Anda di halaman 1dari 25

Borang Portofolio

Nama Peserta : dr. Desla Citra Ayu


Nama Wahana : RSUD Dr. Haryoto Lumajang
Topik : Stroke Infark
Tanggal (kasus) : 21 Mei 2019 Nomor RM : 378968
Nama Pasien : Tn.K Nama Pendamping : dr. Guntur Sugiharto, MM.Kes
Tanggal Presentasi : 18 Maret 2019 Nama Pendamping : dr. Dasit Riyadi
Tempat Presentasi : RSU Dr. Haryoto Lumajang
Obyek Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
Neonatus Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi : Tn. K, 37 th dengan Stroke Infark
 Tujuan : melakukan diagnosis dan tatalaksana Stroke sesuai pembagian klasifikasi serta pencegahannya
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Data Pasien : Nama : Tn. K Nomor RM : 378968
Nama SMF : dr. Zarrah Yuniar SpS Telp : - Terdaftar sejak : 21 Mei 2019
Data Utama Untuk Bahan Diskusi
 Gambaran Klinis : Pasien mengeluh kelemahan pada tangan dan kaki kirinya secara tiba-tiba 2 jam sebelum masuk RS
 Riwayat Pengobatan : Tidak ada
 Riwayat Penyakit : Hipertensi (+) tidadk terkontrol, Diabetes melitus (+) tidak terkontrol
 Riwayat Keluarga : Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi
 Riwayat Pekerjaan : kuli bangunan
 Kondisi lingkungan dan psikososial : Pasien sehari-hari bekerja sebagai kuli bangunan, riwayat merokok +, 2 bungkus/hari selama ± 15 tahun ,
minum kopi kadang-kadang, pasien cenderung sulit mengontrol emosi
Daftar Pustaka :
1. Lakhan S E. et al. Inflammatory mechanism in ischemic stroke:Therapeuticapproaches. Journal of Translational Medicine. 2009;7:97­99.
2. Margono IS, Asrungingrym, Machin A. Buku Ajar Penyakit Saraf. Suabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR;2011
3. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyirudin, Suroto, Alfa AY. Guideline Stroke tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI; 2O11.
4. Ralph LS, Scott EK, Joseph PB, Louis RC. American Heart Association. An Updated Definition of Stroke for the 21st Century: A statement for
Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. AHA Journal. 2013; 44:2064
5. Riskesdas, 2013. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Hal:
126

Hasil Pembelajaran :
- Etiologi dan patofisiologi Stroke Infark
- Diagnosis dan penatalaksanaan Stroke Infark
Kasus :
SUBYEKTIF
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Haryoto dengan keluhan kelemahan pada tangan dan kaki kirinya secara tiba-tiba 2 jam sebelum
masuk RS, keluhan disertai dengan bicara pelo, mulut mecong dan sakit kepala. Keluhan dirasakan mendadak ketika pasien bangun tidur. Sebelumnya
mengeluh pasien nyeri kepala, mual muntah disangkal ,dan kejang disangkal.
OBJEKTIF
Keadaan Umum :
Kondisi Umum : Lemah
Kesadaran : compos mentis
GCS : 456
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5 ºC
Saturasi O2: 99%
GDA : 88

Kepala : normocephali, tidak ada kaku kuduk, tidak ada deformitas


Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
THT : pernapasan cuping hidung (-), sekret telinga, tonsil dan faring normal
Mulut : tidak pucat dan tidak sianosis, mukosa mulut dan bibir basah

Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening


Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V medial linea midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis, retraksi dada (-)
Palpasi : fremitus simetris
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : bunyi napas vesikuler (+/+),ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)
: bunyi napas vesikuler (+/+),ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada deformitas,
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor kulit abdomen baik
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) 10 x/menit
Ekstremitas : bergerak aktif, akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-/-)
Kulit : turgor kulit baik
Status Neurologis
Pemeriksaan Hasil

Meningeal sign Kaku kuduk (-)


Burdzinzki I-IV (-)
Kernign sign (-)

Nervus Cranialis I : tidak dilakukan


II/III :
Pupil Bulat Isokor d=3mm/3mm
Reflek Cahaya langsung +/+
Reflek Cahaya tidak langsung +/+
III, IV, VI :
Gerak bola mata normal
V:
Sensorik = normal
Motorik = normal
Reflek Kornea menurun/menurun
VII :
Sensorik = tidak dilakukan
Motorik =
Mengangkat alis = asimetris
Meringis/senyum = asimetris, kiri tertinggal
Mencucu = kesan normal
Plika nasolabialis =kiri tertinggal
VIII
Nystagmus (-)
IX, X, XI
Normal
XII
Lidah deviasi kekiri

Motorik Kesan lateralisasi sinistra


Ekstremitas atas 5555/2222
Ekstremitas bawah 5555/3333

Sensorik Raba halus = normal kanan dan kiri


Nyeri = normal kanan dan kiri
Suhu = normal kanan dan kiri
Getar = tidak dilakukan
Proprioseptif : normal

Deep Tendon Reflex BPR +/++ KPR +/++


TPR +/++ APR +/++
Pathologic Reflex Babinski,Chaddock --/--
Hoffman trommer --/--
Oppenheim -/- Gordon -/-
Schaeffer -/- Stransky -/-
Gonda -/- Rossolimo -/-
Mendel-Bechterew -/-
Otonom BAB, BAK = Normal

Foto CT-Scan Kepala


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan satuan

Hematologi

Hemoglobin 12,6 14-118 g/dl

Leukosit 9.510 3500-10.000 u/l

Hematokrit 39 40-54 %

Trombosit 265.000 150.000-450.000 /ul

Kimia Klinik

ureum 12,83 10-20 Mg/dl

Kreatinin 1.24 0,8-1,5 Mg/dl


Hasil Pemeriksaan laboratorium:
Asam Urat 5,5 3,1-7.9 Mg/dl

Glukosa Darah Sewaktu 88 63-115 Mg/dl

Cholesterol Total 263 <250 Mg/dl

Trigliserid 180 60-165 Mg/dl

HDL 50 >35 Mg/dl

LDL 175 <150 Mg/dl

Elektrolit

Natrium 141 135-146 Mmol/l

Kalium 3,9 3,5-5,2 Mmol/l

Chlorida 105 94-111 Mmol/l


ASSESMENT :
Diagnosis Klinis : hemiparese sinistra dan disertai parese N. VII dan NXII
Diagnosis Topis : Hemisfer cerebri dextra
Diagnosis Etiologis : Stroke infark et causa trombus
Diagnosis Sekunder :Hipertensi grade I dan Dislipidemia

PLANNING :
Non medikamentosa
- Bed rest
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakitnya
- Rehabilitasi Medik
Medikamentosa :
- Head trunk up 30º
- O2 Nasal 3 lpm
- IVFD NS 1500 CC/24jam
- Inj Citicolin 2 x 500 mg
- Inj mecobalamin 2 x 1
- Inj Antrain 3 x 1
- Inj ranitidine 2 x 1
- Clopidogrel loading 300 mg (kemudian 1 x 75mg)
- Simvastatin 1 x 20 mg

Monitoring : tanda vital, GCS, gejala klinis

Prognosis:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda


dan gejala neurologis klinis fokal dan atau global yang berkembang dengan cepat,
adanya gangguan cerebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
menimbulkan kematian tanpa penyebab selain yang berasal dari vascular
(Margono,2011).

II. EPIDEMOLOGI

Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung  koroner


dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian
disebabkan oleh stroke (American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015).
Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal
dan sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke merupakan
penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah (Ralph et all, 2013). Kejadian stroke
di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan karena
angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkan.
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0‰),
sedangkan berdasarkan gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1‰).
Berdasarkan jumlah tersebut diketahui bahwa Jawa Barat memiliki jumlah penderita
stroke terbanyak dan Papua barat dengan jumlah penderita stroke paling sedikit,
dikarenakan selain perbandingan jumlah penduduk serta adanya perbedaan etnik
dankebudayaan yang mempengaruhi kejadian stroke tersebut. Prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang
terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI
Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing- masing 9,7 per mil.
Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di
Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti
Jawa Timur sebesar 16‰ (Riskesdas, 2013)

III. FAKTOR RESIKO

a. Tidak dapat dimodifikasi


- Usia - Jenis kelamin
- Ras - Keturunan / genetic
b. Dapat dimodifikasi
- Riwayat penyakit - Hipertensi
kardiovaskular - Obesitas
- Resistensi insulin - Inaktifitas fisik
- Sindrom Metabolik - Menderita TIA atau stroke
- Merokok sebelumnya
- Dyslipidemia

IV. KLASIFIKASI

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

1. Stroke Iskemik
- Thrombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat penyempitan lumen
pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab tersering adalah Aterosklerosis.
Gejalanya biasanya memberat secra bertahap.
- Emboli disebabkan sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih
proximal. Gejalanya biasanya langsung memberatatau hanya sesaat lalu
menghilang lagi ketika saat emboli terlepas kea rah distal, seperti TIA.
- Infark lakuner disebabkan infark kecil yang multiple, sehingga
menyebabkan stenosis pada pembuluh darah kecil yang sifatnya terbatas
2. Stroke Hemoragik
- Perdarahan intraserebral
- Perdarahan subarachnoid

Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu :


1. Transient Ischemic Attack (TIA) Gangguan neurologis sesaat, beberapa menit
atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang dalam waktu <24 jam
2. Improving Stroke
Dahulu disebut reversible ischemic neurologist deficits (RIND), gangguan
neurologis setempat yang akan hilang dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3
minggu
3. Worsening stroke
Dahulu disebut strokein evolution (SIE), yaitu stroke yang terjadi masih terus
berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah
buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
4. Stable Stroke
Dahulu disebut completed stroke, yaitu gangguan neurologis yang timbul
bersifat menetap atau permanen

V. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi stroke iskemik terjadi oleh karena iskemik serebri fokal. Turunnya
aliran darah fokal akan menganggu metabolisme dan fungsi serta metabolisme
neuron. Secara patologis jaringan infark terlihat sebagai pan-nekrosis fokal sel
neuron, glia, dan pembuluh darah.

Iskemik neuron adalah proses biokimia aktif yang berkembang dengan


berjalannya waktu. Berkurangnya oksigen dan glukosa menyebabkan berkurangnnya
energi yang diperlukan untuk memelihara potensial membrane dan gradient ion trans
memberan. Kalium akan bocor keluar dari dalam sel yang akan menyebabkab
depolarisasi yang selanjutnya akan menyebabkan masuknya ion kalsium ke dalam sel
dan juga menstimulasi release glutamate melalui glutamate transporter. Aktivitas
glutamat pada celah sinaps juga menstilumasi reseptor amino eksitatorik yang akan
berpasangan dengan kanal kasium dan natrium. Hal ini akan menghasilkan masuknya
natrium pada neuron post sinaps dan dendrit yang akan menyebabkan depolarisasi dan
edema sitotoksik. Asidosis memiliki kontribusi terhadap overload kalsium dengan
cara mengaktivasi enzyme yang tergantung kalsium (protease, lipase dan nuclease).
Enzyme ini dan produk metabolitnya seperti eicosanoids dan sitoskleton
menyebabkan kematian sel.. bila terjadi kematian inkomlet, maka sel tersebut akan
hidup lebih lama seperti yang ada pada disekitar infark yang disebut sebagai
penumbra. Terdapat berbagai proses biologi yang menyebabkan kematian sel neuron
diarea ini. Proses ini antara lain kematian sel terproram (apoptosis). Apoptosis dapat
terjadi oleh aktivasi protein family Bcl-2 dan caspase. Aktivasi protein ini akan
menyebabkan terjadinya apoptosis. (Margono,2011).

Apabila aliran darah pada daerah iskemik membaik sebelum terjadi kerusakan
yang irreversible, maka gejala timbul dalam beberapa saat, namun bila hal ini
menyebabkan iskemik jaringan otak irreversible, maka deficit neurologis yang terjadi
akan menetap. Terdapat dua mekanisme pada stroke iskemik, yaitu stroke yang
disebabkan oleh thrombus dan emboli (Margono,2011).

a. trombosis

TrombosisAterosklerosis adalah salah satu obstruksi vaskular yang


terjadiakibat perubahan patologis pada pembuluh darah, seperti hilangnya elastisitas
dan menyempitnya lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini merupakan respon
normal terhadap injury yang terjadi pada lapisan endotel pembuluh darah arteri.
Proses aterosklerosis ini lebih mudah terjadi pada pembuluh darah arteri karena arteri
lebih banyak memiliki sel otot polos dibandingkan vena. Proses aterosklerosis
ditandai oleh penimbunan lemak yang terjadi secara lambat pada dinding-dinding
arteri yang disebut plak, sehingga dapat memblokir atau menghalangi sama sekali
aliran pembuluh darah ke otak. Akibat terjadinya aterosklerosis ini bisa juga
disebabkan oleh terbentuknya bekuan darah atau trombus yang teragregasi platelet
pada dinding pembuluh darah dan akan membentuk fibrin kecil ya ng menjadikan
sumbatan atau plak pada pembuluh darah, ketika arteri dalam otak buntu akibat plak
tersebut, menjadikan kompensasi sirkulasi dalam otak akan gagal dan perfusi
terganggu, sehingga akan mengakibatkan kematian sel dan mengaktifkan banyak
enzim fosfolipase yang akan memacu mikroglia memproduksi Nitrit Oxide secara
banyak dan pelepasan sitokin pada daerah iskemik yang akan menyebabkan
kerusakan atau kematian sel ( Lakhan et al, 2009).

Apabila bagian trombus tadi terlepas dari dinding arteri dan ikut terbawa aliran darah
menuju ke arteri yang lebih kecil, maka hal ini dapat menyebabkan sumbatan pada
arteri tersebut, bagian dari trombus yang terlepas tadi disebut emboil.
b. Emboli

EmboliHampir 20%, stroke iskemik disebabkan emboli yang berasal dari jantung.
Sekali stroke emboli dari jantung terjadi, maka kemungkinan untuk rekuren relatif
tinggi. Resiko stroke emboli dari jantung meningkat dengan bertambahnya umur,
karena meningkatnya prevelansi fibrilasi atrial pada lansia. Umumnya prognosis
stroke kardioemboli buruk dan menyebabkan kecacatan yang lebih besar. Timbulnya
perdarahan otak tanpa tanda-tanda klinis memburuk dan terjadi 12-48 jam setelah
onset stroke emboli yang disertai infark besar.

VI. MANIFESTASI KLINIS

Tabel 1. Gejala Neurologik yang sering Dijumpai pada Penderita Stroke Iskemik Akut
Hemisfer kiri (dominan), kortikal - Afasia
- Hemiparesis kanan
- Gangguan hemisensorik kanan
- Neglect hemispasial kanan
- Hemianopsia homonim kanan
- Gaze paralysis kanan
Hemisfer kanan (dominan), kortikal - Hemiparesis kiri
- Gangguan hemisensorik kiri
- Neglect hemispasial kiri
- Hemianopsia homonim kiri
- Gaze paralysis kiri
Subkortikal, hemisfer atau batang otak - Hemiparesis (pure motor stroke)
- Gangguan hemisensorik (pure motor stroke)
- Disartria
- Hemiparesis ataksik
- Tidak ada gangguan fungsi kognisi, bahasa,
penglihatan
Batang otak - Gangguan motorik atau sensorik keempat
anggota gerak
- Hemiparesis atau hemisensorik alternans
- Diconjugate gaze
- Nistagmus
- Ataksia
- Disartria
- Disfagia
Serebelum - Ataksia lengan ipsilateral
- Ataksia jalan

VII. DIAGNOSIS

Anamnesis

- Gejala yang mendadak pada saat awal, lamanya awitan, dan aktivitas saat
serangan
- Deskripsi gejala yang muncul beserta kelanjutannya.
- Gejala penyerta : penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri
kepala, rasa berputar, kejang, gangguan penglihatan, atau gangguan fungsi
kongitif.
- Ada tidaknya faktor resiko stroke (Margono,2011).
Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan umum, tanda vital


- Kepala leher (terutama ada tidaknya cedera kepala, bruit karotis, peningkatan
tekanan vena jugularis dan lain-lain)
- Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan kesadaran, nervus kranialis, kakukuduk
, pemeriksaan motoric, reflex dan sensorik, pemeriksaan kognitif (ada
tidaknya afasia atau dengan menggunakan MMSE saat diruangan)
Pemeriksaan penunjang

- Elektrokardiografi
- Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, hemostasis, gula darah,
urinalisis, analisa gas darah, dan elektrolit)
- Foto thorak, melihat ada tidaknya kardiomegali
- CT scan / MRI gambaran hipodens/hipointens pada stroke iskemik,
hiperdens/hiperintens pada stroke hemoragik.
- Transcranial Doppler (TCD) dan Doppler karotis untuk melihat
penyumbatan dan patensi pembuluh darah sebagai resiko stroke.
- Angiografi bila ada kecurigaan stenosis pembuluh darah baik ekstracranial
maupun intracranial
- EEG dilakukan pada pasien yang dicurigai kejang
- Lumbal punksi dilakukan bila ada kecurigaan perdarahan subarachnoid
(Margono,2011).
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Stroke perdarahan intraserebral
2. Kejang
3. Migrain
4. Encephalophaty hypertensi
5. Trauma kepala
6. Encephalophaty metabolic

IX. TATALAKSANA

PENATALAKSANAAN UMUM STROKE AKUT

A. TATALAKSANA DIRUANG GAWAT DARURAT


1. Evaluasi cepat dan diagnosis
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke.
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri,
dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala
akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena
jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan
paru), abdomen, kulit dan ekstremitas (Misbach, 2011).
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem
motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi
kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National
Institutes of Health Stroke Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of
evidence B).
2. Terapi umum
a. Stabilisasi jalan nafas
- Pantau status neurologi, TTV dan saturasi oksigen dianjurkan 72
jam, jika deficit neurologis nyata
- Pemberian oksigen pada saturasi oksigen <95%
- Pemasangan pipa orofaring pada pasien tidak sadar.
- Terapi oksigen pada hipoksia
- Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg
atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko
untuk terjadi aspirasi.
- Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu.
Jika pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan
dilakukan trakeostomi (Misbach, 2011).

b. Stabilisasi hemodinamik
- Cairan kristaloid atau koloid intravena
- Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan
tujuan memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
memasukan cairan dan nutrisi, usahakan CVC 5-12 MMhG.
- Optimalkan tekanan darah
- (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama
setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B).
c. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
d. Pengendalian peningkatan Tekanan Intrakranial
- Head up 30
- Hindari penekanan pada vena jugular
- Hindari pemberian cairan glikosa, hipotonik dan hipertermia
- Osmoterapi atas indikasi:
 Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA,
Class III, Level of evidence C). Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
 Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v.
- Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
e. Pengendalian kejang

- Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan


diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit.
- Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
- Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik
tanpa kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence C).
- Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan,
dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan
(AHA/ASA, Class V, Level of evidence C).

B. TATALAKSANA UMUM DI RUANG RAWAT


1. Cairan
- Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
- Umumnya kebutuhan cairan 30/ml/kgBB/hari
- Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin
sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan
(produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan
yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius
pada penderita panas).
- Koreksi cairan, koreksi asidosis dan alkalosis (Misbach, 2011).

2. Nutrisi
- Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik.
- Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
 Karbohidrat 30-40%dari total kalori
 Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-
55 %)
 Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-
2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8
g/kgBB/hari) (Misbach, 2011).

3. Penatalaksanaan medis lain (Misbach, 2011).


- Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia
(kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati
dengan titrasi insulin (AHA/ASA,Class I, Level of evidence C).1
Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia
berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena
atau infuse glukosa 10-20%.
- jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan
mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau
propofol bias digunakan
- Mobilisasi dan cegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutri,
pneumonia, thrombosis vena dalam,decubitus, komplikasi ortopedi
dan kontraktur)
- Pada pasien yang berisiko thrombosis vena dalam berikan heparin
subkutan2x5000 IU/hari
- Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi
- Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi
- Antibiotik sesuai indikasi
- Hati-hati dalam menggerakkan, suction lendir, atau memandikan
pasien karena dapat mempengaruhi TIK
- Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
- kateterisasi intermiten
- Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium,
MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE,
TEE, dan lain-lain sesuai dengan indikasi.
- Rehabilitasi
- Edukasi dan discharge planning. (Misbach, 2011).

KEDARURATAN MEDIK STROKE AKUT

A. Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut


1. Penatalaksanaan hipertensi
Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan
penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan
secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini.

- Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar


15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah
awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau
tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke
iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan
darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya, tekanan
darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105
mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi
yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin,
atau diltiazem intravena.

- Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA,


Class IIb, Level of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau
Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

- Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan
pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60
mmHg.

- Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah
diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110
mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT
2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).

- Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220


mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140
mmHg cukup aman (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).
Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.
- Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan
tekanan darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral.

- Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta


(labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.

- Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena


mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan
kontraindikasi mutlak.

- Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah


harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan
perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik
sesudah PSA serta perdarahan ulang (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B). Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid
berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan
darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS
160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam
mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat
individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya
kemungkinan vasospasme dan komorbiditas kardiovaskular.

- Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai


panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran
fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi.
Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan
efek neuroprotektif dari nimodipin.

- Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi


hipertensi dapat dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme
serebral pada PSA aneurismal (AHA/ASA, Class IIa, Level of
evidence B), tetapi target rentang tekanan darah belum jelas.

- Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan


hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang
mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark
miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati
hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam
pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

2. Penatalaksanaan Hipotensi pada stroke akut


hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama
diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output
karena iskemia miokardial atau aritmia. Penggunaan obat vasopresor dapat
diberikan dalam bentuk infuse dan disesuaikan dengan efek samping yang
akan ditimbulkan seperti takikardia. Obat-obat vasopressor yang dapat
digunakan antara lain, fenilephrin, dopamine, dan norepinefrin. Pemberian
obat-obat tersebut diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada
tekanan darah optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada kondisi akut
stroke (Misbach, 2011).

B. Penatalaksanaan Gula Darah pada Stroke Akut


1. Indikasi dan syarat-syarat pemberian insulin
- Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM
- Bukan stroke lacunar dengan diabetes mellitus (Misbach, 2011).
2. Kontrol gula darah selama fase akut stroke
- Insulen regular subkutan menurut skla luncur
Sangat bervariasi dan harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap
penderita (tak disebutkan berapa jam sekali). Pada hiperglikemia
refrakter dibutuhkan IV insulin (Misbach, 2011).

Table 3. skala luncur insulin regular

Gula darah (mg/dl) dosis insulin subkutan (unit)

150-200 3

201-250 4

251-300 6

301-350 8

>315 10

- Protocol pemberian insulin intravena


 Guideline umum
i. Sasaran kadar glukosa darah : 80-180 mg/dl (90-110
untuk ICU)
ii. Standart drip insulin 100 U/100 ml 0,9% NaCl via
infus (IU/1ml). Infus insulin harus dihentikan bila
penderita makan dan menerima dosis pertama dari
insulin subkutan
 Pemilihan algoritma
i. Algoritma 1: mulai untuk kebanyakan penderita
(lihat tabel 2)
ii. Algoritma 2: untuk penderita yang tak dapat
dikontrol dengan algoritma 1, atau untuk penderita
dengan diabetes yang menerima insulin > 80 U/hari
sebagai outpatieant

iii. Algoritma 3: untuk penderita yang tak dapat


dikontrol dengan algoritma 2.

iv. Algoritma 4: untuk penderita yang tak dapat


dikontrol dengan algoritma 3.

 Memantau penderita
Periksa gula darah kapiler tiap jam sampai pada sasaran
glukosa (glucose goal range) selama 4 jam kemudian
diturunkan tiap 2 jam. Bila gula darah tetap stabil, infus
insulin dapat dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan tiap jam
untuk penderita sakit kritis walaupun gula darah stabil.

Table 4. Infus insulin intravena

Table 5. Pemberian insulin subkutan


Gula darah sebelum Dosis insulin
makan (mg/dl) (unit)

Alogarita dosis Alogarita dosis


Alogarita dosis tinggi
rendah sedang

150-199 1 1 2

200-249 2 3 4

250-299 3 5 7

300-349 4 7 10

>349 5 8 12

PENATALAKSANAAN KHUSUS STROKE AKUT

Penatalaksanaan stroke iskemik

1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut


2. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
3. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah
secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak
direkomendasikan.
4. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut
5. Pemberian antikoagulan
- Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya
stroke ulang awal, menghentikan perburukan deficit neurologi, atau
memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke
iskemik akut
- Antikoagulasi urgent tidak drekomendasikan pada penderita
dengan stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya
risiko komplikasi perdarahan intracranial
- Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dlam jangka waktu 24 jam
bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak
direkomendasikan
- Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah
stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke
iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi
arteri atau stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan.
Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk infark besar
>50%, hipertensi yang tidak dapat terkontrol, dan perubahan
mikrovaskuler otak yang luas (Misbach, 2011).
6. Pemberian antiplatelet
- Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24 sampai 48
jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik
akut.
- Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan
intervensi akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena
- Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan
- Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam
setelah pemberian obat trombolitik tidak dierkomendasikan
- Pemberian klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada
stroke iskemik akut, tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level
of evidence C), kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik,
misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent
stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah
kejadian
- Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa tidak dianjurkan (Misbach, 2011).
7. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam terpi stroke iskemik akut
8. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi
stroke iskemik akut
9. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki
aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut, pemantauan
kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan secara ketat
10. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan. Tindakan
endovascular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak
dianjurkan
11. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efekif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat ini
masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada
stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan
dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS
(International Citicholin Trial in Acute Stroke, ongoing).Selain itu, pada
penelitian yang dilakukan oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian
Plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di
Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita strke akut berupa
perbaikan motoric, score MRS dan Barthel index.

TERAPI SPESIFIK STROKE AKUT

Prosedur Aplikasi Pemberian Terapi Trombolisis rTPA pada Stroke Iskemik


Akut

 Fibrinolitik dengan rTPA memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya


thrombus dan perbaikan sel serebral.
 Pemberian fibrinolilik sesegera mungkin setelah gianosis ditegakan (awitan 3
jam intravena dalam 6 jam pemberian intraarterial) (Misbach, 2011).

1. kriteria inklusi
-
usia >18 tahun
-
diagnosis klinis strokedengan deficit neurologis jelas
-
awitan jelas (<3 jam, AHA guideline 2007 atau <4,5 jam,ESO 2009)
-
tidak ada perdarahan intracranial dari CT Scan

2. kriteria eksklusi
-
usia > 80 tahun
-
deficit neurologis ringan dan cepat baik atau perburukan deficit neurologis
berat
-
gambaran perdarahan intracranial CT Scan
-
Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
-
Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri)
-
Kejang pada saat onset stroke
-
Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post iktal
-
Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan terakhir
-
Perdarahan aktif dan gejalanya
-
Tekanan dara sistolik >185, diastolic >110 mmHg
-
Glukosa darah <50 mg/dl atau >400 mg/dl
-
Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi umbel
dalam 1 minggu sebelumnya.
-
Jumlah platelet <100.000/mm3
-
Wanita hamil
-
Mendapat terapi heparin dalam 48 jam berhubungan dengan peningkatan
aPTT

Rekomendasi NIH tentang Response Time Pasien yang akan Diberikan rTPA di
Unit Gawat Darurat

1. Golden hour untuk rencana pemberian rTPA (< 60 menit)


2. Pasien tiba di IGD dengan diagnosis stroke
3. Evaluasi dan pemeriksaan pasien oleh triage (termasuk anamnesis, permintaan
laboratorium dan menilai NIHSS) waktu < 10 menit
4. Didiskusikan oleh tim stroke ( termasuk keputusan dilakukan pemberian
rTPA) waktu < 15 menit
5. Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, waktu <25 menit
6. Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala dan laboratorium, waktu < 45 menit
7. Pemberian rTPA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu < 60 menit

Protokol penggunaan rTPA intravena

1. Infus Rtpa 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60 menit dengan 10% dosis
diberikan sebagai bolus dalam 1 menit
2. Masukkkan pasien ke ICU atau unit stroke untuk pemantauan
3. Lakukan penilaian neurologi setiap 15 menit selama pemberian infus dalam
setiap 30 menit setelahnya selama 6 jam berikutnya, kemudian tiap jam hingga
24 jam setelah terapi
4. Bila terdapat nyeri kepala berat, hipertensi akut, mual, atau muntah, hentikan
infus (bila rTPA sedang dimasukkan) dan lakukan CT Scan segera
5. Ukur tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam pertama dan setaip 30 menit
selama 6 jam berikutnya, dan kemudian setiap jam hingga 24 jam setelah
terapi.
6. Naikkan frekuensi pengukuran tekanan darah bila tekanan darah sistolik > 180
mmHg atau bila diastolik > 105 mmHg; berikan medikasi antihipertensi untuk
mempertahankan tekanan darah pada level ini atau level dibawahnya (lihat
protokol penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut)
7. Tunda pemasangan pipa nasogastrik, kateter urin atau kateter tekanan
intraarterial
8. Lakukan CT Scan untuk follow up dalam 24 jam sebelum pemberian
antikoagulan atau antiplatelet (Misbach, 2011).
Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Iskemik Akut yang akan diberikan
rTPA

1. Tekanan darah sistolik > 185 mmHg atau diastolik >110 mmHg
-
Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulangi 1x;atau
-
Nitropaste 1-2 inchi;atau
-
Infuse nikardipin 5 mg/jam, titrasi dinaikkan 2,5 mg/jam dengan interval
5-15 menit, saat tekanan darah yang diinginkan tercapai, turunkan menjadi
3 mg/jam
-
Bila tekanan darah tidak turun dan tetap >185/110 mmHg, jangan berikan
rTPA intravena(Misbach, 2011).

2. Manajemen tekanan darah selama dan setelah penggunaan rTPA


-
Monitor tekanan darah tiap 15 menit selama terapi dan selama 2 jam
berikutnya, kemudian tiap 30 menit selama 6 jam, kemudian setiap jam
selama 16 jam
-
Tekanan darah sistolik 180-230 mmHg atau diastolik 105-120 mmHg
 Labetalol 10 mgIV selama 1-2 menit, dapat diulangi setiap 10-20
menit, dosis maksimum 300 mg;atau
 Labetalol 10 mg IV dilanjutkan infuse 2-8 mg/menit
-
Tekanan darah sistolik >230 mmHg atau diastolik 120-140 mmHg
 Labetalol 10 mgIV selama 1-2 menit, dapat diulangi setiap 10-20
menit, dosis maksimum 300 mg;atau
 Labetalol 10 mg IV dilanjutkan infuse 2-8 mg/menit;atau
 Infuse nikardipin 5 mg/jam, dititrasi hingga efek yang diinginkan
tercapai 2,5 mg/jam tiap 5 menit, maksimum 15 mg/jam
 Bila tekanan darah tidak terkontrol, pertimbangkan natrium
nitroprusid(Misbach, 2011).

REHABILITASI

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,


maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan
psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu
stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan
fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus
di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat
(Misbach, 2011).
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat
orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise 7. Latihan mobilisasi
2. Latihan duduk 8. Latihan pindah dari kursi roda
3. Latihan berdiri ke mobil
4. Latihan mobilisasi 9. Latihan berpakaian
5. Latihan ADL (activity daily 10. Latihan membaca
living) 11. Latihan mengucapkan huruf
6. Latihan Positioning A,I,U,E,O
(Penempatan)

X. PROGNOSIS

Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut
terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek
tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi
oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-menerus selama 24 jam
setelah serangan stroke. Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor
dan keadaan yang terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai
tolok ukur diantaranya outcome fungsional, seperti kelemahan motorik,
disabilitas, quality of life, serta mortalitas.

Anda mungkin juga menyukai