Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH

PENGOBATAN SENDIRI
“SELESMA, INFLUENZA, RHINITIS ALERGI”

OLEH :
KELOMPOK III
KELAS B

N014202015 RINI INDRIANI JUHARDI


N014202016 TRI DEBI SEPTIANI PUTRI
N014202017 ASMA NIRWANA
N014202018 NUR REZKY RUTAMI AMIR
N014202019 WIDYANTHI NUR HIKMAH

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas berkat Rahmat dan Hidayah-

Nya kelompok 3 dapat menyelesaikan penyusunan makalah swamedikasi ini.

Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini merupakan hasil dari kerja sama dari kelompok tiga dengan

penuh kesungguhan dan tanggung jawab. Topik atau judul dari makalah ini yaitu

mengenai tentang Selesma, Influenza, dan Rhinitis Alergi. Dalam penyusunan

makalah ini tidak lepas dari rasa kebersamaan dan kebutuhan dalam mencari ilmu,

selain itu pengembanga ilmu pengetahuan. Dan kami mengucapkan terima kasih

kepada dosen pengampuh mata kuliah Swamedikasi ibu Apt. Dr. Latifah Rahman,

DESS atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada kami

Kami menyadari akan keterbatasan kami dalam penyusunan makalah ini,

dan kami pun menyadari masih ada beberapa kekurangan dalam pengumpulan

materi dan penyusunan materi dalam makalah ini, Sehingga kami sebagai

penyusun makalah ini mengharapkan kritik dan saran dari pembaca makalah ini.

Semoga makalah ini dapat berguna untuk keperluan pengembangan ilmu

pengetahuan dan bidang lain yang berhubungan

Makassar, 20 April 2021

Kelompok Tiga

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Selesma
II.1.1 Definisi dan Manifestasi Klinik
II.1.2 Etiologi
II.1.3 Patofisiologi
II.1.4 Terapi Non Farmakologi
II.1.5 Terapi Farmakologi
II.2 Influenza
II.2.1 Definisi dan Manifestasi Klinik
II.2.2 Etiologi
II.2.3 Patofisiologi
II.2.4 Terapi Non Farmakologi
II.2.5 Terapi Farmakologi
II.3 Rhinitis Alergi
II.3.1 Definisi dan Manifestasi Klinik
II.3.2 Jenis Rhinitis Alergi
II.3.3 Etiologi
II.3.4 Patofisiologi
II.3.5 Terapi Non Farmakologi
II.3.6 Terapi Farmakologi
BAB III: SWAMEDIKASI
III.1 Swamedikasi Dengan Obat Sintesis
III.1.1 Antitusif
III.1.2 Ekspektoran
III.1.3 Dekongestan

iii
III.1.4 Antihistamin
III.1.5Analgesik-Antipiretik
III.2. Swamedikasi Dengan Obat Herbal
BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Perkembangan berbagai jenis penyakit yang diiringi dengan kemudahan
masyarakat mendapatkan informasi berkesan dan mudah diterima mengenai obat
dari iklan, anggapan merepotkannya prosedur di sistem pelayanan kesehatan, serta
adanya pertimbangan efisiensi biaya dan waktu, mendorong masyarakat untuk
melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi untuk kondisi yang dialaminya.
Swamedikasi merupakan tindakan mengobati segala keluhan pada diri
sendiri dengan obat-obat sederhana yang dibeli bebas di apotek atau toko obat,
atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter. Pada umumnya swamedikasi dilakukan
terbatas hanya pada keluhan-keluhan ringan yang biasanya sembuh dengan
sendirinya (tanpa obat), seperti selesma, pilek, flu, nyeri kepala dan tenggorokan,
nyeri lambung, punggung atau nyeri otot yang tidak terus menerus. Sedangkan
untuk keluhan-keluhan berat tetap diarahkan untuk menemui dokter mengingat
resikodari swamedikasi yang dapat menyamarkan gejala sehingga tidak dikenali
sebagai penyakit serius dan bisa menyebabkan penggunaan obat yang kurang
tepat (Tan Kirana, 2010; Sholekhudin, 2014).
Swamedikasi akan memberikan manfaat dan keuntungan jika dilakukan
secara benar. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa
Resep, pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui
peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri yang
sekaligus menjamin penggunaan obat yang tepat, aman dan rasional. Obat yang
dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit serta miliki rasio
khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk melakukan
swamedikasi tersebut, swamedikasi dilakukan dengan bantuan seorang apoteker.
Seorang apoteker yang bertugas di apotek mempunyai tanggungjawab dan
kewajiban untuk memberikan jaminan keamanan obat yang direkomendasikan
atau diberikan kepada pasien. Kewajiban tersebut, dipenuhi dengan melakukan

5
identifikasi permasalahan yang dialami oleh pasien melalui penggalian data dan
informasi berdasarkan keluhan pasien (Patient assessment) (Hartayu, 2018).
Salah satu swamedikasi yang paling umum dilakukan oleh masyarakat
adalah swamedikasi terkait selesma, influenza dan rhinitis alergi. Akan tetapi,
karena gejala dari ketiga penyakit ini hampir sama, baik berupa bersin-bersin,
pilek, hidung berair, mengigil atau demam, menyebabkan ketiganya sering
dianggap sebagai influenza oleh masyarakat. Sedangkan penyakit dengan
patofisiologi dan penyebab yang berbeda diberikan terapi yang berbeda pula.
Berdasarkan hal tersebut, didalam makalah ini akan jelaskan perbedaan
selesma, influenza dan rhinitis alergi secara patofisiologi, etiologi, gejala klinik,
terapi farmakologi dan non farmakologi, serta pengetahuan lain terkait
swamedikasi penyakit tersebut.
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan selesma, influenza dan rhinitis alergi secara patofisologi,
etiologi dan gejala kliniknya ?
2. Bagaimana terapi nonfarmakologi selesma, influenza dan rhinitis alergi ?
3. Bagaimana swamedikasi selesma, influenza dan rhinitis alergi menggunakan
obat sintesis dan obat herbal ?

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Selesma
II.1.1. Definisi dan Manifestasi Klinik

Selesma atau rhinitis, atau disebut juga Common Cold adalah infeksi virus
akut yang menyebabkan gangguan pada saluran napas bagian atas. Selesma atau
rinitis disebabkan oleh berbagai mikroorganisme namun yang paling banyak
disebabkan oleh beberapa virus seperti Rhinovirus. Terjadinya infeksi pada
saluran napas pada bagian atas jika dibiarkan atau tidak diobati akan
memperparah keadaan sehingga akan menyebabkan infeksi pada saluran napas
bagian bawah (Indrayani, 2019).
Gejala dari selesma terjadi setelah masa inkubasi dari virus, rhinovirus
memiliki masa inkubasi yaitu 10-12 jam setelah dilakukan inokulasi intranasal,
virus parainfluenza masa inkubasinya yaitu selama 1-7 hari. Keparahan dari gejala
selesma akan meningkat dalam 2-3 hari dan akan segera membaik. Untuk proses
terjadinya selesma ini yaitu selama 7-14 hari, namun hal ini tidak menentu karena
pada beberapa kasus pada pasien akan menetap hingga tiga minggu (Indrayani,
2019).
Selesma merupakan infeksi yang sering terjadi dan mengeluargkan cairan,
infeksi ini sering terjadi pada anak-anak atau balita. Gejala dari selesma yaitu
adanya secret hidung, demam yang sering terjadi selama 3 hari pertama, selain itu
gejala lain dari selesma yaitu terjadinya nyeri pada tenggorokan, batuk, rewel,
gangguan tidur dan turunnya nafsu makan. Dimana hal ini menunjukkan bahwa
efek dari selesma tidak hanya dibagian nasalis namun terjadi juga pada bagian
sinus parasinalis (Indrayani, 2019).
Selaput lendir yang meradang memproduksi banyak lendir dan
mengembang sehingga hidung menjadi tersumbat dan pernapasan sangat
dipersulit. Penderita mulai pilek berat, mata mengeluarkan banyak air, kepala
pusing dan sering kali demam ringan. Lendir yang terbentuk mengakibatkan
batuk, bersin, dan tenggorokan sakit atau gatal. (Tan Kirana, 2010). Virus yang
masuk ke dalam tubuh dan menginfiltrasi saluran napas di hidung sampai

7
tenggorokan akan memicu rangkaian reaksi sistem imun dan bermanifestasi
sebagai gejala-gejala yang dialami (Arifianto, 2012).
II.1. 2. Etiologi
Banyak virus dapat menyebabkan selesma, tetapi yang paling sering
adalah Rhinovirus (terdapat 100 jenis Rhinovirus berbeda yang dapat menginfeksi
manusia, diikuti Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan adenovirus. Patogen lain
termasusk corona virus, parainfluenza, Human bocavirus (HBoV) dan
enterovirus (Alldredge dkk, 2013; Arifianto, 2012).
Rhinovirus dapat bertahan selama 2 jam di tangan manusia dan hingga
beberapa hari di permukaan lain. Orang dewasa yang terinfeksi umumnya
membawa rhinovirus di tangan dan dapat ditransfer secara efisien ke tangan
individu yang tidak terinfeksi selama kontak singkat. Infeksi terjadi ketika orang
yang tidak terinfeksi tersebut memindahkan virus dari tangan nya dengan
memegang mukosa hidung atau konjungtiva. Bersin dan batuk tidak efektif dalam
menularkan rhinovirus, meskipun ada beberapa bukti bahwa virus juga dapat
ditularkan melalui aerosol yang dihasilkan melalui batuk, berbicara, dan bernapas
(Pappas, 2008).
Beberapa virus menyebabkan sindrom tertentu. Misalnya, RSV
menyebabkan bronkiolitis pada anak-anak berusia 2 tahun atau dibawah 2 tahun,
adenovirus menyebabkan demam faringokonjungtiva, virus parainfluenza
menyebabkan croup pada anak kecil, HBoV dikaitkan dengan mengi, dan
enterovirus menyebabkan berbagai penyakit, termasuk meningitis aseptik dan
herpangina (Pappas, 2008).
II.1.3. Patofisiologi
Gejala selesma lebih disebabkan oleh respons kekebalan terhadap infeksi
dibandingkan kerusakan jaringan (Eccles, 2009). Infeksi dimulai dengan
pengendapan virus di bagian hidung anterior atau mata yang nantinya akan
sampai di hidung melalui duktus lakrimal. Virus kemudian dibawa ke nasofaring
posterior akibat gerakan mukosilier. Di daerah adenoid, virus masuk ke sel epitel
dengan mengikat reseptor spesifik pad sel epitel. Sekitar 90% serotipe rhinovirus
menggunakan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) sebagai reseptornya.

8
Begitu berada di dalam sel epitel, virus mulai bereplikasi dengan cepat. Hasil
replikasi dapat dideteksi dalam 8-10 jam setelah inokulasi rhinovirus secara
intranasal. Dosis yang dibutuhkan untuk terjadinya infeksi Rhinovirus adalah
kecil, dan lebih dari 95% sukarelawan tanpa antibodi spesifik terhadap serotipe
virus akan terinfeksi setelah inokulasi intranasal. Meskipun demikian, tidak
semua infeksi menyebabkan timbulnya gejala klinis. Gejala selesma hanya terjadi
pada 75% orang yang terinfeksi (Heikkinen, 2003).
Infeksi virus pada mukosa hidung menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular, yang akan menyebabkan obstruksi hidung
dan rinorea, yang merupakan gejala klinis utama dari salesma. Stimulasi
kolinergik menyebabkan peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan bersin.
Mekanisme rinci dimana infeksi virus menyebabkan perubahan pada mukosa
hidung masih belum sepenuhnya dipahami (Heikkinen, 2003).
Derajat keparahan kerusakan mukosa hidung berbeda antar virus. Virus
Influenza dan Adenovirus menyebabkan kerusakan yang luas, sedangkan infeksi
Rhinovirus tidak menyebabkan perubahan histopatologik pada mukosa hidung.
Tidak adanya kerusakan mukosa pada infeksi Rhinovirus menimbulkan dugaan
bahwa gejala klinis pada infeksi Rhinovirus mungkin bukan disebabkan oleh efek
sitopatik virus, melainkan karena respons inflamasi pejamu. Beberapa mediator
inflamasi yang berperan pada selesma adalah kinin, leukotrien, histamin,
interleukin (IL) 1, 6, dan 8, tumor necrosis factor (TNF), dan regulated by
activaton normal T cell expressed and secreted (RANTES). Kadar IL-6 dan IL-8
menentukan derajat keparahan selesma (Heikkinen, 2003).
II.1.4. Terapi NonFarmakologi
a) Terapi tanpa obat mencakup peningkatan retensi cairan
b) Istirahat cukup
c) Makan makanan bernutrisi termasuk hati-hati membersihkan saluran hidung,
meningkatkan kelembaban udara atau penguapan hangat, larutan garam, dan
larutan nasal.
d) Larutan garam 7 dapat membantu membran mukosa mengeluarkan mukus.

9
e) Makanan dan minuman seperti teh dengan lemon dan madu, sop ayam, dan air
daging hangat membantu meredakan pilek dan meningkatkan retensi cairan
(Tjay dan Rahardja, 2010)
II.1.5. Terapi Farmakologi
1. Antitusif
a) Codein (Opiod)
Penggunaan obat opiod untuk mengatasi batuk memiliki efek samping
yang lebih beresiko karena dapat memicu kecanduan yang tinggi.
Penggunaan obat ini diindikasikan untuk pasien yang mengalami batuk
kering. Penggunaan kodein merupakan sebagai antitusif dan diaktifkan oleh
CYP2D setelah diaktifkan maka kodein akan menjadi morfin melalui hati
(Lorensia,et. Al. 2018).
b) Dextromethorphan
Dextromethorphan merupakan antitusif non opiod yang lebih disukai
untuk batuk akut karena secara signifikan dapat menekan batuk akut dengan
dosis 30 mg. Dextromethorphan memiliki onset yang lebih lambat dan
mencapai puncaknya setelah 2 jam administrasi Dosis : 10-20 mg mg 3-4 kali
sehari anak-anak 2-6 tahun dengan dosis 8 mg (3-4 kali), anak-anak 6-12
tahun dengan dosis 15 mg (3-4 sekali) (Lorensia,et. Al. 2018)
c) Noscapine
Noscapine merupakan obat golongan antitusif yang efek meredakan
batuk kering tidak sekuat dibandingkan kodein namun penggunaan noscapine
memiliki efek sedasi yang lebih rendah. Dosis : 15-50 mg mg 3-4 kali sehari
maksimal penggunaanya dalam sehafi 250 mg/hari (Lorensia,et. Al. 2018).
2. Ekspektoran
Ekspektoran merupkan obat yang digunakan untuk mengurangi iritasi
pada reseptor batuk dan ekspektoran dianjurkan untuk meredakan batuk yang
disebabkan karena produksi sekresi kental sehingga penggunaan obat ini dapat
meransang pengeluaran dahak dari saluran pernapasan. Mekanisme kerja dari obat
ini yaitu dengan reflex dari lambung untuk menstimulasi batuk, sehingga sekresi
dahak yang bersifat cair diperbanyak secara reflektorosis atau dengan cara

10
memberikan efek lansung terhadap sel kelenjar. Penggunaan ekspektoran dalam
mengatasi keluhan batuk pada selesma yaitu dengan pengguna Guaifenesin dan
ammonium klorida (Bacthiar, Arief. 2020

3. Dekongestan

Dekongestan oral merupakan obat yang bekerja di reseptor alfa-adrenergik

yang dapat digunakan secara efektif dalam mengurangi hidung tersumbat.

Dekongestan menghasilkan aksi vasokontriksi di mukosa hidung sehingga dapat

meredakan gejalan obstruksi di hidung dan penggunaannya lebih efektif dengan

penggunaan antihistamin.Agen decongestant oral ini biasa dikombinasikan

dengan obat lain seperti antihistamin dan penggunaan secara kombinasi dapat

ditoleransi dengan baik. Namun kombinasi dari penggunaan obat ini dapat

menyebabkan efek samping seperti insomnia, gugup, retensi saluran kemih,

hipertensi, dan palpitasi, sehingga untuk penggunaanya harus lebih diperhatikan

terutama pada pasien geriatric/ lanjut usia, selain itu memiliki riwayat penyakit

seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, hipertiroid, wanita hamil, dan glaucoma.

Contoh obat yang biasa digunakan yaitu pseudoephedrine, phenylephrine,

naphazoline, phenylephrine, oxymetazoline, xylometazoline(Koda Kimble, 1171).


4. Antihistamin

Anti histamine diindikasikan untuk mengatasi gejala hidung berair pada

gejala selesma. Antihistamin digunakan karena adanya efek kolinergik dan

penggunaan antihistamin pada gejala selesma digunakan antihistamin golongan

pertama, Namun dalam penggunaanya akan menyebabkan efek sedative seperti

mengantuk. Penggunaan antihistamin digunakan secara kombinasi dengan agen

decongestant oraldan penggunaan secara kombinasi dapat ditoleransi dengan baik.

Namun kombinasi dari penggunaan obat ini dapat menyebabkan efek samping

seperti insomnia, gugup, retensi saluran kemih, hipertensi, dan palpitasi, sehingga

untuk penggunaanya harus lebih diperhatikan terutama pada pasien geriatric/

11
lanjut usia, selain itu memiliki riwayat penyakit seperti penyakit kardiovaskuler,

diabetes, hipertiroid, wanita hamil, dan glaucoma (Koda, 2020: 1169) .

Antihistamin adalah antagonis reseptor H1 yang berikatan dengan H1

rtanpa mengaktivasi reseptot sehingga dapat mencegah ikatan dan kerja dari

histamine. Adapun beberapa antihistamin yang dapat digunakan untuk mengatasi

gejala selesma yaitu khlorfeniramin maleat (CTM) dengan dosis : Dewasa (500

mg dengan aturan pakai 3-4 kali sehari) dan Anak-anak:50-100 mg/KgBB/Hari

dengan 3-4 dosis terbagi (Koda, 2020: 1169) .

5. Analgetik

Paracetamol merupakan salah satu obat analgetik yang paling sering

digunakan dalam pengobatan selesma dan terdapat pada komposisi obat flu untuk

mengatasi nyeri. Dan penggunaan obat acetaminophen atau paracetamol

merupakan salah satu obat yang paling aman khusunya digunakan untuk wanita

hamil, geriatric (Dewi, Kumala, et al. 2020).


II.2. Influenza
II.2.1 Definisi dan Manifestasi Klinik
Influensa virus adalah penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan
oleh virus famili Orthomyxoviridae dengan gejala demam ringan yang disertai
nyeri tubuh, batuk dan sakit tenggorokan hingga pneumonia berat yang dapat
diperparah dengan superinfeksi bakteri. Virus influenza menyebabkan epidemi
influenza musiman, kebanyakan pada bulan-bulan musim dingin di daerah
beriklim sedang dan dengan musim yang tidak terlalu berbeda di daerah tropis,
dengan tingkat serangan tahunan sebesar 5–10% pada orang dewasa dan 20–30%
pada anak-anak. Kelompok yang berisiko tinggi terkena penyakit parah termasuk
anak-anak, wanita hamil, orang tua, dan mereka yang memiliki kondisi medis
mendasar (WHO, 2018).
Influenza merupakan penyakit infeksi akut saluran pernapasan yang
penyebarannya sangat mudah terjadi dari 1 orang ke orang lain dan menyebabkan
morbiditas dan kematian yang signifikan di seluruh dunia. Untuk itu dalam hal ini

12
memungkinkan terjadinya komplikasi pada penderita khususnya bagi lansia, anak-
anak dibawah 6 bulan, wanita hamil, dan orang memiliki riwayat penyakit kronis
(Ghebrehewet, 2016).
Influenza merupakan penyakit yang sangat menular yang ditandai dengan
timbulnya gejala demam, myalgia, sakit kepala, menggigil, malaise , sakit
tenggerokan dan hidung tersumbat. Masa inkubasi dari perkembangan infeksi dari
influenza yaitu 1- 4 hari. Dan ketika virus menular yang biasanya terjadi dari satu
hari sebelum gejala akan menjadi 5-7 hari. Untuk pemeriksaan diagnosan pasien
influenza dimana sebagian besar pasien dalam perawatan jalan, diagnosisnya
dibuat secara klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, Sedangkan
untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dibutuhkan pengujian laboratorium
untuk membuat keputusan dalam perawatannya seperti pemeriksaan melalui PCR
(Polymerase Chain Reaction), (Gaitonde, David, 2019).
II.2.2. Etiologi
Virus influenza tipe A, B, dan C adalah anggota famili Orthomyxoviridae
dan menyerang banyak spesies, termasuk manusia. Virus Influenza A dan B
adalah dua jenis yang menyebabkan penyakit pada manusia. Virus Influenza A
bertanggung jawab atas epidemi flu musiman yang teratur, sedangkan virus
influenza B biasanya dikaitkan dengan wabah sporadis, terutama di antara
penghuni fasilitas perawatan jangka panjang. Virus Influenza A selanjutnya
dikategorikan ke dalam subtipe yang berbeda berdasarkan perubahan pada dua
antigen permukaan — hemagglutinin dan neuraminidase (NA). Virus influenza B
tidak dikategorikan ke dalam subtipe. Hemagglutinin memungkinkan virus
influenza memasuki sel inang dengan menempel pada reseptor asam sialat dan
merupakan antigen utama yang menjadi tujuan antibodi saat pemaparan. NA
memungkinkan pelepasan partikel virus baru dari sel inang dengan mengkatalis
pemutusan hubungan ke asam sialat (Dipiro J, dkk, 2020).
II.2.3. Patofisiologi
Infeksi virus influenza manusia bereplikasi terutama di epitel pernapasan.
Sel lain, termasuk pada sel imun, dapat terinfeksi oleh virus dan akan memulai
produksi protein virus. Namun, efisiensi replikasi virus bervariasi di antara jenis

13
sel, dan, pada manusia, epitel pernapasan adalah satu-satunya tempat di mana
molekul hemagglutinin (HA) secara efektif dibelah, menghasilkan partikel virus
yang menular. Cara penularan influenza adalah dari orang ke orang melalui
inhalasi tetesan pernafasan, yang dapat terjadi saat orang yang terinfeksi batuk
atau bersin. Penularan juga dapat terjadi jika seseorang menyentuh benda yang
terkontaminasi sekret pernafasan kemudian menyentuh selaput lendirnya. Masa
inkubasi influenza berkisar antara 1 hingga 7 hari, dengan inkubasi rata-rata 2
hari. Penularan dapat terjadi selama orang yang terinfeksi mengeluarkan virus dari
saluran pernapasan (Dipiro J, dkk, 2020; Kalil, 2019).
Mekanisme utama dari patofisiologi influenza adalah akibat dari
peradangan paru dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi virus langsung pada
epitel pernafasan, dikombinasikan dengan efek peradangan paru yang disebabkan
oleh respon imun untuk menangani penyebaran virus (Kalil, 2019)..
Tingkat keparahan infeksi ditentukan oleh keseimbangan antara replikasi
virus dan tanggapan imun tubuh. Penyakit yang parah kemungkinan disebabkan
oleh kurangnya kemampuan mekanisme pertahanan tubuh untuk menghambat
replikasi virus dan produksi sitokin yang berlebihan yang menyebabkan
kerusakan jaringan pada tubuh (Dipiro J, dkk, 2020).
II.2.4. Terapi Nonfarmakologi
1) Pasien yang menderita influenza harus mendapatkan tidur yang cukup dan
menjaga tingkat aktivitas yang rendah (Dipiro, 2020)
2) Pasien harus tinggal di rumah dan beristirahat dari pekerjaan dan / atau
sekolah untuk mencegah penyebaran infeksi (Dipiro, 2020)
3) Asupan cairan yang tepat harus dipertahankan (Dipiro, 2020)
4) Konsumsi sayur-mayur dan buah-buahan (Tjay dan Rahadrja, 2010)
Hal diatas dimaksudkan untuk memberikan kesempatan tubuh untuk
memperkuat sistem daya tahan tubuh dan menghalau semua virus penyerbu (Tjay
dan Rahardja, 2010).

14
II.2.5 Terapi Farmakologi
1. Analgesik-Antipiretik
Analgetik- antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk
mengatasi keluhan penyakit pasien seperti sakit kepala, nyeri, radang sendi,
dan demam. Penggunaan obat yang paling sering digunakan dalam rhinitis
alergi, influenza, dan selesma yaitu dengan menggunakan obat acetaminophen
atau paracetamol. Dan penggunaan obat acetaminophen atau paracetamol
merupakan salah satu obat yang paling aman khusunya digunakan untuk
wanita hamil, geriatric (Dewi, Kumala, et al. 2020).
Penggunaan paracetamol untuk mengatasi keluhan pada selesma
dengan dosis 1000 mg dengan Dosis maksimum 4 g/hari. Paracetamol
diindikasikan untuk menurunkan demam dan mengurangi rasa sakit
(Alldregde, 2013).
2. Antitusif/Ekspektoran
Penggunan obat ini hamper sama dengan selesma karena selesma dan
rhinitis alergi memiliki gejala yang hamper sama sehingga terapi yang
digunakan untuk mengatasi batuk pada influenza yaitu dengan penggunaan
obat antitusif atau ekspektoran dan bergantung terhadap jenis batuk .
Penggunaan antitusif jika pasien mengalami batuk kering, selain itu jika
pasien mengalami batuk berdahak maka menggunakan ekspektoran
(Bachtiar,2020).
3. Antihistamin
Antihistamin digunakan pada influenza untuk menghilangkan atau
mengurangi gejala yang disebabkan oleh karena adanya sekresi kelenjar lender
yang berlebih sehingga menimbulkan terjadinya hidung tersumbat oleh cairan
lender. Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat efek histamine
pada bronkus, pembuluh darah, dan otot polos. Obat antihistamin yang paling
sering digunakan yaitu khlorfeniramin maleat dan difendhindramin HCl
(Kawauchi, 2019).

15
4. Dekongestan
Dekongestan merupakan obat golongan simpatomimetika yang
berkerja sebagai vasokonstriktor dengan cara mengecilkan pembuluh darah
yang membengkak pada lapisan mukosa hidung sehingan obat dekongestan
dapat mengurangi gejala hidung tersumbat pada influenza. Efek samping dari
penggunaan dekongestan yaitu gangguan tidur, gelisah, dan gugup (Alldregde,
2013).
II.3. Rhinitis Alergi
II.3.1. Definisi dan Manifestasi Klinik
Rinitis didefinisikan sebagai kondisi peradangan yang mempengaruhi
selaput lendir hidung dan sistem pernapasan bagian atas, dapat ditandai dengan
rinore (sekret hidung), pruritus (gatal), bersin, hidung tersumbat, drainase
postnasal dan dapat diperburuk oleh perkembangan atau adanya sinusitis. Bentuk
rhinitis yang paling umum terjadi adalah rhinitis alergi (Alldredge dkk, 2013).
Alergi pada saluran pernapasan merupakan alergi yang paling sering terjadi pada
kalangan masyarakat di belahan bumi. Alergen memiliki peranan penting dalam
hal terjadinya alergi pada saluran napas khususnya pada rhinitis alergi
(Ismayani,et.al. 2019).
Rhinitis alergi adalah rhinitis kronis dengan peradangan pada selaput
lendir hidung pada individu yang sensitif, terjadi ketika partikel allergen yang
terhirup mengenai selaput lendir dan menimbulkan respons spesifik yang
dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE). Respon akut tersebut melibatkan
pelepasan mediator inflamasi dan ditandai dengan bersin, hidung gatal, rinore
berat dan sering disertai hidung tersumbat. Rhinitis alergi juga sering disertai gatal
tenggorokan, mata atau telinga (Dipiro J, dkk, 2020).
Untuk menegakkan pemeriksaan diagnosis dari rhinitis alergi dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu: ( Ismayani, et.al. 2019)
a. Pemeriksaan secara in vitro, untuk menilai keberadaan serum immunoglobin E
secara spesifik

16
b. Pemeriksaan secara in vivo, dengan pemeriksaan berdasarkan adanya
keberadaan allergen immunoglobin (Ig E) spesifik pada kulit.
II.3.2. Jenis Rhinitis Alergi
Berdasarkan waktu terjadinya, rhinitis alergi terbagi menjadi :
a) Rhinitis alergi intermitten (musiman)
Rhinitis musiman terjadi sebagai respons terhadap allergen tertentu
yang biasanya muncul pada waktu tertentu yang dapat diprediksikan dalam
setahun, misalnya selama masa penyerbukan tanaman (biasanya musim semi
atau musim gugur). Alergen berupa serbuk sari dari pohon, rumput atau
gulma. Gejala biasanya terjadi kurang dari 4 hari/ minggu atau kurang dari 4
minggu (Dipiro J, dkk : 2020).
b) Rhinitis alergi Persisten
Rhinitis alergi persisten terjadi sepanjang tahun yang disebabkan oleh
allergen nonmusiman, seperti tungan, debu rumah, bulu binatang, jamur atau
alergi multiple. Gejala terrjadi setidaknya 4 hari/minggu selama 4 minggu
(Dipiro J, dkk : 2020).
c) Rhinitis Kombinasi
Banyak pasien memiliki kombinasi dari rhinitis musiman dan juga
persiste, dengan gejala sepanjang tahun dan eksaserbasi musiman (Dipiro J,
dkk : 2020).
Berdasarkan tingkat keparahan, rhinitis alergi terbagi :
a) Ringan
Pada rhinitis alergi ringan, tidak ada gejala yang mengganggu, tidur
normal, tidak ada gangguan pada kegiataan sehari-hari, pekerjaan atau
sekolah (Alldredge dkk, 2013).
b) Sedang-berat
Pada rhinitis alergi ini, menunjukkan gejala yang merepotkan sehingga
mengganggu kegiataan sehari-hari ataupun ditempat kerja dan sekolah, juga
terdapat gangguan tidur (Alldredge dkk, 2013).

17
II.3.3. Etiologi
1) Pada pasien dengan rinitis alergi musiman atau intermiten, serbuk sari dan
spora jamur di udara adalah alergen yang paling umum.
2) Pada pasien dengan rinitis alergi persisten, alergen utama adalah tungau debu
rumah, jamur dalam ruangan, bulu binatang, dan antigen kecoa. Penyebab
umum lainnya adalah pajanan di tempat kerja, di mana gejala dapat dipicu
oleh zat seperti tepung, kayu, dan deterjen.
3) Lingkungan, dan Status sosial ekonomi yang lebih rendah
4) Pengaruh genetic dan riwayat atopi dari orang tua.
5) Kebersihan dan gaya hidup.
II.3.4. Patofisiologi
Rhinitis alergi ditandai dengan respons yang dimediasi IgE, ditandai
dengan 3 tahapan utama : Sensitisasi, Respon awal/cepat dan respon lambat/akhir.
Sensitisasi terjadi setelah pasien yang rentan, mengalami paparan allergen awal
dan terjadi produksi antibody IgE. Antibodi ini kemudian mengikat reseptor pada
berbagai sel, termasuk sel mast. Paparan selanjutnya pada pasien, 1terjadi
interaksi antara kompleks allergen, antibodi IgE dan sel mast sehingga terjadi
ikatan silang yang mengaktivasi dan inisiasi respon inflamasi. Peristiwa dapat
terjadi cepat setelah paparan jika mediator telah dibentuk sebelumnya atau terjadi
lambat jika sintesis mediator setelah proses dimulai atau tertarik ke area tersebut
melalui kemotaksis. Berikut penjelasan lebih rincinya :
a) Sensitisasi
Pada pasien atopik, hasil dari paparan awal allergen adalah produksi
antibodi IgE. Setelah paparan tersebut, sel-sel penyaji antigen dari sistem
kekebalan bereaksi dengan allergen yang di simpan di mukosa hidung. Hal ini
menyebabkan diferensiasi limfosit T pembantu menjadi sel TH2, yang
berhubungan dengan produksi sitokin dan mediator inflamasi lainnya.
Hasilnya, sel memori yang diprogram untuk produksi IgE diproduksi.
b) Respon Awal
Setelah pasien yang rentan terkena allergen dan tahap sensitisasi telah
terjadi, selanjutnya terjadi fase atau respon awal. Reaksi ini sebagian besar

18
disebabkan oleh interaksi antara alergen, IgE, dan sel mast sensitif, yang
mengakibatkan degranulasi sel mast. Sel lain yang juga memainkan peran
penting adalah basofil. Akibatnya, mediator respons alergi, termasuk histamin,
dilepaskan bersama dengan berbagai faktor kemotaktik, yang memperkuat dan
mempertahankan respons alergi. Karena mediator tersebut telah berada di sel
mast, sehingga efek inflamasi terjadi dengan cepat. Hanya dalam beberapa
menit telah menyebabkan gejala umum rinitis alergi, termasuk gatal, bersin,
dan hidung tersumbat (Alldredge dkk, 2013).
Aktivasi reseptor histamin H1 yang terdapat di seluruh mukosa hidung
menyebabkan pembengkakan vaskular, hidung tersumbat, stimulasi sekresi
lendir secara langsung, dan peningkatan sekresi kelenjar. Selain itu, stimulasi
sistem saraf parasimpatis menghasilkan sekresi hidung yang dimediasi secara
kolinergis. Akhirnya, stimulasi reseptor saraf tepi menyebabkan refleks gatal
dan bersin (Alldredge dkk, 2013).
c) Respon Akhir
Hingga sepertiga dari pasien dengan rinitis alergi juga mengalami
respon lambat yang berkembang sekitar 8 jam setelah paparan awal dan dapat
bertahan hingga 4 jam. Pada fase ini, sifat peradangan lebih kompleks, dengan
ciri menonjol berupa hidung tersumbat. Banyak sel dan mediator, termasuk
limfosit T, sitokin, eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, dan leukotrien,
memainkan peran penting. Mediator tambahan ini, tertarik melalui
kemotaksis, mempertahankan respons inflamasi. Respons ini juga
dipertahankan melalui paparan terus-menerus terhadap alergen yang
mengganggu (Alldredge dkk, 2013).
II.3.5. Terapi Nonfarmakologi
1. Pemberian kompres ke sinus atau saluran hidung eksternal dan pelembab
selaput lendir dengan air mata buatan atau larutan garam hidung (Alldredge,
2013)
2. Menghindari alergen yang mengganggu itu penting tetapi sulit dilakukan,
terutama untuk alergen abadi. Pertumbuhan jamur dapat dikurangi dengan

19
menjaga kelembaban rumah tangga kurang dari 50% dan menghilangkan
pertumbuhan yang jelas dengan disinfektan (Dipiro, 2017).
3. Pasien yang sensitif terhadap hewan sebaiknya mengeluarkan hewan
peliharaan dari rumah, jika memungkinkan. Mengurangi paparan tungau debu
dengan membungkus seprai dengan penutup yang kedap air (Dipiro, 2017).
4. Langkah-langkah untuk mengatasi kualitas udara yang buruk di rumah
termasuk menghindari karpet dari dinding ke dinding, menggunakan kontro
kelembaban untuk mencegah penumpukan jamur, dan mengendalikan sumber
polusi seperti asap rokok (Dipiro, 2017).
5. Pasien dengan rinitis alergi musiman harus menutup jendela dan
meminimalkan waktu yang dihabiskan di luar ruangan selama musim semi.
Menggunakan masker berfilter bisa dipakai saat berkebun dan memotong
rumput (Dipiro, 2017).
II.3.6. Terapi Farmakologi
1. Dekongestan
Hidung tersumbat merupakan salah satu gejala dari terjadinya rhinitis
alergi, untuk mengatasi atau menghilangkan keluhan tersebut maka digunakan
dekongestan karena dapat mengurangi sumbatan hidung. Sediaan
dekongestan terdapat 2 yaitu sediaan oral dan intranasal, untuk sediaan
dekongestan oral yang paling umum digunakan yaitu pseudoefedrin. Efek
samping dari penggunaan dekongestan oral yaitu berpengaruh pada system
saraf manusia sehingga dapat menyebabkan gugup, sakit kepala, insomnia
selain itu berpengaruh juga pada system kardiovaskuler yaitu dapat
meningkatkan tekanan darah, dapat meningkatkan tekanan intraocular, dan
dapat memperburuk obstruksi kemih. (Gentile,D. 2010). Penggunaan
dekongestan untuk mengatasi keluhan hidung tersumbat pada rhinitis alergi
dikombinasikan dengan golongan obat antihistamin. Obat dekongestan oral
yang digunakan yaitu pseudoefedrin dan phenylephrine dan obat dekongestan
topical yaitu Xylometazoline, Oxymetazoline, dan Naphazoline(Alldredge,
2013)

20
2. Antihistamin
Penggunaan antihistamin digunakan pada rhinitis allergic yang
diindikasikan untuk menghilangkan atau penghindaran allergen,
immunoterapi. dan penggunaan secara khusus dapat meningkatkan dan
menjaga kualitas hidup seperti dalam formulasi oral, tetes matas, dan tetes
hidung. Pengaplikasian penggunaan antihistamin digunakan untuk kondisi
ringan sampai parah dengan kkombinasi obat dengan obat lain seperti
dekongestan.(Kawauchi, et. Al. 2019).
Hidung tersumbat merupakan gejala yang dirasakan akibat paparan dari
allergen seperti debu yang dapat menyebabkan rhinitis alergi sehingga itu
antihistamin diindikasikan untuk penggunaanya dalam pengobatan rhinitis
alergi. Penggunaan antihistamin secara oral dapat memiliki efikasi yang baik
ada beberapa bukti yang menunjukka pemberian antihistamin pada malam hari
dapat menguntungkan pasien dengan tidur yang buruk atau insomnia
(Dipiro,2020).

21
BAB III
SWAMEDIKASI

III.1. Swamedikasi dengan Obat Sintesis


III.1.1 Antitussif
Antitussif adalah obat yang menekan batuk dengan mekanisme sentral.
Adapun obat yang termasuk dalam golongan antitussive adalah dekstrometorphan
dan difenhidramin.
DEXTROMETHORPHAN
Produsen PT. Kimia Farma
Bentuk Sediaan Tablet dan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai  Dewasa: 10-20 mg tiap 4 jam atau 30
mg tiap 6-8 jam maksimal 120
mg/hari.
 Anak: 1 mg/kg bb/hari dalam 3-4
dosis terbagi.
Indikasi Batuk kering tidak produktif.
Efek Samping Psikosis (hiperaktif dan halusinasi) pada
dosis besar, depresi pernapasan pada
dosis besar.
Kontraindikasi Batuk berdahak, penyakit hepar,
gangguan ventilasi.
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas

22
III.1.2 Ekspektoran
Ekspektoran adalah obat yang dapat digunakan ketika kondisi tenggorokan
berdahak atau batuk dengan lendir. Adapun obat yang termasuk dalam golongan
ekspektoran adalah Guaifenesin.
GUAIFENESIN
Produsen Novapharin
Bentuk Sediaan Tablet
Dosis dan Aturan Pakai  Dewasa: Sediaan tablet : 200-400 mg tiap
4 jam. Sebagai tab pelepasan
diperpanjang: 600-1.200 mg 12 jam.
Maks: 2.400 mg setiap hari.
 Anak: 6-12 tahun 100 mg empat kali
sehari. Maks: 400 mg setiap hari. Durasi
pengobatan maksimal: 5 hari; ≥12 tahun
Sama dengan dosis dewasa.
Indikasi Batuk produktif
Efek Samping Hiperurisemia, nyeri perut, diare, mual,
muntah, pusing, dan sakit kepala.
Kontraindikasi Dikonntraindikasikan untuk anak dibawah 6
tahun dan hipersensitivitas terhadap
Guaifenesin.
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas

23
III.I.3 Obat Dekongestan
Dekongestan merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi hidung
tersumbat, hidung berair dengan bekerja di reseptor alfa-adrenergik. Contoh obat
yang digunakan yaitu oxymetazoline, pseudoephedrine, xylomethazoline.
1. Iliadin 0,05%®
Produsen PT. Merck Tbk., Jakarta
Bentuk sediaan Nasal drops dan nasal spray
Dosis dan Aturan Pakai Anak 2-6 tahun 2-3 tetes (2 kali sehari)
Dewasa dan anak-anak > 6 tahun 2-3 semprot ( 2
kali sehari)
Indikasi Meringankan hidung tersumbat karena rhinitis,
rhinitis alergi
Efek samping Rasa panas, rasa kering pada mukosa hidung,
bersin, pusing, insomnia, dan palipitasi
Kontraindikasi Hipersensitivitas, hipertensi, hipertiroid,
kelainan kelenjar prostat, DM, Inflamasi mukosa
dan kulit hidung
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


2. Afrin 0,05%®
Produsen Bayer, Indonesia
Bentuk sediaan Nasal spray dan nasal drops
Dosis dan Aturan Pakai Semprot hidung :Dewasa dan anak-anak > 6
tahun 2-3 semprot ( 2 kali sehari)

24
Tetes hidung : 2-3 tetes (2 kali sehari)
Indikasi Pengobatan hidung tersumbat
Efek samping Rasa terbakar, iritasi local, mual, sakit kepala,
mukosa hidug kering,
Kontraindikasi Hipersensitif, hipertiroidisme, hipertensi,
penyakit jantung, dan anak-anak < 6 tahun
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


3. Disudrin®
Produsen Medifarma
Bentuk sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai Sirup
Anak-anak 6-12 tahun 1 sdt ( 3 kali sehari)
Anak-anak 2-6 tahun 1/2 sdt (3 kali sehari)
Indikasi Meringankan bersin dan hidung tersumbat yang
disebabkan oleh pilek
Efek samping Mengantuk, gangguan pencernaan, sakit kepala,
insomnia, eksitasi, tremor, takikardia, aritmia,
mulut kering, palpitasi, dan sulit berkemih
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap komponen obat ini,
hipertensi berat, mendapatkan terapi
antidepresan tipe MAIO

25
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


4. Otrivin 0,1%
Produsen Novartis Indonesia
Bentuk sediaan Nasal drops
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa dan anak > 12 tahun 2-3 tetes atau 1
semprotan pada tiap rongga hidun (3 kali sehari)
Anak-anak > 2 tahun 2-3 tetes pada tiap rongga
hidung (1-2 kali sehari)
Jangan diberikan anak-anak< 2 tahun
Indikasi Meringankan gejala hidung tersumbat karena
pilek, rhinitis alergi, sinusitis. Membantu
mengeringkan sekresi pada peradangan
paranasal sinus
Efek samping Rasa panas, iritasi, mual, sakit kepala,
kekeringan pada mukosa nasal
Kontraindikasi Glaukoma, pasien dengan trans-sfenoidal
hipofisektomi atau yang menajalani operasi
Bentuk Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


5. Erlavin®

26
Produsen PT. Erela
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa dan anak-anak > 12 tahun 1 tetes tiap
rongga hidung (3 kali sehari)
Indikasi Meringankan hidung tersumbat
Efek samping Rasa panas, bersin, insomnia, hipertensi
Kontraindikasi Rhinitis kering,glaucoma, operasi trans nasal
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas

III.I.4 Obat Antihistamin


Obat antihistamin digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi gejala
gejala hidung berair dan yang disebabkan oleh karena adanya sekresi kelenjar lender
yang berlebih sehingga menimbulkan gejala hidung tersumbat. Obat yang digunakan
yaitu chlorfeniramin maleat,
1. Dehista®
Produsen Berlico Mulia Farma
Bentuk sediaan Tablet
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa : 1 tablet
Anak-anak; ¼ tablet
Anak-anak 6-12 tahun: ½ tablet
Dengan 3-4 kali sehari
Indikasi Meredakan gejala rhinitis
Efek samping Mengantuk, mulut kering, pandangan kabur
Kontraindikasi -

27
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


2. Orphen®
Produsen Solas
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa : 1 kapsul (3-4 kali sehari)
Anak-anak 6-12 tahun ½ kapsul ( 3-4 kali sehari)
Indikasi Mengatasi rhinitis alergi dan alergi lainnya
Efek samping Sedasi,, gangguan GI, efek antimuskarinik,
hipotensi, kelemahan otot, sakit kepala
Kontraindikasi Infeksi saluran napas bagian bawah, bayi
premature atau bayi baru lahir
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas

28
III.I.5 Analgesik-Antipiretik
Analgesik dan antipiretik digunakan untuk menurunkan demam selain itu
dapat digunakan juga untuk mengatasi nyeri . Obat yang digunakan yaitu
paracetamol, ibu profen.
1. Naprex®
Produsen Medifarma/ Pediatrica
Bentuk Sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai Anak 6-12 tahun 5-10 ml diberikan 3-4 kali
sehari
Indikasi Untuk menurunkan demam dan mengurangi rasa
nyeri
Efek samping Reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati
Kontraindikasi Gangguan fungsi hati berat
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas


2. PARASETAMOL
Produsen Kimia Farma
Bentuk sediaan Tablet
Dosis dan Aturan Pakai 0,5 gram ( 500 mg setiap 4-6 jam sekali)
Maks 4 g sehari
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, demam
Efek samping Ruam kulit yang berasa gatal, sakit tenggerokan,
nyeri punggung, tubuh terasa lemah
Kontraindikasi Hipersensitivitas, penyakit hepar atau gangguan
hati

29
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas


3. SANMOL®
Produsen Sanbe
Bentuk sediaan Tablet
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa 1-2 tablet
Anak-anak ½-1 tablet
Diberikan 3-4 kali sehari
Indikasi Meredakan nyeri termasuk sakit kepala, sakit
gigi, demam disertai flu dan setelah imunisasi
Efek samping Reaksi hematologi, rekasi kulit dan reaksi alergi
lainnya
Kontraindikasi Disfungsi hati dan ginjal
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas

III.I. VI Obat-Obat Kombinasi


1. DECOLGEN®
Komposisi Paracetamol 400 mg, Phenylpropolamine 12,5
mg, CTM 1 mg
Produsen Medifarma
Bentuk sediaan Tablet

30
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa : 1 tablet
Anak-anak 6-12 tahun ½ tablet
Diberikan 3-4 kali sehari
Indikasi Untuk meredakan gejala flu seperti sakit kepala,
demam, bersin-bersin dan hidung tersumbat
Efek samping Mengantuk, pusing, mulut kering, kejang
epiloptiformis, ruam kulit
Kontraindikasi Hipertiroidisme, hipertensi, penyakit jantung,
terapi MAIO, nefropati
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


2. MIXAGRIP®
Komposisi Paracetamo 500 mg, CTM 2 mg,
Phenylpropanolamine HCl 25 mg
Produsen PT. Dancos Farma
Bentuk sediaan Kapsul
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa : 1-2 kapsul
Anak-anak ½ - 1 kapsul
Diberikan 3-4 kali sehari
Indikasi Pilek, flu, demam, nyeri
Efek samping Mengantuk, pusing, mulut kering, serangan
seperti epilepsy, ruam kulit
Kontraindikasi Hipertiroid, hipertensi, penyakit coroner,
nefropati, terapi MAIO

31
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


3. Bodrexin®
Komposisi Per 5 ml Pseudoephedrine HCl 7,5 mg, CTM
0,5 mg
Produsen Tempo Scan Pacific
Bentuk sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai Anak-anak 2-5 tahun : 1 cth (3 kali sehari)
Anak-anak 6-12 tahun : 2 cth (3 kali sehari)
Indikasi Meringankan pilek, bersin, dan hidung tersumbat
Efek samping Takikardia, aritmia, mulut kering, insomnia,
mengantuk, gangguan pencernaan, gangguan
psikomotor, sakit kepala, hipertiroid, eksitasi,
tremor
Kontraindikasi Hipertensi, penderita hipesensitif terhadap
komponen obat ini
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


4. Procold®
Komposisi Paracetamol 500 mg, Pseudoephedrine HCl 30
mg, CTM 2 mg
Produsen Kalbe Farma

32
Bentuk sediaan Kaplet
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa : 1 kaps
Anak-anak 6-12 tahun ½ kaps
Diberikan 3-4 kali sehari
Indikasi Meringankan gejala flu seperti demam, sakit
kepala, hidung tersumbat, dan bersin-bersin
Efek samping Mengantuk, Gangguan GI, takikardia, mulut
kering, palpitasi, retensi urin, kerusakan hati
Kontraindikasi Terapi MAIO, geriatric
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


5. Panadol®
Komposisi Paracetamol 500 mg, Pseudoephedrin HCl 30
mg, Dextrometorphan HBr 15 mg
Produsen PT. Glaxo Smith Kline
Bentuk sediaan Tablet
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa : 1 kapsul tiap 4-6 jam. Maks 8 kaps
Tidak untuk anak-anak
Indikasi Meredakan gejala hidung tersumbat, batuk tidak
berdahak, demam, influenza
Efek samping Mengantuk, pusing, mulut kering, kejang
epiloptiformis, ruam kulit, dyspepsia
Kontraindikasi Hipertiroidisme, hipertensi, penyakit jantung,
terapi MAIO, nefropati
Gambar Sediaan

33
Golongan Obat Obat Bebas Terbatas
6. WOODS EXPECTORANT®

Komposisi Per 5 mL : Bromhexine HCl 4 mg, guaifenesin


100 mg
Produsen PT. Kalbe Farma
Bentuk Sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai  Anak 6-12 tahun: 5ml 3x sehari
 Dewasa dan anak di atas 12 tahun:
10ml 3x sehari
Indikasi Meredakan gejala Batuk produktif/berdahak,
Bronkhitis atau Emfisema
Efek Samping Kadang-kadang timbul berupa gangguan saluran
pencernaan.
Kontraindikasi Hipersenitivitas
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


7. WOODS ANTITUSSIVE®
Komposisi Dextrometorphan HBr 7,5 mg, Dipenhydramin
HCl 12,5 mg

Produsen PT. Kalbe Farma


Bentuk Sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai  Dewasa dan anak >12 tahun 10 ml 3 kali

34
sehari

 Anak 6-12 tahun 5 ml 3 kali sehari


Indikasi Obat Batuk tidak berdahak
Efek Samping Mual, Pusing, Mengantuk dan Konstipasi
Kontraindikasi Hipersensitif
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


8. BENACOL®
Komposisi Per 5 mL : Diphenhydramine HCl 12.5 mg,
Ammon Cl 100 mg, K guaiacolsulfonate 30 mg,
Menthol 1 mg, Ethanol 4%
Produsen Dankos Farma
Bentuk Sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa : 3 x sehari 2 sendok takar 5 mL ;
Anak : 3 x sehari 1 sendok takar 5 mL
Indikasi Batuk produktif disertai gejala2 Alergi (hidung
tersumbat, gatal2 pada hidung atau mata, mata
berair).
Efek Samping Gangguan GI, anoreksia atau nafsu makan
meningkat, mengantuk, penglihatan kabur,
kesulitan miksi, mulut kering, dada terasa sesak,
sakit kepala.

Kontraindikasi Bayi prematur atau neonatus, serangan asma


akut.

Gambar Sediaan

35
Golongan Obat Obat Bebas Terbatas
9. NEOZEP®
Komposisi Phenylpropanolamine HCl 15 mg, Paracetamol
250 mg, Salicylamide 150 mg,
Chlorpheniramine maleate 2 mg
Produsen Darya Varia
Bentuk Sediaan Tablet
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa: 3-4 x sehari 1 tablet Anak usia 6-12
tahun: 3-4 x sehari setengah tablet.
Obat diminum sesudah makan
Indikasi Mengobati gejala flu, seperti: hidung tersumbat,
demam, pusing, dan bersin-bersin.
Efek Samping Mengantuk, sakit kepala, tremor, mulut kering,
berkeringat
Kontraindikasi Hipersensitif
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


10. BISOLVON COUGH & FLU®
Komposisi Bromhexine HCl 4mg, fenilefrin HCl 5mg,
parasetamol 150mg, ctm 2mg
Produsen Boehringer ingelheim
Bentuk Sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai  Dewasa dan anak >12 tahun : 3 kali sehari 10

36
mL
 Anak 6-12 tahun : 3 kali sehari 5 mL.
Sesudah makan
Indikasi Untuk meringankan gejala flu seperti demam,
sakit kepala, hidung tersumbat dan bersin-bersin,
yang disertai batuk.
Efek Samping Gangguan pencernaan, sakit kepala, insomnia,
alergi, takikardi, aritmia ventrikuler, mulut
kering, palpitasi.
Kontraindikasi Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi jantung,
Diabetes Melitus.

Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


11. IKADRYL®
Komposisi Per 5 mL mengandung diphenhidramin HCl 12,5
mg, amonium klorida 125 mg, Na sitrat 50 mg,
menthol 1 mg.
Produsen PT. Ikapharmindo Putramas
Bentuk Sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa dan anak: 1-2 sendok teh tiap 4 jam
Indikasi Batuk yang berhubungan dengan selesma, flu,
dan iritasi pada pernapasan lain, serta bronkitis
alergi
Efek Samping Gangguan gastrointestinal, anoreksia atau
peningkatan nafsu makan, penglihatan kabur,
gangguan buang air kecil (BAK), mulut kering

37
dada terasa terikat, hipotensi, lemas otot, sakit
kepala, serangan epilepsy
Kontraindikasi Neonatus atau bayi prematur, serangan asma
akut

Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


12. ANADEX®
Komposisi 500mg paracetamol, 15mg dextromethorphan
HBr, 1mg chlorpheniramine maleat, 15mg
phenylpropanolamine HCl
Produsen Interbat
Bentuk Sediaan Tablet
Dosis dan Aturan Pakai Dewasa: 3-4 kali sehari 1 tablet
Indikasi Flu, batuk, demam, nyeri dan selesma
Efek Samping Mengantuk, mulut kering, pusing, ruam kulit,
serangan seperti epilepsi pada pemberian dosis
tinggi.
Kontraindikasi Pasien penyakit jantung, diabetes mellitus,
glaukoma, gangguan fungsi hati dan ginjal, ibu
hamil dan anak
Gambar Sediaan

38
Golongan Obat Obat Bebas Terbatas
13. ALLERIN® EXPECTORANT
Komposisi Gliserilguaiakolat 50 mg, Na-sitrat 180 mg,
Difenhidramin HCI 12,5 mg, Pseudoefedrin 15
mg
Produsen Darya-Varia
Bentuk Sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai  Dewasa 1½-2 sdt 3-4 kali per hari
 Anak 7-12 thn 1-1½ sdt 3-4 kali per hari
 Anak 2-6 thn ½-1 sdt 3-4 x per hari Bayi ¼-½
sdt 3-4 x perhari
Indikasi Batuk berdahak karena adanya iritasi, alergi &
batuk spasmodik.
Efek Samping Mengantuk, pusing, mulut kering, kejang
epileptiform (dosis tinggi).
Kontraindikasi Hipertiroidisme, hipertensi, jangan dipakai
bersama MAOI

Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


14. CONTREX®
Komposisi Paracetamol 500 mg, pseudoephedrine HCl 30
mg, chlorpheniramine maleate 2 mg.
Produsen Supra Febrindo
Bentuk Sediaan Tablet

39
Dosis dan Aturan Pakai  Dewasa : 3-4 kali sehari 1 tablet.
 Anak-anak (6-12 tahun) : 3-4 kali sehari 1/2
tablet
Indikasi Mengatasi gejala flu dan masuk angin
Efek Samping Mengantuk, pusing, mulut kering.
Kontraindikasi Hipertensi, hipertiroidisme, penyakit jantung,
MAOI, Nefropati

Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas


15. FEBRINEX®
Komposisi Paracetamol 130 m, dexchlorpheniramin maleat
1 mg, sulfaguaikol 20 mg
Produsen Phapros
Bentuk Sediaan Sirup
Dosis dan Aturan Pakai  Anak < 2 th 3-4 x sehari 2.5ml
 Anak 2-4 th 3-4 x sehari 5ml
 Anak 4-7 th 3-4 x sehari 10ml
Indikasi Mengobati flu yang disertai dengan gejala-gejala
demam, sakit kepala, batuk, pilek dan alergi
Efek Samping Rasa kantuk, pusing, mulut kering, ruam kulit,
reaksi hematologi, serangan seperti epilepsi
(dosis besar).

Kontraindikasi Hipersenitif
Gambar Sediaan

40
Golongan Obat Obat Bebas Terbatas
16. PARATUSIN®
Komposisi Tiap tablet mengandung Paracetamol 500mg,
guafinesin 50 mg, noscapine 10 mg,
phenylpropanolamin HCl 15mg, ctm 2 mg
Produsen Darya-Varia
Bentuk Sediaan Tablet
Dosis dan Aturan Pakai  Dewasa dan > 12 th : 3 x sehari 1 tablet
 Anak 6-12 th : 3 x sehari 1/2 tablet
Indikasi Untuk meringankan gejala flu seperti demam,
sakit kepala, hidung tersumbat dan bersin bersin
disertai batuk.
Efek Samping Mengantuk, ganguan pencernaan, insomnia,
gelisah, eksitasi,tremor, takikardi,aritmia, mulut
kering, sulit berkemih, penggunaan dosis besar
dan jangka panjang menyebabkan kerusakan
hati.
Kontraindikasi Penderita dengan gangguan fungsi hati yang
berat , penderita yang hipersensitif terhadap
komponen obat ini.
Gambar Sediaan

41
Golongan Obat Obat Bebas Terbatas
17. DEMACOLIN®
Komposisi Tiap tablet mengandung : Parasetamol 500 mg,
Pseudoefedrin HCl 7,5 mg, Klorfeniramin
Maleat 2 mg.
Produsen PT. Coronet Crown
Bentuk Sediaan Tablet
Dosis dan Aturan Pakai  Dewasa : 1 tablet 3 kali sehari
 Anak 6-12 tahun : 1/2 tablet 3 kali sehari
Indikasi Untuk meringankan gejala flu seperti demam,
sakit kepala, hidung tersumbat dan bersin-bersin.
Efek Samping Mengantuk, gangguan perncernaan, insomnia,
gelisah, eksitasi, tremor, takikardi, aritmia
ventrikuler, mulut kering, palpitasi, sulit
berkemih. Penggunaan jangka panjang
menyebabkan kerusakan hati.
Kontraindikasi Gangguan fungsi hati dan ginjal, glaukoma,
hipertrofi prostat, hipertiroid, gangguan jantung,
diabetes melitus, tidak dianjurkan untuk anak
dibawah 2 tahun, wanita hamil dan menyusui
hipersensitif terhadap komponen obat ini
Gambar Sediaan

Golongan Obat Obat Bebas Terbatas

42
III.2. Swamedikasi dengan Obat-Obat Herbal
1. Jahe Merah (Zingiber officinalle Roscoe)

a) Klasifikasi Jahe Merah (Zingiber officinalle Roscoe)


Kingdom : Planta
Subkingom : Tracheobionta
Supervisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta/Pteridophyyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida-Monocotyledoneae
Subkelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Suku/Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber P. Mill.
Spesies : Zingiber officinale
(Badan POM RI, 2011).
b) Kandungan

43
Gingerol sebagai antiinflamasi, untuk meredakan demam dan batuk
c) Cara Pembuatan
Jahe merah yaitu rimpang jahe merah yang segar, yaitu sebanyak 30
gram dicuci bersih, lalu dikupas rimpang jahe merah tersebut lalu di rebus
dengan menggunakan air bersih 130 ml. Setelah air ramuan tersebut
mendidih biarkan saja sampai airnya sedikit berkurang. Setelah di rasa
cukup maka angkatlah dan biarkan dingin kemudian saring dan ambil
airnya untuk di minum (kementerian kesehatan republik indonesia, 2017).
d) Aturan Pemakaian :
Sebagai obat selesma dengan dosis 3x1 sendok teh minimal selama 3
hari (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/2017).
2. Bawang Putih (Allium sativum)

a) Kandungan
Minyak atsiri, saponin, flavonoid, polifenol, kalium, kaltivine
diallysilfide. Kandungan sulfur yang terkandung dalam bawang putih
dapat meningkatkan dan mempercepat kegiatan membrane mukosa di
saluran pernafasan, yang mampu melegakan hidung tersumbat dan
mengeluarkan lender.
b) Cara Pembuatan
Kupas bawang putihnya, selanjutnya seduh bahan-bahan tersebut,
tutup selama 15 menit kemudian airnya diminum
c) Aturan Pemakaian :
Diminum selagi hangat, diminum 3x seharo
3. Jahe (Zingiber officinale)

44
a) Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Viridiplantae
Divisi : Tracheophyta
Sub Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber Mill
Spesies : Zingiber officinale
b) Kandungan fitokimia
Khasiat ini disebabkan oleh kandungan minyak atsiri dengan senyawa
kimia dalam jahe. Jahe sangat efektif untuk mencegah atau menyembuhkan
berbagai penyakit karena mengandung gingerol dan oleoresin yang bersifat
antiinflamasi dan antioksidan yang sangat kuat (Aryanta, 2019).
c) Indikasi
Sebagai bahan obat herbal, jahe memiliki khasiat untuk mencegah dan
mengobati berbagai penyakit, Salah satunya flu (Aryanta, 2019).
d) Cara pembuatan
Jahe dan temulawak dimemarkan. Sementara pegagan dan gula merah
dipotong kecil-kecil. . Semua bahan dicampur kemudian direbus sampai
mendidih selama 10-15 menit. . Ramuan diminum hangat-hangat 1-2 gelas
sekali per hari

45
4. Daun Selasih (Ocimum basilicum forma violaceum Back)

a) Klasifikasi Tanaman
Kingdom :Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Amaranthaceae
Suku :Lamiaciae(Labiatae)
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimum basilicum forma violaceum Back
(Backer & van den Brink, 1965)
b) Kandungan fitokimia
Daun selasih mempunyai senyawa yaitu asam fenolat yang berguna
untuk antioksidan untuk pencegahan anti virus. makanan dan minum.
Selasih mempunyai multi khasiat yaitu asam fenolat yang bersifat untuk anti
kanker, anti bakteri dan virus digunakan untuk mengobati flu (Karlina,
2019)
c) Cara pembuatan
Ekstrak di buat dengan cara meremas daun selasih sebanyak 6 gram
didalam mangkuk yang telah berisi air mineral sebanyak 220 ml untuk
memecahkan dinding sel agar zat hijau daunnya keluar kemuudian
tambahkan irisan bawang putih lalu dibalurkan (Karlina, 2019).
5. Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var. laurentii)

46
a) Klasifikasi tumbuhan
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Sphermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Agavaceae
Genus : Sansevieria
Spesies : Sansevieria trifasciata var. laurentii
(Pramono, 2008; Dewatisari, 2014)
b) Kandungan fitokimia
Selain mengandung berbagai asam amino dan vitamin C lidah mertua
juga mempunyai kandungan alkaloids, carotenoids, flavonoids, flavones,
phytates, saponins, dan tannins lain yang mempunyai kemampuan sebagai
antioksidan. Saponin dapat menurunkan kolestrol, mempunyai sifat sebagai
antioksidan, antivirus, dan anti karsinogenik dan manipulator fermentasi
rumen (Balqis, 2018).
c) Cara pembuatan
Sebagai obat untuk mengurangi influenza dan batuk, dengan cara
merebus 15-30 g daun lidah mertua yang sudah dicuci bersih, dengan air.
Air rebusan disaring lalu dapat diminum 2 kali sehari masing – masing satu
gelas (Aseptianova, 2019)
6. Daun Kelor (Moringa oleifera L. )

47
a) Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Brassicales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera L.
b) Kandungan fitokimia
Daun kelor mengandung antioksidan dan berbagai jenis vitamin, yaitu
vitamin A, B, B1, B2, B3, B5, B6, B12, C, D, E, K, folat (asam folat) dan
biotin. Daun kelor mengandung asam esensial, meliputi antara lain leusin,
isoleusin lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin. Terdapat
asam amino non-esensial pada daun kelor, yaitu asam aspartat, sistin,
glutamin, glycine, alanin, arginine, histidine, proline, serine dan tyrosine.
Daun kelor diketahui kaya akan mineral, seperti kalsium, kromium,
tembaga, fluorin, besi, mangan, magnesium, molybdenum, fosfor, kalium,
natrium, selenium, sulfur, dan seng. Analisis fitokimia ekstrak tanaman
kelor mengungkapkan adanya kandungan senyawa flavonoid dan polifenol
lain yang diketahui memiliki aktivitas inflamasi (Hakim, 2015).
c) Cara Pembuatan

48
Daun kelor yang direbus dan dijadikan teh bermanfaat dalam
penyembuhan rhinitis, Daun kelor dipercaya dapat meningkatkan fungsi
paru-paru pada orang dewasa jika dikonsumsi rutin selama 3 minggu.
7. Jintan Hitam (Nigella sativa)

a) Klasifikasi tumbuhan
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi :Spermatophyta
Divisi :Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Magnolidae
Ordo : Ranunculales
Genus : Nigella
Spesies : Nigella sativa (Heyne, 1987)
b) Kandungan Fitokimia
Kandungan nigellone dalam jintan hitam dapat menurunkan kadar IgE dan
hitungan eosinofil. Timokuinon dan nigelone dalam jintan hitam dapat
mencegah pelepasan histamin dari makrofag. Pemberian terapi semprot
hidung dengan Minyak Biji Jintan Hitam juga memberikan perbaikan waktu
transport mukosilliar hidung pada penelitian ini. Kandungan Jintan hitam
terhadap imunoterapi secara signifikan meningkatkan proses fagositosis dan
aktivitas PMN intraseluler pada pasien dengan rinitis alergi. Jintan hitam juga
menghambat COX dan 5-lipoksigenase jalur metabolisme asam arakidonat
dan menurunkan sintesis tromboksan dan leukotrin dikarenakan leukotrin
adalah mediator kuat yang dalam penyakit alergi termasuk histamin pada

49
rinitis alergi yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas langsung, sehingga
temuan di atas dapat menjelaskan mekanisme Jintan Hitam dalam mengobati
alergi ( Amanulloh dan Krisdayanti, 2019).
c) Aturan Pakai
Terapi topikal berupa Minyak Biji Jintan Hitam dilakukan selama 14 hari.
Terapi yang dilakukan berupa semprot hidung sebanyak 3 kali dalam satu
hari. Pada setiap lubang hidung disemprot sebanyak 2 kali pada pagi hari, 2
kali pada siang hari dan 2 kali pada malam hari (Diyanah, 2019).
8. Bawang Merah (Allium cepa L.)

a) Klasifikasi Bawang Merah (Allium cepa L.)


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Liliales
Family : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa L.
b) Kandungan
Flavonglikosida dan sulfur. Minyak esensial pada bawang merah dapat
mengobati batuk dan influenza.
c) Cara Pembuatan
1 gelas bawang merah cincang direndam dalam 1 gelas madu selama 3
jam, lalu disaring. Air saringannya diminum
d) Aturan Pemakaian :
Diminum 3x sehari

50
9. Rimpang Kunyit (Curcuma Longa L.)

a) Klasifikasi Rimpang Kunyit ( Curcuma Longa L.) (Winarto, 2004).


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val
b) Kandungan
Kunyit mengandung senyawa berkhasiat obat, kurkuminoid yang
terdiri dari bisdesmetoksikurkumin, desmetoksikumin, kurkumin dan zat-zat
bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari keton,
sesquiterpen, turmeron, tumeon, borneol, felandren, sabinen, zingiberen dan
sineil. Kunyit juga mengandung lemak, karbohidrat, protein, pati, vitamin c
serta garam-garam mineral.
c) Cara Pembuatan
Cuci bersih kunyit yang masih segar, kemudian kupas kulitnya. Parut
atau blender dengan sedikit air, kemudian peras airnya hingga benar-benar
habis. Didihkan air, kemudian rebus air perasan kunyit.
d) Aturan Pemakaian
Diminum 3 x sehari
III.2.1.2 Sediaan Herbal Selesma
1. Sinuris®
Komposisi Hedyotis corimbosa herba (Rumput Mutiara),

51
Curcuma domestica rhizoma (Kunyit),
Plantago major folium (Daun Sendok),
Andrographis paniculata herba (Sambiloto),
Curcuma xanthoriza rhizoma (Temulawak)
Bentuk Sediaan Kapsul
Dosis dan Aturan Pakai Direkomendasikan untuk diminum 3x2 kapsul
sehari sesudah makan
Indikasi Membantu meredakan gejala selesma
Gambar Sediaan

Golongan Obat Herbal Jamu


2. Herba Alami Selesma®
Komposisi Daun sembung (Blumeae Folium), Pegagang
(Centellae Herba,buang mungsi (Coptici
Fructus), Temulawak (Curcuma Rhizoma),
Kencur (Kaempferiae Rhizoma) dan jahe
(Zingiberis Rhizomas)
Bentuk Sediaan Cair
Dosis dan Aturan Pakai Diminum setiap 2 kali 1 bungkus, bila perlu
diminum 3 kali sehari 1 bungkus
Indikasi Mengobat salesma dengan gejala seperti badan
merasa panas ,batuk, pilek, mual hidung
pengar.

52
Gambar Sediaan

Golongan Obat Herbal Jamu


3. Keloreena ®
Komposisi Ekstrak daun kelor
Bentuk Sediaan Kapsul
Dosis dan Aturan Pakai Anak - anak : 1 kapsul 2x sehari (sesudah
makan)
Dewasa : 2x kapsul 2x sehari (sesudah makan)
Aman dikonsumsi wanita hamil & ibu
menyusui.
Indikasi Rhinitis
Gambar Sediaan

4. Habbasyifa®

Komposisi Minyak Habbatussauda (Nigella Sativa) 100%


Bentuk Sediaan Cair
Dosis dan Aturan Pakai Kesehatan dan stamina : 1 x 2 kapsul / hari
Penyakit Ringan : 2 x 2 kapsul / hari
Penyakit Kronis : 2 x 3 kapsul / hari
Anak-anak : 1 x 1 kapsul / hari
Untuk pengobatan ambillah secangkir air

53
hangat, satu sendok madu dan setengah
sendok teh minyak atau ekstrak
habbatussauda. Campurkan dan minum di
pagi hari sebelum sarapan dan setelah makan
malam. Selama pengobatan, hindari makanan
dingin dan pemicu alergi (Ismaya, 2014).
Indikasi Rhinitis
Gambar Sediaan

5. Ace Max®

Komposisi 35% Garcinia mangostana (kulit buah


manggis), 35% Annona muricata(daun
sirsak), 20% Malus domestica (buah apel) dan
10% Mel departum (madu).

Bentuk Sediaan Cair


Dosis dan Aturan Pakai 1-2 kali sehari

Indikasi Mengobati alergi rhinitis


Gambar Sediaan

54
6. Jamu Jaga®

Komposisi Eucalypti fructus (merica bolong), Piperis


nigri fructus (lada hitam), Amomi fructus
(buah kapulago), Phyllanthi herba (Meniran),
Zingiberis Rhizoma (jahe).

Bentuk Sediaan Bungkus


Dosis dan Aturan Pakai Sebungkus diseduh dengan ½ gelas (100) ml
air matang panas. 2 x sehari 1 bungkus pagi
dan sore hari.

Indikasi Membantu meredakan pilek karena masuk


angin yang disertai demam, meriang dan sakit
kepala
Gambar Sediaan

55
BAB IV
PEMBAHASAN
Swamedikasi adalah tindakan mengobati segala keluhan ringan pada diri
sendiri dengan obat-obat sederhana yang dibeli bebas di apotek atau toko obat,
atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter, tetapi dengan tetap melalui bantuan dari
apoteker. Salah satu penyakit yang umum dan banyak diswamedikasi oleh
masyarakat adalah selesma, influenza dan rhinitis alergi.
Selesma dan influenza merupakan penyakit pernapasan akut yang
disebabkan oleh virus, Selesma disebabkan terutama oleh rhinovirus, sedangkan
influenza disebabkan oleh virus influenza tipe A atau B dan biasanya dapat
menular. Sedangkan rhinitis alergi merupakan rhinitis kronis dengan peradangan
yang disebabkan sensitifitas seseorang terhadap allergen seperti serbuk sari atau
debu. Swamedikasi pada pasien yang mengalami penyakit tersebut dapat
dilakukan menggunakan obat herbal dan obat sintesis seperti uraian di Bab
sebelumnya.
Obat sintesis yang umum digunakan sebagai terapi farmakologi
diantaranya adalah antitusif; dekstrometorfan dan difenhidramin, Ekspektoran ;
Guafenesin, Mukolitik ; Bromheksin, Ambroxol, acetylcysteine, Dekongestan :
Pseudoefedrin, oksimetazolin, Antihistamin : Chorpheniramine maleat,
Analgetik&Antipiretik : Paracetamol ataupun kombinasi antara obat-obat tersebut
menyesuaikan dengan gejala dan keluhan dari pasien. Diantara obat-obat sintesis
yang ada, meskipun sesuai untuk terapi kondisi pasien, akan tetapi tidak semua
obat tersebut dapat diswamedikasikan kepada pasien, hanya golongan obat bebas,
bebas terbatas dan obat yang termasuk dalam obat wajib apotek (OWA) dengan

56
jumlah yang terbatas sesuai peraturan, sedangkan golongan obat keras tidak dapat
digunakan untuk swamedikasi.
Selesma, influenza dan rhinitis alergi memiliki gejala yang hampir sama,
baik berupaa bersin, hidung tersumbat, demam, batuk, gatal tenggorokan dan
sebagainya. Dalam praktek swamedikasi, apoteker harus bisa merekomendasikan
obat swamedikasi yang sesuai dengan kondisi pasien. Untuk menangani batuk
pada pasien, dapat digunakan obat antitusif untuk menekan batuk nonproduktif
secara sentral, sedangkan untuk pasien dengan batuk produktif digunakan obat-
obat ekspektoran ataupun mukolitik. Untuk menangani gejala hidung tersumbat
dapat digunakan obat dekongestan. Untuk menangani rasa gatal pada tenggorokan
digunakan antihistamin, sedangkan demam pasien dapat ditangani dengan
memberikan analgetik antipiretik. Atau kombinasi beberapa golongan obat untuk
gejala yang lebih dari satu.
Beberapa sediaan yang digunakan untuk mengobati selesma, yaitu
parasetamol, chlorpeniramine maleat, ikadryl®, anadex® dan lain-lain. Untuk
influenza digunakan parasetamol, chlorpeniramine maleat, paratusin, demacolin, -
procold®, decolgen®, panadol®, mixagrip® dan lain-lain. sedangkan untuk rhinitis
alergi digunakan erlavin®, otrapin 0,1%®, chlorpeniramine malea, bodrexin pilek
dan alergi®, neozep® dan lain-lain.
Selain menggunakan obat-obat sintesis tersebut, pasien juga biasanya
melakukan swamedikasi menggunakan obat-obat herbal baik dengan
memanfaatkan tanaman yang ada dilingkungan sekitarnya atau menggunakan
sediaan obat tradisional yang beredar di apotek, baik jamu, obat herbal terstandar
ataupun fitofarmaka.
Untuk pengobatan influenza dan selesma , tanaman yang bisa digunakan
yaitu bagian bawang merah, bagian bawang putih dan jahe. Cara pengolahannya
pun sangat sederhana, hanya dengan cara diseduh. kemudian hasil seduhannya
dikonsumsi. Kandungan senyawa yang terdapat dalam bawang merah yaitu
flavonglikosida dan sulfur, pada bawang merah berupa minyak essensial,
sedangkan pada bawang putih adalah minyak atsiri, saponin, flavonoid, polifenol,
kalium, kaltivine diallysilfide. Minyak Esensial pada bawang merah secara

57
empiris dapat mengobati batuk dan salesma. Kandungan sulfur dalam bawang
putih dapat meningkatkan dan mempercepat kegiatan membrane mukosa di
saluran pernafasan, yaitu mampu melegakan hidung tersumbat dan mengeluarkan
lendir. Untuk aturan pakainya bisa diminum selagi hangat diminum 3x sehari.
Tanaman lain yang biasa digunakan adalah jahe merah. Kandungan
Gingerol yang terdapat didalamnya digunakan sebagai antiinflamasi, untuk
meredakan demam dan batuk. Cara pengolahannya dengan cara didihkan dengan
sejumlah air, kemudian diminum setelah dingin. Aturan minumnya sebagai obat
selesma adalah 3x1 sendok teh minimal selama 3 hari.
Tanaman-tanaman herbal lainnya yang dapat digunakan untuk terapi,
diantaranya adalah Daun kelor (Moringa oleifera L.), Jintan hitam (Nigella
sativa), Daun Selasih (Ocimum basilicum forma violaceum Back), Lidah mertua
(Sansevieria trifasciata var. Laurentii) ataupun rimpang kunyit (Curcuma Longa
L.). Tanaman-tanaman tersebut memiliki indikasi dan cara pengolahan sesuai
senyawa yang akan digunakan sebagai terapi selesma, influenza dan rhinitis ini.
Selain tanaman, beberapa sediaan obat tradisional juga sering digunakan.
Salah satu sediaannya adalah sinuris. Sinuris merupakan racikan herbal untuk
sinusitis yang bermanfaat untuk meredakan gejala salesma, membantu mengatasi
gejala penyakit sinusitis (peradangan jaringan yang melapisi sinus). Komposisi
dari sinuris yaitu Hedyotis corimbosa herba (Rumput Mutiara), Curcuma
domestica rhizoma (Kunyit), Plantago major folium (Daun Sendok),
Andrographis paniculata herba (Sambiloto), Curcuma xanthoriza rhizoma
(Temulawak) dengan aturan pakai yang direkomendasikan yaitu diminum 2x 3
sehari sesudah makan. Selain itu, sediaan herbal lain adalah jamu selesma yang
diindikasi untuk mengobati salesma dengan gejala seperti demam, batuk, pilek,
mual hidung pengar. Komposisinya terdiri dari daun sembung (Blumeae Folium),
Pegagang (Centellae Herba,buang mungsi (Coptici Fructus), Temulawak
(Curcuma Rhizoma), Kencur (Kaempferiae Rhizoma) dan jahe (Zingiberis
Rhizomas) untuk aturan pakainya diminum setiap 2 kali 1 bungkus, bila perlu
diminum 3 kali sehari 1 bungkus.

58
Dalam praktek swamedikasi, selain terapi farmakologi dengan obat,
apoteker juga dapat memberikan saran terapi nonfarmakologi. Terapi
nonfarmakologi atau terapi nonobat yang dapat disarankan kepada pasien salesma
adalah menyarankan untuk istirahat cukup, mengkonsumsi makanan atau
minuman yang dapat membantu meredakan gejala pilek misalkan teh dengan
lemon dan madu. Untuk pasien influenza, disarankan untuk mendapatkan tidur
yang cukup dan tidak melakukan aktivitas berlebih, sebisa mungkin tinggal
dirumah dan beristirahat dari pekerjaan/pendidikan untuk mencegah penularan,
serta tetap mengkonsumsi sayur dan buah. Sedangkan untuk pasien rhinitis alergi
disarankan untuk tetap menghindari pemicu terjadinya, seperti allergen serbuk
sari, debu, tungau atau penyebab yang lainnya.

59
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
1. Secara patofisiologi selesma, influenza dan rhinitis merupakan peradangan
sistem pernapasan atas. Tetapi, penyebab penyakit selesma, influenza dan
rhinitis alergi berbeda. Selesma disebabkan Rhinovirus, Influenza oleh Virus
influenza A atau B, Rhinitis alergi oleh allergen. Gejala klinik utama dari
pasien selesma berupaa pilek berat, nyeri tenggorokan, batuk. Pasien influenza
mengalami demam, myalgia, sakit kepala, sedangkan pasien rhinitis alergi
mengalami bersin, hidung tersumbat dan gatal.
2. Terapi nonfarmakologi dari selesma, influenza dan rhinitis alergi dilakukan
dengan memperhatikan pola hidup pasien, baik dari istirahat yang cukup,
makanan yang dikonsumsi serta menghindari pemicu/allergen khususnya pada
penderita rhinitis alergi.
3. Terdapat banyak pilihan obat sintesis yang dapat digunakan sebagai terapi
selesma, influenza ataupun rhinitis alergi, pemilihannya disesuaikan dengan
gejala yang dikeluhkan pasien. Selain itu, juga terdapat beberapa tanaman dan
sediaan obat herbal yang dapat digunakan sebagai pilihan terapi.

60
DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, B. K., dkk. 2013. Koda Kimble & Young’s: Applied Therapeutics, The
Clinical Use of Drugs. Tenth Edition. Lippincott Williams & Wilkins:
China.
Arifianto. 2012. Orangtua Cermat, Anak Sehat. Gagas Media : Jakarta Selatan.
Amanulloh, M dan Krisdayanti, E. 2019. Jintan Hitam Sebagai Ilunomodulator
dan Anti Inflamasi Pada Pasien Asma. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional. Vol(1):1.
Aryanta, I.W.R. 2019. Manfaat Jahe Untuk Kesehatan. E-Jurnal Widya
Kesehatan, Vol(1):2.
Aseptianova, 2019. Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga Untuk Pengobatan
Keluarga Di Kelurahan Kebun Bunga Kecamatan Sukarami-Kota
Palembang. Jurnal Batoboh. Vol(4):1.
Bachtiar,A. et.al. 2020. Management of Cough. Jurnal Respirasi: Indonesia.
Backer, C.A., and Van Den Brink, R.C.B., 1965, Flora of Java (Spermatophytes
Only), Vol II., N.V.D. Noordhoff-Groningen-The Netherlands.
Eccles, R. 2009. Common Cold. Switzerland, German.
Dewi, K.S.et al. 2020. Pengetahuan dan Penggunaan Obat Analgesik- Antipiretik.
Jurnal Farmasi Komunitas: Surabaya
Dipiro, J. dkk. 2020. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. McGraw
Hill : United States.

61
Diyanah, F.Q., Haitamy, M.N., Kusumawati, A dan Kadarullah, A. 2019.
Perbandingan Terapi Topikal Natrium Klorida 0,9% dengan Minyak Biji
Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Waktu Transpor Mukosilliar
Hidung Penderita Rinitis Alergi. Herb-Medicine Journal. Vol(2):2.
Ewatisari, Whika F., Melly Lyndiani, 2014, Tingkat Kemampuan Berbagai
Macam Kultivar Sanseviera Trifasciata Dalam Mereduksi Gas Co Dari
Asap Rokok, Universitas Terbuka, Bandar Lampung, Hal. 1-53.
Gaitonde, et al. 2019. Influenza: Diagnosis and Treatment. National Library of
Medicine
H.T. Tan dan Kirana, R. 2010. Obat-Obat Sederhana untuk Gangguan Sehari-hari.
PT Elex Media Komputindo : Jakarta.
Hakim, Lukman. 2015. Rempah Dan Herba Kebun-Pekarangan Rumah
Masyarakat: Keragaman, Sumber Fitofarmaka dan Wisata Kesehatan-
kebugaran. Diandra creative: Yogyakarta.
Habsari,j.t et.al. 2016. Perbandinga Nilai Diagnostik IgE Spesifik Terhadap Debu
Rumah, Metode ELISA Pada Rhinitis Alergi. Journal of Clinical Pathology
and Medication Laboratory:Indonesia
Hartayu, T.S. dkk. 2018. Manajemen dan Pelayanan Kefarmasi di Apotek dengan
Metode Problem-based Learning dalam Kerangka Paradigma Pedagogi
Reflektif. Sanata Dharma University Press : Yogyakarta.
Heikkinen, T.A.J. 2003. The Common Cold. PubMed.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid 1. Departemen Kehutanan,
Jakarta.
Ismayani, et al. Hubungan Gejala Klinis dengan Hasil Test pada Pasien Rhinitis
Alergi di RSUP H. Adam Malik Medan: Medan
Kawauchi, H. 2019. Antihistamines for Allergic Rhinitis Treatment. Journal of
Moleculer Sciences. Japan
Kalil, A.C., Thomas, P. 2019. Review Influenza virus-related critical illness:
Pathophysiology and epidemiology. BMC. 23:258.
Karlina, Rosa. 2019. Uji Katalik Herbal Ekstrak Daun Selasih Sebagai
Penyembuhan Flu. USF Storage(United states).

62
Lorensia,et.al. 2018. Evaluasi Pengobatan dan Persepsi Obat Batuk
Swamedikai.Jurnal MKMI.Surabaya
M. Sholekhudin. 2014. Buku Obat Sehari-hari. PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia : Jakarta.
Menteri Kesehatan. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:
919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan
Tanpa Resep Dokter.
MIMS Indonesia. 2018. MIMS Petunjuk Konsultasi Ed 17th. Gramedia: Jakarta.
Pappas, D.E. 2008. The Common Cold. Elseiver.
Ramono, Sentot, 2008, Pesona Sanseivera, Agromedia pustaka, Jakarta, Hal 4- 14.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. Obat-Obat Penting. PT Elex Media Komputindo:
Jakarta.
WHO, 2018. Influenza, Vaccine-Preventable Diseases Surveillance Standar.
World Health Organization.

63
64

Anda mungkin juga menyukai