Di suusn oleh :
JURUSAN FARMASI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Swamedikasi (Pengobatan sendiri) merupakan upaya yang dilakukan oleh
masyarakat dalam pengobatan tanpa adannya resep dari dokter atau tenaga medis lainnya.
Swamedikasi dilakukan berdasarkan dari pengalaman pasien atau dari rekomendasi orang
lain. Pengobatan sendiri dilakukan untuk mengatasi keluhan - keluhan ringan (Merianti et
al., 2013), menurut World Health Organization (WHO) peran pengobatan sendiri adalah
untuk mengatasi dan menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan yang tidak
memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban biaya dan meningkatkan
keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan medis (Supardi & Notosiswoyo, 2005).
Salah satu penyakit ringan yang dapat diatasi dengan pengobatan sendiri adalah
penyakit batuk. Batuk merupakan simptom umum bagi penyakit respiratori dan non-
respiratori (Haque, 2005). Timbulnya respon batuk bisa dikarenakan beragam hal salah
satunya adalah keberadaan mukus pada saluran pernafasan. Normalnya, mukus
membantu melindungi paru-paru dengan menjebak partikel asing yang masuk. Namun
apabila jumlah mukus meningkat, maka mukus tidak lagi membantu malahan
mengganggu pernafasan (Koffuor dkk., 2014). Oleh karena itu, tubuh memiliki respon
batuk untuk mengurangi mukus yang berlebihan tersebut.
Selain oleh mukus, batuk dapat disebabkan oleh faktor luar seperti debu maupun
zat asing yang dapat mengganggu pernafasan. Semakin banyak partikel asing yang harus
dikeluarkan, semakin banyak pula frekuensi batuk seseorang. Frekuensi batuk yang
terlalu tinggi dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Secara umum batuk dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu batuk kering yang merupakan batuk yang
disebabkan oleh alergi, makanan, udara, dan obat-obatan. Batuk kering dapat dikenali
dari suaranya yang nyaring, sedangkan yang kedua adalah batuk berdahak yang
disebabkan oleh adanya infeksi mikroorganisme atau virus dan dapat dikenali dari
suaranya yang lebih berat dengan adanya pengeluaran dahak (Djunarko & Hendrawati,
2011). Kesulitan dalam pengeluaran dahak akan berdampak pada sulitnya bernafas yang
bisa menyebabkan sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah (Nugroho & Kristianti,
2011).
Swamedikasi batuk diperlukan pengetahuan mengenai pemilihan obat yang
rasional sesuai batuk yang dialami oleh pasien, untuk batuk berdahak digunakan obat
golongan mukolitik (pengencer dahak) dan ekspektoran (membantu mengeluarkan
dahak), sementara untuk batuk kering digunakan obat golongan antitusif (penekan batuk)
(Djunarko & Hendrawati, 2011). Obat batuk banyak diiklankan dan bisa diperoleh tanpa
resep dokter atau dikenal sebagai obat bebas (over-the-counter medicine). Menurut
Corelli (2007) jenis obat batuk bebas yang sering ada di pasaran adalah jenis ekspektoran
dan antitusif.
Masyarakat hari ini saat batuk tidak meminum obat batuk tetapi melakukan
swamedikasi non farmakologi seperti minum air hangat, minum perasan jeruk dan
adapula yang meminum obat yang berdasarkan iklan yang berasal dari media sosial.
Obat-obat yang dipilih mengandung lebih dari satu zat aktif yang kurang sesuai untuk
pengobatan batuk. Menurut Kartajaya (2011) alasan masyarakat Indonesia melakukan
swamedikasi atau peresepan sendiri karena penyakit dianggap ringan, harga obat yang
lebih murah dan obat mudah diperoleh, walaupun jumlah dokter dan rumah sakit
bertambah, hal ini tidak mempengaruhi masyarakat untuk melakukan tindakan
swamedikasi (Kartajaya et al., 2011). Maka pengetahuan mengenai obat batuk sangat
dibutuhkan dalam memilih obat yang benar saat mengalami batuk (Djunarko &
Hendrawati, 2011).
Oleh karena itu makalah ini dilakukan untuk menjadi bahan dalam pemilihan obat
pada swamedikasi batuk, sehingga dimaksudkan akan berdampak positif kepada apoteker
untuk lebih dapat menjelaskan dengan benar fungsi dari masing-masing obat batuk yang
akan dipilih oleh pasien (Kartajaya et al., 2011).
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui swamedikasi.
2. Untuk mengetahui obat yang digunakan dalam swamedikasi batuk.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dan gejala batuk ?
2. Bagaimana pengobatan batuk dengan cara terapi ?
3. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus secara farmakologi dan non farmakologi
4. Apa yang dimaksud dengan influenza (flu)?
5. Bagaimana etiologi influenza (flu)?
6. Bagaimana gejala influenza (flu)?
7. Bagaimana epidemmologi influenza (flu)?
8. Bagaimana sifat virus influenza (flu)?
9. Bagaimana patogeneis influenza (flu)?
10. Bagaimana gambaan klinis influenza (flu)?
11. Bagaimana pencegahan influenza (flu)?
12. Bagaimana terapi influenza (flu)?
BAB II
PEMBAHASAN
E. KASUS
Seorang ibu mengeluhkan tenggorokannya gatal – gatal dan susah digunakan untuk
menelan kadang batuk – batuk kecil dan sering saat kedapatan memakan gorengan dan
minum es. Batuk berlanjut sudah 2 hari ini.
F. SOAP
1. Subyektif
Tenggorokan gatal – gatal dan susah untuk menelan.
2. Obyektif
Batuk yang muncul setelah memakan gorengan dan minum es.
3. Assessment
Batuk kering
4. Plant
a. Farmakologi
Obat yang dapat digunakan untuk pengobatan swamedikasi batuk antara lain
Dekstrometorfan dan Kodein.
b. Non Farmakologi
1. Minum minimal 8 gelas air sehari secara rutin
2. Hindari merokok, lingkungan berdebu, kering atau dingin serta alergen.
3. Beristirahatlah dengan cukup
Selain itu dapat juga menggunakan obat tradisional yaitu :
- Jeruk nipis, peras dan ambil airnya lalu seduh dengan air panas 1 gelas (60cc)
+ kapur sirih sedikit dan diminum 2x sehari 1 sendok makan
- Ambil 15 biji cengkeh, 1 biji pala, 6 buah jeruk nipis, 15 helai daun sirih dan 3
gelas air.Cengkeh ditumbuk,jeruk di belah menjadi 2 kemudian semua bahan
dimasukkan kedalam panci dan dididihkan sampai air tinggal separuhnya baru
diangkat.Digunakan 3x sehari,sekali minum 3-4 sendok makan, anak-anak 3x
sehari 1-2 sendok makan serta dapat ditambahkan madu,hindari makan
berlemak
G. PENATALAKSANAAN KASUS
1. Farmakologi
a. Obat Sintesis
1. Bromheksin HCl (Bisolvon® Tablet)
Pabrik : Boehringer Ingelheim
Indikasi : Untuk batuk berdahak, batuk yang disebabkan flu,
batuk karena asma dan bronkhitis akut atau kronis
Efek samping : Adakalanya terjadi efek samping pada saluran
pencernaan. Sangat jarang : kemerahan pada kulit karena alergi.
Perhatian : Hindari penggunaan BROMHEXINE pada tiga bulan
pertama kehamilan dan pada masa menyusui. Hati-hati penggunaan pada
penderita tukak lambung
Kegunaan : Bekerja dengan mengencerkan sekret pada saluran
pernafasan dengan jalan menghilangkan serat-serat mukoprotein dan
mukopolisakarida yang terdapat pada sputum / dahak sehingga lebih mudah
dikeluarkan.
Bentuk sediaan :
Tiap tablet mengandung Bromhexine HCI 8 mg x 10 x 4 biji.
5 ml eliksir mengandung Bromhexine HCI (mengandung etil alkohol
3,72% v/v)
5 ml sirup mengandung Bromhexine HC
Aturan Pakai :
Tablet
Dewasa dan anak > 10 tahun 1x 3 tablet
Anak 5 – 10 tahun 3×1/2 tablet
Anak 2 – 5 tahun 2×1/2
Atau menurut petunjuk dokter.
Sirup
Dewasa dan anak >10 tahun: 3 x 10 ml per hari
Anak 5- 10 tahun: 3 x 5 ml per hari
Anak 2-5 tahun: 2 x 5 ml per hari
Atau menurut petunjuk dokter.
Interaksi : Pemberian bersamaan dengan antibiotika (amoksisilin,
sefuroksim, doksisiklin) akan meningkatkan konsentrasi antibiotika pada
jaringan paru.
Kontraindikasi: Penderita yang hipersensitif terhadap Bromhexine HCI.
Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas
2. Ambroxol (Epexol®)
Pabrik : PT. Sanbe Farma
Kemasan :
Epexol dipasarkan dengan kemasan sebagai berikut :
dos 10 x 10 tablet 30 mg
botol 120 ml syrup
Kandungan
Tiap kemasan epexol mengandung zat aktif (nama generik) sebagai berikut :
Ambroxol HCl setara ambroxol 30 mg / tablet
Ambroxol HCl setara ambroxol 15 mg / 5 ml syrup
Indikasi :
Kegunaan epexol (ambroxol) adalah untuk kondisi-kondisi berikut :
Sebagai obat penyakit-penyakit pada saluran pernafasan dimana
terjadi banyak lendir atau dahak, seperti : emfisema, radang paru
kronis, bronkiektasis, eksaserbasi bronkitis kronis dan akut, bronkitis
asmatik, asma bronkial yang disertai kesukaran pengeluaran dahak,
serta penyakit radang rinofaringeal.
Obat ini juga digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada
tenggorokan.
Berguna juga sebagai anti inflamasi, dengan cara mengurangi
kemerahan saat sakit tenggorokan.
Kontra Indikasi :
Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki riwayat
alergi terhadap ambroxol.
Pasien yang menderita ulkus pada lambung penggunaan obat ini harus
dilakukan secara hati-hati.
Efek Samping :
Berikut adalah beberapa efek samping epexol (ambroxol) yang umum
terjadi :
Efek samping yang relatif ringan yaitu gangguan pada saluran
pencernaan misalnya mual, muntah, dan nyeri pada ulu hati.
Efek samping yang lebih serius tetapi kejadiannya jarang misalnya
reaksi alergi seperti kulit kemerahan, bengkak pada wajah, sesak nafas
dan kadang-kadang demam.
Perhatian :
Keamanan pemakaian obat ini untuk ibu menyusui belum diketahui
dengan jelas. Meski demikian, pemakaian obat ini selama menyusui
sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter.
penggunaan obat sebaiknya dilakukan setelah makan atau bersama
makanan.
Penggunaan Oleh Wanita Hamil
Jangan gunakan obat ini untuk wanita hamil terutama pada trimester pertama.
Interaksi Obat :
Obat-obat dengan kandungan zat aktif ambroxol termasuk epexol berinteraksi
dengan obat-obat lain sebagai berikut :
Dosis Epexol :
epexol (ambroxol) diberikan dengan dosis :
Anak < 2 tahun : 2 x sehari ½ sendok takar syrup.
Anak 2-5 tahun : 3 x sehari ½ sendok takar syrup.
5-10 tahun : 2-3 x sehari 1 sendok takar syrup atau 3 x sehari ½ talet.
Dewasa dan anak > 10 tahun : 3 x sehari 1 tablet.
Golongan Obat : Obat Keras
2. Non Farmakologi
Antara penjagaan sendiri untuk pencegahan batuk yang dianjurkan :
a. Tidak merokok.
b. Minum air yang banyak, untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi
iritasi atau rasa gatal.
c. Menjauhi dari penyebab batuk seperti etiologi abu dan asap rokok.
d. Meninggikan kepala dengan menggunakan bantal tambahan pada waktu malam
untuk mengurangkan batuk kering.
e. Hindari paparan debu yang merangsang tenggorokan, dan udara malam yang
dingin.
Atau bisa menggunakan obat tradisional seperti :
a. Jeruk nipis, peras dan ambil airnya lalu seduh dengan air panas 1 gelas (60cc) +
kapur sirih sedikit dan diminum 2x sehari 1 sendok makan.
b. Ambil 15 biji cengkeh, 1 biji pala, 6 buah jeruk nipis, 15 helai daun sirih dan 3
gelas air.Cengkeh ditumbuk,jeruk di belah menjadi 2 kemudian semua bahan
dimasukkan kedalam panci dan dididihkan sampai air tinggal separuhnya baru
diangkat.Digunakan 3x sehari,sekali minum 3-4 sendok makan, anak-anak 3x
sehari 1-2 sendok makan serta dapat ditambahkan madu,hindari makan berlemak
c. Bawang putih
e. Belimbing Wuluh
Nama tanaman : Belimbing wuluh
Spesies : Averrhoa bilimbi L.
Khasiat : Mengobati batuk, batuk rejan, beguk, encok, sariawan, hipertensi,
diabetes mellitus, demam, radang poros usus, sakit perut, gondok, bisul,
menghilangkan jerawat dan mengatasi ruam
Zat berkhasiat : buah belimbing wuluh mengandung asam oksalat dan kalium
Penggunaan : 6- 8 buah belimbing wuluh ditambah gula batu dan air
secukupnya direbus sampai habis air rebusannya, sehingga menyerupai manisan,
dimakan 2 kali sehari
INFLUENZA (FLU)
PENGERTIAN INFLUENZA
Flu atau influenza adalah infeksi virus yang menyerang sistem pernapasan (sistem yang
terdiri dari hidung, tenggorokan, dan paru-paru). Gejala-gejala flu yang biasa dirasakan di
antaranya adalah demam, sakit kepala, batuk-batuk, pegal-pegal, nafsu makan menurun, dan
sakit tenggorokan.
ETIOLOGI INFLUENZA
Etiologi Influenza (Flu) Dikenal tiga jenis influenza musiman (seasonal) yakni A, B dan
Tipe C. Di antara banyak subtipe virus influenza A, saat ini subtipe influenza A (H1N1) dan A
(H3N2) adalah yang banyak beredar di antara manusia. Virus influenza bersirkulasi di setiap
bagian dunia. Kasus flu akibat virus tipe C terjadi lebih jarang dari A dan B. Itulah sebabnya
hanya virus influenza A dan B termasuk dalam vaksin influenza musiman. Influenza musiman
menyebar dengan mudah Saat seseorang yang terinfeksi batuk, tetesan yang terinfeksi masuk ke
udara dan orang lain bisa tertular. Mekanisme ini dikenal sebagai air borne transmission. Virus
juga dapat menyebar oleh tangan yang terinfeksi virus. Untuk mencegah penularan, orang harus
menutup mulut dan hidung mereka dengan tisu ketika batuk, dan mencuci tangan mereka secara
teratur.
Virus influenza A inang alamiahnya adalah unggas akuatik. Virus ini dapat ditularkan
pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas
domestik atau menimbulkan suatu wabah influenza manusia. Virus A merupakan patogen
manusia yang paling virulen di antara ketiga tipe infleuenza dan menimbulkan penyakit paling
berat, yang paling terkenal di Indonesia adalah flu babi (H1N1) dan flu burung (H5N1).Virus
influenza B hampir secara ekslusif hanya menyerang manusia dan lebih 5 jarang dibandingkan
virus influenza A. karena tidak mengalami keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan
diperoleh pada usia muda, tapi sistem kekebalan ini tidak permanen karena adanya kemungkinan
mutasi virus. Virus influenza C menginfeksi manusia, anjing dan babi, kadangkala menyebabkan
penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C jarang terjadi disbanding jenis lain
dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.
GEJALA INFLUEZA
Gejala influenza biasanya diawali dengan demam tiba-tiba, batuk (biasanya kering), sakit
kepala, nyeri otot, lemas, kelelahan dan hidung berair. Pada anak dengan influenza B dapat
menjadi lebih parah dengan terjadinya diare serta nyeri abdomen. Kebanyakan orang dapat
sembuh dari gejala-gejala ini dalam waktu kurang lebih satu minggu tanpa membutuhkan
perawatan medis yang serius. Waktu inkubasi yaitu dari saat mulai terpapar virus sampai
munculnya gejala kurang lebih dua hari (Abelson, 2009). Pada masa inkubasi virus tubuh belum
merasakan gejala apapun. Setelah masa inkubasi gejala-gejala mulai dirasakan dan berlangsung
terus-menerus kurang lebih selama satu minggu. Hal ini akan memicu kerja dari sistem imun
tubuh yang kemudian setelah kurang lebih satu minggu tubuh akan mengalami pemulihan hingga
akhirnya benar-benar sembuh dari influenza. Untuk orang-orang dengan faktor resiko tinggi
seperti usia di atas 65 tahun, atau orang-orang dengan penyakit tertentu seperti penyakit kronis
pada hati, paru-paru, ginjal, jantung, gangguan metabolik seperti diabetes melitus, atau orang
yang sistem imunnya rendah berpotensi mengalami keparahan. Kadang sulit untuk membedakan
flu dan salesma pada tahap awal infeksi ini, namun flu dapat diidentifikasi dengan adanya
demam mendadak dan rasa lelah atau lemas. Prognosis pada umumnya baik, penyakit yang tanpa
komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila
panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi bakteri
sekunder.
EPIDEMIOLOGI INFLUENZA
Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar dengan cepat di lingkungan
masyarakat. Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk mereka yang berusia sangat
muda dan orang dewasa dengan fungsi kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien yang berusia
lanjut dengan penyakit ginjal kronik atau ganggugan metabolik endokrin dapat meninggal akibat
penyakit yang dikenal tidak berbahaya ini. Serangan penyakit ini tercatat paling tinggi pada
musim dingin di negara beriklim dingin dan pada waktu musim hujan di negara tropik. Pada saat
ini sudah diketahui bahwa pada umumnya dunia dilanda pandemi 6 oleh influenza 2-3 tahun
sekali. Jumlah kematian pada pandemi ini dapat mencapai puluhan ribu orang dan jauh lebih
tinggi dari pada angka-angka pada keadaan non-epidemik.
Risiko komplikasi, kesakitan, dan kematian influenza lebih tinggi pada individu di atas
65 tahun, anak-anak usia muda, dan individu dengan penyakit-penyakit tertentu. Pada anak-anak
usia 0-4 tahun, yang berisiko tinggi komplikasi angka morbiditasnya adalah 500/100.000 dan
yang tidak berisiko tinggi adalah 100/100.000 populasi. Pada epidemi influenza 1969-1970
hingga 1994-1995, diperkirakan jumlah penderita influenza yang masuk rumah sakit 16.000
sampai 220.000/epidemik. Kematian influenza dapat terjadi karena pneumonia dan juga
eksaserbasi kardiopulmoner serta penyakit kronis lainnya. Penelitian di Amerika dari 19 musim
influenza diperkirakan kematian yang berkaitan influenza kurang lebih 30 hingga lebih dari 150
kematian / 100.000 penderita dengan usia > 65 tahun. Lebih dari 90% kematian yang disebabkan
oleh pneumonia dan influenza terjadi pada penderita usia lanjut.
Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian Indonesia
merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam dan Kamboja yang
terkena flu burung pada manusia. Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A
(H5N1) pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR.
Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja dan terakhir Indonesia. Hingga
Agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar
petugas peternak dengan unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada
manusia yang terkonfirmasi hanya sedikit diatas seratus. Dengan demikian walau terbukti adanya
penularan dari unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi dengan mudah. Terlebih lagi penularan
antar manusia, kemungkinan terjadinya lebih kecil lagi.
PATOGENESIS
Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya pada traktus
respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) yang membawa virus tersebut
masuk ke dalam saluran napas. Pada dosis infeksius, 10 virus/droplet, maka 50% orang-orang
yang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung
dan bronkus. Setelah virus berhasil menerobos masuk kedalam sel, dalam beberapa jam sudah
mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian akan menggabungkan diri dekat
permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus influenza
dapat mengakibatkan demam tetapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida kuman Gram-
negatif.
Masa inkubasi dari penyakit ini yakni satu hingga empat hari (rata-rata dua hari). Pada
orang dewasa, sudah mulai terinfeksi sejak satu hari sebelum timbulnya gejala influenza hingga
lima hari setelah mulainya penyakit ini. Anak-anak dapat menyebarkan virus ini sampai lebih
dari sepuluh hari dan anak-anak yang lebih kecil dapat menyebarkan virus influenza kira-kira
enam hari sebelum tampak gejala pertama penyakit ini. Para 8 penderita imunocompromise
dapat menebarkan virus ini hingga berminggu-minggu dan bahkan berbulan-bulan.
Pada avian influenza (AI) juga terjadi penularan melalui droplet, dimana virus dapat
tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki alveoli
(tergantung dari ukuran droplet). Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran
napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam
sehingga dalam waktu 10 singkat virus dapat menyebar ke sel-sel di dekatnya. Masa inkubasi
virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada selsel kolumnar yang bersilia.
Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami
piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan
terbentuk badan inklusi. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa
diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada
manusia.
GAMBARAN KLINIS
Pada umumnya pasien yang terkena influenza mengeluh demam, sakit kepala, sakit otot,
batuk, pilek dan kadang-kadang sakit pada waktu menelan dan suara serak. Gejalagejala ini
dapat didahului oleh perasaan malas dan rasa dingin. Pada pemeriksaan fisik tidak dapat
ditemukan tanda-tanda karakteristik kecuali hiperemia ringan sampai berat pada selaput lendir
tenggorok. Gejala-gejala akut ini dapat berlangsung untuk beberapa hari dan hilang dengan
spontan. Setelah periode sakit ini, dapat dialami rasa capek dan cepat lelah untuk beberapa
waktu. Badan dapat mengatasi infeksi virus influenza melalui mekanisme produksi zat anti dan
pelepasan interferon. Setelah sembuh akan terdapat resistensi terhadap infeksi oleh virus yang
homolog. Pada pasien usia lanjut harus dipastikan apakah influenza juga menyerang paru-paru.
Pada keadaan tersebut, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bunyi napas yang abnormal.
Penyakit umumnya akan membaik dengan sendirinya tapi kemudian pasien acapkali mengeluh
lagi mengenai demam dan sakit dada. Permeriksaan radiologis dapat menunjukkan infiltrat di
paru-paru.
PENCEGAHAN
Yang paling pokok dalam menghadapi influenza adalah pencegahan. Infeksi dengan virus
influenza akan memberikan kekebalan terhadap infeksi virus yang homolog. Karena sering
terjadi perubahan akibat mutasi gen, antigen pada virus influenza akan berubah, sehingga
seseorang masih mungkin diserang berulang kali dengan jalur (strain) virus influenza yang telah
mengalami perubahan ini. Kekebalan yang diperoleh melalui vaksinasi sekitar 70%. Vaksin
influenza mengandung virus subtipe A dan B saja karena subtipe C tidak 9 berbahaya. Diberikan
0,5 ml subkutan atau intramuskuler. Vaksin ini dapat mencegah tejadinya mixing dengan virus
yang sangat pathogen H5N1 yang dikenal sebagai penyakit avian influenza atau flu burung.
Nasal spray flu vaccine (live attenuated influenza vaccine) dapat juga digunakan untuk
pencegahan flu pada usia 5-50 tahun dan tidak sedang hamil. Vaksinasi perlu diberikan 3-4
minggu sebelum terserang influenza. Karena terjadi perubahan-perubahan pada virus maka pada
permulaan wabah influenza biasanya hanya tersedia vaksin dalam jumlah terbatas dan vaksinasi
dianjurkan hanya untuk beberapa golongan masyarakan tertentu sehingga dapat mencegah
terjadinya infeksi dengan kemungkinan komplikasi yang fatal. Ada beberapa kebiasaan yang di
sarankan untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan lebih dini.
1. Mencuci tangan Sebagian besar virus flu dapat menyebar melalui kontak langsung.
Seseorang yang bersin dan menutupnya dengan tangan kemudian dia memegang
telepon, keyboard komputer, atau gelas minum, maka virusnya akan mudah menular
pada orang lain yang menyentuh benda-benda tersebut. Virus mampu bertahan hidup
berjam-jam bahkan hingga bermingguminggu. Oleh karena itu, usahakan untuk mencuci
tangan sesering mungkin.
2. Jangan menutup bersin dengan tangan Bila kita menutup bersin dengan tangan, maka
virus flu akan mudah menempel pada tangan dan dapat menyebar pada orang lain. Jika
kita merasa ingin bersin atau batuk, gunakanlah tisu dan kemudian segera
membuangnya.
3. Jangan menyentuh muka Virus flu masuk ke dalam tubuh melalui mata, hidung,
maupun mulut. Menyentuh muka merupakan cara yang paling umum dilakukan oleh
anak-anak yang terserang flu dan akhirnya menjadi cara mudah menularkan virus
tersebut pada orang lain di sekitarnya.
4. Minum banyak air Air berfungsi untuk membersihkan racun dari dalam tubuh dan
memberikan cairan pada tubuh. Orang dewasa yang sehat umumnya membutuhkan
delapan gelas air per hari.Bagaimana menandai bahwa tubuh kita sudah mendapatkan
cairan yang cukup? Jika warna urine berwarna relatif jernih berarti tubuh kita memang
mendapatkan cukup cairan, sebaliknya jika berwarna kuning gelap berarti tubuh kita
memerlukan lebih banyak cairan lagi.
5. Mandi sauna
TERAPI INFLUENZA
Pengobatan untuk penyakit flu sebenaranya hanyalah dengan meningkatkan daya tahan
tubuh. Konsumsi obat-obatan hanya akan mengurangi symptom, tidak boleh digunakan secara
terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Sebenarnya flu bisa sembuh sendiri (self-
limiting). Dalam 4-7 hari penyakit akan sembuh sendiri tergantung dari daya tahan tubuh dan
pola hidup seseorang, serta tidak adanya komplikasi.
2. Terapi Farmakologi
a. Antipiretik untuk mengatasi panas/demam. Contohnya : Parasetamol, Ibuprofen
b. Dekongestan Nasal
Dekongestan nasal dipasarkan dalam bentuk obat oral dan bentuk spray hidung.
Dekongestan mempunyai efek mengurangi hidung tersumbat. Lebih baik menggunakan
dekongestan lokal karena akan mengurangi resiko pada penyakit hipertensi. Contohnya :
Fenilpropanilamin (PPA), Efedrin, Pseudoefedrin, Oksimetazolin
c. Vitamin C Vitamin C dengan dosis tinggi (3-4 dd 1000 mg) berkhasiat
meringankan gejala dan mempersingkat lamanya infeksi, berdasarkan stimulasi
perbanyakan serta aktivitas limfo-T dan makrofag pada dosis di atas 2,5 g sehari.
A. KESIMPULAN
1. Swamedikasi (Pengobatan sendiri) merupakan upaya yang dilakukan oleh
masyarakat dalam pengobatan tanpa adannya resep dari dokter atau tenaga medis
lainnya. Swamedikasi dilakukan berdasarkan dari pengalaman pasien atau dari
rekomendasi orang lain.
2. Pasien tersebut ternyata mengidap penyakit batuk kering karena setelah makan
gorengan dan minum es tenggorokannya terasa gatal – gatal dan susah untuk
menelan disertai batuk – batuk kecil dan sering. Obat yang dapat digunakan antara
lain dekstrometorphan dan kodein.
3. Selain obat sintetis dapat juga menggunakan obat tradisional antara lain jeruk nipis,
biji cengkeh, bawang putih, jahe dan belimbing wuluh.
DAFTAR PUSTAKA
Sartono, 2000. Obat Wajib Apotek, Edisi ketiga, Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.
Merianti, N. W. E., Goenawi, L. R., & Wiyono. W., 2013. Dampak penyuluhan pada
pengetahuan masyarakat terhadap pemilihan dan penggunaan obat batuk swamedikasi
di kecamatan malalayang, Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(03), pp.100–103.
Haque, R. A., Chung, K. F., 2005. Cough: Meeting The Needs of A Growing Field, London.
Available from: http://www.coughjournal.com/content/1/1/1/. [Accessed 27 March
2017]
Djunarko, I., & Hendrawati, D., 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar. Citra Aji
Parama,Yogyakarta.
Nugroho, A., & Kristianti, E., 2011. Stikes RS. Baptis Kediri. Batuk Efektif Dalam Pengeluaran
Dahak Pada Pasien Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Instalasi
Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri, 4(2).
Corelli, R. L., 2007. Therapeutic & Toxic Potential of Over-the-Counter Agents. In : Katzung, B.
G., Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. USA : McGraw Hill, 1045-1046.
Kartajaya, H., Taufik., Mussry, J., Setiawan, I., Asmara, B., Winasis, N.T., 2011. Self-
Medication. Who Benefit and Who Is At Loss. Mark Plus Insight, Indonesia.
Koffuor, G.A., Ofori-Amoah, J., Kyei, S., Antwi, S. dan Abokyi, S, 2014, Anti-tussive,
Mucosuppressant and Expectorant Properties, and the Safety Profile of a Hydro-
ethanolic Extract of Scoparia dulcis, International Journal of Basic and Clinical
Pharmacology, 3 (3), 447-453.
Chung, K.F., 2003, Management of Cough, dalam Chung, K.F., Widdicombe, J.G., Boushey,
H.A., (Eds.), Cough: Causes, Mechanisms and Therapy, 283-297, Blackwell Publishing
Ltd., U.K.
Ikawati, Z., 2009, Bahan Ajar Kuliah Materi Batuk, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Putri, C.A., Retorini, E., Irdiah, Wardani, P.K. dan Surtina, 2012, Obat-obat Saluran Pernafasan,
Poltekkes Kemenkes RI Pangkal Pinang, Bangka Belitung.