Proposal Penelitian
Diajukan oleh :
Dinny Fitriani
20144076A
HALAMAN JUDUL
Kepada
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
Januari 2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
Sesuai dengan hasil seminar Pra Proposal Penelitian, maka telah dilakukan
perbaikan pada aspek substansial, metodologik, dan tata cara penulisan proposal
penelitian.
Atas dasar hal tersebut, maka Pra Proposal
Dengan judul :
Surakarta, 2017
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................3
C. Tujuan Penelitian..............................................................................3
D. Kegunaan Penelitian.........................................................................3
iii
I. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM).........................................14
J. Media..............................................................................................15
1. Definisi....................................................................................15
2. Bentuk.....................................................................................15
2.1 Media padat.......................................................................15
2.2 Media cair..........................................................................15
2.3 Media semi padat atau semi cair.......................................16
3. Komposisi................................................................................16
3.1 Media Alami......................................................................16
3.2 Media sintesis atau sintetik...............................................16
3.3 Media semi sintetis............................................................17
4. Sifat.........................................................................................17
4.1 Media umum.....................................................................17
4.2 Media pengaya..................................................................17
4.3 Media.................................................................................17
4.4 Media penguji....................................................................17
4.5 Media selektif....................................................................17
4.6 Media perhitungan.............................................................17
5. Medium yang Digunakan dalam Penelitian............................18
5.1 Brain Heart Infusion (BHI)...............................................18
5.2 Mueller Hinton Agar (MHA)............................................18
5.3 Sulfide Indol Motility (SIM)..............................................18
5.4 Lysine Iron Agar (LIA).....................................................19
5.5 Kligler Iron Agar (KIA)....................................................20
5.6 Sitrat..................................................................................21
K. Metode Uji Aktivitas......................................................................21
L. Sterilisasi........................................................................................22
M. Landasan Teori...............................................................................22
N. Hipotesis.........................................................................................23
iv
3.2 Pewarnaan Gram.............................................................26
3.3 Uji Biokimia....................................................................27
4. Identifikasi Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.................................27
4.1 Identifikasi makroskopis...................................................27
4.2 Identifikasi mikroskopis secara morfologi........................28
4.3 Identifikasi Fisiologis Biokimia........................................28
5. Pembuatan suspensi bakteri uji...............................................30
6. Uji Antipatogen Air Limbah Batubara Terhadap bakteri
Staphylococcus aureus ATCC dan Pseudomonas 25923
aeruginosa ATCC 27853........................................................30
7. Analisis hasil...........................................................................30
E. Skema Jalannya Penelitian.............................................................32
F. Jadwal Penelitian............................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang paling sering
menyerang manusia yang disebabkan oleh berbagai macam mikroba patogen,
salah satunya bakteri. Penyakit infeksi ini ditanggulangi menggunakan antibiotika.
Penggunaan antibiotika yang berlebihan dewasa ini, dapat menyebabkan berbagai
macam masalah, salah satunya yaitu timbulnya resistensi terhadap sebagian besar
bakteri patogen yang ada (WHO 2014).
Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial.
Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO
2005).
Sebuah penelitian dilakukan pada bulan Oktober – Desember 2011 di
ruang Rawat Inap bagian Bidan dan Kebidanan RSUD Abdul Muluk Bandar
Lampung, didapatkan bakteri penyebab infeksi sesuai urutan sebagai berikut
Pseudomonas sp. 25%, Staphylococcus auerus 8,32%. (Samuel 2013).
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi,
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak. (Jawetz et al. 2008).
Ciri khas infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
radang supuratif (bernanah) pada jaringan lokal dan cenderung menjadi abses.
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah furunkel pada kulit dan
impetigo pada anak-anak. Infeksi superfisial ini dapat menyebar (metastatik) ke
jaringan yang lebih dalam menimbulkan osteomielitis, artritis, endokarditis dan
abses pada otak, paru paru, ginjal serta kelenjar mammae. Pneumonia yang
disebabkan Staphylococcus aureus sering merupakan suatu infeksi sekunder
setelah infeksi virus influenza. Staphylococcus aureus dikenal sebagai bakteri
1
2
2. Rumusan Masalah
Pertama, apakah di dalam air limbah tambang batubara terdapat bakteri-
bakteri belum pernah di pelajari?
Kedua, apakah bakteri-bakteri dari air limbah tambang batubara memiliki
aktivitas sebagai antipatogen terhadap bakteri Staphylocccus aureus ATCC 25923
dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan metode agar plug difusi?
3. Tujuan Penelitian
Pertama, untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri-bakteri yang
berasal dari air limbah tambang batubara.
Kedua, untuk mempelajari aktivitas antipatogen bakteri-bakteri dari air limbah
tambang batubara terhadap bakteri yang memiliki menghasilkan senyawa
antipatogen terhadap Staphylocccus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 2785.
4. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh bakteri yang
menhasilkan senyawa antipatogen terhadap bakteri Staphylocccus aureus ATCC
25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
air lain selain dari kegiatan penambangan tersebut atau keluar dari unit pengelola
air limbah dari proses pengolahan/pencucian batubara sebelum dibuang ke air
permukaan dan tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan atau sumber air lain
selain dari kegiatan pengolahan tersebut (KepMenLH no.113/2003).
6. Klasifikasi Bakteri
Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang hingga 10
mikron (1 mikron = 10-3 mm). Bakteri termasuk mikroorganisme yang sangat
kecil. Sehingga, untuk melihat bakteri perlu diwarnai, pewarnaan ini disebut
pengecatan bakteri (Irianto, 2006). Pengecatan bakteri sudah dilakukan sejak
permulaan berkembangnya mikrobiologi di pertengahan abad ke–19 oleh Louis
Pasteur dan Robert Koch. Pada umumnya, ada dua macam zat warna (bahan cat)
7
yang sering dipakai, yaitu zat warna yang bersifat asam komponen warnanya
adalah anion, biasanya dalam bentuk garam natrium. Zat warna yang bersifat
alkalis dengan komponen warna kation, biasanya dalam bentuk klorida. Setelah
dilakukan pengecatan, dalam tubuh bakteri akan terjadi proses pertukaran ion-
ion zat warna dengan ion-ion protoplasma (misalnya asam nukleat) bakteri. Pada
umumnya, larutan-larutan zat warna yang digunakan adalah larutan encer, jarang
lebih dari 1 persen. Larutan encer yang dibiarkan berkontak agak lama dengan
bakteri bekerja lebih baik dari larutan pekat dengan waktu yang singkat (Irianto,
2006). Untuk mendapatkan hasil pengecatan yang lebih baik, tidak jarang
dibutuhkan bahan penolong, yang biasanya disebut pemantek (mordant).
Pemantek ini dapat diartikan sebagai suatu zat yang sanggup bergabung dengan
komponen zat warna tertentu, sehingga terbentuk senyawa yang tidak dapat larut
dan melekat pada tubuh bakteri. Pemantek dapat diberikan dalam berbagai
keadaan yaitu sebelum penambahan bahan cat, dimasukkan ke dalam larutan
bahan cat, dan diberikan antara pemakaian dua larutan bahan cat (Irianto, 2006).
Untuk memahami beberapa kelompok organisme, diperlukan klasifikasi.
Uji biokimia, pewarnaan Gram, merupakan kriteria yang efektif untuk klasifikasi.
Hasil perwanaan mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks pada permukaan
sel bakteri, sehingga dapat terbagi menjadi 2 kelompok, yakni Gram positif dan
Gram negatif (Jawetz, 2004). Prosedur pewarnaan Gram dimulai dengan
pemberian warna basa, crystal violet. Semua bakteri akan terwarnai menjadi biru
pada fase ini kemudian dicuci dengan air. Larutan iodin kemudian ditambahkan,
dicuci kembali dengan air dan dilanjutkan dengan pemberian alkohol. Sel Gram
positif akan tetap mengikat senyawa crystal violet-iodine, tetap berwarna biru. Sel
Gram negatif warnanya hilang oleh alkohol. Sebagai langkah terakhir,
counterstain (misalnya safranin bewarna merah) ditambahkan, sehingga Gram
negatif yang tidak berwarna akan mengambil warna merah, sedangkan sel Gram
positif terlihat sebagai warna biru (Jawetz, 2004).
8
7. Karakteristik Mikroba
1. Sistematika Pseudomonas aeruginosa
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomanaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies: : Pseudomonas aeruginosa (Garrity dkk, 2004)
2. Morfologi dan Sifat
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri berbentuk batang dan motil,
berukuran sekitar 0,6-2 μm. Bakteri ini bersifat Gram negatif dan tampak dalam
bentuk tunggal, berpasangan, dan kadang-kadang rantai pendek. Pseudomonas
aeruginosa merupakan bakteri obligat aerob yang mudah tumbuh pada berbagai
medium kultur, kadang-kadang menghasilkan aroma yang manis atau berbau,
seperti anggur atau jagung taco. Beberapa galur menghemolisis darah (Jawetz,
2014).
Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni yang bundar dan licin
dengan warna kehijauan yang berflourosensi. Bakteri ini sering menghasilkan
pigmen kebiruan tak berflourosensi, piosianin yang berdifusi ke dalam agar.
Banyak galur Pseudomonas aeruginosa juga menghasilkan pigmen
berflourosensi, pioverdin yang memberikan warna kehijauan pada agar. Beberapa
galur menghasilkan pigmen merah gelap, piorubin, atau pigmen hitam,
piomelanin (Jawetz, 2014).
Pseudomonas aeruginosa dalam kultur dapat membentuk berbagai tipe
koloni. Pseudomonas aeruginosa dari tipe koloni yang beda kemungkinan
memiliki aktivitas biokimia dan enzim yang berbeda, serta pola sensitivitas yang
berbeda terhadap antimikroba (Jawetz, 2014)
Pseudomonas aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42◦C,
kemampuannya untuk tumbuh pada suhu 42◦C membantu membedakannya dari
spesies Pseudomonas lain dari grup flourosens. Bakteri tersebut bersifat oksidase
9
temperatur ruang (20-25oC). Koloni pada media solid berbentuk bulat, halus,
timbul, dan mengkilat (Jawetz et al. 2012).
6. Patogenesis
Staphylococcus aureus merupakan penyebab infeksi yang bersifat
pyogenes (pembentuk pus/nanah). Bakteri ini masuk kedalam tubuh melalui
folikel rambut, sebaceous gland (kelenjar keringat) atau luka-luka kecil.
Staphylococcus aureus patogen mempunya sifat dapat menghemolisa darah,
menghasilkan koagulasi, membentuk pigmen berwarna kuning emas, dan dapat
memecah manitol menjadi asam. Infeksi yang ditimbulkan oleh Staphylococcus
aureus dapat meluas kejaringan sekitarnya melalui darah dan limfe. Pernanahan
yang bersifat menahun atau timbul radang yang disebut osteomyelitis. Perluasan
lain juga dapat sampai ke paru-paru, selaput otak dan sebagainya (Suryono 2009).
Staphylococcus aureus terdapat di hidung pada 20-50% manusia.
Kapasitas patogenik suatu galur Staphylococcus aureus adalah efek kombinasi
faktor ekstraseluler dan toksin bersama dengan sifat invasif galur itu.
Staphylococcus aureus yang invasif dan patogenik menghasilkan koagulase dan
cenderung menghasilkan pigmen kuning serta bersifat hemolitik. Sekitar 50%
galur Staphylococcus aureus dapat menghasilkan satu atau lebih jenis
enterotoksin, seperti TSST-1, enterotoksin merupakan antigen super. Enterotoksin
bersifat stabil panas dan resisten terhadap kerja enzim usus (Jawetz et al. 2012).
7. Antagonis Mikroba
Mikroba antagonis merupakan suatu jasad renik yang dapat menekan,
menghambat, dan memusnahkan mikroba lainnya. Mikroba antagonis dapat
berupa bakteri, jamur atau cendawan, actinomycetes, bahkan virus.
Salah satu hubungan interaksi dalam suatu lingkungan yang kompleks
yang berisi berbagai macam organisme. Aktivitas metabolisme suatu organisme
akan berpengaruh terhadap lingkungannya. Mikroorganisme seperti halnya
organisme lain yang berada dalam lingkungan yang kompleks senantiasa
berhubungan dengan pengaruh faktor biotik dan faktor biotik, salah satunya
adalah sifat antagonisme. Antagonisme dapat terjadi antara mikroba yang bersifat
12
2. Metode Dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan
dilusi padat (solid dilution).
2.1 Metode dilusi cair/ broth dilution test (serial dilution). Metode ini
mengukur Minimum Inhibitory Concentration (MIC) atau Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC) atau Kadar
Bunuh Minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri
pengenceran agen antimikroba pada media cair yang ditambahkan dengan
mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih
tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair
tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama
18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan
sebagai KBM (Pratiwi, 2008).
2.2 Metode dilusi padat/ solid dilution test. Metode ini serupa dengan
metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Metode dilusi cair
adalah metode untuk menentukan konsentrasi minimal dari suatu antibakteri yang
dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme (Pratiwi, 2008). Pada
prinsipnya antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa konsentrasi. Pada
dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam
media. Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media
agar, kemudian ditanami bakteri (Anonim, 1994).
3. Metode Isolasi
Menurut Hadioetomo (1985), isolasi yang sering digunakan untuk
memperoleh bakteri ataupun biakan murni menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode cawan gores
Metode ini memiliki keuntungan menghemat bahan dan waktu tetapi
untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan ketrampilan dan pengalaman.
14
Teknik menggores yang baik bisa dilakukan pada suatu area tertentu dalam
permukaan medium yang telah digores, maka sel-sel bakteri akan terpisah satu
dengan yang lainnya (Hadioetomo, 1985).
2. Metode cawan tuang
Metode ini dilakukan dengan cara memperoleh koloni murni dari populasi
dengan pengenceran spesimen dalam medium agar yang telah dicairkan dan
didinginkan kemudian diletakkan di cawan petri. Metode ini memboroskan bahan
dan waktu tetapi tidak memerlukan ketrampilan yang lama (Hadioetomo, 1985).
4. Media
1. Definisi
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari zat-zat kimia organik dan
anorganik yang telah melalui proses pengolahan tertentu dapat digunakan untuk
menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroba (Suriawiria 1986). Media ada
beberapa macam menurut bentuk, sifat dan susunannya yang ditentukan oleh
senyawa penyusun media, presentase campuran dan tujuan penggunaan
(Suriawiria 1986).
2. Bentuk
Berdasarkan penambahan atau tidaknya zat pemadat seperti agar-agar,
gelantin dan sebagainya maka bentuk media dikenal tiga jenis:
2.1 Media padat. Media ini umumnya dipergunakan untuk bakteri, jamur
dan mikroalgae. Medium padat bisa digunakan untuk mengamati morfologi koloni
dan mengisolasi biakan murni. Media padat ini diperoleh dengan cara
menambahkan agar yang berfungsi sebagai bahan pemadat, dapat membeku
disuhu ruang dan suhu 45oC. Medium padat dapat berupa bahan organik alamiah,
misalnya medium yang dibuat dari bahan kentang, wortel maupun bahan organik
lainnya. Contoh medium padat antara lain agar butylon, agar endo, dan lain-lain
(Suriawiria, 1986).
2.2 Media cair. Media cair tidak ditambahkan zat pemadat, biasanya
media cair dipergunakan untuk pembiakan mikroalgae tetapi juga mikroba lain,
terutama bakteri dan ragi. Medium cair dapat digunakan untuk berbagai tujuan
seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar, penelaah fermentasi dan uji-uji
16
lain. Medium cair yaitu media kaldu, BGLBB (Brilian Green Lactose Bile
Brooth) (Suriawiria, 1986).
2.3 Media semi padat atau semi cair. Penambahan zat pemadat dalam
media ini hanya 50% atau kurang dari seharusnya. Media ini umumnya
dipergunakan untuk pertumbuhan mikroba yang banyak memerlukan kandungan
air dan hidup anaerob dan fakultatif. Media setengah padat ini dibuat dengan
bahan yang sama dengan media padat, akan tetapi berbeda dalam komposisi
agarnya. Medium setengah padat berbentuk cair dalam keadaan panas dan
berbentuk padat pada saat dingin. Berdasarkan keperluannya medium ini dibuat
tegak atau miring. Media setengah padat ini contohnya media NA (nutrien agar)
(Suriawiria 1986).
3. Komposisi
Berdasarkan fungsi fisiologis dari masing-masing komponen (unsur dan
hara) yang terdapat di dalam media, maka susunan media pada semua jenis
mempunyai kesamaan isi yaitu kandungan air, kandungan nitrogen, baik yang
berasal dari protein asam amino dan senyawa lain yang mengandung nitrogen,
kandungan sumber energi atau unsur C dan faktor pertumbuhan. Berdasarkan
perbedaan fungsi fisiologi tersebut, susunan media dapat berbentuk sebagai
berikut:
3.1 Media Alami. Media alami merupakan media yang disusun oleh
bahan-bahan alami, seperti kentang, tepung, daging, telur, ikan, umbi-umbian, dan
sebagainya. Contoh media alami yang paling banyak dipergunakan untuk
pengujian adalah telur untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan virus
(Suriawiria, 1986).
3.2 Media sintesis atau sintetik. Media sintesis atau sintetik merupakan
media yang disusun oleh senyawa kimia, seperti media yang biasanya digunakan
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri Clostridium sp. media sintesis
misalnya Glucose Agar, Mac Conkey Agar (Suriawiria, 1986).
17
3.3 Media semi sintetis. Media semi sintetis merupakan media yang
disusun oleh campuran bahan-bahan alami dan sintesis, misalnya kaldu nutrisi
yang biasanya digunakan untuk pertumbuhan bakteri: pepton ekstrak daging,
NaCl dan aquadest. Media semi sintesis misalnya PDA (Potato Dextrose Agar)
yang mengandung agar, dekstrosa dan ekstrak kentang (Suriawiria 1986).
4. Sifat
Berdasarkan sifatnya, media dibedakan menjadi:
4.1 Media umum: Media ini dapat dipergunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan satu atau lebih kelompok mikroba secara umum, seperti agar
kaldu nutrisi untuk bakteri, agar kentang dekstrosa untuk jamur (Suriawiria,
1986).
4.2 Media pengaya: Media ini dipergunakan dengan maksud untuk
tumbuh dan berkembangbiak lebih cepat dari jenis atau kelompok lainnya yang
sama-sama berada di dalam satu bahan, misalnya untuk memisahkan bakteri
penyebab penyakit tifus (Salmonella typhi) dari bahan tinja dengan media selenit
brain atau kaldu selenit atau kaldu tetrationat (Suriawiria, 1986).
4.3 Media diferensial. Media yang dipergunakan untuk pertumbuhan
mikroba tertentu serta penentuan sifat-sifatnya, misalnya media agar darah yang
dipergunakan penumbuhan bakteri hemolitik sehingga bakteri non hemolitik tidak
dapat tumbuh (Suriawiria, 1986).
4.4 Media penguji. Media yang dipergunakan untuk pengujian senyawa
atau benda tertentu dengan bantuan mikroba, misalnya media penguji vitamin,
asam amino, antibiotik, residu pestisida.
4.5 Media selektif. Media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau
lebih jenis mikroba tertentu akan menghambat atau mematikan untuk jenis
lainnya.
4.6 Media perhitungan. Media yang dipergunakan untuk menghitung
jumlah mikroba pada suatu bahan. Media ini dapat berbentuk media umum, media
selektif maupun media diferensial, dan media penguji (Suriawiria 1986).
18
Dekarboksilasi lysin dapat dideteksi dengan reaksi basa (ungu) pada dasar
medium. Deaminasi lysin dapat dilihat dengan pembentukan warna merah pada
daerah miring. Hidrogen sulfida dideteksi dengan adanya endapan hitam. Reaksi
negatif (warna daerah miring ungu atau kuning pada dasar medium) hanya
mengindikasikan fermentasi dekstrosa saja. Hidrogen sulfida mungkin tidak dapat
dideteksi dalam medium ini oleh mikroorganisme yang tidak memiliki aktivitas
lysin dekarboksilase (Power & Mc Cuen 1988).
5.5 Kligers Iron Agar (KIA). Medium KIA digunakan untuk
membedakan anggota Enterobacteriaceae yang didasarkan pada kemampuan
mereka untuk memfermentasi dekstrosa dan laktosa dan untuk membebaskan
sulfida. KIA mengandung laktosa dan dekstrosa yang memungkinkan diferensiasi
spesies basil enterik yang dicirikan dengan perubahan warna indikator pH fenol
merah karena terjadinya produksi asam selama fermentasi gula. Kombinasi ferro
amonium sitrat dan sodium tiosulfat memungkinkan deteksi produksi hidrogen
sulfida. Organisme yang tidak memfermentasi laktosa seperti Salmonella dan
Shigella awalnya membentuk warna kuning pada daerah yang miring akibat asam
yang dihasilkan oleh fermentasi dari jumlah kecil dekstrosa. Reaksi tersebut
kembali bersifat alkali karena oksidasi asam (daerah miring berwarna merah)
ketika pasokan dekstrosa habis di lingkungan aerobik yang miring. Reversi ini
tidak terjadi dalam lingkungan anaerobik di dasar yang masih bersifat asam.
Organisme yang memfermentasi laktosa menghasilkan warna kuning di
daerah miring dan dasar yang karena produksi asam yang cukup pada daerah yang
miring untuk mempertahankan pH asam pada kondisi aerobik. Organisme yang
tidak mampu memfermentasi laktosa dan dekstrosa akan membentuk warna merah
pada daerah miring dan dasar tabung. Produksi hidrogen sulfida ini dibuktikan
dengan warna hitam baik seluruh dasar, atau dalam formasi cincin di dekat bagian
atas dasar. Produksi gas (reaksi aerogenik) terdeteksi sebagai gelembung tunggal
atau dengan pemisahan atau pemecahan agar. Hasil yang diharapkan dari
identifikasi dengan medium KIA adalah reaksi di daerah miring dan dasar, adanya
pembentukan gas dan produksi hidrogen sulfida (Power & Mc Cuen 1988).
21
5.6 Sitrat. Prinsip dari uji ini ialah apakah suatu organisme dapat
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon untuk metabolisme
dengan menghasilkan suasana basa. Uji sitrat digunakan untuk melihat
kemampuan mikroorganisme menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber
karbon dan energi. Uji ini dapat menggunakan medium Sitrat-Koser berupa
medium cair atau medium Sitrat-Simmon berupa medium padat. Simmon’s
Citrate agar merupakan medium sintetik dengan Na sitrat sebagai satu-satunya
sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan brom thymol blue sebagai indikator
pH. Mikroorganisme yang mampu menggunakan sitrat akan menghilangkan
medium biakan, sehingga menyebabkan peningkatan pH dan mengubah warna
indikator dari hijau menjadi biru. Perubahan warna dari hijau menjadi biru
menunjukkan bahwa mikroorganisme mampu menggunakan sitrat sebagai satu-
satunya sumber karbon (Power & Mc Cuen 1988).
7. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses untuk mematikan semua organisme yang
terdapat di dalam suatu benda. Biakan bakteri yang dipindahkan secara aseptik,
menggunakan salah satu cara sterilisasi yaitu pembakaran. Tiga cara utama yang
umum dipakai dalam sterilisasi, yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan
kimia, dan penyaringan (filtrasi) (Hadioetomo 1985).
Sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah adalah panas yang
digunakan bersama-sama dengan uap air. Sterilisasi basah biasanya digunakan di
dalam autoclave (pressure cooker) berukuran besar atau steririsator uap yang
mudah diangkat (portable) dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan 1 atm
pada suhu 121oC selama 15 menit. Naiknya titik didih air menjadi 1 tekanan
atmosfer pada permukaan air laut (Hadioetomo 1985).
Sterilisasi panas kering adalah panas yang digunakan tanpa kelembaban.
Sterilisasi panas kering kurang efisien dan membutuhkan suhu lebih tinggi serta
waktu yang lebih lama untuk sterilisasi, hal ini disebabkan karena tanpa
kelembaban tidak ada panas laten. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan
cara ini antara lain bahan pecah belah (pipet, tabung reaksi, cawan petri dari kaca,
botol sampel, jarum suntik), dan bahan-bahan yang tidak tembus uap (gliserin,
minyak, vaselin, dan bahan-bahan berupa bubuk) (Hadioetomo 1985).
8. Landasan Teori
Air limbah usaha dan atau kegiatan pertambangan batubara adalah air
yang berasal dari kegiatan penambangan batubara yang meliputi penggalian,
pengangkutan dan penimbunan baik pada tambang terbuka maupun tambang
bawah tanah. Baku mutu air limbah batubara adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan atau jumlah unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya
dalam air limbah batu bara yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan.
23
2. Variabel Penelitian
1. Identifikasi variabel utama
Variabel utama pada penelitian ini adalah uji aktivitas anti bakteri (
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus ) dari air limbah tambang
batubara yang diuji secara metode difusi pada media Mueller Hinton Agar
(MHA).
2. Klasifikasi variabel utama
Variabel utama yang telah diidentifikasi dapat diklasifikasikan ke dalam
berbagai macam variabel yaitu variabel bebas, variabel kendali, dan variabel
tergantung.
Variabel bebas adalah variabel yang sengaja diubah-ubah untuk dipelajari
pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel bebas untuk penelitian ini
adalah air limbah tambang batubara.
Variabel kendali adalah variabel yang mempengaruhi variabel tergantung,
sehingga perlu ditetapkan kualifikasinya agar hasil yang diperoleh tidak tersebar
dan dapat diulang oleh peneliti lain secara tepat. Variabel kendali dalam penelitian
ini adalah laboratorium, peneliti, sterilitas, media, peralatan, kemurnian bakteri,
serta pekerjaan aseptis sehingga tidak terjadi kontaminan pada saat penelitian.
Variabel tergantung adalah titik pusat permasalahan pilihan dalam
penelitian ini. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah diameter daya
24
25
hambat dari air limbah tambang batubara yang telah di isolasi dan dilakukan
terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853.
3. Definisi operasional variabel utama
Pertama, air limbah adalah air yang berasal dari kegiatan penambangan
batubara yang meliputi penggalian, pengangkutan dan penimbunan baik pada
tambang terbuka maupun tambang bawah tanah.
Kedua, isolasi adalah proses untuk memisahkan mikroorganisme dari
organisme lain dengan cara goresan yang dilakukan pada media Nutrien Agar dan
Nutrien Broth.
Ketiga, identifikasi dilakukan untuk mengetahui secara spesifik bakteri
apa yang didapat dari hasil isolasi, dilakukan identifikasi bakteri dari hasil isolasi
air limbah tambang batubara.
Keempat, uji antipatogen adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui
adanya suatu patogen terhadap suatu bakteri Staphyllococcus aureus ATCC
25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.
Kelima, pola aktivitas antipatogen adalah daya efektivitas dari suatu zat
dalam membunuh bakteri.
Keenam, Kadar Hambat Minimum (KHM) adalah konsentrasi zat terendah
yang masih dapat menghambat pertumbuhan organisme tertentu.
1.4. Media. Media yang digunakan adalah Nutrient agar (Na), Brain Heart
infusion (BHI), Kligers Iron Agar (KIA), Lysin Iron Agar (LIA), Simmon Citrate
Agar, Mueller Hinton Agar (MHA), Vogel Johnson Agar (VJA), Pseudomonas
Selective Agar (PSA).
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan Petri steril, jarum
Ose, Ose platina, tabung reaksi, rak tabung reaksi, inkas, lampu spiritus, kapas lidi
steril, jarum ent, botol penampung steril, objek glass, vortex, mikroskop
binokuler,pipet volume, penggaris, spidol, mikropipet, gelas ukur, labu takar,
beker glass, kertas perkamen.
5. Jalannya Penelitian
1. Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari air limbah tambang batubara
Diinokulasikan air limbah tambang batubara menggunakan jarum Ose
pada cawan Petri yang telah berisi media nutrien agar, kemudian dibungkus
cawan petri menggunakan kertas perkamen dan di inkubasi pada suhu 37◦C
selama 18-24 jam. Kemudian diamati morfologi koloni yang terbentuk.
saring, kemudian ditetesi dengan minyak emersi dan diamati dibawah mikroskop
dengan perbesaran lensa obyektif 5 kali dan lensa okuler 100 kali.
1.3 Uji Biokimia.
1.3.1 Uji Sulfit Indol Motilitas. Bakteri diambil dengan aseptik
menggunakan jarum inokulum, kemudian diinokulasikan secara vertikal pada
media Sulfide Indol Motility (SIM) dan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu
37◦C. Hasil uji sulfida positif jika terdapat warna hitam pada media, dan uji indol
positif jika terbentuk warna merah, motilitas bakteri ditunjukkan dengan adanya
pertumbuhan pada permukaan medium dan tidak ada bekas pada tusukan.
1.3.2 Uji Kligers Iron Agar (KIA). Bakteri diambil dengan
menggunakan jarum Ose steril kemudian ditusuk dan digores ke dalam media
Kligers Iron Agar (KIA). Selanjutnya diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu
37ºC. Terbentuknya warna hitam menunjukkan produksi H2S oleh bakteri. Uji
KIA positif bila media berubah menjadi warna kuning, yang artinya bakteri
mampu memfermentasi gula membentuk asam.
1.3.3 Uji Lysine Iron Agar (LIA). Bakteri diinokulasikan menggunakan
jarum Ose steril pada media dengan cara ditusukkan kemudian diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 18-24 jam. Terjadinya warna ungu pada seluruh bagian
perbenihan berarti tes positif mengandung enzim dekarboxilase yang akan
menguraikan lisin menjadi caqaverin yang bersifat basa. Jika tidak ada perubahan
warna atau dasarnya berwarna kuning maka tes dinyatakan negative mengandung
enzim dekarboxilase.
1.3.4 Uji Simmon Citrate Agar (SCA). Bakteri diambil dengan jarum
Ose steril dan diinokulasi pada media Simmon Citrate Agar (SCA) dengan cara
gores zig-zag, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam. Terjadi
warna biru pada medium berarti tes positif bakteri mampu menggunakan sitrat
sebagai sumber karbon dari warna dasar media yaitu hijau.
2. Identifikasi Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853
4.1 Identifikasi makroskopis. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923 diinokulasi pada medium Vogel Johnson Agar (VJA) yang
28
sebelumnya telah ditetesi 3 tetes kalium telurit 1% dalam cawan petri steril dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil pengujian ditunjukkan dengan
warna koloni hitam dan warna medium di sekitar koloni berwarna kuning karena
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dapat memfermentasi manitol menjadi
suasana asam dan mereduksi tellurit menjadi metalik telluritdi sekitar koloni yang
berwarna hitam. Adanya fenol red maka medium di sekitar koloni berwarna
kuning. Untuk Gram negatif dengan bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853 koloni warna kehijauan pada media Pseudomonas Selective Agar (PSA)
(Jawetz et al. 2007).
4.2 Identifikasi mikroskopis secara morfologi. Bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 25923 dinyatakan positif apabila berwarna ungu, berbentuk bulat
dan bergerombol seperti buah anggu ketika diamati di bawah mikroskop.
Pewarnaan Gram dilakukan secara preparat ulas (smear) yang telah difiksasi
kemudian ditetesi menggunakan Gram A (Kristal violet) sebagai pewarna utama
pada preparat sampai semua ulasan terwarnai dan diamkan selama 1 menit
kemudian dicuci denga akua destilata mengalir kemmudian ditetesi dengan Gram
B (lugol iodine) diamkan kurang lebih 1 menit kemudian dicuci dengan akua
destilata mengalir dan dikeringkan, preparat kemudian dilunturkan dengan Gram
C (etanol aseton = 1 : 1), diamkan selama 45 detik dan dicuci kembali dengan
akua destilata mengalir, preparat dikeringkan dengan kertas tisu, kemudian
preparat ditutup dengan Gram D (cat safranin). Bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923 dinyatakan positif apabila berwarna ungu, berbentuk bulat dan
bergerombol seperti buah anggur ketika diamati dibawah mikroskop. Bakteri
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dinyatakan positif apabila berwarna
merah berbentuk basil dan terdapat flagel.
4.3 Identifikasi Fisiologis Biokimia.
Uji katalase dilakukan dengan suspensi bakteri uji yang ditanam pada
media nutrien agar cair ditambah dengan 2 tetes hidrogen peroksida 3%. Hidrogen
peroksida akan terurai menjadi H2 dan O2, dan dinyatakan posotif apabila terlihat
gelembung udara disekitar koloni (Jawetz et.al 2001).
29
karbon tunggal. Uji positif pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 ditandai
dengan media berwarna biru (Volk & Wheller 1990).
3. Pembuatan suspensi bakteri uji
Bakteri uji Staphylococcus aureus ATCC 25923, P.aeruginosa ATCC
27853 diambil dari biakan murni kurang lebih 2 Ose, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung yang berisi 10 ml media BHI, kekeruhannya disesuaikan dengan
kekeruhan standard Mc Farland 0,5 serta dengan jumlah 1,5x10 8 cfu/mL. Tujuan
disesuaikan suspensi bakteri Staphylococcus aureus 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853 dengan standard Mc Farland 0,5 yaitu agar jumlah
bakteri yang digunakan sama selama penelitian dan mengurangi kepadatan bakteri
saat pengujian.
4. Uji Antipatogen Air Limbah Batubara Terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ATCC dan Pseudomonas 25923 aeruginosa ATCC 27853
Uji antipatogen yang digunakan adalah Agar Plug Diffusion Method.
Prinsip dari metode ini adalah penghambatan pertumbuhan terhadap
mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat jernih disekitar zona yang
mengandung zat antibakteri (Harmita & Radji 2005). Lima bakteri yang sudah
diisolasi dan diidentifikasi sebelumnya masing-masing dioleskan pada 5 cawan
petri yang masing-masing berisi media Nutrient Agar (NA) diinkubasi selama 18-
24 jam pada suhu 37oC.
Media Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah didifusikan dengan bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
dibuat sumuran, kemudian ditanamkan hasil potongan isolasi bakteri dari media
NA, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Keesokan harinya dapat
diamati zona hambat yang terbentuk dengan adanya daerah jernih, lalu diukur
kemampuan zona hambat.
5. Analisis hasil
Hasil uji aktivitas antipatogen air limbah batubara terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853,
dari hasil isolasi secara Agar Plug Diffusion Method menggunakan media Mueller
Hinton Agar (MHA) dibandingkan dengan membandingkan diameter zona
31
7. Jadwal Penelitian
Tabel 1. Jadwal kegiatan penelitian
Tahun 2018
No jenis Kegiatan
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag
1 Studi Pustaka
2 Persiapan Penelitian
3 Penelitian Labolatorium
4 Pengumpulan dan Analisis Data
5 Penyusunan Laporan
DAFTAR PUSTAKA
Agustrina, G.2011. Potensi Propolis Lebah Madu Apis Mellifera spp Sebagai
Bahan Antibakteri. Departemen Bikoimia. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor
Brooks, G.F., Butel, J. S., and Morse, S. A., 2005, “Jawetz, Melnick &
Adelbergh’s:
Forbes, B.A, Shama D.F, Wissfeld A.S. 2007. Bailey & Scott’s Diagnostic
Microbiologi 12th Edition
Garrity. G. M., Bell. J. A. and Lilburn, T.G. 2004. Taconomic Outlineof The
Prokaryotex bergey”s Manual of Systematic Bacteriolog. 2th Edition.
United States of America, Springer, New York Berlin Hendelberg.
Gupte, S., 1990, “Mikrobiologi Dasar”, Alih bahasa: Suryawidjaja, J.E., Penerbit
Bina Rupa Aksara, Jakarta
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium, Jakarta: PT. Gramedia
Hapsari, Endah. 2015. Uji Antibakteri Ekstrak Herba Meniran (Phyllantus niruri)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli.
Skripsi. Pendidikan Biologi. Universitas Sanata Darma. Yogyakarta.
Harmita, Radji M. 2005. Buku Ajar Analisis Hayati. Jakarta: Departemen Farmasi
FMIPA Universitas Indonesia.
34
35
Jawetz, E., J.L. Melnick, and E.A. Adelberg. 2001. Mikrobiologi untuk Profesi
Kesehatan (Review of Medical Mikrobiology) Diterjemahkam oleh H.
Tomang. Jakarta: Penerbit EGC
Jawetz, E., Joseph Melnick dan Edward A. 2004. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi
ke-23. Jakarta
Jawetz E, Melnick , J L, EA, 2012. Medical Mirobiology. 26th. Ed. Elferia Nr.
Penerjemah; Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No113 Tahun 2003, Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batubara
Kusnadi, dkk.2003. Mikrobiologi, Common Textbook.JICA. Bandung: FMIPA
Universitas Pendidikan Indonesia
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan, 1986, Penterjemah , Ratna Siri Hadioetomo dkk.
Dasar-Dasar Mikrobiologi 1, Universitas Indonesia Press. Jakarta.