;pot
ensief
ek
sampi
ngdar
idani
nter
aksidengant
erapiobatant
ir
etr
ovi
raldancar
aunt
uk
mengel
olaef
eksampi
ng;
konsepr
esi
stensi
obatdanpent
ingny
akepat
uhan

JELASKAN r
eji
men t
erapi
;pemant
auan l
abor
ator
ium t
erhadap r
espons
t
erapeut
ikt
erhadap t
erapiobat ant
ir
etr
ovi
ralst
rat
egit
erapeut
ik unt
uk
mengat
asi
kegagal
ant
erapeut
ik

A.Kepat
uhan

Kepat
uhan pengobat
an pasi
en adal
ah al
at pent
ing l
ainny
a unt
uk
mengev
aluasi
efekkonsel
i
ngpasi
en,
sel
aini
tupenget
ahuanadal
ahkomponen
kuncidar
ipr
ogr
am pengur
anganr
isi
koHI
VInt
erv
ensiser
ingmenggunakan
peni
l
aian penget
ahuan unt
uk memandu kur
ikul
um pendi
dikan dan unt
uk
member
ikan umpan bal
i
k, sehi
ngga kedua pengukur
an kepat
uhan
pengobat
andanpeni
l
aianpenget
ahuandapatdi
gunakanunt
ukmengev
aluasi
dampakpemer
iksaanapot
ekert
erhadapkonsel
i
ngpasi
en.

B.NONKEPATUHANANTIRETROVI
RAL

t
erapi
tampakny
aber
hubungandenganpasi
en,
dant
ermasukment
al,

peny
aki
t(t
erut
amadepr
esi
yangt
idakdi
obat
i)
,per
umahany
angt
idakst
abi
l
,

peny
alahgunaanzatakt
if
,dankr
isi
skehi
dupanbesar
.

Beber
apapasi
enmenghent
ikanat
aumengur
angidosi
sobatant
ir
etr
ovi
ral
kar
enaef
eksampi
ng.

Fakt
orl
ainy
ang t
elah t
erbukt
imempengar
uhikepat
uhan secar
a negat
if
t
ermasukf
rekuensipember
ianobaty
angt
idakny
aman,
pembat
asandi
et,
dan
bebanpi
l
.

C.
KONSELI
NGFARMASIkepadapasi
enpsi
ki
atr
i

Ti
gaf
akt
orut
amaber
kont
ri
busit
erhadapkepat
uhanpengobat
any
angr
endah
padapasi
endepr
esi
.Fakt
or-
fakt
ori
niadal
ah:

1.kur
angny
ainf
ormasiobatt
ent
angr
eaksimer
ugi
kandanj
adwalpember
ian
obat
;

2.kesul
i
tankeuangan;

3.memper
sul
i
trej
i
menobat

D.Per
ti
mbangankonsel
i
ngumum

Apot
ekerhar
usber
tany
akepadapasi
endengangangguankej
i
waant
ent
ang
st
atusmer
okokmer
ekadan,j
i
kaper
lu,mendor
ongber
hent
imer
okok.Pasi
en
dengandepr
esil
ebi
hcender
ungmer
okokdar
ipadamer
ekay
angt
idakdepr
esi
(
29%v
s.19%)
.4Temuani
nij
ugat
elahdi
i
dent
if
ikasidengangangguanbi
pol
ar
danski
zof
reni
a.Ber
bagaipendekat
an(
misal
nya,t
erapipenggant
ianni
kot
in)
t
ersedi
aOTCdanhar
usdi
diskusi
kan.

KONSELI
NGREMAJA

A.Konsel
i
ng

Dal
am sur
veit
erhadap l
ebi
h dar
i2.
000 or
ang dewasa,53% dar
imer
eka
dengan gej
ala depr
esi menggunakan pengobat
an kompl
ement
er dan
al
ter
nat
if(
CAM)
,ter
utama St
.John'
s wor
tdan 5 Hy
droxy
try
ptophan.
5
Supl
emenl
ainseper
tiv
aler
ian,kav
a,mel
atoni
n,danl
emakomega-
3asam
ser
ingdi
gunakanol
ehi
ndi
vi
dudenganmasal
ahkesehat
anment
al.Ber
itahu
pasi
enbahwasupl
ement
idakdi
aturdenganbai
k,mungki
nti
dakl
ebi
haman
dar
ipadaobaty
angdi
resepkan,
dant
idakbol
ehmenggant
ikant
erapi
resep.

B.Sel
ect
iveser
otoni
nreupt
akei
nhi
bit
ors

Sel
ect
iveser
otoni
nreupt
akei
nhi
bit
ors(
SSRI
s)adal
ah kel
asant
idepr
esan
y
angumum di
resepkan.Meski
punaman,per
kembangansi
ndr
om ser
otoni
n
menj
adiper
hat
ianser
iusbi
l
adi
gunakandenganagenser
otoner
gikl
ainny
a.
Dekst
romet
orf
anmemi
l
iki
akt
ivi
tasser
otoner
gikdanhadi
rdal
am bany
akobat
bat
uk.Pr
odukal
ami(
mis.
,St
.John'
swor
t,5-
hydr
oxy
try
ptophan,S-
adenosy
l-
l-
met
hioni
ne)j
ugaber
sif
atser
otoner
gikdanhar
usdi
hindar
ipadai
ndi
vi
duy
ang
menggunakanSSRIat
auant
idepr
esan,
ter
masukdul
oxet
inedanv
enl
afaxi
ne.

SSRI(
dan i
nhi
bit
orr
eupt
ake ser
otoni
n-nor
epi
nef
ri
n)dapatmeni
ngkat
kan
r
isi
koper
dar
ahan,t
erut
amaj
i
kadi
konsumsidenganagenant
it
rombot
iky
ang
di
resepkan.Pasi
enhar
usmenghi
ndar
iibupr
ofenOTC,napr
oxen,dandosi
s
anal
gesi
kaspi
ri
nunt
ukmengur
angir
isi
koper
dar
ahandansebagaigant
iny
a
menggunakanaset
ami
nof
en.

C.Pengobat
an

1.Bupr
opi
on

Ef
ekant
ikol
i
ner
gikdapatt
erj
adidenganpenggunaanbupr
opi
on,sehi
ngga
pasi
en har
us di
nasi
hat
i unt
uk menghi
ndar
i obat OTC dengan ef
ek
ant
ikol
i
ner
gik(
misal
nya,di
fenhi
drami
n,di
menhi
dri
nat
,mekl
i
zin)
. Ket
ika
pasi
endat
angdengangej
alabat
ukdanpi
l
ek,pr
oduky
angdi
rekomendasi
kan
t
ermasukant
ihi
stami
ngener
asi
kedua,
dekongest
an,
danpel
egat
enggor
okan.
Pasi
en har
us menghi
ndar
i kombi
nasi pr
oduk di
ngi
n OTC, kar
ena
kemungki
nanbesarmengandungagenant
ikol
i
ner
gik

2.Li
thi
um

Li
thi
um t
etap menj
adipengobat
an ut
ama bagibany
ak pasi
en dengan
gangguanbi
pol
ar.Konsel
i
ngper
awat
andi
rihar
usf
okuspadaakt
ivi
tasapa
puny
angakanmengubahkonsent
rasil
i
thi
um.Yangt
erpent
ing,per
ubahan
dal
am konsumsi nat
ri
um, khususny
a pembat
asan nat
ri
um, akan
meni
ngkat
kanr
eabsor
psil
i
tium t
ubul
usgi
njaldanmengaki
bat
kant
oksi
sit
as
l
i
tium.Anj
urkanpasi
endengangangguanbi
pol
arber
samaandanhi
per
tensi
unt
ukmemper
tahankanasupannat
ri
um dancai
rany
angmemadai
.Pasi
en
y
angmemakail
i
thi
um j
ugahar
usmenghi
ndar
ipenggunaani
bupr
ofendan
napr
oxen,y
angkeduany
adapatmeni
ngkat
kanr
eabsor
bsil
i
thi
um digi
njal
,
y
ang mengaki
bat
kan peni
ngkat
an konsent
rasi
. Ber
it
ahu pasi
en unt
uk
menggunakanaset
ami
nof
enunt
ukny
eri
dar
ipadaNSAI
D.

D.Konsel
i
ngFar
masi

PASI
ENREMAJA

Sei
ri
ngdengangej
olaknor
malmasar
emaj
a,bany
akr
emaj
adi
hadapkanpada
st
resdal
am mengel
olapeny
aki
tkr
oni
s,seper
tiasma,di
abet
es,at
auepi
l
epsi
.
Sej
uml
ahpenel
i
tiant
elahmenunj
ukkanbahwar
emaj
adanr
emaj
adengan
peny
aki
tkr
oni
sber
isi
kot
inggiunt
ukt
idakmemat
uhipengobat
andant
erapi
l
ainny
a

Masal
ah

Unt
ukbeber
apar
emaj
a,menol
akunt
ukmi
num obaty
angdi
resepkanadal
ah
car
aunt
ukmenegaskankemandi
ri
andar
iot
ori
tasor
angt
uaat
aumedi
s.

Or
ang l
ain mungki
n enggan unt
uk mi
num obatmer
eka at
au memat
uhi
t
indakanper
awat
andi
rikar
enat
akutakanpeny
aki
tdan

per
lakuanny
aakanmembuatmer
ekat
ampakber
bedaat
aut
eri
sol
asidar
i
t
emansebay
any
a.Seor
angapot
ekery
angpedul
idapatmembant
uremaj
a
mengat
asit
ekanan t
eman sebay
a dan meni
ngkat
kan kepat
uhan dan
per
awat
andi
rimer
eka.
per
ubahankeci
ldal
am r
eji
menpengobat
anpasi
en,seper
timenggant
iobat
j
angkapanj
angdenganobaty
anghar
usdi
minum disekol
ah,
dapatmembuat
per
bedaan besar
.Seor
ang r
emaj
a dengan asma mungki
n menemukan
i
nhal
er/
spacerkeci
ldant
erpi
sahy
angmudahdi
masukkankedal
am t
asat
au
r
anselj
auhl
ebi
h"di
ngi
n"danl
ebi
hdapatdi
ter
imadar
ipadaper
angkaty
ang
l
ebi
hbesar

Anda mungkin juga menyukai