Anda di halaman 1dari 50

MATA KULIAH : SWAMEDIKASI

DOSEN : Dr. Hj. Latifah Rahman, DESS., Apt

PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI)

BATUK

Oleh:

APOTEKER - B

KELOMPOK III

ARMIATI ARIF N211116857

RAHMAWATI N211116858

NURUL HIDAYAH A. N211116859

SEMESTER AWAL 2017/2018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN APOTEKER

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lebih dari 60% masyarakat mengambil keputusan dalam hal

pengobatan sendiri tanpa resep dari dokter, berdasarkan hasil Susenas tahun

2009 BPS tepatnya mencatat 66% masyarakat yang mengalami sakit di

Indonesia melakukan swamedikasi (Kartajaya et al., 2011), hal ini bersinergi

dengan salah satu indikator terciptanya Program Pembangunan Kesehatan yang

menunjukkan peningkatan taraf kesehatan masyarakat (Rakhmawatie &

Anggraini, 2010).

Swamedikasi (Pengobatan sendiri) merupakan upaya yang dilakukan

oleh masyarakat dalam pengobatan tanpa adannya resep dari dokter atau tenaga

medis lainnya. Swamedikasi dilakukan berdasarkan dari pengalaman pasien

atau dari rekomendasi orang lain. Pengobatan sendiri dilakukan untuk

mengatasi keluhan keluhan ringan, menurut World Health Organization

(WHO) peran pengobatan sendiri adalah untuk mengatasi dan menanggulangi

secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis,

mengurangi beban biaya dan meningkatkan keterjangkauan masyarakat

terhadap pelayanan medis.

Salah satu penyakit ringan yang dapat diatasi dengan pengobatan sendiri

adalah penyakit batuk. Mekanisme batuk merupakan suatu respon badan

terhadap iritan yang telah mengganggu jalannya saluran pernafasan berupa

2
refleks untuk mengeluarkan iritan atau benda asing tersebut (Depkes RI, 1997).

Secara umum batuk dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu batuk kering

yang merupakan batuk yang disebabkan oleh alergi, makanan, udara, dan obat-

obatan. Batuk kering dapat dikenali dari suaranya yang nyaring, sedangkan

yang kedua adalah batuk berdahak yang disebabkan oleh adanya infeksi

mikroorganisme atau virus dan dapat dikenali dari suaranya yang lebih berat

dengan adanya pengeluaran dahak (Djunarko & Hendrawati, 2011).

Kesulitan dalam pengeluaran dahak akan berdampak pada sulitnya

bernafas yang bisa menyebabkan sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah

(Nugroho & Kristianti, 2012). Swamedikasi batuk diperlukan pengetahuan

mengenai pemilihan obat yang rasional sesuai batuk yang dialami oleh pasien,

untuk batuk berdahak digunakan obat golongan mukolitik (pengencer dahak)

dan ekspektoran (membantu mengeluarkan dahak), sementara untuk batuk

kering digunakan obat golongan antitusif (penekan batuk) (Djunarko &

Hendrawati, 2011).

Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada 10 orang yang

berdomisili di Kabupaten Sukoharjo didapatkan data yaitu 6 dari 10 orang tidak

meminum obat saat batuk tetapi melakukan swamedikasi non farmakologi

seperti minum air hangat, minum perasan jeruk dan lain-lain, sedangkan 4 orang

sisanya meminum obat yang berdasarkan iklan yang berasal dari media sosial.

Obat-obat yang dipilih mengandung lebih dari satu zat aktif yang kurang sesuai

untuk pengobatan batuk. Berdasarkan Survei pendahuluan tersebut maka

pengetahuan tentang obat batuk dibutuhkan dalam pemilihan pengobatan itu

3
sendiri supaya masyarakat dapat memilih obat yang sesuai dengan batuk yang

diderita.

Pengobatan sendiri dimasa yang akan datang akan meningkat seiring

dengan meningkatnya aspek sosial ekonomi dan aspek pendidikan formal

maupun informal yang berasal dari tenaga medis atau informasi dalam sosial

media dewasa ini (Hermawati, 2012), meningkatnya tindakan swamedikasi juga

ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan pada mahasiswa bidang kesehatan

di Universitas Muhammmadiyah Surakarta (UMS) menunjukkan rata-rata nilai

tingkat pengetahuan dalam kategori baik, kerasionalan penggunaan obat

sebesar 77,59%, yaitu sebesar 270 responden dari 348 responden rasional dalam

memilih obat (Lestari, 2014), hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan

antara pengetahuan yang berperan penting dalam pengambilan keputusan pada

ketepatan dan kerasionalan pemilihan pengobatan.

Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas tentang penggunaan obat

batuk untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar dapat melakukan

pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan, karena pada pelaksanaan

pengobatan sendiri dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan

yang disebabkan keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan

penggunaannya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Patofisiologi Penyakit

1. Pengertian Batuk

Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga

pernapasan dari benda atau zat asing. batuk dapat disebabkan oleh berbagai

faktor seperti virus (flu, bronkitis), bakteri, dan benda asing yang terhirup

(alergi). Beberapa penyakit, seperti kanker, paru-paru, TBC, tifus, radang

paru-paru, asma dan cacingan, juga menampakkan gejala berupa batuk.

Menurut (Junaidi, 2010) ada 2 definisi tentang batuk yaitu:

a. Batuk merupakan cara tubuh melindungi paru-paru dari masuknya zat

atau benda asing yang mengganggu.

b. Batuk merupakan refleks alami tubuh, dimana saluran pernapasan

berusaha untuk mengeluarkan benda asing atau produksi lendir yang

berlebihan.

Batuk bukanlah merupakan penyakit, mekanisme batuk timbul oleh

karena paru-paru mendapatkan agen pembawa penyakit masuk ke dalamnya

sehingga menimbulkan batuk untuk mengeluarkan agen tersebut. Batuk

dapat juga menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti pneumotoraks,

pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia

inguinalis, patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia

urin. Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru

dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme

5
pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih

dan terbuka dengan jalan :

a. Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas.

b. Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam

saluran nafas.

Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan.

Batuk semacam itu sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam

atau diluar paru dan kadang-kadang merupakan gejala dini suatu penyakit.

Batuk mungkin sangat berarti pada penularan penyakit melalui udara ( air

borne infection ). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit saluran nafas

disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Penyebabnya amat beragam dan

pengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan

diagnosis dan penanggulangan penderita batuk.

2. Mekanisme Batuk

Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor

ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam

maupun di luar rongga toraks. di laring, trakea, bronkus, dan di pleura.

Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang

kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan

daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran

telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma.

Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan

6
rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan

dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus.

Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis,

nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus

frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma. Oleh

serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula,

di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh

serabut-serabut afferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis

dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-

lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea,

bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini

mekanisme batuk kemudian terjadi.

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase,

yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi

fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan

ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian

glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang

akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi

sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari

sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka.

Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara

200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain

7
menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal

volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya

sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat

fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat

dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil

rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.

Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan

subglotis selama, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk

Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana

glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan

abdomen akan meningkat sampai 50 100 mmHg. Tertutupnya glotis

merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver

ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda.

Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih

8
besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga

dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

Gambar 2. Fase Batuk

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase

ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta

udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus

udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik

setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap.

Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm

per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea

sampai 80%.

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :

a. Fase iritasi

Iritasi dari salah satu saraf sensorik nervus vagus di laring, trakea,

bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus

glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila

9
reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran

telinga luar dirangsang.

b. Fase inspirasi

Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat

kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara

dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak

masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat

kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada

membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara

ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu

akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta

memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan

mekanisme pembersihan yang potensial.

c. Fase kompresi

Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot

adductor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada

fase ini tekanan intratoraks meningkat hingga 300 cm H2O agar terjadi

batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik

setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena

otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun

glotis tetap terbuka.

d. Fase ekspirasi

10
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif

otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah

besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-

benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan

dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase

mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya.

Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam

saluran nafas atau getaran pita suara.

Dalam terjadinya mekanisme batuk, reseptor rangsangan batuk

sangat berperan dalam menginisiasi timbulnya refleks batuk.

Rangsangan atau stimulus yang dapat menimbulkan batuk secara garis

besar terbagi menjadi 3, yaitu: Serabut A atau rapidly adapting

receptors (RARs), serabut C, dan slowly adapting stretch receptor

(SARs). Mereka dibedakan berdasarkan neurochemistry, letaknya,

kecepatan konduksi, sensitivitas fisika-kimia, dan kemampuan adaptasi

terhadap lung inflation.

Rapidly adapting receptors (RARs) merupakan serabut A

termyelinasi yang diduga berada didalam atau selapis dibawah sel epitel

di sepanjang saluran pernafasan bertanggung jawab dalam mekanisme

pertukaran udara dalam saluran pernafasan (Widdicombe, 2001). RARs

merupakan reseptor yang aktivitasnya meningkat apabila dirangsang

oleh stimulus mekanis seperti sekresi mukus atau oedema, namun tidak

11
sensitive terhadap banyak stimulus kimia penginduksi batuk seperti

bradikinin dan capsaicin. (Lee dan Pisarri, 2001).

Reseptor serabut C memiliki peranan penting dalam refleks

pertahanan diri saluran pernafasan. Serabut C merespon terhadap baik

mekanis (walaupun memerlukan stimulus yang lebih besar dari RARs)

maupun kimia, seperti sulfur dioxide, bradikinin dan capsaicin (Lee dan

Pisarri, 2001).

Tidak seperti RARs, aktivitas SAR tidak tergantung pada stimulus

yang menginduksi batuk. SAR juga diduga tidak terlibat secara

langsung dalam refleks batuk. Namun, SAR mungkin ikut memfasilitasi

refleks batuk seperti yang ditunjukkan pada kucing dan kelinci, melalui

interneuron yang disebut pump cells yang diduga meningkatkan

refleks batuk yang berasal dari aktivitas RARs (Shannon, 2003).

3. Jenis-Jenis Batuk

a. Jenis batuk berdasarkan produktivitasnya

1) Batuk produktif

Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau

lendir (sputum) sehingga lebih dikenal dengan sebutan batuk

berdahak. Batuk produktif memiliki ciri khas yaitu dada terasa

penuh dan berbunyi. Mereka yang mengalami batuk produktif

umumnya mengalami kesulitan bernapas dan disertai pengeluaran

dahak. Batuk produktif sebaiknya tidak diobati dengan obat penekan

12
batuk Karena lendir akan semakin banyak terkumpul di paru-paru

(Junaidi, 2010).

Batuk berdahak merupakan batuk yang ditandai dengan

pengeluaran dahak (sputum) berupa lendir dari tenggorokan pada

saat terjadinya batuk. Dahak yang keluar merupakan hasil produksi

dari mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing yang masuk

ke dalam tubuh.

Gambar 3. Batuk Berdahak

Batuk berdahak bisa disebabkan oleh adanya infeksi virus.

Umumnya kebanyakan batuk berdahak akan sembuh dengan

sendirinya atau dengan pengobatan menggunakan obat resep dokter

dalam beberapa hari. Namun, jika batuk berdahak yang menjadi

salah-satu gejala infeksi pernapasan akibat bakteri, pengobatan

dapat berlangsung lebih lama dan memerlukan penanganan khusus

dengan pemberian obat anti bakteria dan antibiotika. Batuk

berdahak yang merupakan gejala infeksi pernapasan ditandai

13
dengan gejala dahak yang keluar banyak, kental dan dahak biasanya

berwarna agak kekuningan atau kehijauan.

Untuk mengenali jenis dahak pada batuk yang disebabkan

oleh berbagai gangguan kesehatan baik berupa gejala dari penyakit

tertentu seputar saluran pernapasan ataupun karena alergi dan gejala

lainnya, yakni:

Dahak berwarna putih disebabkan oleh infeksi virus.

Dahak berwarna kuning atau hijau terutama jika disertai demam,

umumnya menunjukan adanya infeksi bakteri, seperti,

bronchitis. Sebaiknya segera periksakan diri anda ke dokter,

karena pada kondisi ini umumnya memerlukan penggunaan

antibiotik.

Dahak berdarah atau berwarna gelap menunjukan ada penyakit

serius di tubuh seperti kanker atau tuberculosis. Waspadai batuk

jenis ini, segeralah ke dokter atau mendapatkan penanganan

segera.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab masalah batuk

berdahak muncul. Beberapa diantaranya adalah:

i. Akibat virus

Serangan virus bisa menjadi salah-satu penyebab munculnya

batuk berdahak. Biasanya keadaan yang normal, mereka yang

mengalami batuk berdahak akan mengalami flu atau pilek bisa

yang disebabkan oleh serangan virus. Namun, karena batuk bisa

14
saja dipicu oleh adanya lendir yang mengalir dari hidung menuju

ke bagian belakang tenggorokan kita.

ii. Infeksi

Infeksi yang terjadi pada saluran pernapasan bagian atas dan

paru-paru merupakan salah-satu penyebab dari terjadinya batuk.

Batuk berdahak ini merupakan salah-satu gejala dari pneumonia,

sinusitis, bronkitis, dan tuberkulosis.

iii. Penyakit paru-paru kronis

Penyakit paru-paru obstruktif kronik (PPOK) mempunyai

gejala salah-satunya adalah gejala batuk berdahak. Jika

keadaannya semakin memburuk biasanya hal ini akan

memperparah gejalanya.

iv. Asam lambung naik

Batuk berdahak mungkin saja merupakan salah-satu gejala

dari penyakit gastroesophageal reflux disease (GERD) atau yang

terjadi karena kenaikan pada asam lambung yang mencapai

tenggorokan sehingga memunculkan rangsangan batuk, dan

biasanya keadaan ini sering kali membuat penderita terbangun

dari tidur.

Tetapi, bila batuk tidak sembuh-sembuh dalam jangka waktu

yang lama, mungkin penyebab batuk tersebut merupakan penyakit

yang perlu diwaspadai. Seperti bersin, batuk juga bisa menyebarkan

15
penyakit. Berikut ini beberapa penyakit yang sering dicirikan oleh

batuk.

TBC (Tuberkolosis / TB)

Penyakit ini menyerang paru-paru dan menular. Merupakan

penyakit yang mematikan bila tidak segera diobati atau tidak rutin

mengobatinya. Penderitanya akan mengalami batuk yang cukup

sering baik pada waktu siang maupun malam. Ciri lain adalah tubuh

penderita yang semakin kurus. TB tidak hanya menyerang orang

dewasa, karena banyak ditemukan anak-anak yang terjangkit

penyakit ini.

Asma

Asma merupakan penyakit karena adanya penyempitan pada

saluran pernapasan. Pemicunya bisa bermacam-macam dan berbeda

antara satu orang dengan orang lainnya. Beberapa pemicu asma

adalah debu, udara dingin, dan asap. Kenali pemicunya agar sebisa

mungkin bisa dicegah serangan asma pada penderita. Gejala yang

biasa timbul adalah batuk atau sesak nafas akan meningkat pada

malam hari. Penyakit ini merupakan penyakit kambuhan, maka

untuk penderita asma sebaiknya selalu disiapkan pelega pernafasan

mirip inhaler yang dapat dihisap setiap saat.

Pneumonia

Bagian yang diserang pada penyakit ini adalah paru-paru.

Biasa dikenal dengan istilah paru-paru basah, karena bila terserang

16
penyakit ini, paru-paru menjadi radang dan terinfeksi dan

mengakibatkan pada paru-paru terdapat air atau lendir. Selain batuk-

batuk, gejala lainnya adalah demam tinggi dan menggigil. Segera

konsultasikan ke dokter atau rumah sakit agar segera ditangani.

Pertusis

Pertusis dikenal juga sebagai batuk rejan. Batuk ini

disebabkan bakteri jahat yang menyebabkan infeksi paru-paru. Ciri

pada batuk terus menerus selama beberapa kali dan diakhiri dengan

nafas terengah-engah. Batuk ini berbahaya bila menimpa anak kecil

atau bayi, karena batuk yang terus menerus dan panjang dapat

menyebabkan mereka kekurangan oksigen. Batuk yang dikenal juga

dengan batuk rejan atau batuk 100 hari ini menular ketika percikan

cairan hidung atau mulut orang yang terinfeksi penyakit ini

mengenai orang lain yang selanjutnya dapat terinfeksi pula.

Bronkhitis

Penyakit ini disebabkan karena adanya infeksi virus pada

saluran udara kecil paru-paru. Bila terkena penyakit ini, penderita

akan batuk disertai suara seperti bersiul saat bernafas.

2) Batuk tidak produktif

Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak menghasilkan

dahak (sputum), yang juga disebut batuk kering. Batuk tidak

produktif sering membuat tenggorokan terasa gatal sehingga

17
menyebabkan suara menjadi serak atau hilang. Batuk ini sering

dipicu oleh kemasukan partikel makanan, bahan iritan, asap rokok

(baik oleh perokok aktif maupun pasif), dan perubahan temperatur.

Batuk ini dapat merupakan gejala sisa dari infeksi virus atau flu

(Junaidi, 2010).

Gejala Batuk Non-Produktif atau Batuk Kering

Kering tanpa dahak, batuk pendek pada waktu yang tidak biasa

Rasa gatal di bagian belakang tenggorokan yang mengarah

pada batuk

Batuk tetap terjadi dengan diiringi sesak napas

Batuk kering adalah batuk yang tidak disertai dengan adanya

produksi lendir atau dahak sedangkan batuk basah adalah batuk yang

disertai dengan adanya dahak atau sputum karena masalah yang

timbul dari paru-paru seperti bronkitis, pneumonia, asma atau

beberapa penyakit yang langka seperti kanker paru-paru.

Terkadang, orang yang menderita batuk kering akan merasakan

adanya sensai nyeri atau mengganjal di tenggorokan; yang lain

mungkin merasakan sensasi menggelitik atau gatal sehingga

merangsang batuk untuk menyingkirkannya, tetapi walaupun sudah

batuk masalah tak kunjung lega. Batuk kering karena tenggorokan

gatal sering terlihat dalam kasus alergi, terpapar asap rokok atau

iritasi lainnya, atau mereka dengan sinusitis ringan dan infeksi virus

pada saluran pernapasan bagian atas.

18
Penyebab Batuk Kering Batuk kering dapat disebabkan oleg

berbagai kondisi, yang paling sering adalah:

i. Radang tenggorokan

ii. Terhirupnya iritan seperti debu atau asap

iii. Asma Reaksi alergi

Selain itu, ada kondisi yang lebih serius yang dapat

menimbulkan batuk kering, walaupun hal ini tergolong sangat

langka seperti :

i. PPOK (penyakit paru obstruktif kronik)

ii. GERD (gastro oesophagal reflux disease)

iii. Penyakit jantung (dalam kasus yang jarang)

Jenis Batuk Kering Batuk kering dibagi lagi menjadi tiga jenis yaitu:

i. Batuk kering biasa Paling sering disebabkan oleh infeksi

virus dari hidung dan tenggorokan. Di mana Anda akan

mengalami batuk terus menerus dengan perasaan ada

sesuatu yang mengganjal di tenggorokan. Biasanya akan

sembuh dalam 1 atau 2 minggu.

ii. Batuk menggonggong atau croup batuk yang begitu gigih

dan sampai-sampai suaranya mirip dengan lolongan anjing,

terutama terlihat pada penyakit laringitis (Pembengkakan

atau infeksi pita suara). Ketika pasien batuk, ada rasa sakit di

tenggorokan dan kesulitan bernafas.

19
iii. Batuk rejan disebut juga dengan batuk 100 hari atau

pertusis, yang disebabkan oleh bakteri. Saat ini kejadiannya

sangat jarang karena adanya program imunisasi (DPT)

yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Kondisi ini

biasanya hanya terlihat pada anak-anak. Ini adalah batuk di

mana pasien batuk terus menerus, setelah itu ada suara

teriakan karakteristik dan suara keras tarikan napas

b. Jenis batuk berdasarkan waktu berlangsungnya

1) Batuk akut

Batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari 3 minggu,

serta terjadi dalam 1 episode. Batuk jenis ini umumnya disebabkan

oleh flu dan alergi. Bentuk batuk yang sering ditemui, merupakan

jenis batuk akut ringan yang disertai demam ringan dan pilek

(Junaidi, 2010)

2) Batuk kronis

Batuk kronis adalah batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu

atau terjadi dalam 3 episode selama 3 bulan berturut-turut. Batuk

jenis ini biasanya disebabkan oleh bronchitis, asma, dan tuberkolosis

(Junaidi, 2010).

c. Jenis batuk pada anak-anak

1) Batuk menggonggong

Batuk seperti menyalak (menggonggong) umumnya disebabkan

oleh inflamasi atau pembengkakan pada saluran napas atas.

20
Kebanyakan batuk ini disebabkan oleh croup, yakni inflamasi pada

laring (pangkal tenggorok) dan trakea (batang tenggorok). Croup

dapat disebabkan oleh alergi, perubahan suhu pada malam hari dan

infeksi saluran napas atas. Anak dibawah 3 tahun cenderung

terserang croup karena batang tenggoroknya sempit.

Gejala Batuk Menggonggong

Keras, suara menggonggong saat batuk

Memburuknya batuk di malam hari

Pembengkakan dan infeksi yang membuat sulit bernapas

Suara bernada tinggi, yang disebut stridor, terjadi selama

inhalasi

Peningkatan laju pernapasan

2) Pertusis/batuk rejan

Batuk rejan atau pertusis adalah infeksi pada saluran napas, yang

terjadi akibat bakteri bordetella pertusis. Penyakit ditandai oleh

batuk yang diakhiri dengan suara keras saat anak menarik napas.

Gejala lainnya adalah hidung berair, bersin, batuk dan sedikit

demam (Junaidi, 2010). Penyakit ini biasanya menyerang anak yang

berusia diantara 3 bulan dan 3 tahun, batuk rejan dapat mengancam

kehidupan jika tidak ditangani. Terapi biasanya meliputi pemberian

antibiotik dan cairan serta anak dipajankan terhadap udara yang

dilembapkan, untuk mempertahankan fungsi pernapasan (Speer,

2009).

21
Gejala Batuk Rejan

Merasa sesak napas atau susah sekali bernafas

Muntah setelahbatuk

Batuk tak terkendali

Perasaan kepala terasa ringan

4. Komplikasi

Komplikasi tersering adalah keluhan non spesifik seperti

badan lemah, anoreksia, mual dan muntah. Mungkin dapat terjadi

komplikasi-komplikasi yang lebih berat, baik berupa

kardiovaskuler, muskuloskeletal atau gejala-gejala lain.

Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi bradiaritmia,

perdarahan subkonjungtiva, nasal dan di daerah anus, bahkan ada

yang melaporkan terjadinya henti jantung. Batuk-batuk yang hebat

juga dapat menyebabkan terjadinya pneumotoraks,

pneumomediastinum, ruptur otot-otot dan bahkan fraktur iga.

Komplikasi yang sangat dramatis tetapi jarang terjadi

adalah Cough syncope atau Tussive syncope. Keadaan ini biasanya

terjadi setelah batuk-batuk yang paroksismal dan kemudian

penderita akan kehilangan kesadaran selama 10 detik. Cough

syncope terjadi karena peningkatan tekanan serebrospinal secara

nyata akibat peningkatan tekanan intratoraks dan intraabdomen

ketika batuk.

22
Gambar 4. Komplikasi Batuk

5. Jenis-jenis obat batuk

Menurut Beers (2003) batuk memiliki peran utama dalam

mengeluarkan dahak dan membersihkan saluran pernafasan, maka batuk

yang menghasilkan dahak umumnya tidak disupresikan. Yang diutamakan

adalah pengobatan kausa seperti infeksi, cairan di dalam paru, atau asma.

Misalnya, antibiotik akan diberikan untuk infeksi atau inhaler bisa diberi

kepada penderita asma. Bergantung pada tingkat keparahan batuk dan

penyebabnya, berbagai variasi jenis obat mungkin diperlukan

untuk pengobatan. Banyak yang memerlukan batuknya disupresikan pada

waktu malam untuk mengelakkan dari gangguan tidur. Menurut KKM

(2007) sangat penting untuk mengobati batuk dengan jenis obat batuk yang

benar. Menurut Beers (2003) pengobatan batuk secara umumnya dapat

diklasifikasikan berdasarkan jenis batuknya berdahak atau tidak

1) Mukolitik

Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara

mengencerkan sekret saluran pernafasan dengan jalan memecah

benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum

23
(Estuningtyas, 2008). Agen mukolitik berfungsi dengan cara mengubah

viskositas sputum melalui aksi kimia langsung pada ikatan komponen

mukoprotein. Agen mukolitik yang terdapat di pasaran adalah

bromheksin, ambroksol, dan asetilsistein (Estuningtyas, 2008).

Gambar 5. Mekanisme terbentuknya dahak

24
Gambar 6. Mekanisme kerja mukolitik

a. Bisolvon

Gambar 7. Bisolvon

Komposisi

25
5 ml elixir mengandung Bromhexine hydrochloride 4 mg

(mengandung Ethyl alcohol 3,72 % v/v )

Indikasi

Bisolvon bekerja sebagai mukolitik untuk meredakan batuk berdahak.

Dosis

Dewasa dan anak > 10 tahun : 3 x 10 ml per hari

Anak 5-10 tahun : 3 x 5 ml per hari

Anak 2 5 tahun : 2 x 5 ml per hari Atau sesuai dengan

petunjuk dokter.

Kontra Indikasi

Bisolvon tidak boleh digunakan oleh penderita yang hipersensitif

terhadap Bromhexine HCl atau komponen lain dalam formula. Pada

kasus tertentu yang sifatnya jarang yaitu kondisi dimana terdapat

ketidakcocokan dengan zat tambahan yang terkandung dalam produk

obat tersebut penggunaan produk di kontraindikasikan ( lihat pada

bagian peringatan dan perhatian).

Peringatan dan Perhatian

Laporan mengenai terjadinya lesi kulit yang parah seperti sindroma

Steven Johnson dan sindroma Lyell dengan pemberian sementara zat

mukolitik seperti Bromhexine sangat jarang. Hal tersebut kebanyakan

di sebabkan oleh penyakit sebelumnya yang parah atau pemberian

bersamaan dengan obat lain. Jika terjadi lesi kulit atau mukosa, harus

26
segera di tangani secara medis dan penggunaan Bromhexine harus

dihentikan.

Interaksi Obat

Tidak ada laporan interaksi klinis yang tidak menyenangkan dengan

obat ini.

Masa Kehamilan dan Menyusui

Bromhexine dapat melintasi penghalang plasenta. Studi pada hewan

tidak menunjukan efek yang membahayakan baik langsung maupun

tidak langsung yang berkaitan dengan kehamilan, perkembangan

embrio/fetus, perkembangan atau pasca kelahiran.

Hingga saat ini tidak ada bukti klinis yang menunjukkan efek yang

berbahaya pada janin selama kehamilan. Meskipun demikian, tindakan

pencegahan terhadap penggunaan obat selama kehamilan harus

diamati. Terutama pada trimester pertama, penggunaan Bisolvon tidak

dianjurkan . Bromhexine diekskresikan kedalam air susu.walaupun

begitu efek yang tidak baik pada bayi yang menyusui tidak di harapkan

, karena Bisolvon tidak dianjurkan digunakan oleh ibu menyusui.

Efek Samping

Gangguan sistem kekebalan tubuh, gangguan jaringan kulit dan

subkutan dan gangguan pernapasan , mediastinum dan torak. Reaksi

anafilaksis termasuk syok anafilaktik, angiodema, bronkospasme,

ruam, urtikaria, pruritus, dan hipersensitivitas lainnya. Gangguan

27
saluran cerna, mual, muntah, diare dan sakit pada perut bagian atas.

Kelebihan Dosis

Hingga saat ini tidak ada laporan kelebihan dosis yang spesifik

terhadap manusia. Berdasarkan laporan kelebihan dosis baik yang

disengaja dan /atau kesalahan pengobatan, gejala yang teramati secara

konsisten dengan efek samping Bisolvon pada dosis yang dianjurkan

dan sehingga diperlukan pengobatan simtomatik.

Farmakologi

Bromhexine adalah derivat sintetik dari zat aktif vasicine yang tedapat

dalam tumbuh-tumbuhan.studi preklinis menunjukan Bromhexine

dapat meningkatkan sekresi bronkus serous. Bromhexine memperbaiki

transpor mukus dengan mengurangi viskositas mukus dan dengan

mengaktifkan epitel bersilia( klirens mukosilia).

Studi klinis menunjukkan bahwa Bromhexine memiliki efek

sekretolitik dan sekretomotor pada daerah saluran bronkus, yang dapat

mempermudah pengeluaran dahak dan batuk. Setelah pemberian

Bromhexine, konsentrasi antibiotik (Amoksisilin, Eritromisin,

Oksitetrasiklin) dalam dahak dan sekresi bronkopulmonari meningkat.

Farmakokinetika

Absorpsi

Bromhexine secara cepat diserap di saluran cerna. Bioavailabilitas

yang sama ditunjukkan setelah penggunaan oral formulasi padat dan

cair. Bioavailabilitas absolut dari Bromhexine HCl sekitar 22,2 8,5

28
% dan 26,8 13,1 % terhadap masing-masing Bisolvon tablet dan

larutan. Metabolisme jalur pertama berjumlah sekitar 75-80%.

Penggunaan bersamaan dengan makanan akan menyebabkan

peningkatan konsentrasi plasma Bromhexine.

Distribusi

Setelah pemberian secara intravena, Bromhexine akan didistribusikan

secara cepat dan luas keseluruh tubuh dengan volume distribusi rata-

rata (Vss) hingga 1209 206 L (19 L/kg). Dari penelitian setelah

pemberian Bromhexine secara oral, distribusi ke jaringan paru

(bronkus dan parenkim) adalah 32 mg dan 64 mg. konsentrasi pada

jaringan paru dua jam pasca dosis 1.5 4.5 kali lebih tinggi pada

jaringan bronkiolo-bronkial dan antara 2.4 dan 5.9 kali lebih tinggi

pada parenkim paru di bandingkan dengan konsentrasi plasma.

Bromhexine yang tidak berubah akan terikat dengan protein plasma

sebesar 95% (non-pengikatan terbatas ).

Metabolisme

Hampir seluruh Bromhexine di metabolisme menjadi berbagai

metabolit yang ter hidroksilasi dan asam dibromanthranilic. Semua

metabolit dan bromhexine itu sendiri sebagian besar akan terkonjugasi

dalam bentuk N-glucuronides dan O-glucuronides. Tidak ada petunjuk

secara substansial terhadap perubahan pola metabolisme oleh

Oksitetrasiklin, Sulfonamid atau Eritromisin. Sehingga tidak

29
mungkin ada interaksi yang relevan dengan substrat CYP 450 2C9 atau

3A4.

Eliminasi

Setelah pemberian secara i.v. Bromhexine merupakan obat dengan

rasio ekstraksi tinggi dalam kisaran aliran darah hepatik, 843-1073

ml/menit yang akan menghasilkan variabilitas antar-dan intra-

individual tinggi ( CV > 30 % ). Radioaktivitas dalam urin ditemukan

setelah pemberian Bromhexine radiolabelled sekitar 97.4 1.9 % dari

dosis , dengan kurang dari 1 % sebagai senyawa induk. Konsentrasi

plasma Bromhexine menunjukkan penurunan multieksponensial.

Setelah pemberian oral dosis tunggal antara 8 dan 32 mg, eliminasi

terminal paruh berkisar antara 6,6 dan 31,4 jam. Waktu paruh relevan

untuk memprediksi farmakokinetik dosis ganda sekitar 1 jam,

sehingga tidak ada akumulasi yang terlihat setelah beberapa dosis (

Faktor akumulasi 1.1 )

Penyimpanan

Simpan dibawah suhu 30 C, pada tempat tertutup rapat Simpan

ditempat yang aman,jauhkan dari jangkauan anak-anak

Diproduksi oleh :

PT. Boehringer Ingelheim Indonesia

30
Bogor, Indonesia

Dengan lisensi dari :

Boehringer Ingelheim International GmbH

Ingelheim am Rhein

Jerman

2) Ekspektoran

Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang

pengeluaran dahak dari saluran pernafasan (ekspektorasi). Penggunaan

ekspektoran ini didasarkan pengalaman empiris. Tidak ada data yang

membuktikan efektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum

digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa

lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar

saluran pernafasan lewat nervus vagus, sehingga menurunkan

viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang termasuk

golongan ini ialah ammonium klorida dan gliseril guaiakoiat

(Estuningtyas, 2008).

a. Ikadryl Ekspektoran Sirup

31
Gambar 8.Ikadryl

Golongan

Obat Bebas Terbatas

Kandungan

Per 5 ml :

Difenhidramin HCl 12,5 mg

Ammonium Klorida 125 mg

Natrium sitrat 50 mg,

Mentol 1 mg.

Farmakologi:

Difenhidramina Hidroklorida adalah antihistamin yang kuat serta

memiliki juga khasiat sebagai penekan rasa batuk, yang mengurangi

batuk dengan kerja sedativanya. Ikadryl Sirup mengkombinasikan

keuntungan khasiat sedativa dan antihistamin dari Difenhidramina

Hidroklorida dengan Natrium Sitrat dan Amonium Klorida yang

bekerja sebagai ekspektoran (peluruh dahak). Ikadryl Sirup obat batuk

32
dengan aromanya yang enak dan rasa apel cocok untuk anak-anak

maupun orang dewasa.

Indikasi

Batuk yang disebabkan masuk angin, flu, & iritasi pernapasan lainnya,

bronkhitis alergika.

Kontra indikasi

Bayi prematur atau bayi baru lahir, serangan asmatis akut.

Perhatian

Glaukoma sudut sempit, retensi urin, pembesaran prostat, bisa

mengganggu kemampuan mengendarai atau mengoperasikan mesin.

Interaksi obat :

bisa meningkatkan efek sedatif depresan susunan saraf pusat. aksi

diperpanjang oleh MAOI (penghambat mono amin oksidase).

Efek samping

Gangguan saluran pencernaan, kehilangan nafsu makan atau

meningkatnya nafsu makan, mengantuk, pandangan kabur, kesulitan

berkemih, mulut kering, dada terasa sesak, hipotensi, lemah otot,

telinga berdenging tanpa rangsang dariluar, sakit kepala, kejang

seperti epilepsi, fotosensitifitas.

Kemasan

Sirup rasa apel 60 ml .

33
Dosis

Dewasa: 1 - 2 sendok teh 3 - 4 x sehari.

Anak-anak: - 1 sendok teh 3 - 4 x sehari.

Anak-anak di bawah 2 tahun: Sesuai petunjuk dokter.

Penyajian

Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak

Diproduksi oleh:

PT. IKAPHARMINDO PUTRAMAS

PHARMACEUTICAL LABORATORIES

JAKARTA INDONESIA

3) Antitusif

Menurut Martin (2007) antitusif atau cough suppressant

merupakan obat batuk yang menekan batuk, dengan menurunkan

aktivitas pusat batuk di otak dan menekan respirasi. Misalnya

dekstrometorfan dan folkodin yang merupakan opioid lemah.

Terdapat juga analgesik opioid seperti kodein, diamorfin dan

metadon yang mempunyai aktivitas antitusif.

Menurut Husein (1998) antitusif yang selalu digunakan

merupakan opioid dan derivatnya termasuk morfin, kodein,

dekstrometorfan, dan fokodin. Kebanyakannya berpotensi untuk

menghasilkan efek samping termasuk depresi serebral dan

pernafasan. Juga terdapat penyalahgunaan.

34
a. Bisoltussin Syrup

Gambar 9. Bisoltussin

Komposisi :

Tiap 5 ml mengandung :

Dextromethorphan hydrobromide 10 mg

Khasiat :

Merupakan penekan batuk non opiat sintetikyang bekerja secara

sentral dengan jalan meningkatkan ambang rangsang refleks batuk.

Indikasi :

Untuk meringankan batuk yang tidak berdahak atau yang

menimbulkan rasa sakit.

Kontraindikasi :

Penderita hipersensitif terhadap obat ini.

Efek Samping :

Mengantuk,mual,pusing,konstipasi.

35
Peringatan dan Perhatian :

Tidak dianjurkan untuk anak-anak di bawah 2 tahun, kecuali

atas petunjuk dokter.

Hati-hati untuk penderita dalam keadaan mengantuk, debil

dan hipoksia (kekurangan oksigen).

Hati-hati bila digunakan pada penderita dengan gangguan

fungsi hati.

Dapat menyebabkan depresi pernapasan dan susunan saraf

pusat pada penggunaan dengan dosis

besar atau pada pasien dengan gangguan fungsi pernapasan

(misal asma, emfisema).

Dosis dan Cara Penggunaan :

Dewasa dan remaja di atas 12 tahun : 3 x 5 ml per hari

Anak-anak 6 - 12 tahun : 3 x 2,5 ml per hari atau

menurut petunjuk dokter.

Interaksi Obat :

Dapat terjadi rangsangan sistim saraf pusat dan depresi pernapasan

yang berat pada pemberian bersamaan dengan penghambat MAO.

36
6. Obat Tradisional Batuk

1) Daun Tembelekan

Daun Tembelekan (Lantana camara)

Kandungan kimia : Lantadene A, Lantadene B, Lantanolic

acid, Lantic acid, humule (mengandung minyak atsiri), b-

caryophyllene, g-terpidene, a-pinene, dan cymene.

Bahan Daun tembelekan kering, 5 g.

Cara Membuat

a. Rebus daun tembelekan dalam 3 gelas air.

b. Biarkan sampai air rebusan yang tersisa separuhnya.

c. Setelah dingin, saring air rebusan dan bagi menjadi 3

bagian yang sama banyak.

Aturan Pakai

Minum ramuan ini 3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan sore

hari.

2) Mengkudu

37
Mengkudu (Morinda citrifolia)

Kandungan kimia : metil, asetilester dari kapron, danasam

kapril, morindadiol dan soranyidiol.

Bahan

a. Buah mengkudu masak, 2-3 buah.

b. Gula batu, secukupnya.

Cara Membuat

a. Setelah dicuci, parut buah mengkudu, kemudian peras dan

saring hasil parutan dengan sepotong kain

b. Tambahkan gula batu, lalu aduk-aduk hingga merata.

Aturan Pakai

a. Minum ramuan sekaligus.

b. Lakukan 2 kali sehari.

38
3) Sirih

Sirih (Piper betle)

Kandungan kimia : Minyak atsiri dari daun sirih mengandung

minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula

dan zat samak dan kavikol

Bahan

a. Daun sirih segar, 10-15 lembar.

b. Madu, secukupnya.

Cara Membuat

a. Cuci daun sirih hingga bersih, kemudian masukkan ke

dalam wadah berisi 3 gelas air.

b. Rebus sampai air yang tersisa sekitar -nya dan tutup

panci rapat-rapat.

c. Tambahkan madu.

Aturan Pakai

Setelah dingin, minum ramuan ini 3 kali sehari, masing-masing

gelas.

39
4) Jeruk Nipis

Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)

Kandungan kimia : mengandung minyak terbang limonene

dan lilool, juga flavanoid seperti poncirin, hesperidine,

rhoifolin, dan naringin. Kandungan buahnya yang masak adalah

synephrine dan N-methyltyramine, selain asam sitrat, kalsium,

fosfor, besi, dan vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C

Bahan

a. Jeruk nipis yang telah masak, 1 buah.

b. Kecap atau madu, secukupnya.

Cara Membuat

a. Potong jeruk nipis yang akan digunakan, lalu peras airnya

ke dalam gelas.

b. Tambahkan kecap atau madu dengan jumlah yang sama

banyak dengan air perasan jeruk nipis.

c. Aduk-aduk sampai merata.

Aturan Pakai

40
a. Minum ramuan ini sekaligus.

b. Lakukan 2 kali sehari sampai sembuh.

5) Akar Putri Malu

Akar putri malu (Mimosa pudica Lim)

Kandungan kimia : mimosin, tanin, Asam pipekolinat

Bahan Akar putri malu segar 10-15 g

Cara meramu resep

a. Cuci akar putri malu segar sampai bersih, lalu

potong-potong seperlunya

b. Tambahkan 3 gelas air, rebus, dan biarkan sampai

tersisa separuhnya

c. Angkat, dinginkan dan saring

Aturan pakai

Minum 3 kali sehari, masing-masing gelas.

6) Pegagan

41
Pegagan (Centella asiatica)

Kandungan kimia: asiaticoside, thankuniside,

isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahmic acid,

brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside,

carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral

seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi.

Bahan

a. Pegagan segar 1 genggam penuh

b. Air gula batu secukupnya

Cara meramu resep

a. Cuci pegagan segar, lalu giling sampai halus

b. Tambahkan air gula batu kemudian peras dan saring

Aturan pakai

a. Minum sekaligus

b. Lakukan 3 kali sehari

42
BAB III

PEMBAHASAN

Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga pernapasan

dari benda atau zat asing. batuk dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti virus

(flu, bronkitis), bakteri, dan benda asing yang terhirup (alergi). Beberapa penyakit,

seperti kanker, paru-paru, TBC, tifus, radang paru-paru, asma dan cacingan, juga

menampakkan gejala berupa batuk (Widodo, 2009).

Jenis batuk berdasarkan produktivitasnya

1) Batuk produktif

Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau lendir

(sputum) sehingga lebih dikenal dengan sebutan batuk berdahak. Batuk

produktif memiliki ciri khas yaitu dada terasa penuh dan berbunyi. Mereka

yang mengalami batuk produktif umumnya mengalami kesulitan bernapas

dan disertai pengeluaran dahak. Batuk produktif sebaiknya tidak diobati

dengan obat penekan batuk karena lendir akan semakin banyak terkumpul di

paru-paru (Junaidi, 2010).

2) Batuk tidak produktif

Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak menghasilkan dahak

(sputum), yang juga disebut batuk kering. Batuk tidak produktif sering

membuat tenggorokan terasa gatal sehingga menyebabkan suara menjadi

serak atau hilang. Batuk ini sering dipicu oleh kemasukan partikel makanan,

bahan iritan, asap rokok (baik oleh perokok aktif maupun pasif), dan

43
perubahan temperatur. Batuk ini dapat merupakan gejala sisa dari infeksi

virus atau flu (Junaidi, 2010).

Jenis batuk berdasarkan waktu berlangsungnya

1) Batuk akut

Batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Batuk

jenis ini umumnya disebabkan oleh flu dan alergi. Bentuk batuk yang sering

ditemui, merupakan jenis batuk akut ringan yang disertai demam ringan dan

pilek (Junaidi, 2010).

2) Batuk kronis

Batuk kronis adalah batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu atau

terjadi selama 3 bulan berturut-turut. Batuk jenis ini biasanya disebabkan oleh

bronchitis, asma, dan tuberkolosis (Junaidi, 2010).

Batuk dapat disebabkan karena dua hal, yaitu penyakit infeksi dan bukan

infeksi. Penyebab batuk dari infeksi bisa berupa bakteri atau virus, misalnya

tuberkulosa, influenza, campak, dan batuk rejan. Sedangkan penyebab yang bukan

infeksi misalnya debu, asma, alergi, makanan yang merangsang tenggorokan, batuk

pada perokok, batuk pada perokok berat sulit diatasi hanya dengan obat batuk

simptomatik. Batuk pada keadaan sakit disebabkan adanya kelainan terutama pada

saluran nafas yaitu bronkitis, pneumonia dan sebagainya (Depkes RI, 1997).

Menurut McGowan (2006) batuk bisa terjadi secara volunter tetapi selalunya

terjadi akibat respons involunter akibat dari iritasi terhadap infeksi seperti infeksi

saluran pernafasan atas maupun bawah, asap rokok, abu dan bulu hewan terutama

kucing. Antara lain penyebab akibat penyakit respiratori adalah seperti asma,

44
postnasal drip, penyakit pulmonal obstruktif kronis, bronkiektasis, trakeitis, croup,

dan fibrosis interstisial. Batuk juga bisa terjadi akibat dari refluks gastro-esofagus

atau terapi inhibitor ACE (angiotensin-converting enzyme). Selain itu, paralisis pita

suara juga bisa mengakibatkan batuk akibat daripada kompresi nervus laryngeus

misalnya akibat tumor.

Batuk disebabkan oleh stimulasi pada reseptor, baik pada reseptor kimiawi

maupun mekanik yang terletak di lapisan mukosa (lendir) saluran pernafasan dan

paru-paru. Kemudian rangsang tersebut dibawa oleh serabut saraf menuju ke pusat

batuk di otak yang kemudian akan mengkoordinir otot-otot perut dan diafragma

(sekat antara ongg dada dengan rongga perut) sehingga menyebabkan terjadinya

batuk (Tietze, 2000).

Batuk dimulai dengan tarikan nafas yang dalam diikuti penutupan glottis

(katup tenggorokan), dan kontraksi yang kuat pada dinding dada, dinding perut dan

otot diafragma yang melawan glottis yang tertutup. Ketika glottis terbuka, terjadi

pengeluaran nafas kuat yang mendorong keluarnya mucus, debu, dan benda asing

dari sistem pernapasan bawah. Pusat control batuk terdapat pada medulla tetapi

terpisah dari pusat control pernapasan yang akan menciptakan suatu respon batuk

yang kompleks (Tietze, 2004).

Batuk ditandai dengan adanya gatal pada tenggorokan, tenggorokan sakit,

reflek batuk dan postnasal drip. Sedangkan batuk yang disebabkan oleh bakteri

virus maupun jamur diawali dengan tenggorokan serak dan kering yang kemudian

keluar sputum dengan disertai reflek batuk yang pendek. Selain demam, nyeri dada,

45
dan kongesti, infeksi pada batuk juga ditandai adanya dahak yang berwarna bukan

bening maupun putih (Feinstein, 1994).

Umumnya batuk berdahak dan tidak berdahak dapat dikurangi dengan cara

sebagai berikut :

1) Memperbanyak minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak,

mengurangi iritasi atau rasa gatal.

2) Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang

tenggorokan dan udara malam yang dingin (Depkes RI, 1997).

Jenis-jenis obat batuk yang terkait dengan batuk yang berdahak dan tidak

berdahak yang dibahaskan di sini adalah mukolitik, ekspektoran dan antitusif.

Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengencerkan sekret

saluran pernafasan dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan

mukopolisakarida dari sputum (Estuningtyas, 2008). Agen mukolitik berfungsi

dengan cara mengubah viskositas sputum melalui aksi kimia langsung pada ikatan

komponen mukoprotein. Agen mukolitik yang terdapat di pasaran adalah

bromheksin, ambroksol, dan asetilsistein (Estuningtyas, 2008).

Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari

saluran pernafasan (ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran ini didasarkan

pengalaman empiris. Tidak ada data yang membuktikan efektivitas ekspektoran

dengan dosis yang umum digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan

stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi

kelenjar saluran pernafasan lewat nervus vagus, sehingga menurunkan viskositas

46
dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini ialah

ammonium klorida dan gliseril guaiakoiat (Estuningtyas, 2008).

Menurut Martin (2007) antitusif atau cough suppressant merupakan obat

batuk yang menekan batuk, dengan menurunkan aktivitas pusat batuk di otak dan

menekan respirasi. Misalnya dekstrometorfan dan folkodin yang merupakan opioid

lemah. Terdapat juga analgesik opioid seperti kodein, diamorfin dan metadon yang

mempunyai aktivitas antitusif.

Menurut Husein (1998) antitusif yang selalu digunakan merupakan opioid dan

derivatnya termasuk morfin, kodein, dekstrometorfan, dan fokodin.

Kebanyakannya berpotensi untuk menghasilkan efek samping termasuk depresi

serebral dan pernafasan. Juga terdapat penyalahgunaan.

47
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga

pernapasan dari benda atau zat asing. batuk dapat disebabkan oleh

berbagai faktor seperti virus (flu, bronkitis), bakteri, dan benda asing

yang terhirup (alergi). Beberapa penyakit, seperti kanker, paru-paru,

TBC, tifus, radang paru-paru, asma dan cacingan, juga

menampakkan gejala berupa batuk (Widodo, 2009).

2. Batuk disebabkan oleh stimulasi pada reseptor, baik pada reseptor

kimiawi maupun mekanik yang terletak di lapisan mukosa (lendir)

saluran pernafasan dan paru-paru. Kemudian rangsang tersebut

dibawa oleh serabut saraf menuju ke pusat batuk di otak yang

kemudian akan mengkoordinir otot-otot perut dan diafragma (sekat

antara ongg dada dengan rongga perut) sehingga menyebabkan

terjadinya batuk

3. Jenis-jenis obat batuk yang terkait dengan batuk yang berdahak dan

tidak berdahak yang dibahaskan di sini adalah mukolitik,

ekspektoran dan antitusif.

48
DAFTAR PUSTAKA

Ari Estuningtyas., Azalia Arif. 2008. Obat Lokal. In Farmakologi dan Terapi.
Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hal 517-41
Beers, M. H., Fletcher, A. J., Jones, T. V., Porter, R., 2003. The Merck Manual of
Medical Information. 2nd ed. New York : Pocket Books.
Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Pengujian dan Pengembangan
Fitofarmaka, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian
Klinik.Jakarta : Depkes RI pp 15-17.

Depkes RI, 1997. Kompendia Obat Bebas, Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan 2nd ed., Jakarta.

Djunarko, I. & Hendrawati., 2011, Swamedikasi yang Baik dan Benar, Yogyakarta,
Citra Aji Parama, 24-25.

Estuningtyas, A., Arif, A.,. 2008. Obat Lokal. In Farmakologi dan Terapi. Edisi V.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal
517-41

Feinstein, A., 1994, Symptoms Their Causes and Cures, How to Understand and
Treat 265 Health Concern, 109-111 Rodale Press, Pennysylvania.

Husein, U., 1998, Metode Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada

Junaidi, Iskandar. (2010). Penyakit Paru & Saluran Napas; Cara Mudah
Mengetahui, Mencegah dan Mengobatinya. Jakarta. Bhuana Ilmu Populer

Junaidi, Iskandar, 2010. Hipertensi Pengenalan, Pencegahan, dan Pengobatan.


Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer

Kartajaya et al,. (2011). On Branding. Jakarta :Gramedia Pustaka

Lee, L.Y. and Pisarri, T.E., 2001, Afferent Properties and Reflex Functions of
Bronchopulmonary C-fibers, Respiratory Physiology, 125 (1), 4765
Lowe, G.S., Schellenberg, G., & Shannon, H.S. (2003). Correlates of Employees
Perceptions of a Healthy Work Environment. American Journal Of Health
Promotion
Merianti, N. W. E., Goenawi, L. R., & Wiyono. W., 2013. Dampak penyuluhan
pada pengetahuan masyarakat terhadap pemilihan dan penggunaan obat
batuk swamedikasi di kecamatan malalayang, Jurnal Ilmiah Farmasi,
2(03), pp.100103.

49
Nugroho, A. E., 2012, Farmakologi Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu
Farmasi dan Dunia Kesehatan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 195-197

Rakhmawatie, M. D., & Anggraini, M. T., 2010. Evaluasi Perilaku Pengobatan


Sendiri Terhadap Pencapaian Program Indonesia Sehat 2010. Evaluasi
Perilaku Pengobatan Sendiri Terhadap Pencapaian Program Indonesia
Sehat 2010

Supardi, S., & Notosiswoyo, M., 2005. Pengobatan Sendiri Sakit Kepala Demam,
Batuk Dan Pilek Pada Masyarakat Di Desa Ciwalen, Kecamatan
Warungkondang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Majalah Ilmu
Kefarmasian, II(3), pp.134144.

Tietze, K. J., 2000, Disorders Related to Cold and Allergy, in Allen, L. V., Berardi,
R. R., Desimone, E. M., Engle, J. P., Popovich, N. G., Rosenthal, W. M.,
Tietze, K. J., (Eds), Handbook of Nonprescription Drug, 12th edition , 179-
188, APha, Washington D. C.

Tietze, K. J., 2004, Cough, in Berardi, R. R., McDermott, J. H., Newton, G. D.,
Oszko, M. A., Popovich, N. G., Rollins, C. J., Shimp, L. A., Tietze, K. J.,
Handbook of Nonprescription Drug : An Interactive Approach to Self
Care, 14th edition , 271-277, APha, Washington D. C.

Widodo, R., 2009, Pemberian Makanan, Suplemen, dan Obat Pada Anak, 112, 117-
118, EGC, Jakarta.

Widdicombe, J., 2001, Airway receptors, Respiratory Physiology, 125, 315

50

Anda mungkin juga menyukai