Anda di halaman 1dari 28

Definisi

Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh cairan panas, api, kontak dengan benda yang
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih
dalam.

Etiologi

Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

1. Paparan api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder
besi atau peralatan masak.

2. Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama

1
lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.

3. Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.

4. Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.

2
5. Zat kimia (asam atau basa)

6. Radiasi
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi

Derajat Luka Bakar

3
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas, sumber,
penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dupuytren membagi atas 3
tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:

1. Luka bakar derajat I:


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik berupa
eritema, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi. Eritema merupakan manifestasi respon inflamasi local dan tidak diikuti
respon inflamasi sistemik, maka tidak diperhitungkan pada perhitungan luas luka
bakar karena tidak memiliki konsekuensi pada tatalaksana cairan. Penyembuhan
terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.

2. Luka bakar derajat II


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses transudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi,
dibedakan atas 2 (dua) bagian:
a. Derajat II dangkal/superficial dermal (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dermis sebatas papilla
dermis. Ciri khas yang dapat diamati secara klinis adalah terdapatnya lepuh (blister
atau bullae). Pelapis bullae terlepas dari dermis karena terurainya epidermal-
dermal junction akibat paparan termal. Diantara epidermis dan dermis yang
terlepas, berlangsung proses transudasi yang kemudian mengalami akumulasi dan
terperangkap di ruang yang terbentuk. Transudate pada bullae akan menyebabkan
kerusakan dermis yang berlanjut sehingga luka bertambah dalam (degradasi luka).

4
Organ organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak. Semua
ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam
waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.

b. Derajat II dalam/mid-dermal dan deep dermal (IIB)


Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa sisa jaringan epitel
tinggal sedikit. Pada mid-dermal burn, jaringan berwarna merah muda. Terdapat
thrombosis kapiler dan keterlambatan pengisian kapiler. Proses re-epitelisasi lebih
lambat dibandingkan luka bakar superficial (12-21 hari). Pada deep-dermal burn
mungkin dapat dijumpai bullae, namun dasar bula menunjukan karakteristik luka
bakar dalam, reticulum dermis menunjukan waena merah berbercak. Hal ini
disebabkan karena ekstravasasi hemoglobin dari sel-sel darah merah yang rusak
dan keluar dari pembuluh darah. Penanda khas pada luka bakar ini adalah suatu
tampilan yang disebut capillary blush yang menunjukan kerusakan pleksus dermal.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal
sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

5
c. Luka bakar derajat III/Full-Thickness Burn
Kerusakan meliputi lapis epidermis, dermis, dan kerusakan struktur jaringan yang
lebih dalam. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel.
Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat
sampai berwarna hitam kering. Kulit yang mengalami koagulasi menunjukan
konsistensi keras dan kehilangan elastisitas dikenal dengan sebutan eskar. Proses
re-epitelisasi secara spontan tidak akan terjadi. Hal ini dikarenakan sel yang
menjadi sumber epitel mengalami kerusakan akibat cedera termal. Bila hal ini
terjadi, maka proses re-epitelisasi akan berlangsung dari samping setelah eskar
terlepas secara alami atau dilepaskan secara aktif. Tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama
karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

6
Luas luka bakar

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. luas luka bakar hanya dhitung pada
pasien dengan derajat luka II (IIA & IIB) atau III.

Wallace membagi tubuh atas 9% atau kelipatan 9 yang dikenal dengan nama rule of
nine atau rule of Wallace:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia perineum : 1%
Total : 100 %

7
Gambar: Luas luka bakar berdasarkan Wallace
Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas
relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih
kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund
and Browder untuk anak.

8
Gambar: Luas luka bakar pada anak.
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara
lain:
a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi/lokasi luka bakar
d. Umur penderita
e. Riwayat pengobatan yang lalu
f. Trauma yang menyertai atau bersamaan
Kriteria Berat Ringan luka bakar
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yakni :
a. Luka Bakar Ringan.
o Luka bakar derajat II <15 %

9
o Luka bakar derajat II < 10 % pada anak anak
o Luka bakar derajat III < 2 %
b. Luka bakar sedang
o Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
o Luka bakar derajat II 10 20% pada anak anak
o Luka bakar derajat III < 10 %
c. Luka bakar berat
o Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
o Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak anak.
o Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
o Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
o Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap
bila:

1. Luka bakar derajat III > 5%


2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah
kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
Penanganan emergensi luka bakar

Survei primer :

A (Airway)

Periksa jalan nafas. Apakah terdapat materi atau benda asing atau tidak. Bebaskan jika
ada.

Jaw-thrust, chin lift, head tilt, dan stabilisasi leher untuk mencegah cedera tulang
servikal

10
Adakah trauma inhalasi. Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak
berwarna jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada
wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi
(pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan
napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.
Indikasi dilakukanya intubasi:

1. Edema atau eritema area orofaring dari inspeksi langsung dengan laringoskop

2. Suara yang berubah menjadi kasar atau batuk kasar

3. Stridor, takipnea, atau dispnea

B (Breathing)

Periksa pengembanan dada apakah bilateral dan simetris atau tidak.

Hati-hati dengan luka bakar derajat 2 dan 3 pada dada. Apabila terdapat luka bakar
yang mengelilingi dada, pertimbangkan eskarotomi, karena dapat membuat
pengembangan dada dan membuat ventilasi tidak adekuat.

Pemberian oksigen 100% dengan non-rebreathing mask.

Ventilasi melalui bag mask dan intubasi jika diperlukan

Perhatikan adakah tanda-tanda keracunan karbonmonoksida atau tidak

Monitor laju pernapasan normal, hati-hati apabila laju respirasi kurang dari 10 kali
permenit atau lebih dari 20 kali permenit.

C (Circulation)

Periksa nadi, ritme, dan kekuatan (adekuat atau tidak)

Periksa capillary refill time pada luka bakar dan daerah yang tidak terkena luka bakar.
Normal CRT < 2 detik

Pasang dua jalur intravena yang besar segera pada area tanpa luka

D (Disability and Neurological Status)

11
Tentukan tingkat kesadaran penderita dengan Glasgow Coma Scale.

Periksa pupil dan tanda penurunan kesadaran

Penurunan kesadaran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi.

E (Exposure with Enviromental Control)

Lepaskan semua pakaian dan perhiasan, periksa seluruh permukaan tubuh untuk
mendapatkan estimasi akurat dari area luka bakar dan jejas yang menyertai.

Jaga tubuh pasien pada suhu optimal

Ganti balutan dan cek bagian tubuh lainya untuk luka bakar

F (Fluid Resucitations)

Pasien dengan luka bakar lebih dari 20% Total Body Surface Area harus segera
mendapat resusitasi cairan.

Tentukan luas luka bakar dengan Wallace Rules of Nines atau Lund and Browden
Chart.

Memberikan akses resusitasi yang baik dengan kateter IV berukuran besar. Gunakan 2
line. Dilakukan resusitasi cairan. Bila penderita syok maka diatasi dengan infus RL
diberikan hingga nadi teraba atau tekanan darah >90mmHg. Resusitasi cairan yang
sering digunakan adalah cara Parkland.

Pastikan luas luka bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan
intravena (melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat
diberikan cairan melalui oral. Cairan merupakan komponen penting karena pada luka
bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi
sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari
pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya
pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak
tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan
mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.

Rumus Parkland untuk perhitungan kebutuhan cairan:

12
4cc x kgBB x %luka bakar

Setengah dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan
selama 16 jam berikutnya. Cairan yang direkomendasikan untuk resusitasi awal adalah
cairan kristaloid yang mengandung elektrolit dengan komposisi sesuai dengan elektrolit
tubuh. Karenanya, pemberian cairan yang biasa digunakan adalah Ringer Laktat (RL).
Penggunaan RL dihubungkan dengan patofisiologi luka bakar khususnya kebocoran
kapiler.

Pantau pengeluaran urin secara berkala dengan perhitungan:


Urine output dewasa: 0.5-1.0 ml/KgBB/jam
Urine output anak: 1-2 ml/KgBB/jam

Trauma yang mengikuti luka bakar

Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas oleh panasdan zat
kimia, atau akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri. Hasil dari
pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari udara,
partikel padat yang terurai di udara (melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). Aerosol
daricairan yang bersifat iritasi dan sitotoksik serta gas toksik dimana gabungan tersebut
bekerjasistemik. Partikel padat yang ukurannya lebih dari 10 mikrometer tertahan di hidung
dannasofaring. Partikel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang
trakeobronkial,sedangkan partikel berukuran 1-2 mikrometer dapat mencapai alveoli.

Gas yang larut air bereaksi secara kimia pada saluran nafas atas, sedangkan gas yangkurang
larut air pada saluran nafas bawah. Adapun gas yang sangat kurang larut air masuk melewati
barier kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik yang bersifat sistemik.Kerusakan
langsung dari sel-sel epitel, menyebabkan kegagalan fungsi dari apparatusmukosilier dimana
akan merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut yang melepaskanmakrofag serta
aktivitas netrofil pada daerah tersebut. Selanjutnya akan dibebaskan oksigenradikal, protease
jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos (tromboksan A2, C3A, C5A).Kejadian ini
menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnyaterjadi edema
dari dinding saluran nafas dan kegagalan mikrosirkulasi yang akanmeningkatkan resistensi
dinding saluran nafas dan pembuluh darah paru. Komplians paruakan turun akibat terjadinya
edema paru interstitial sehingga terjadi edema pada saluran nafas bagian bawah akibat
sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel nekrotik,mukus dan sel-sel
darah.

13
Trauma inhalasi diklasifikasikan menjadi 3, antara lain :
1. Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)Trauma saluran nafas atas
dapat menyebabkan ancaman hidup melalui obstruksi jalannafas sesaat setelah
trauma. Jika proses ini ditangani secara benar, edema salurannafas dapat hilang tanpa
sekuele beberapa hari
2. Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru (trauma subglotis)
Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan dalam fungsi
parudan mungkin akan susah ditangani. Trauma subglotis merupakan trauma kimia
yangdisebabkan akibat inhalasi hasil-hasil pembakaran yang bersifat toksik pada luka
bakar. Asap memiliki kapasitas membawa panas yang rendah, sehingga
jarangdidapatkan trauma termal langsung pada jalan nafas bagian bawah dan
parenkim paru,trauma ini terjadi bila seseorang terpapar uap yang sangat panas.
3. Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida (CO)
dansianida.
Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian cepat akibat
api,meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis dan toksisitas sistemik terjadi
bersamaan. Intoksikasi CO terjadi jika afinitas CO terhadap hemoglobin lebih besar
dari afinitas oksigen terhadap hemoglobin, sehingga ikatan CO dan
hemoglobinmembentuk suatu karboksihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.

Tatalaksana Luka Bakar

Terapi Luka Bakar Termal

1. Analgetik

Mendinginkan dan menutup luka bakar dapat mengurangi nyeri pada luka bakar
ringan. Pemberian parasetamol dan ibuprofen dapat diberikan. Untuk mengatasi nyeri yang
lebih hebat dapat diberikan opiat melalui intravena dalam dosis serendah mungkin yang
efektif memberikan analgesia adekuat tanpa disertai hipotensi.

2. Obat topikal

Terdapat beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti silver sulfadiazine dan MEBO
(moist exposure burn ointment). Antiseptik yang dapat dipakai adalah povididone-iodine atau
nitras-argenti 0.5%. kompres nitras-argenti yang dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostatik.

Silver sulfadiazine adalah krim topikal bakteriostatik golongan sulfa yang digunakan
untuk luka bakar. Obat ini mempunyai daya tembus yang cukup, tidak menimbulkan
14
resistensi, dan relatif aman. Silver sulfadiazine harus dioleskan menggunakan ke tempat luka
bakar dan tempat luka bakar tersebut harus dicuci bersih sebelum pemakaian.

Terapi Luka Bakar Kimia

Luka bakar akibat zat kimia biasanya terjadi akibat kelengahan, pertengkaran,
kecelakaan kerja, dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan. Kerusakan yang
terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang masuk mengenai tubuh, cara dan
lamanya kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia tersebut akan tetap
merusak jaringan sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh.

Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganate, dan asam kromat dapat bersifat
oksidator. Bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan basa seperti kalium
hidroksida dapat menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat
disebabkan oleh asam forminat, asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat dalat merusak
sel karena cepat menarik air. Gas yang dipakai dalam peperangan dapat menimbulkan luka
bakar dan anoksia sel bila terkontak dengan kulit atau mukosa. Beberapa zat yang dapat
menimbulkan keracunan sistemik: asam fluoride dan oksalat dapat menyebabkan
hipokalsemia; asam tanat, kromat, tanat, formiat, pikrat, dan fosfor dapat merusak hati dan
ginjal jika diabsorbsi; lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.

Walaupun obat-obatan memegang peranan yang terbatas pada penatalaksanaan luka


bakar kimia pada umumnya namun antibiotik topikal, garam magesium dan kalsium mungkin
dapat digunakan. Setelah luka dibersihkan, terapi cairan IV dan obat-obat narkotik diberikan

Urutan tindakan yang harus dilakukan :


Melepaskan pakaian dan irigasi dengan air dalam jumlah banyak. Pengenceran
tersebut akan menghilangkan zat kimia dari tubuh sekaligus mengurangi reaksi antara
zat kimia dengan jaringan tubuh.
Irigasi dilanjutkan selama 2 jam pada trauma asam dan 12 jam pada trauma basa.
Pajanan kimia yang mengenai mata memerlukan tindakan darurat segera beripa irigasi
dengan aira tau dengan NaCL 0.9% secara terus menerus sampai penderita ditangani
di rumah sakit.
Sebagai tindak lanjut, bila perlu lakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum, serta
pemberian cairan dan elektrolit.

15
1. Antibiotik

Silver Sulfadiazine digunakan untuk luka bakar pada kulit dan berguna dalam
pencegahan infeksi pada luka bakar derajat 2 dan 3. Eritromicin salep digunakan untuk
mencegah infeksi pada luka bakar yang terdapat di bagian mata.

2. Analgetik

Morfin dan asetaminofen diberikan untuk penatalaksanaan nyeri dan mungkin


dapat bertindak sebagai sedatif yang penting bagi pasien yang mengalami cedera pada
daerah mata.

1. Anti Inflamasi Non Steroid

Bahan kimia berupa asam/basa kuat menimbulkan reaksi tubuh, menyebabkan


kerusakan jaringan yang hebat dan penyembuhan yang lama, sehingga menimbulkan
deformitas bagian tubuh yang terkena. Hal yang perlu dicatat pada pertolongan; jangan
memberikan antidotum (asam diberikan basa atau sebaliknya) karena akan menimbulkan
reaksi yang akan memperberat kerusakan yang terjadi.

Pada keadaan kontak akibat asam florida, pemberian kalsium glukonat 10% dibawah
jaringan yang terkena bermanfaat untuk mencegah ion fluor menembus jaringan dan
menyebabka dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi kalsium fluoride yang tidak
larut. Jika terdapat luka dalam, mungkin diperlukan tindakan debridement yang disusul oleh
skin grafting dan rekonstruksi.

Pajanan kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa irigasi dengan
air atau sebaiknya dengan larutan garam 0.9% secara terus menerus sampai penderita
ditangani di rumag sakit. Penyiraman sering sukar dilakukan karena biasanya timbul
blefarospasme.

Terapi Luka Bakar Elektrik

Arus listrik dapat menimbulkan kelainan karena adanya rangsangan terhadap saraf
dan otot. Energy panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan
menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500 oC.
Arus bolak-balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang. Apabila arus
tersebut melalui jantung, kekuatan 60 miliampere sudah dapat menimbulkan fibrilasi
ventrikel.

16
Kejang tetanik yang kuat dapat menyebabkan fraktur kompresi yang kuat. Bila kawat
berarus listrik terpegang oleh tangan, pegangan akan sulit untuk dilepaskan akibat kontraksi
fleksor jari lebih kuat daripada otot ekstensor jari sehingga korban akan terus teraliri arus
listrik. Pada otot dada (M. Interkostalis) akan menyebabkan gerakan napas terhenti sehingga
korban mengalami asfiksia.

Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah adalah saraf, pembuluh
darah, otot, kulit, tendo, dan tulang. Jaringan yang tahanannya lebih tinggi akan lebih banyak
dialiri arus listrik sehingga akan menerima panas lebih banyak. Kelancaran arus masuk tubuh
juga bergantung pada basah atau keringnya kulit yang kontak dengan arus. Dengan kulit
basah atau lembap, arus akan lebih mudah masuk.

Panas yang timbul pada pembuluh darah akan merusak tunika intima sehingga terjadi
thrombosis yang timbul secara perlahan. Ekstremitas yang semula tampak vital mungkin baru
akan menumjukan keadaan nekrosis otot sitemik setelah beberapa hari. Dalam kondisi
beberapa jam setelah kecelakaan listrik, hal yang mungkin terjadi adalah sindrom
kompartemen karena udem dan thrombosis.

Tatalaksana luka bakar listrik yang pertama adalah putuskan arus listrik dengan
penderita. Penderita mungkin masih mengandung muatan listrik selama masih terhubung
dengan sumber arus. Kemudian berikan resusitasi jantung-paru bila perlu. Kunci dari
penatalaksanaan luka bakar listrik adalah hidrasi. Hidrasi yang adekuat dapat menurunkan
morbiditas. Jika kerusakan otot terjadi sangat parah, diuretik osmotik diberikan.

Muatan yang terdapat pada tegangan listrik adalah 20-100 juta volt dengan arus yang
dapat mencapai 20.000 ampere dan suhu inti sampai dengan 30.000 kelvin. Mekanisme
tersambar petir dapat terjadi melalui empat cara:

1. Tersambar-langsung: cara ini terjadi dalam kondisi ketika korban berada di tempat
terbuka dan tersambar oleh petir yang berasal dari awan dan hendak menuju bumi.

2. Tersambar-samping: keadaan ini disebabkan ketika korban sedang berada disekitar


pohon yang tersambar petir dalam jarak yang relative dekat. Mekanisme ini terjadi
akibat loncatan arus listrik dari pohon tersebut.

3. Tersambar-kontak: hal ini disebabkan ketika korban sedang bersandar atau kontak
dengan pohon yang tersambar oleh petir.

17
4. Tersambar-langkah: kondisi ini terjadi ketika korban sedang berjalan atau berdiri di
sekitar tanah yang tersambar petir dengan jarak tidak lebih dari 30 meter.

Biasanya arus listrik akan membuat jalur dengan membentuk satu titik masuk dan
keluar dan jaringan diantara kedua titik tersebut akan mengalami jejas seketika. Jumlah panas
yang masuk menentukan derajat kerusakan jaringan. Trauma listrik dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:

1. Listrik setempat. Terkena tegangan rendah yang dapat menyebabkan luka kecil namun
dalam. Dapat menyebabkan gangguan pada siklus jantung dan aritmia.

2. Trauma tegangan tinggi sesungguhnya (true high tension injury). Terkena tegangan
>1.000V. Dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas hingga menyebabkan
kehilangan ekstremitas. Kerusakan otot dapat menyebabkan rhabdomiolisis hingga
gagal ginjal. Resusitasi dan debridement yang agresif dan segera sangat dibutuhkan.
Kontak dengan tegangan >70.000V dapat berakibat fatal.

3. Flash injury. Terjadi saat pendapat percikan api dari sumber tegangan tinggi pada
daerah tubuh yang terpajan. Pada kasus ini tidak terdapat aliran listrik yang mengalir
langsung ke tubuh pasien.

Arus listik yang masuk kedalam tubuh dapat mengalir melalui otak, pusat pernapasan,
dan jantung sehingga dapat menyebabkan pingsan, mengalami henti napas, maupun henti
jantung.

Apabila terjadi banyak kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena mengandung
banyak myoglobin. Pada keadaan ini, penderita perlu diberikan manitol dengan keadaan dosis
awal 25gr, yang disusul dengan dosis rumatan 12.5gr/jam. Bila keadaaan pasien disertai
dengan udem otak, manitol dapat ditingkatkan hingga enam kali lipat untuk memperbaiki
filtrasi ginjal dan mencegah gagal ginjal. Setelah itu dapat diberikan diuretic dan kortiko
steroid.

Lakukan ABC traumatologi


Perhatikan khusus pada kelainan yang merupakan dampak aliran listrik pada tubuh,
antara lain :
o Ensefalopati
o Kardiomiopati
o Gagal ginjal akut
o Rabdomiolisis

18
Penatalaksaanaan lainnya sebagaimana penanganan luka bakar pada umumnya.
Evaluasi status neurologis berulang selama masa penyembuhan, karena trauma listrik
dapat disertai trauma tumpul dan trauma kepala.
Terapi cairan. Ringer Lactat biasanya digunakan untuk terapi. Pemberiannya melalui
jalur intra vena dan harus dihentikan apabila terdapat tanda-tanda edema pulmo.
Apabila terjadi banyak kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena mengandung
banyak myoglobin. Penderita perlu diberikan manitol. Manitol adalah diuretik
osmosis yang tidak dimetabolisme secara signifikan dan melewati glomerulus tanpa
direabsorpsi oleh ginjal. Manitol digunakan untuk mengembalikan dan
mempertahankan urin output.
Korban dapat selamat apabila segera diberikan resusitasi berupa bantuan napas setelah
terjadinya kecelakaan. Korban akan tersadar kembali dalam waktu tertentu, sedangkan
kelumpuhan pusat napas juga akan berlalu dalam waktu lima hingga sepuluh menit. Biasanya
asistolik juga akan pulih dalam bantuan napas melalui mulut-ke-mulut yang memadai.
Defibrilasi jantung tidak diperlukan pada kasus ini karena henti jantung ini merupakan
asistole.
Bagian terpenting dari trauma listrik adalah mengamati jantung. Apabila gambaran
elektrokargiografi menunjukan keadaan normal dan tidak ada riwayat penurunan kesadaran,
pengamatan jantung tidak dibutuhkan. Namun bila ada, sebaiknya dilakukan monitor
setidaknya dalam waktu 24 jam

Pemotongan eskar atau eskarotomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga yang
melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan pembengkakan yang
terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang membahayakan sirkulasi sehingga
bagian distal bisa mati. Tanda dini penjepitan adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa
sampai kebas pada ujung-ujung distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat
irisan memanjang yang membuka keropeng sampai jepitan terlepas.

Debridemen diusahakan sedini mungkin uantuk membuang jaringan mati dengan


jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah keadaan penderita
menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan perdarahan. Biasanya eksisi dini
ini dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi
tangensial sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat
terjadi perdarahan yang cukup banyak. Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi
dapat ditutup dengan skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri (skin
grafting autologus). Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapat berfungsi

19
sementara sebagai penghalang penguapan berlebihan, pencegah infeksi yang lebih parah, dan
mengurangi nyeri. Namun, sedikit demi sedikit penutup sementara ini harus diganti dengan
kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen.

Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan
skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang hipertropik. Skin
grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya jaringan granulasi.

Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang dapat
digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin subtitute ini antara lain integra,
aloderm, dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang elemen-elemen epitelnya
telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas antigen, dan berfungsi sebagai kerangka
pengganti dermis. Dermagraft merupakan hasil pembiakan fibroblas neonatus yang digabung
dengan membran silikon, kolagen babi, dan jaring (mesh) nilon. Setelah dua minggu,
membran silikon dikelupas dan digantikan dengan STSG (split thickness skin graft). Integra
merupakan analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin ditambah lapisan
silikon tipis.

Kontraktur
Kontraktur adalah pengencangan kulit yang permanen yang bisa mempengaruhi otot
dan tendon dibawahnya sehingga membatasi pergerakan dan mungkin merusak atau
mengurangi fungsi saraf. Kontraktur terjadi ketika jaringan elastis normal digantikan dengan
jaringan berserat yang tidak elastis. Hal ini membuat jaringan tersebut resisten terhadap
regangan dan mencegah pergerakan normal area yang terpengaruh.

Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan

1) I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup gerak
maupun fungsi.
2) II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan fungsi
namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan, tanpa
penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3) III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal pada
daerah yang terkena..
4) IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.

Pencegahan kontraktur

20
1. Posisi yang mencegah kontraktur
Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari pertama sampai
beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini diaplikasikan terhadap semua pasien baik
yang mendapat terapi cangkok kulit maupun yang tidak. Posisi ini penting karena
dapat mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan ruang lingkup gerak
sebagai akibat dari parut jaringan. Pasien diistirahatkan dengan posisi yang nyaman,
posisi ini biasanya adalah posisi fleksi dan juga merupakan posisi kontraktur. Tanpa
dorongan dan bantuan dari orang lain, pasien akan meneruskan posisi yang
menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk dapat terjadi kesulitan
untuk bergerak sempurna seperti sediakala. Penyesuaian awal memiliki esesnsi untuk
memastikan kemungkinan terbaik hasil terapi, selain itu pula untuk meringankan
nyeri.
Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal
penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang mencegah
kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas fungsional lain), dukungan
keluarga sangat penting.
Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko kontraktur akan
semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur berdasarkan luka
bakar adalah sebagai berikut:

a. Leher depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik ke
arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di belakang kepala, putar balik
leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

b. Leher belakang

21
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan pererakan
leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah
duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan menggunakan bantal di
belakang kepala.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila


Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan juga
protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 900 ditopang dengan
menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

d. Siku depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan posisi
yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

e. Punggung tangan

22
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi
metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan
fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi MCP 60-70
derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada Punggung


Tangan

f. Telapak tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari
tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal MCP,
ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada Telapak Tangan

g. Groin
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal
paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring
tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi
menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi tungkai,
tanpa bantal di bawah lutut.

23
Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

h. Belakang lutut
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan posisi
yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat berbaring
dan duduk.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

i. Kaki
Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbeda-beda
oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan mobilitas yang
tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah pergelangan kaki
diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan menggunakan bantal untuk
mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan duduk maka posisi kakinya
datar di lantai (tanpa edem).

24
Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

j. Wajah
Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan
untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan
menutup mata dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi wajah dan
peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk
melawan kontraktur mulut.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

2. Bidai
Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan
merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi komprehensif.
Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur terutama
terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan area
luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan kontraktur saja tidak cukup.
Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga memberikan
suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya berkontraksi
namun juga mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan selaput atau anyaman
diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai membantu merenovasi

25
jaringan parutkarena membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah
satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat mengatur
tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan remodeling jaringan.
Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal adalah yang
memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan kembali
kemudian juga sesuai dengan kontur.

3. Peregangan dan mobilisasi awal


Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan beberapa
kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim medis maupun
keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama untuk anak-anak yang
memerluka perhatian yang lebih dari orang tua. Pasien perlu mengembangkan
kebiasaan tersebut dari hari ke hari.

4. Melakukan aktivitas sehari-hari


Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk
beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat penting
untuk melatih pasien dapat hidup mandiri.

5. Pijat dan pemberian moisturiser


Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan luka parut
meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang dapat dilakukan
adalah:

a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban tergantung dari


dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut dapat menjadi
sangat kering dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menimbulkan
retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau minyak tanpa
parfum pada bagian teratas parut dapat melembutkan sehingga pasien merasa
lebih nyaman dan untuk mengurangi gatal.
b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat dan dalam
menggunakan ibu jari atau ujung jari untuk mengurangi kelebihan cairan pada
tempat tersebut.
c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan dengan
luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit memutar dapat
meningkatkan kesegarisan luka parut.

26
d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan rutin dan sentuhan
pada parut dapat membantu desensitisasi dari luka yang sebelumnya hipersensitif
e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan merasa tidak enak
dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh parut dan belajar bagaimana
menerima keadaannya.

6. Terapi tekanan
Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan parut akibat luka bakar
meskipun efektivitas klinis secara sains masih belum terbukti. Pemberian tekanan pada
area luka bakar diduga dapat mengurangi parut dengan mempercepat maturasi parut dan
mendorong reorientasi terbentuknya serta kolagen. Pola parallel yang bertentangan dengan
pola luka yang berputar pada parut. Mekanisme yang diduga adalah, pemberian tekana
dapat menciptakan hipoksia lokal pada jaringan parut sehingga mereduksi aliran darah
yang sebelumnya hipervaskuler pada luka parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya
influks kolagen dan penurunan pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah luka menjadi
tertutup dan dapat menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian tekanan.
Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus membiasakan untuk
latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di air yang hangat. Semua hal ini
dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien harus didorong untuk menggunakan tangan
sebisa mungkin untuk aktivitas dan kebutuhan sehari-hari. Jika mungkin digunakan untuk
kembali ke pekerjaan mereka.

Penatalaksanaan Kontraktur
Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi kontraktur, terutama kontraktur
derajat III dan IV memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk derajat I dan II tidak
memerlukan tindakan operasi. Untuk menentukan terapi dari parut kontraktur maka
klasifikasi tempat terjadinya kontraktur harus dinilai. Bentuk dan kedalaman luka
sebelum atau dalam operasi. Penilaian setelah operasi juga penting untuk mengevaluasi
metode penatalaksanaan.

Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase aktif penyembuhan dan
pembentukan jaringan parut. Selama luka tersebut immature dan banyak baskularisasinya
tidak dilakukan operasi. Biasanya dibutuhkan waktu satu tahun atau lebih. Luka harus
menjadi matur, supel, dan avaskuler sebelum dilakukan operasi

1. Pembebasan kontraktur

27
Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan mencegah
kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon, dan lain-lain. Insisi
dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal yaitu daerah yang paling
kencang. Titik ini biasanya berlawanan dengan garis persendian. Insisi diperdalam
sampai jaringan yang tidak ada parutnya.

2. Penutupan kulit
Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap. Umumnya area
dibuangnya setelah dibuangnya jaringan kontraktur akan ditutup dengan
menggunakan skin grafts. Penutupan menggunakan flap digunakan pada situasi yang
khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas dengan menggunakan tautan. Teknik
yang dapat digunakan adalah Full Thickness Skin Graft (FTSG) merupakan skin graft
yang menyertakan seluruh bagian dari dermis. Karakteristik kulit normal dapt terjada
setelah proses graft selesai karena komponen dermis dipertahankan selama proses
graft. Teknik lain yang dapat digunakan adalah Split Thickness Skin Graft (STSG).
Skin flap digunakan jika pembebasan kontraktur kemungkinan membuka
persendian terutama tangan dan kaki. Teknik yang dapat digunakan adalah Z plasty. Z
plasty adalah tindakan operasi yang bertujuan memperpanjang garis luka sehingga
dapat mencegah kontraktur terutama pada persendian. Tindakan ini dilakukan dengan
cara transposisi flap sehingga didapatkan garis luka yang lebih panjang. Teknik lain
yang dapat digunakan adalah V-Y plasty, V-M plasty, Split thickness Skin Graft
(SSG) dan lain sebagainya.

3. Perawatan postoperatif
Pemeliharaan dan posisi yang terlepas diharuskan sampai kurang lebih 3 minggu atau
sampai garis tepi flap sembuh. Perawatan postoperatif menggunakan bidai statis atau
dinamis dan juga terapi latihan fisik diperlukan untuk menjaga ruang lingkup gerak
persendian.

28

Anda mungkin juga menyukai