Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH : SWAMEDIKASI

DOSEN : Dr. Hj. Latifah Rahman, DEESS., Apt

PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI)


BATUK

OLEH :
KELAS B
KELOMPOK III

ARMIATI ARIF N211116857


RAHMAWATI N211116858
NURUL HIDAYAH A. N211116859

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Swamedikasi (Pengobatan sendiri) merupakan upaya yang dilakukan
oleh masyarakat dalam pengobatan tanpa adannya resep dari dokter atau
tenaga medis lainnya. Swamedikasi dilakukan berdasarkan dari pengalaman
pasien atau dari rekomendasi orang lain. Pengobatan sendiri dilakukan
untuk mengatasi keluhan-keluhan ringan (Merianti et al., 2013), menurut
World Health Organization (WHO) peran pengobatan sendiri adalah untuk
mengatasi dan menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan yang tidak
memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban biaya dan meningkatkan
keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan medis (Supardi &
Notosiswoyo, 2005).
Salah satu penyakit ringan yang dapat diatasi dengan pengobatan
sendiri adalah penyakit batuk. Batuk merupakan salah satu penyakit yang
lazim pada anak. Batuk memiliki ciri khas sehingga dapat dikenali. Satu hal
yang perlu diingat bahwa batuk hanyalah sebuah gejala, bukan suatu
penyakit. Batuk baru bisa ditentukan sebagai tanda suatu penyakit jika ada
gejala lain yang menyertainya (Depkes RI 1993).
Swamedikasi batuk diperlukan pengetahuan mengenai pemilihan obat
yang rasional sesuai batuk yang dialami oleh pasien, untuk batuk berdahak
digunakan obat golongan mukolitik (pengencer dahak) dan ekspektoran
(membantu mengeluarkan dahak), sementara untuk batuk kering digunakan
obat golongan antitusif (penekan batuk) (Djunarko & Hendrawati, 2011).
Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas tentang penggunaan
obat batuk untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar dapat
melakukan pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan, karena pada
pelaksanaan pengobatan sendiri dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan
pengobatan yang disebabkan keterbatasan pengetahuan masyarakat akan
obat dan penggunaannya.

1
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Batuk


Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga
pernapasan dari benda atau zat asing. batuk dapat disebabkan oleh berbagai
faktor seperti virus (flu, bronkitis), bakteri, dan benda asing yang terhirup
(alergi). Beberapa penyakit, seperti kanker, paru-paru, TBC, tifus, radang
paru-paru, asma dan cacingan, juga menampakkan gejala berupa batuk
(Widodo, 2009).
Menurut (Junaidi, 2010) ada 2 definisi tentang batuk yaitu:
a. Batuk merupakan cara tubuh melindungi paru-paru dari masuknya zat
atau benda asing yang mengganggu.
b. Batuk merupakan refleks alami tubuh, dimana saluran pernapasan
berusaha untuk mengeluarkan benda asing atau produksi lendir yang
berlebihan.
II.2. Jenis-Jenis Batuk
a. Jenis batuk berdasarkan produktivitasnya
1) Batuk produktif
Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau
lendir (sputum) sehingga lebih dikenal dengan sebutan batuk
berdahak. Batuk produktif memiliki ciri khas yaitu dada terasa penuh
dan berbunyi. Mereka yang mengalami batuk produktif umumnya
mengalami kesulitan bernapas dan disertai pengeluaran dahak. Batuk
produktif sebaiknya tidak diobati dengan obat penekan batuk karena
lendir akan semakin banyak terkumpul di paru-paru (Junaidi, 2010).
2) Batuk tidak produktif
Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak menghasilkan
dahak (sputum), yang juga disebut batuk kering. Batuk tidak produktif
sering membuat tenggorokan terasa gatal sehingga menyebabkan
suara menjadi serak atau hilang. Batuk ini sering dipicu oleh

3
kemasukan partikel makanan, bahan iritan, asap rokok (baik oleh
perokok aktif maupun pasif), dan perubahan temperatur. Batuk ini
dapat merupakan gejala sisa dari infeksi virus atau flu (Junaidi, 2010).
b. Jenis batuk berdasarkan waktu berlangsungnya
1) Batuk akut
Batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari 3
minggu. Batuk jenis ini umumnya disebabkan oleh flu dan alergi.
Bentuk batuk yang sering ditemui, merupakan jenis batuk akut ringan
yang disertai demam ringan dan pilek (Junaidi, 2010).
2) Batuk kronis
Batuk kronis adalah batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu
atau terjadi selama 3 bulan berturut-turut. Batuk jenis ini biasanya
disebabkan oleh bronchitis, asma, dan tuberkolosis (Junaidi, 2010).
II.3. Etiologi Batuk
Batuk dapat disebabkan karena dua hal, yaitu penyakit infeksi dan
bukan infeksi. Penyebab batuk dari infeksi bisa berupa bakteri atau virus,
misalnya tuberkulosa, influenza, campak, dan batuk rejan. Sedangkan
penyebab yang bukan infeksi misalnya debu, asma, alergi, makanan yang
merangsang tenggorokan, batuk pada perokok, batuk pada perokok berat
sulit diatasi hanya dengan obat batuk simptomatik. Batuk pada keadaan
sakit disebabkan adanya kelainan terutama pada saluran nafas yaitu
bronkitis, pneumonia dan sebagainya (Depkes RI, 1997).
Menurut McGowan (2006) batuk bisa terjadi secara volunter tetapi
selalunya terjadi akibat respons involunter akibat dari iritasi terhadap infeksi
seperti infeksi saluran pernafasan atas maupun bawah, asap rokok, abu dan
bulu hewan terutama kucing. Antara lain penyebab akibat penyakit
respiratori adalah seperti asma, postnasal drip, penyakit pulmonal obstruktif
kronis, bronkiektasis, trakeitis, croup, dan fibrosis interstisial. Batuk juga
bisa terjadi akibat dari refluks gastro-esofagus atau terapi inhibitor ACE
(angiotensin-converting enzyme). Selain itu, paralisis pita suara juga bisa

4
mengakibatkan batuk akibat daripada kompresi nervus laryngeus misalnya
akibat tumor.
II.4. Patofisiologi Batuk
Batuk disebabkan oleh stimulasi pada reseptor, baik pada reseptor
kimiawi maupun mekanik yang terletak di lapisan mukosa (lendir) saluran
pernafasan dan paru-paru. Kemudian rangsang tersebut dibawa oleh serabut
saraf menuju ke pusat batuk di otak yang kemudian akan mengkoordinir
otot-otot perut dan diafragma (sekat antara ongg dada dengan rongga perut)
sehingga menyebabkan terjadinya batuk (Tietze, 2000).
Batuk dimulai dengan tarikan nafas yang dalam diikuti penutupan
glottis (katup tenggorokan), dan kontraksi yang kuat pada dinding dada,
dinding perut dan otot diafragma yang melawan glottis yang tertutup. Ketika
glottis terbuka, terjadi pengeluaran nafas kuat yang mendorong keluarnya
mucus, debu, dan benda asing dari sistem pernapasan bawah. Pusat control
batuk terdapat pada medulla tetapi terpisah dari pusat control pernapasan
yang akan menciptakan suatu respon batuk yang kompleks (Tietze, 2004).
II.5. Manifestasi Klinis
Batuk ditandai dengan adanya gatal pada tenggorokan, tenggorokan
sakit, reflek batuk dan postnasal drip. Sedangkan batuk yang disebabkan
oleh bakteri virus maupun jamur diawali dengan tenggorokan serak dan
kering yang kemudian keluar sputum dengan disertai reflek batuk yang
pendek. Selain demam, nyeri dada, dan kongesti, infeksi pada batuk juga
ditandai adanya dahak yang berwarna bukan bening maupun putih
(Feinstein, 1994).
II.6. Penatalaksaan Terapi
a. Non Farmakologi
Umumnya batuk berdahak dan tidak berdahak dapat dikurangi
dengan cara sebagai berikut :
1) Memperbanyak minum air putih, untuk membantu mengencerkan
dahak, mengurangi iritasi atau rasa gatal.

5
2) Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang
tenggorokan dan udara malam yang dingin (Depkes RI, 1997).
b. Farmakologi
Jenis-jenis obat batuk yang terkait dengan batuk yang berdahak dan
tidak berdahak yang dibahaskan di sini adalah mukolitik, ekspektoran
dan antitusif.
1) Mukolitik
Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara
mengencerkan sekret saluran pernafasan dengan jalan memecah
benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum
(Estuningtyas, 2008). Agen mukolitik berfungsi dengan cara
mengubah viskositas sputum melalui aksi kimia langsung pada ikatan
komponen mukoprotein. Agen mukolitik yang terdapat di pasaran
adalah bromheksin, ambroksol, dan asetilsistein (Estuningtyas, 2008).
2) Ekspektoran
Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang
pengeluaran dahak dari saluran pernafasan (ekspektorasi).
Penggunaan ekspektoran ini didasarkan pengalaman empiris. Tidak
ada data yang membuktikan efektivitas ekspektoran dengan dosis
yang umum digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan
stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang
sekresi kelenjar saluran pernafasan lewat nervus vagus, sehingga
menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat
yang termasuk golongan ini ialah ammonium klorida dan gliseril
guaiakoiat (Estuningtyas, 2008).
3) Antitusif
Menurut Martin (2007) antitusif atau cough suppressant
merupakan obat batuk yang menekan batuk, dengan menurunkan
aktivitas pusat batuk di otak dan menekan respirasi. Misalnya
dekstrometorfan dan folkodin yang merupakan opioid lemah.

6
Terdapat juga analgesik opioid seperti kodein, diamorfin dan metadon
yang mempunyai aktivitas antitusif.
Menurut Husein (1998) antitusif yang selalu digunakan
merupakan opioid dan derivatnya termasuk morfin, kodein,
dekstrometorfan, dan fokodin. Kebanyakannya berpotensi untuk
menghasilkan efek samping termasuk depresi serebral dan pernafasan.
Juga terdapat penyalahgunaan.

SWAMEDIKASI BATUK
A. OBAT-OBAT SINTETIK
1. Actifed Sirup

a. Nama obat : Actifed Plus Cough Suppressant (Actifed


Merah)
b. Bentuk sediaan : Sirup
c. Komposisi : setiap 1 sendok takar (5 mL) mengandung :
Triprolidine HCl 1.25 mg, Pseudoephedrine HCl
30 mg, Dextromethorphan HBr 10 mg
d. Dosis : Dewasa & anak 12 thn keatas (3 x sehari 5 ml); 6-
12 thn (3 x sehari 2,5 ml ); 2-6 thn (3 x sehari
1,25 ml)
e. Indikasi : rhinitis alergi, selesma dan batuk kering.
f. Kontraindikasi : Penderita yang peka terhadap obat
simpatomimetik, hipertensi berat.
g. Perhatian : gangguan fungsi hati dan ginjal, glaukoma,
hipertiroid, hipertensi,

7
h. Efek Samping : Sakit kepala, mengantuk, tremor, takikardia,
aritmia, mulut kering, palpitasi, gangguan
pencernaan
i. Interaksi obat : alkohol, antihipertensi, antidepresan,
dekongestan, MAO.
j. Mekanisme kerja : Triprolidine membantu meringankan gejala
yang penyebabnya secara keseluruhan
maupun sebagian tergantung pada pelepasan
histamine. Senyawa dari golongan pyrolidine
ini bekerja sebagai antagonis kompetitif
untuk reseptor histamine H1 dan mampu
menekan system saraf pusat, sehingga
menyebabkan kantuk. Pseudoephedrine
mempunyai aktivitas simpatomimetik
langsung maupun tidak langsung dan
merupakan dekongestan saluran pernapasan
bagian atas. Dextromethorphan memiliki
kerja antitusif. Mengontrol batuk dengan
menekan pusat batuk.
k. Golongan obat : Obat Bebas Terbatas
l. Diproduksi oleh : Glaxo Wellcome
m. No Reg : DTL9932004337A1
2. Balsem VapoRub

a. Nama obat : Vicks VapoRub


b. Bentuk sediaan : Balsem

8
c. Komposisi : Camphor 2630 mg, Menthol 1410 mg, dan
Eucalytus Oil 665 mg
d. Indikasi : Obat gosok untuk meringankan gejala pilek dan
batuk karena flu pada penderita umur 2 tahun
keatas.
e. Cara Penggunaan : Pilek/Batuk/Hidung tersumbat: Gosokkan
pada dada, leher, dan punggung atau
campurkan 2 sendok teh Vicks VapoRub
dengan air panas dan hiruplah uapnya.
Pegal-pegal: Gosokkan pada bagian yang
sakit, kemudian taruh handuk hangat di
atasnya.
f. Peringatan : Gunakan sesuai petunjuk. Jika demam/sakit
berlanjut atau bila penderita adalah anak di bawah
2 tahun, minta petunjuk dokter. Jangan ditelan atau
dimasukkan ke lubang hidung. Jangan menambah
Vaporub ke air mendidih atau memanaskan
kembali wadah yang berisi campuran VapoRub
dengan air. Kelalaian ini dapat mengakibatkan
produk panas terpercik yang dapat membakar
muka atau badan anda.
g. Golongan Obat : Obat Bebas
h. Diproduksi oleh: PT. Prafa untuk PT.Darya Varia Laboratoria,
Tbk
i. Kode Produksi : BPOM QL 031700281.
3. KOMIX OBH Sirup

9
a. Nama obat : KOMIX OBH
b. Bentuk sediaan : Sirup
c. Komposisi : Setiap sachet (7 ml) mengandung, Succus
Liquiritae 167 mg, Guaifenesin 100 mg, Ephedrine
HCl 4 mg, Chlorpheniramine Maleat 2 mg
d. Dosis : Anak-anak diatas 12 tahun dan Dewasa , 2 sachet
sehari dalam waktu 3 kali sehari. Anak 6 sampai
12 tahun, 1 sachet sehari, 3 kali sehari.
e. Indikasi : Untuk meredakan batuk yang berdahak dan pilek
f. Kontraindikasi : Penderita gangguan jantung diabetes mellitus,
Penderita hipertensif akan komponen obat ini.
g. Peringatan dan Perhatian : Hati hati untuk penderita dengan
gangguan fungsi ginjal dan hati, hipertrofi
prostat, glaucoma, retensi urin dan hipertiroid,
Obat ini tidak dianjurkan untuk anak yang
berumur dibawah 6 tahun, wanita hamil dan
juga menyusui, kecuali atas petunjuk dokter,
Hati hati untuk penggunaan bersamaan
dengan obat obat lain yang dapat menekan
susunan saraf pusat, Saat minum obat ini tak
boleh mengendarai kendaraan yang bermotor
atau menjalankan mesin.
h. Efek samping : Mengantuk, sakit kepala, gangguan
pencernaan, gelisah, insomnia, tremor,
eksitsi, aritmia, takikardi, palpitasi, mulut
kering dan retensi urin.
i. Golongan obat : Obat Bebas Terbatas
j. Diproduksi oleh: Kalbe

10
B. OBAT HERBAL
1. KOMIX Herbal Sirup

a. Nama obat : KOMIX Herbal


b. Bentuk Sediaan : Sirup
c. Komposisi : Tiap tube botol mengandung : Vitex negundo
folium extract (lagundi) 200 mg. Zingiberis
officinale Rosch Extract (jahe merah) 30 mg
Thymus vulgaris herba extract (thymi herba)
100 mg. Glycyrrhiza glabra radix extract
(licorice) 167 mg. Oleum menthae piperitae
(pepermint oil) 11 mg. Mel depuratum (madu)
3000 mg.
d. Indikasi : Membantu meredakan batuk berdahak
e. Aturan Pakai : Dewasa, 3x sehari 1 tube/botol
Anak-anak, 3 x sehari tube/botol
f. Kemasan : Box isi 4 tube @ 15 ml
POM TR 131 668 331
g. Golongan obat : Jamu
h. Diproduksi oleh: PT. Bintang Toedjoe Indonesia

11
2. Daun Sirih (Piper betle)

a. Kandungan Kimia : Minyak menguap (betIephenol),


seskuiterpen.
b. Indikasi : Batuk berdahak dan tidak berdahak, sariawan,
bronkitis, selesma, keputihan, sakit gigi, demam
berdarah, bau mulut, haid tidak teratur, asma, radang
tenggorokan, gusi bengkak.
c. Cara penggunaan : 10 lembar daun sirih + 25 gram rimpang
kunyit (dipotong-potong) setelah dicuci
bersih direbus dengan 600 cc air hingga
tersisa 300 cc, disaring, tambahkan madu
atau gula. Airnya diminum 2-3 kali minum
100-150 cc.

12
BAB III

PEMBAHASAN

13
BAB IV

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan
IV.2. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan
dan pertimbangan bagi para apoteker dalam membantu masyarakat dalam
hal pengobatan sendiri untuk meminimalkan kesalahan pengobatan

14
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Pengujian dan Pengembangan


Fitofarmaka, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian
Klinik.Jakarta : Depkes RI pp 15-17.

Depkes RI, 1997. Kompendia Obat Bebas, Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan 2nd ed., Jakarta.

Djunarko, I. & Hendrawati., 2011, Swamedikasi yang Baik dan Benar,


Yogyakarta, Citra Aji Parama, 24-25.

Estuningtyas, A., Arif, A.,. 2008. Obat Lokal. In Farmakologi dan Terapi. Edisi
V. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hal 517-41

Feinstein, A., 1994, Symptoms Their Causes and Cures, How to Understand and
Treat 265 Health Concern, 109-111 Rodale Press, Pennysylvania.

Husein, U., 1998, Metode Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada

Junaidi, Iskandar. (2010). Penyakit Paru & Saluran Napas; Cara Mudah
Mengetahui, Mencegah dan Mengobatinya. Jakarta. Bhuana Ilmu
Populer

Merianti, N. W. E., Goenawi, L. R., & Wiyono. W., 2013. Dampak penyuluhan
pada pengetahuan masyarakat terhadap pemilihan dan penggunaan obat
batuk swamedikasi di kecamatan malalayang, Jurnal Ilmiah Farmasi,
2(03), pp.100103.

Supardi, S., & Notosiswoyo, M., 2005. Pengobatan Sendiri Sakit Kepala Demam,
Batuk Dan Pilek Pada Masyarakat Di Desa Ciwalen, Kecamatan
Warungkondang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Majalah Ilmu
Kefarmasian, II(3), pp.134144.

Tietze, K. J., 2000, Disorders Related to Cold and Allergy, in Allen, L. V.,
Berardi, R. R., Desimone, E. M., Engle, J. P., Popovich, N. G.,
Rosenthal, W. M., Tietze, K. J., (Eds), Handbook of Nonprescription
Drug, 12th edition , 179-188, APha, Washington D. C.

Tietze, K. J., 2004, Cough, in Berardi, R. R., McDermott, J. H., Newton, G. D.,
Oszko, M. A., Popovich, N. G., Rollins, C. J., Shimp, L. A., Tietze, K. J.,
Handbook of Nonprescription Drug : An Interactive Approach to Self
Care, 14th edition , 271-277, APha, Washington D. C.

15
Widodo, R., 2009, Pemberian Makanan, Suplemen, dan Obat Pada Anak, 112,
117- 118, EGC, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai