Disusun oleh:
M. Zainul Fikri 22004101034
Dosen Pembimbing:
dr. Dedy Sasongko, Sp.P
Pendahuluan
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada
dan refleks fisiologis yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk
menjadi patologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk seperti itu sering merupakan
tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang berupa gejala awal dari suatu
penyakit. Batuk merupakan gejala tersering penyakit pernapasan dan masalah yang
sering kali dihadapi dokter dalam praktik sehari-hari (Tamaweol et al., 2016).
Batuk adalah tindakan refleks dari saluran pernapasan yang digunakan untuk
membersihkan saluran napas atas. Batuk yang berlangsung selama lebih dari 8 minggu
disebut batuk kronis. Penyebab batuk bisa berasal dari kebiasaan merokok, paparan asap
rokok, dan paparan polusi lingkungan (Pavort et al., 2008). Penelitian berskala besar
menemukan bahwa prevalensi batuk pada negara USA sebanyak (18%) dari 1109 orang
batuk kronis yang disebabkan kebiasaan merokok. Survei berskala besar juga dilaporkan
di negara Sweden sebanyak (11%) batuk tidak produktif; (8%) batuk produktif; (38%)
batuk yang terjadi malam hari, dari ketiga hal tersebut diperoleh sebanyak 623 orang
(usia 31 tahun) yang disebabkan asma, rhinitis alergi, relux lambung, dan merokok
(Chung and Pavord, 2008). Data survey European Respiratory Society terhadap 18.277
subyek dengan usia 20-48 tahun, dimana dilaporkan batuk nokturnal sebanyak 30%,
batuk produktif 10% dan batuk non produktif 10%.
Beberapa penelitian telah dilakukan tentang hubungan antara batuk kronis
dengan polusi udara. Batuk kronis menjadi perhatian utama di negara berkembang,
sebagai tanda gangguan saluran pernafasaan, seperti tuberkolosis paru (TB). Gejala
batuk terus menerus yang berlangsung selama 2-3 minggu dapat diduga sebagai indikasi
penyakit TB di beberapa negara Asia Tenggara (Song et al., 2015).
Definisi Batuk
Batuk adalah proses eksipirasi yang eksplosif yang memberikan mekanisme
proteksi normal untuk membersihkan saluran pernafasan dari adanya sekresi atau benda
asing yang mengganggu. Batuk bukan penyakit, tetapi gejala atau tanda adanya
gangguan pada saluran pernafasan. Di sisi lain, batuk juga merupakan salah satu jalan
menyebarkan infeksi. Batuk yang berlebihan dan mengganggu merupakan keluhan
paling sering yang menyebabkan pasien pergi ke dokter untuk mendapatkan
pengobatan.
Etiologi Batuk
Batuk seringkali disebabkan oleh infeksi virus, disertai dengan adanya eksaserbasi
asma atau penyakit paru obstruksi kronis, atau juga bisa karena pneumonia. Pada
kondisi lain juga dapat dipertimbangkan, tergantung gejala yang menyertainya, seperti
pulmonary embolism (PE), atau heart failure (HF). Tuberculosis (TB) juga dapat
dipertimbangkan sebagai diagnosis mengingat angka kasusnya yang tinggi dibeberapa
negara seperti di Indonesia, terlepas dari durasi gejalanya. Infeksi saluran nafas atas
juga termasuk penyebab yang sering, juga asma, GERD, bronkitis. Hal lain yang dapat
menjadi penyebab batuk adalah obat-obatan, entah batuk akut, subakut, maupun kronis.
Berdasarkan hal diatas, penyebab utama batuk dapat dikelompokkan jadi beberapa
kategori yaitu Infeksi, disease-related, dan medication-related cough.
Diagnosis
Anamnesa memegang peranan sebesar 80% dalam menegakkan diagnosa
penyebab batuk yang menetap. Dalam anamnesa tentang batuk yang merupakan
keluhan utama penderita perlu ditanyakan mengenai lamanya batuk, frekuensi
serangan, waktu-waktu serangan, factor pencetus, apakah dimulai dengan bersin atau
tidak, dan sebagainya.
Batuk akut berdurasi kurang dari 3 minggu, umumnya disebabkan oleh
infeksi saluran pernapasan, aspirasi, atau inhalasi bahan kimia tertentu. Infeksi
saluran nafas dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri, umumnya merupakan self
limiting disease atau yang berarti dapat sembuh total dengan sendirinya tetapi
membutuhkan waktu dalam 1 sampai 2 minggu untuk terbebas dari infeksinya. Batuk
akut dapat lanjut ke batuk subakut maupun kronis. Batuk dapat pula menjadi gejala
kondisi yang membahayakan, seperti emboli paru, gagal ginjal kronik, atau
pneumonia.8,10
Gambar 2 : Batuk akut
Batuk subakut berdurasi 3 – 8 minggu, biasanya merupakan sisa infeksi
trakea dan bronkus seperti pada pertusis atau sindrom tusif postviral. Batuk yang
merupakan sisa dari infeksi biasanya disebabkan oleh postnasal drip, iritasi saluran
nafas atas, akumulasi mucus, atau bronki hiperesponsif terkait asma. 8,10 Pertusis
adalah diagnosis penyakit yang penting pada batuk sub akut. Dikarenakan insiden
pertusis naik walaupun sudah tinggi tingkat imunisasinya. Banyak dari kasus pertusis
tidak terdiagnosis pada orang dewasa. Pada pasien pertusis, batuk bertambah parah 2
minggu atau lebih, jika diikuti dengan ISPA ataupun common cold. Jika batuk
muncul serangan dengan berat secara tiba-tiba atau muntah setelah batuk atau dengan
inspirasi stridor atau suara whoop, diagnosis pertusis harus ditegakkan. Usap
6
tenggorok dan kultur, jika positif tegak diagnosisnya. Often, the diagnosis must be
made on clinical grounds and then confirmed by serology. Pertusis memiliki 3 fase:
1. Fase awal. Batuk dan pilek dalam waktu 2 minggu pada malam hari.
2. Fase serangan. Batuk yang semakin memberat, banyak dahak, dan muntah
setelah batuk, suara whoop saat inspirasi terjadi dalam 2 minggu.
3. Fase konvalesen. Gejala berkurang dalam waktu 3 minggu atau lebih.1
Patofisiologi Batuk
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :
1. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea,
bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus
dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan
faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
2. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi
otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat,
sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru.
Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan
8
sebagai demulsen pada mukosa saluran nafas. Yang sering digunakan adalah
guafenesis dan gliseril guaiakolat. Guaiakol disamping sebagai ekspektoran juga
bekerja mengencerkan secret. Selain itu juga dikenal Ipecac, ammonium karbonat,
ammonium klorida, kalium yolida, garam sitrat dan lain-lain.
Anti tusif ialah obat yang bekerja menekan refleks batuk baik secara
sentral maupun periper pada reseptor batuk, contohnya dekstrometorfan hidrobromid
(non narcotic antitussive) dan kodein fosfat (narcotic antitussive). Antitusif digunakan
pada batuk non produktif (batuk kering), tidak boleh digunakan pada batuk supuratif
dan hipersekresi lendir.
Mukolitik adalah obat yang dapat mengurangi viskositas lendir yang kental
sehingga mudah dibatukkan, misalnya bromheksin, asetil sistein. Kadang-kadang
dapat menimbulkan dampak samping seperti, mual, munth, diare, rinorhoe, spasme
bronkus. Mukolitik dapat juga digolongkan sebagai ekspektoran, bekerja sebagai
“mucociliary clearance”.
Antihistamin sebagi obat batuk tergolong antitusif. Pada dosis yang efektif
terutama difenhidramin dapat menyebabkan mengantuk. Disamping itu juga dapat
mengeringkan secret. Pemakaian sedapat mungkin terbatas pada batuk sehubungan
dengan post nasal drip. Dari kelompok bronkodilator dikenal derivat teifilin dan
obatsimpatomik (adrenergik). Golongan teofilin menyebabkan peningkatan konsentasi
CAMP yaitu suatu relaksan ott polos, dengan menghambat kerja enzim fosfodieterase.
Golongan simpatomimetik menimbulkan bronkodilasi melalui rangsangan terhadap
reseptor beta-2 syaraf adrenergik. Bronkolidator yang ideal dari golongan
simpatomimetk ialah yang betul-betul hanya merangsang beta-2 adrenoreseptor. Obat-
obat yabg dapat dikatakan agak selektif merangsang beta-2 reseptor adrenergik dan
lazim dipakai pada pemgobatan asma dan/atau brokitis adalah salbutamol, terbulatin,
metaproterenol dan lain-lain.
11
Asma
Asma adalah suatu penyakit gangguan jalan napas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas. Manifestasi klinis asma ialah sesak napas mendadak,
disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan
diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-
12
kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau
berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin
meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini
didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai
dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot
bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan,
sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau
sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas,
karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah.
Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit,
karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.
Edema Jalan Nafas: Saat penyakit asma menjadi lebih persisten dengan
inflamasi yang lebih progresif, akan diikuti oleh munculnya faktor lain yang lebih
membatasi aliran udara. Faktorfaktor tersebut meliputi edema, inflamasi, hipersekresi
mukus dan pembentukan mucous plug, serta perubahan struktural termasuk hipertrofi
dan hiperplasia otot polos saluran napas.
Gambar 5. Faktor yang membatasi aliran udara pada asma akut dan persisten
Pada subtype ketiga (batuk yang menetap), ada dua subtype, pertama batuk
yang responsif terhadap obat anti mediator seperti antagonis reseptor leukotrien,
antagonis reseptor histamin H1 dan inhibitor sintesis tromboksan atau antagonis
reseptor. Mediator inflamasi diblok oleh agen tersebut dan kemudian memicu
munculnya batuk. Batuk pada subtipe ini dianggap sebagai manifestasi asma, yang
15
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat
obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan
cepat sampai sianosis dapat ditemukan pada pasien asma. Dalam praktek jarang
dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai
pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan penunjang
Analisis gas darah. Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat.
Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg)
kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai
normokapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia
(PaCO2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis respiratorik.
PPOK
Indonesia tidak ada data yang akurat tentang PPOK. Namun, hasil survei
penyakit tidak menular oleh Dirjen PPM & PL di lima rumah sakit propinsi di
Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan)
pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang
angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya
(2%). Hal tersebut menunjukkan bahwa PPOK cukup banyak kasus yang kita jumpai
dibandingkan penyakit saluran nafas non-infeksi lainnya.
Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan
partikel gas berbahaya. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat irreversible dan
terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
19
a. Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada
eksaserbasi digunakan oral atau sistemik. Seperti salbutamol, aminofilin,
teofilin, terbutalin. 13
b. Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk
penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif.
Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik.
c. Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan
simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental. Contohnya ialah
glyceryl guaiacolate, acetylcysteine.
d. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi. Contohnya seperti
dekstrometorfan.
e. Antibiotik
20
N-acetylcysteine (NAC)
Obat ini mengandung satu free thiol dan dapat memecah ikatan disulfida,
mendepolimerisasi penumpukan oligomer musin dan kemudian mengurangi
viskositas sputum. Fungsi secara keseluruhan NAC disejalaskan sebagai berikut11.
Note: NAC dapat secara langsung memutus ikatan bisulfida dalam mucus untuk
menurunkan viskositas mucus, kemudian memperbaiki ciliary beating dan mucus
clearance. NAC membersihkan ROS melalui pengikatan antioksidan SH, memproses
khasiat untuk efek antioksidan, serta memiliki fungsi indirek yaitu memfasilitasi
penumpukan GSH. Penurunan ROS dan peningkatan GSH akan menurunkan
inflamasi saluran nafas dan produksi mucus. Semuanya berkontribusi dalam
memperbaiki fungsi paru dan menurunkan eksaserbasi akut PPOK.
Note: NAC mengalami deasetilasi dan mengikat cysteine. Reaksi antara cysteine
dengan glutamate akan menjadi glutamylcysteine dibawah aksi dari glutamilistein
sintetase. Kemudian, glutamilsistein dan glysin akan berikatan dan menghasilkan
GSH.
Inhibisi Inflamasi paru: NAC dapat menurunkan level H2O2 dalam udara
ekspirasi dan menurunkan NF-Kb sebagai mediator inflamasi paru. Tranduksi sinyal
23
dari redoks-sensitive cell juga dihambat untuk mengurangi kerusakan endotel saluran
nafas, memperbaiki ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan, lebih jauh lagi
dapat mencegah injuri saluran nafas.
Carbosistein
Erdostein
Ambroxol
Anti inflmasi dan antibiotik; Ambroxol memiliki afinitas yang tinggi pada
jaringan paru. Dengan peningkatan produksi surfaktan, maka tekanan permukaan
alveoli dapat diturunkan sehingga nencegah adanya udara yang terperangkap dalam
alveoli. Pembersihan radikal bebas dan menginhibisi produksi leukotriene dan
histamine, juga dapat mengurangi inflamasi dengan makrofag dan neutrophil. Selain
itu, juga mengaktifkan system cytosolic glutathione untuk kemudian memproduksi
glutathione sehingga saluran nafas bersih dari hiperoksidasi sehingga dapat
menurunkan reaktifitas dan responsibilitas saluran nafas.
Daftar Pustaka
1. Marsden PA, Smith JA, Kelsall AA, et al. A comparison of objective and
subjective measures of cough in asthma. J Allergy Clin
Immunol. 2008;122:5903–7. [PubMed] [Google Scholar
2. Ulrik CS. Outcome of asthma: longitudinal changes in lung function. Eur
Respir J. 1999;13:904–18. [PubMed] [Google Scholar]
3. Kuyper LM, Paré PD, Hogg JC, et al. Characterization of airway plugging in
fatal asthma. Am J Med. 2003;115:6–11. [PubMed] [Google Scholar]
4. Ordoñez C, Khashayar R, Wong H, et al. Mild and moderate asthma is
associated with airway goblet cell hyperplasia and abnormalities in mucin
gene expression. Am J Respir Crit Care Med. 2001;163:517–
23. [PubMed] [Google Scholar]
5. Niimi A, Torrego A, Nicholson A, et al. Nature of airway inflammation and
remodeling in chronic cough. J Allergy Clin Immunol. 2005;116:565–
70. [PubMed] [Google Scholar]
6. Smyrnios NA, Irwin RS, Curley FJ. Chronic cough with a history of
excessive sputum production. The spectrum and frequency of causes, key
components of the diagnostic evaluation, and outcome of specific
therapy. Chest. 1995;108:991–7. [PubMed] [Google Scholar]
7. Jinnai M, Niimi A, Ueda T, et al. Induced sputum concentrations of mucin in
patients with asthma and chronic cough. Chest. 2010;137:1122–
9. [PubMed] [Google Scholar]
8. PDPI. Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia
Revisi Juni. Jakarta: PDPI; 2003.
9. World Health Organization. Chronic obstructive pulmonary disease fact sheet
[internet]. Jeneva: WHO; 2015 [diakses tanggal 12 Maret 2017]. Tersedia
dari: http://www.who.int/respiratory/copd/en/
10. Oemiati R. Kajian epidemiologis penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).
Media Litbangkes. 2013; 23(2):82-8.
11. Mata M, Ruiz A, Cerda M, et al. Oral N-acetylcysteine reduces bleomycin-
induced lung damage and mucin Muc5ac expression in rats. Eur Respir
J. 2003;22(6):900–905. [PubMed] [Google Scholar]
12. Rogers DF. Mucoactive agents for airway mucus hypersecretory
diseases. Respir Care. 2007;52(9):1176–1193. Discussion 1193–1197.
[PubMed] [Google Scholar]
26