Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan
gejala neurologis klinis fokal dan atau global yang berkembang dengan cepat, adanya
gangguan cerebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menimbulkan
kematian tanpa penyebab selain yang berasal dari vascular (Margono,2011).
II. EPIDEMOLOGI
Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan
kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan
oleh stroke (American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15
juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami
kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke merupakan penyebab utama kecacatan
yang dapat dicegah (Ralph et all, 2013).

Kejadian stroke di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang perlu


diperhatikan karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang
ditimbulkan. Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0‰),
sedangkan berdasarkan gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1‰).
Berdasarkan jumlah tersebut diketahui bahwa Jawa Barat memiliki jumlah penderita stroke
terbanyak dan Papua barat dengan jumlah penderita stroke paling sedikit, dikarenakan
selain perbandingan jumlah penduduk serta adanya perbedaan etnik dankebudayaan
yang mempengaruhi kejadian stroke tersebut. Prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis
tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan
diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰),
Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing- masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰),
DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16‰
(Riskesdas, 2013)

III. FAKTOR RESIKO


Faktor-faktor resiko terjadinya stroke adalah (Margono,2011) :
a. Tidak dapat dimodifikasi
- Usia
- Ras
- Jenis kelamin
- Keturunan / genetic
b. Dapat dimodifikasi
- Riwayat penyakit kardiovaskular

  1  
- Hipertensi
- Obesitas
- Resistensi insulin
- Sindrom Metabolik
- Merokok
- Dyslipidemia
- Inaktifitas fisik
- Menderita TIA atau stroke sebelumnya
IV. KLASIFIKASI
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke Iskemik
- Thrombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat penyempitan lumen
pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab tersering adalah Aterosklerosis.
Gejalanya biasanya memberat secra bertahap.
- Emboli disebabkan sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih proximal.
Gejalanya biasanya langsung memberatatau hanya sesaat lalu menghilang lagi
ketika saat emboli terlepas kea rah distal, seperti TIA.
- Infark lakuner disebabkan infark kecil yang multiple, sehingga menyebabkan
stenosis pada pembuluh darah kecil yang sifatnya terbatas
2. Stroke Hemoragik
- Perdarahan intraserebral
- Perdarahan subarachnoid

Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu :


1. Transient Ischemic Attack (TIA) Gangguan neurologis sesaat, beberapa menit atau
beberapa jam saja dan gejala akan hilang dalam waktu <24 jam
2. Improving Stroke
Dahulu disebut reversible ischemic neurologist deficits (RIND), gangguan
neurologis setempat yang akan hilang dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3
minggu
3. Worsening stroke
Dahulu disebut strokein evolution (SIE), yaitu stroke yang terjadi masih terus
berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk.
Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
4. Stable Stroke
Dahulu disebut completed stroke, yaitu gangguan neurologis yang timbul bersifat
menetap atau permanen

V. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi stroke iskemik terjadi oleh karena iskemik serebri fokal. Turunnya aliran
darah fokal akan menganggu metabolisme dan fungsi serta metabolisme neuron. Secara

  2  
patologis jaringan infark terlihat sebagai pan-nekrosis fokal sel neuron, glia, dan pembuluh
darah.
Iskemik neuron adalah proses biokimia aktif yang berkembang dengan berjalannya
waktu. Berkurangnya oksigen dan glukosa menyebabkan berkurangnnya energi yang
diperlukan untuk memelihara potensial membrane dan gradient ion trans memberan.
Kalium akan bocor keluar dari dalam sel yang akan menyebabkab depolarisasi yang
selanjutnya akan menyebabkan masuknya ion kalsium ke dalam sel dan juga menstimulasi
release glutamate melalui glutamate transporter. Aktivitas glutamat pada celah sinaps juga
menstilumasi reseptor amino eksitatorik yang akan berpasangan dengan kanal kasium dan
natrium. Hal ini akan menghasilkan masuknya natrium pada neuron post sinaps dan
dendrit yang akan menyebabkan depolarisasi dan edema sitotoksik. Asidosis memiliki
kontribusi terhadap overload kalsium dengan cara mengaktivasi enzyme yang tergantung
kalsium (protease, lipase dan nuclease). Enzyme ini dan produk metabolitnya seperti
eicosanoids dan sitoskleton menyebabkan kematian sel.. bila terjadi kematian inkomlet,
maka sel tersebut akan hidup lebih lama seperti yang ada pada disekitar infark yang
disebut sebagai penumbra. Terdapat berbagai proses biologi yang menyebabkan kematian
sel neuron diarea ini. Proses ini antara lain kematian sel terproram (apoptosis). Apoptosis
dapat terjadi oleh aktivasi protein family Bcl-2 dan caspase. Aktivasi protein ini akan
menyebabkan terjadinya apoptosis. (Margono,2011).
Apabila aliran darah pada daerah iskemik membaik sebelum terjadi kerusakan yang
irreversible, maka gejala timbul dalam beberapa saat, namun bila hal ini menyebabkan
iskemik jaringan otak irreversible, maka deficit neurologis yang terjadi akan menetap.
Terdapat dua mekanisme pada stroke iskemik, yaitu stroke yang disebabkan oleh thrombus
dan emboli (Margono,2011).
a. trombosis
Trombosis Aterosklerosis adalah salah satu obstruksi vaskular yang terjadiakibat
perubahan patologis pada pembuluh darah, seperti hilangnya elastisitas dan menyempitnya
lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini merupakan respon normal terhadap injury yang
terjadi pada lapisan endotel pembuluh darah arteri. Proses aterosklerosis ini lebih mudah
terjadi pada pembuluh darah arteri karena arteri lebih banyak memiliki sel otot polos
dibandingkan vena. Proses aterosklerosis ditandai oleh penimbunan lemak yang terjadi
secara lambat pada dinding-dinding arteri yang disebut plak, sehingga dapat memblokir
atau menghalangi sama sekali aliran pembuluh darah ke otak. Akibat terjadinya
aterosklerosis ini bisa juga disebabkan oleh terbentuknya bekuan darah atau trombus yang
teragregasi platelet pada dinding pembuluh darah dan akan membentuk fibrin kecil ya ng
menjadikan sumbatan atau plak pada pembuluh darah, ketika arteri dalam otak buntu
akibat plak tersebut, menjadikan kompensasi sirkulasi dalam otak akan gagal dan perfusi
terganggu, sehingga akan mengakibatkan kematian sel dan mengaktifkan banyak enzim
fosfolipase yang akan memacu mikroglia memproduksi Nitrit Oxide secara banyak dan
pelepasan sitokin pada daerah iskemik yang akan menyebabkan kerusakan atau kematian
sel ( Lakhan et al, 2009).

  3  
Apabila bagian trombus tadi terlepas dari dinding arteri dan ikut terbawa aliran darah
menuju ke arteri yang lebih kecil, maka hal ini dapat menyebabkan sumbatan pada arteri
tersebut, bagian dari trombus yang terlepas tadi disebut emboil.

b. Emboli

Emboli Hampir 20%, stroke iskemik disebabkan emboli yang berasal dari jantung. Sekali
stroke emboli dari jantung terjadi, maka kemungkinan untuk rekuren relatif tinggi. Resiko
stroke emboli dari jantung meningkat dengan bertambahnya umur, karena meningkatnya
prevelansi fibrilasi atrial pada lansia. Umumnya prognosis stroke kardioemboli buruk dan
menyebabkan kecacatan yang lebih besar. Timbulnya perdarahan otak tanpa tanda-tanda
klinis memburuk dan terjadi 12-48 jam setelah onset stroke emboli yang disertai infark
besar.

VI. MANIFESTASI KLINIS


- Defisit neuroligis fokal seperti hemiparesis, hemihipestesia, afasia, disfagia,
gangguan kesadaran dan sebagainya.
- Pada stroke iskemik jarang didapatkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK),
kecuali jika terjadi oklusi diarteri besar atau terjadi hipoksia yang cukup berat
sehingga menyebabkan edema. Adanya edema akan meningkatkan tekanan
intrakraniak (TIK).
- Pada stroke hemoragik didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(TIK).

Tabel 1. Gejala Neurologik yang sering Dijumpai pada Penderita Stroke Iskemik
Akut
Hemisfer kiri (dominan), kortikal -­‐ Afasia
-­‐ Hemiparesis kanan
-­‐ Gangguan hemisensorik kanan
-­‐ Neglect hemispasial kanan
-­‐ Hemianopsia homonim kanan
-­‐ Gaze paralysis kanan
Hemisfer kanan (dominan), kortikal -­‐ Hemiparesis kiri
-­‐ Gangguan hemisensorik kiri
-­‐ Neglect hemispasial kiri
-­‐ Hemianopsia homonim kiri
-­‐ Gaze paralysis kiri
Subkortikal, hemisfer atau batang otak -­‐ Hemiparesis (pure motor stroke)
-­‐ Gangguan hemisensorik (pure motor
stroke)
-­‐ Disartria
-­‐ Hemiparesis ataksik
-­‐ Tidak ada gangguan fungsi kognisi,

  4  
bahasa, penglihatan
Batang otak -­‐ Gangguan motorik atau sensorik
keempat anggota gerak
-­‐ Hemiparesis atau hemisensorik
alternans
-­‐ Diconjugate gaze
-­‐ Nistagmus
-­‐ Ataksia
-­‐ Disartria
-­‐ Disfagia
Serebelum -­‐ Ataksia lengan ipsilateral
-­‐ Ataksia jalan

VII. DIAGNOSIS
Anamnesis
- Gejala yang mendadak pada saat awal, lamanya awitan, dan aktivitas saat serangan
- Deskripsi gejala yang muncul beserta kelanjutannya.
- Gejala penyerta : penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri kepala,
rasa berputar, kejang, gangguan penglihatan, atau gangguan fungsi kongitif.
- Ada tidaknya faktor resiko stroke (Margono,2011).
Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

  5  
Table 2. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan umum, tanda vital
- Kepala leher (terutama ada tidaknya cedera kepala, bruit karotis, peningkatan
tekanan vena jugularis dan lain-lain)
- Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan kesadaran, nervus kranialis, kakukuduk ,
pemeriksaan motoric, reflex dan sensorik, pemeriksaan kognitif (ada tidaknya
afasia atau dengan menggunakan MMSE saat diruangan)
Pemeriksaan penunjang
- Elektrokardiografi
- Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, hemostasis, gula darah,
urinalisis, analisa gas darah, dan elektrolit)
- Foto thorak, melihat ada tidaknya kardiomegali
- CT scan / MRI gambaran hipodens/hipointens pada stroke iskemik,
hiperdens/hiperintens pada stroke hemoragik.
- Transcranial Doppler (TCD) dan Doppler karotis untuk melihat penyumbatan
dan patensi pembuluh darah sebagai resiko stroke.
- Angiografi bila ada kecurigaan stenosis pembuluh darah baik ekstracranial maupun
intracranial
- EEG dilakukan pada pasien yang dicurigai kejang
- Lumbal punksi dilakukan bila ada kecurigaan perdarahan subarachnoid
(Margono,2011).

  6  
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Stroke perdarahan intraserebral
2. Kejang
3. Migrain
4. Encephalophaty hypertensi
5. Trauma kepala
6. Encephalophaty metabolic

IX. TATALAKSANA
PENATALAKSANAAN UMUM STROKE AKUT
A. TATALAKSANA DIRUANG GAWAT DARURAT
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran,
serta faktor risiko stroke.
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan
suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada
gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas (Misbach, 2011).
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap
dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke
yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke
Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence B).
2. Terapi umum
a. Stabilisasi jalan nafas
-­‐ Pantau status neurologi, TTV dan saturasi oksigen dianjurkan 72 jam,
jika deficit neurologis nyata
-­‐ Pemberian oksigen pada saturasi oksigen <95%
-­‐ Pemasangan pipa orofaring pada pasien tidak sadar.
-­‐ Terapi oksigen pada hipoksia
-­‐ Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau
pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk
terjadi aspirasi.
-­‐ Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika
pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi (Misbach,  2011).

  7  
b. Stabilisasi hemodinamik
-­‐ Cairan kristaloid atau koloid intravena
-­‐ Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan
tujuan memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
memasukan cairan dan nutrisi, usahakan CVC 5-12 MMhG.
-­‐ Optimalkan tekanan darah
-­‐ (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah
serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
c. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
d. Pengendalian peningkatan Tekanan Intrakranial
-­‐ Head up 30
-­‐ Hindari penekanan pada vena jugular
-­‐ Hindari pemberian cairan glikosa, hipotonik dan hipertermia
-­‐ Osmoterapi atas indikasi:
• Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap
4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III,
Level of evidence C). Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali
dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
• Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB
i.v.
-­‐ Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
e. Pengendalian kejang

-­‐ Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan
diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
-­‐ Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
-­‐ Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik
tanpa kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
C).
-­‐ Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan
bila tidak ada kejang selama pengobatan (AHA/ASA, Class V, Level of
evidence C).

B. TATALAKSANA UMUM DI RUANG RAWAT


1. Cairan
-­‐ Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
-­‐ Umumnya kebutuhan cairan 30/ml/kgBB/hari
-­‐ Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi

  8  
urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak
dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).
-­‐ Koreksi cairan, koreksi asidosis dan alkalosis (Misbach,  2011).

2. Nutrisi
-­‐ Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
-­‐ Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
• Karbohidrat 30-40%dari total kalori
• Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55
%)
• Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari)
(Misbach,  2011).

3. Penatalaksanaan medis lain (Misbach,  2011).


-­‐ Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia
(kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan
titrasi insulin (AHA/ASA,Class I, Level of evidence C).1 Target yang
harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl)
harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-
20%.
-­‐ jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan
mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol
bias digunakan
-­‐ Mobilisasi dan cegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutri,
pneumonia, thrombosis vena dalam,decubitus, komplikasi ortopedi dan
kontraktur)
-­‐ Pada pasien yang berisiko thrombosis vena dalam berikan heparin
subkutan2x5000 IU/hari
-­‐ Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi
-­‐ Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi
-­‐ Antibiotik sesuai indikasi
-­‐ Hati-hati dalam menggerakkan, suction lendir, atau memandikan pasien
karena dapat mempengaruhi TIK
-­‐ Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
-­‐ kateterisasi intermiten
-­‐ Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium,
MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE,
dan lain-lain sesuai dengan indikasi.
-­‐ Rehabilitasi
-­‐ Edukasi dan discharge planning.  (Misbach,  2011).

  9  
KEDARURATAN MEDIK STROKE AKUT
A. Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut
1. Penatalaksanaan hipertensi
Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan
penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara
hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini.
-­‐ Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic
(TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi
terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185
mmHg dan TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
B). Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg
dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat
antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid,
nikardipin, atau diltiazem intravena.

-­‐ Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb,
Level of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial
Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

-­‐ Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan
pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.

-­‐ Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan
secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada
studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih
diperbolehkan. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).

-­‐ Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220


mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg
cukup aman (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Setelah
kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.

  10  
-­‐ Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan
darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral.

-­‐ Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta


(labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.

-­‐ Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena


mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan
kontraindikasi mutlak.

-­‐ Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus


dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral
untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta
perdarahan ulang (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Untuk
mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien
stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga
TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering
digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko terjadinya
vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia
pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular.

-­‐ Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai


panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran
fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan
akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek
neuroprotektif dari nimodipin.

-­‐ Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi


dapat dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA
aneurismal (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B), tetapi target
rentang tekanan darah belum jelas.

-­‐ Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan


hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang
mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard
akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target
penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90
mmHg dalam 6 jam pertama.

  11  
2. Penatalaksanaan Hipotensi pada stroke akut
hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama
diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena
iskemia miokardial atau aritmia. Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan
dalam bentuk infuse dan disesuaikan dengan efek samping yang akan
ditimbulkan seperti takikardia. Obat-obat vasopressor yang dapat digunakan
antara lain, fenilephrin, dopamine, dan norepinefrin. Pemberian obat-obat
tersebut diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah
optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada kondisi akut stroke (Misbach,  
2011).

B. Penatalaksanaan Gula Darah pada Stroke Akut


1. Indikasi dan syarat-syarat pemberian insulin
-­‐ Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM
-­‐ Bukan stroke lacunar dengan diabetes mellitus (Misbach,  2011).
2. Kontrol gula darah selama fase akut stroke
-­‐ Insulen regular subkutan menurut skla luncur
Sangat bervariasi dan harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap
penderita (tak disebutkan berapa jam sekali). Pada hiperglikemia
refrakter dibutuhkan IV insulin (Misbach,  2011).

Table 3. skala luncur insulin regular


Gula darah (mg/dl) dosis insulin subkutan (unit)
150-200 3
201-250 4
251-300 6
301-350 8
>315 10

-­‐ Protocol pemberian insulin intravena


• Guideline umum
i. Sasaran kadar glukosa darah : 80-180 mg/dl (90-110
untuk ICU)
ii. Standart drip insulin 100 U/100 ml 0,9% NaCl via infus
(IU/1ml). Infus insulin harus dihentikan bila penderita
makan dan menerima dosis pertama dari insulin subkutan
• Pemilihan algoritma
i. Algoritma 1: mulai untuk kebanyakan penderita (lihat
tabel 2)
ii. Algoritma 2: untuk penderita yang tak dapat dikontrol
dengan algoritma 1, atau untuk penderita dengan
diabetes yang menerima insulin > 80 U/hari sebagai
outpatieant

  12  
iii. Algoritma 3: untuk penderita yang tak dapat dikontrol
dengan algoritma 2.

iv. Algoritma 4: untuk penderita yang tak dapat dikontrol


dengan algoritma 3.

• Memantau penderita
Periksa gula darah kapiler tiap jam sampai pada sasaran glukosa
(glucose goal range) selama 4 jam kemudian diturunkan tiap 2
jam. Bila gula darah tetap stabil, infus insulin dapat dikurangi
tiap 4 jam. Pemantauan tiap jam untuk penderita sakit kritis
walaupun gula darah stabil.

Table 4. Infus insulin intravena

Catatan :
i. Seluruh pasien yang memerlukan infus insulin kontinu
harus mendapatkan sumber glukosa secara kontinu baik
melalui IV (D5W atau TPN) atau melalui asupan enteral.
ii. Infus insulin dihentikan jika pasien harus meninggalkan
ICU untuk tes diagnostik ataupun karena memang sudah
selesai perawatan ICU.

-­‐ peralihan dari insulin intravena ke subkutan


Untuk mencapai glukosa darah pada tingkat sasaran, berilah dosis short-
acting atau rapid-acting insulin subkutan 1-2 jam sebelum
menghentikan infus insulin intravena. Dosis insulin basal dan prandial
harus disesuaikan dengan tiap kebutuhan penderita. Contohnya, bila
dosis rata-rata dari IV insulin 1,0 U/jam selama 8 jam sebelumnya dan
stabil, maka dosis total per hari adalah 24 U. Dari jumlah ini, sebesar
50% (12 U) adalah basal sekali sehari atau 6 U 2x/hari dan 50%
selebihnya adalah prandial, misalnya short-acting (regular) atau rapid
acting insulin 4 U sebelum tiap makan.

  13  
Table 5. Pemberian insulin subkutan

Gula darah
Dosis insulin
sebelum makan
(unit)
(mg/dl)
Alogarita Alogarita dosis Alogarita dosis
dosis rendah sedang tinggi
150-199 1 1 2
200-249 2 3 4
250-299 3 5 7
300-349 4 7 10
>349 5 8 12

Catatan :
i. Algoritma dosis rendah untuk pasien membutuhkan < 40
U insulin/hari.

ii. Algoritma dosis sedang untuk pasien membutuhkan 40-


80 U insulin/hari.

iii. Algoritma dosis tinggi untuk pasien membutuhkan > 80


U insulin/hari

-­‐ Pengobatan bila timbul hipoglikemia (glukosa <60 mg/dl)


• Hentikan insulim drip
• Berikan dextrose 50% dalamair (D50W) intravena
i. Bila penderita sadar: 25 ml (1/2 amp)
ii. Bila tak sadar: 50 ml (1 amp)
• Periksa ulang gula darah tiap 20 menit dan beri ulang 25 ml
D50W intravena bila gula darah <60mg/dl. Mulai lagi dengan
insulin drip bila gula 2 kali > 70 mg/dl (periksa 2 kali). Mulai
insulin drip dengan algoritma lebih rendah (moving down).

PENATALAKSANAAN KHUSUS STROKE AKUT


Penatalaksanaan stroke iskemik
1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
2. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
3. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara
karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasikan.
4. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut
5. Pemberian antikoagulan
-­‐ Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke

  14  
ulang awal, menghentikan perburukan deficit neurologi, atau
memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke
iskemik akut
-­‐ Antikoagulasi urgent tidak drekomendasikan pada penderita dengan
stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi
perdarahan intracranial
-­‐ Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dlam jangka waktu 24 jam
bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak direkomendasikan
-­‐ Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah
stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik
akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau
stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi
pemberian heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi yang
tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas
(Misbach,  2011).
6. Pemberian antiplatelet
-­‐ Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24 sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut.
-­‐ Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi
akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena
-­‐ Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan
-­‐ Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak dierkomendasikan
-­‐ Pemberian klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke
iskemik akut, tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
C), kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina
pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting, pengobatan
harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian
-­‐ Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa tidak dianjurkan (Misbach,  2011).
7. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan
dalam terpi stroke iskemik akut
8. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke
iskemik akut
9. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki
aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut, pemantauan
kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan secara ketat
10. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan. Tindakan
endovascular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak
dianjurkan

  15  
11. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efekif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat ini masih
memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik
akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000
mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin
Trial in Acute Stroke, ongoing).Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh
PERDOSSI secara multisenter, pemberian Plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien
di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita
strke akut berupa perbaikan motoric, score MRS dan Barthel index.

TERAPI SPESIFIK STROKE AKUT


Prosedur Aplikasi Pemberian Terapi Trombolisis rTPA pada Stroke Iskemik Akut

• Fibrinolitik dengan rTPA memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya thrombus


dan perbaikan sel serebral.
• Pemberian fibrinolilik sesegera mungkin setelah gianosis ditegakan (awitan 3 jam
intravena dalam 6 jam pemberian intraarterial) (Misbach,  2011).

1. kriteria inklusi
- usia >18 tahun
- diagnosis klinis strokedengan deficit neurologis jelas
- awitan jelas (<3 jam, AHA guideline 2007 atau <4,5 jam,ESO 2009)
- tidak ada perdarahan intracranial dari CT Scan

2. kriteria eksklusi
- usia > 80 tahun
- deficit neurologis ringan dan cepat baik atau perburukan deficit neurologis
berat
- gambaran perdarahan intracranial CT Scan
- Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
- Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri)
- Kejang pada saat onset stroke
- Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post iktal
- Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan terakhir
- Perdarahan aktif dan gejalanya
- Tekanan dara sistolik >185, diastolic >110 mmHg
- Glukosa darah <50 mg/dl atau >400 mg/dl
- Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi umbel
dalam 1 minggu sebelumnya.
- Jumlah platelet <100.000/mm3
- Wanita hamil
- Mendapat terapi heparin dalam 48 jam berhubungan dengan peningkatan aPTT

  16  
Rekomendasi NIH tentang Response Time Pasien yang akan Diberikan rTPA di Unit
Gawat Darurat

1. Golden hour untuk rencana pemberian rTPA (< 60 menit)


2. Pasien tiba di IGD dengan diagnosis stroke
3. Evaluasi dan pemeriksaan pasien oleh triage (termasuk anamnesis, permintaan
laboratorium dan menilai NIHSS) waktu < 10 menit
4. Didiskusikan oleh tim stroke ( termasuk keputusan dilakukan pemberian rTPA)
waktu < 15 menit
5. Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, waktu <25 menit
6. Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala dan laboratorium, waktu < 45 menit
7. Pemberian rTPA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu < 60 menit

Protokol penggunaan rTPA intravena

1. Infus Rtpa 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60 menit dengan 10% dosis
diberikan sebagai bolus dalam 1 menit
2. Masukkkan pasien ke ICU atau unit stroke untuk pemantauan
3. Lakukan penilaian neurologi setiap 15 menit selama pemberian infus dalam setiap
30 menit setelahnya selama 6 jam berikutnya, kemudian tiap jam hingga 24 jam
setelah terapi
4. Bila terdapat nyeri kepala berat, hipertensi akut, mual, atau muntah, hentikan infus
(bila rTPA sedang dimasukkan) dan lakukan CT Scan segera
5. Ukur tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam pertama dan setaip 30 menit
selama 6 jam berikutnya, dan kemudian setiap jam hingga 24 jam setelah terapi.
6. Naikkan frekuensi pengukuran tekanan darah bila tekanan darah sistolik > 180
mmHg atau bila diastolik > 105 mmHg; berikan medikasi antihipertensi untuk
mempertahankan tekanan darah pada level ini atau level dibawahnya (lihat
protokol penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut)
7. Tunda pemasangan pipa nasogastrik, kateter urin atau kateter tekanan intraarterial
8. Lakukan CT Scan untuk follow up dalam 24 jam sebelum pemberian antikoagulan
atau antiplatelet (Misbach,  2011).

Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Iskemik Akut yang akan diberikan rTPA

1. Tekanan darah sistolik > 185 mmHg atau diastolik >110 mmHg
- Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulangi 1x;atau
- Nitropaste 1-2 inchi;atau
- Infuse nikardipin 5 mg/jam, titrasi dinaikkan 2,5 mg/jam dengan interval 5-15
menit, saat tekanan darah yang diinginkan tercapai, turunkan menjadi 3 mg/jam
- Bila tekanan darah tidak turun dan tetap >185/110 mmHg, jangan berikan rTPA
intravena(Misbach,  2011).

  17  
2. Manajemen tekanan darah selama dan setelah penggunaan rTPA
- Monitor tekanan darah tiap 15 menit selama terapi dan selama 2 jam
berikutnya, kemudian tiap 30 menit selama 6 jam, kemudian setiap jam selama
16 jam
- Tekanan darah sistolik 180-230 mmHg atau diastolik 105-120 mmHg
• Labetalol 10 mgIV selama 1-2 menit, dapat diulangi setiap 10-20 menit,
dosis maksimum 300 mg;atau
• Labetalol 10 mg IV dilanjutkan infuse 2-8 mg/menit
- Tekanan darah sistolik >230 mmHg atau diastolik 120-140 mmHg
• Labetalol 10 mgIV selama 1-2 menit, dapat diulangi setiap 10-20 menit,
dosis maksimum 300 mg;atau
• Labetalol 10 mg IV dilanjutkan infuse 2-8 mg/menit;atau
• Infuse nikardipin 5 mg/jam, dititrasi hingga efek yang diinginkan
tercapai 2,5 mg/jam tiap 5 menit, maksimum 15 mg/jam
• Bila tekanan darah tidak terkontrol, pertimbangkan natrium
nitroprusid (Misbach,  2011).

REHABILITASI

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika
seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan
kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering
dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum.
Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat (Misbach, 2011).
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat
orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :


1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian

  18  
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

X. PROGNOSIS
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi
pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-
hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan
suhu tubuh secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke. Prognosis
stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi pada penderita
stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya outcome fungsional,
seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta mortalitas.

  19  
DAFTAR PUSTAKA

1. Lakhan S E. et al. Inflammatory mechanism in ischemic


stroke:Therapeuticapproaches. Journal of Translational Medicine. 2009;7:97-99.
2. Margono IS, Asrungingrym, Machin A. Buku Ajar Penyakit Saraf. Suabaya: Pusat
Penerbitan dan Percetakan UNAIR;2011
3. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyirudin, Suroto, Alfa AY. Guideline Stroke
tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI; 2O11.
4. Ralph LS, Scott EK, Joseph PB, Louis RC. American Heart Association. An
Updated Definition of Stroke for the 21st Century: A statement for Healthcare
Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association.
Stroke. AHA Journal. 2013; 44:2064
5. Riskesdas, 2013. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Hal: 126

  20  

Anda mungkin juga menyukai