Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fasciitis nekrotikans (FN) adalah infeksi yang mencapai kedalaman fasia
yang disebabkan oleh campuran bakteri gram positif seperti streptokokus grup A,
stafilokokus, S. Aureus, S. Epidermidis, Clostridium sp., dan kuman gram negatif
seperti pseudomonas, enterobakter, Eschericia coli, serratia, dan bakteroides.1
Berdasarkan organisme penyebab, fasiitis nekrotikans diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok, tipe 1 adalah infeksi polymicrobial. Patogen tersering seperti
E. Coli, Pseudomonas spp, Bacteroides spp dan Vibrio spp. Tipe 2 biasanya
disebabkan oleh monomicrobal, tersering adalah group A β-hemolytic
streptococcus (GAS) atau kombinasi dengan Staphylococus aureus.2,4
Faktor predisposisi FN meliputi malnutrisi, obesitas, diabetes, penyakit
pembuluh darah perifer, leukimia, penggunaan steroid, sirosis, gagal ginjal kronis,
AIDS.
Pengobatan fasiitis nekrotikans meliputi perawatan intensif, debrideman
yang agresif dan berulang, serta pemberian antibiotik spektrum luas sesuai dengan
kuman penyebabnya.1

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan case report session ini bertujuan untuk memahamai serta
menambah pengetahuan tentang fasciitis nekrotikans.

1.3 Batasan Penulisan


Batasan penulisan case report session ini membahas mengenai definisi,
epidemiologi, klasifikasi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan fasciitis nekrotikans .
1.4 Metode Penulisan
Penulisan case report session ini menggunakan metode penulisan tinjauan
kepustakaan yang merujuk ke berbagai literatur.

BAB 2

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Fasciitis nekrotikans (FN) adalah infeksi yang mencapai kedalaman fasia
yang disebabkan oleh campuran bakteri gram positif seperti streptokokus grup A,
stafilokokus, S. Aureus, S. Epidermidis, Clostridium sp., dan kuman gram negatif
seperti pseudomonas, enterobakter, Eschericia coli, serratia, dan bakteroides,1
sering melibatkan lapisan fasia dangkal dan fasia dalam dari ekstremitas, perut,
atau perineum.2

2.2 Epidemiologi
Fasciitis nekrotikan jarang ditemukan. Sekitar 500-1500 kasus FN
dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat,3 sedangkan di Indonesia belum
tersedia data kasus fasciitis nekrotikan.
Fasciitis nekrotikans sering mengakibatkan hilangnya anggota badan dan
bahkan sampai kematian, sehingga meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Pada
beberapa penelitian mortalitas berkisar dari 25-60% dengan presentase amputasi
tungkai sebesar 39%.2

2.3 Klasifikasi2,4
Berdasarkan organisme penyebab, fasiitis nekrotikans diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok:
1. Tipe 1 adalah infeksi campuran oleh bakteri anaerob, aerob, dan anaerob
fakultatif gram positif dan gram negatif. Patogen penyebab tersering
berasal dari saluran pencernaan, seperti E. Coli, Pseudomonas spp,
Bacteroides spp dan Vibrio spp. Faktor risiko termasuk
immunokompromise, keganasan.
2. Tipe 2 biasanya disebabkan oleh monomicrobal dan bakteri gram
positif. Kelompok patogen tersering adalah group A β-hemolytic
streptococcus (GAS) atau kombinasi dengan Staphylococus aureus.
Kasus fasiitis nekrotikans yang tidak diketahui faktor presipitasinya,
sering disebabkan oleh infeksi Streptokokkus atau infeksi community-

2
acquired methicillin-resistant Staphylococcal (CA-MRSA) walaupun
kasusnya jarang ditemukan. Faktor risiko meliputi laserasi, luka bakar,
atau luka yang melibatkan lapisan dermis kulit, riwayat operasi,
persalinan, penggunaan obat-obatan intra vena, infeksi varisela,
semuanya dikaitkan dengan fasiitis nekrotikans tipe 2. Pada kasus-kasus
yang tidak diketahui port d’entry, disebabkan oleh penyebaran
hematogen,dari infeksi tenggorokan. Mortalitas pada kelompok ini
sangat tinggi, mencapai 50 % - 70 %.5

2.4 Faktor Risiko


Faktor predisposisi1
1. Malnutrisi
2. Obesitas
3. Diabetes
4. Penyakit pembuluh darah perifer
5. Leukimia
6. Penggunaan steroid
7. Sirosis
8. Gagal ginjal kronis
9. AIDS

2.5 Patofisiologi
FN adalah infeksi jaringan yang lebih dalam yang mengakibatkan
kerusakan progresif dari fasia otot dan lemak subkutan. Infeksi biasanya
menyebar di sepanjang fasia otot, walaupun terkadang jaringan di atasnya tidak
terpengaruh. Hal ini yang membuat FN sulit untuk didiagnosa tanpa intervensi
bedah.
Sementara patofisiologi yang mendasari FN Tipe I dan Tipe II sama,
hanya manifestasi klinis dapat berbeda tergantung pada organisme penyebab. FN
Tipe I biasanya berkembang selama beberapa hari. Ini sering dengan riwayati
operasi abdomen, infeksi perineum atau abses ischiorektalis. Sementara FN tipe II
berkembang lebih cepat. Seperti disebutkan sebelumnya, penyakit ini dapat

3
muncul tanpa port d’entry yang jelas. Sekitar 50% dari tipe II berhubungan
dengan eksotoksin, toxic shock syndrome. Hal ini telah terbukti secara signifikan
meningkatkan angka kematian dari 40% menjadi 67%.
Proliferasi sel T secara masiv dan pelepasan sitokin dapat terjadi pada FN
tipe II melalui protein M grup A β-hemolitik streptokokus (GAS). Protein ini
memiliki sifat anti-fagositosis dan sangat virulensi karena dapat menghasilkan
beberapa eksotoksin piogenik yang bertindak sebagai super-antigen, sehingga
menyebabkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang dapat
berkembang menjadi multi-organ failure.4
FN terjadi melalui tiga tahap. Pada tahap pertama timbul gejala
menyerupai selulitis yaitu demam tinggi, bengkak, eritema, hangat pada perabaan
dan nyeri tekan. Pada tahap kedua terbentuk bula dan edema yang semakin
membesar, dan pada tahap ketiga warna kulit menjadi keunguan dan kemudian
terjadi gangren kulit (berlangsung dalam 24-48 jam). Pada tahap akhir ini rasa
nyeri akan hilang karena terjadi oklusi pada pembuluh darah kecil dan kerusakan
saraf-saraf superfisial di jaringan subkutan (berlangsung dalam 4-5 hari).6,7

2.6 Diagnosis
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala awal meliputi nyeri, swelling, eritema, demam, dan
takikardi. Namun, perubahan pada kulit lebih khas untuk diobservasi, termasuk
edema, nyeri, perubahan warna kulit, plak keunguan atau kehitaman yang
menandakan adanya bula hemoragik dan nekrosis. Gas yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dan bakteri anaerob akan menghasilkan krepitasi. Progresivitas
dari tanda dan gejala ini biasanya berlangsung cepat, terutama jika bakteri
penyebabya adalah GAS atau Clostridium.2,4
Laboratorium
Kultur darah positif terhadap infeksi GAS pada 60% pasien dengan FN
tipe II. Kelainan hematologis dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya FN
dengan menggunakan sistem skor yaitu Laboratory Risk Indicator for Necrotizing
Fasciitis (LRINEC).4
Tabel 1. Laboratory Risk Indicator for Necrotizing Fasciitis (LRINEC)3,4

4
Skor 6 memiliki nilai prediksi 92% sedangkan skor 8 nilai prediksi sangat
kuat. Prediksi negatif bila nilai kurang dari 6.6,8

Histologi dan Mikrobiologi


Pemeriksaan penunjang lain ialah biopsi untuk kultur dan pemeriksaan
histopatologik.6
Pencitraan
Pemeriksaan penunjang lain MRI ditemukan penebalan subkutan dengan
peningkatan jumlah air di intraseluler.4
Differential diagnosis
Differential diagnosis umumnya adalah selulitis, clostridial myonecrosis,
deep vein thrombosis, gastro-enteritis,
sunburn atau allergic rash.4

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan fasiitis nekrotikans meliputi perawatan intensif, debrideman
yang agresif dan berulang, serta pemberian antibiotik spektrum luas sesuai dengan
kuman penyebabnya.1

Operasi

5
FN adalah darurat bedah dan memerlukan rujukan ke bagian bedah segera.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika pengobatan hanya didasarkan
pada terapi antimikroba dan supportif, angka kematian mendekati 100%. Tujuan
dari intervensi bedah adalah untuk debridemant agresif dari semua jaringan
nekrotik sampai sehat.
Sampel jaringan harus dikirim ke laboratorium untuk pewarnaan gram dan
kultur. Reseksi sangat agresif terkadang dilakukan termasuk amputasi anggota
untuk menghentikan penyebaran infeksi.4
Antibiotik
Antibiotik penting untuk mengontrol sumber infeksi dan mencegah
perkembangan menjadi syok septik. Dari penelitian sebelumnya, setiap jam
keterlambatan dalam pemberian antibiotik dikaitkan dengan penurunan rata-rata
kelangsungan hidup 7,6%.
Antibiotik spektrum luas harus dimulai segera. Klindamisin adalah
antibiotik lincosamide yang dapat mematikan eksotoksin. Untuk lebih efektif
scarbapenem intravena, seperti meropenem, juga harus ditambahkan.
Terapi suportif umum
Pasien dengan FN sering berlanjut menjadi septic shock dan multi-organ
failure. Pasien harus dikelola dalam pengaturan perawatan kritis dengan
pemantauan curah jantung, akses ke terapi inotropik dan kontrol glikemik yang
ketat.

BAB 3

6
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 63 tahun
Alamat : Kubu Gadang

Anamnesa
Keluhan Utama
Bengkak pada paha kiri sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Bengkak pada paha kiri sejak 2 hari yang lalu.
- Awalnya kulit paha kiri tampak kemerahan sejak 6 hari yang lalu,
kemudian mulai membengkak dan disertai rasa nyeri sejak 2 hari yang
lalu.
- Menurut pasien, keluhan dirasakan setelah pasien mendapat transfusi
darah, sebelumnya pasien dirawat dibagian penyakit dalam karena
anemia.
- Demam (+)
- Riwayat luka maupun trauma tidak ada.
- Mual (-), Muntah (-)
- BAK dan BAB tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat penyakit jantung tidak ada.
- Riwayat operasi tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

7
- Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti
pasien.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Kebiasaan
- Pasien bekerja sebagai IRT.
- Riwayat merokok (-)
- Riwayat konsumsi alkohol (-)

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan Umum : Sakit sedang
- Kesadaran : Komposmentis kooperatif
- TekananDarah : 150/90 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit
- Nafas : 20 kali/menit
- Suhu : 37,9 o C
Status Internus
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Kulit dan kuku : Turgor kulit baik, tidak sianosis
- Kelenjer Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran
- Kepala : Tidak ditemukan kelainan
- Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
- Hidung : Tidak ditemukan kelainan
- Telinga : Tidak ditemukan kelainan
- Leher : Tidak ada pembesaran KGB
- Paru :
 Inspeksi : Simetris, kiri = kanan
 Palpasi : Fremitus kiri = kanan
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
- Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

8
 Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial línea mid
clavicula sinistra RIC V
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-),
Gallop (-)
- Regio Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), muscle rigid
(-)
Status Lokalis (femoralis sinistra hingga pinggang)
- Inspeksi : Plak eritem (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba hangat

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Hb : 7,3 gr/dl
Leukosit : 17.300 /mm3
Trombosit : 369.000 /mm3
Hematokrit : 22%
GDR : 347 g/dL

Diagnosis
Fasciitis nekrotikans + Diabetes Mellitus tipe 2

Tatalaksana
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Ceftriaxone 2 x 1 gr (IV)
- Metronidazol 3 x 500 mg
- Tindakan operasi: debrideman

9
BAB 4
DISKUSI

Seorang perempuan, 63 tahun, dirawat di bangsal bedah RSUD dr. Adnaan


WD Payakumbuh dengan keluhan bengkak pada paha kiri sejak 2 hari yang lalu.
Awalnya kulit paha kiri tampak kemerahan sejak 6 hari yang lalu, kemudian mulai
membengkak dan disertai rasa nyeri. Menurut pasien, keluhan dirasakan setelah
pasien mendapat transfusi darah tidak ada riwayat luka maupun trauma tidak ada,
demam ada. Riwayat diabetes mellitus, hipertensi disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 150/90 mm/Hg, nadi 80 kali per
menit, pernapasan 20 kali per menit, dan suhu tubuh 37,9°C.
Status dermatologis pada regio femoralis sinistra didapatkan plak eritem
batas difus, edema, nyeri tekan, serta hangat pada perabaan.
Pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar Hb 7,3 gr/dl, leukosit 17.300
/mm3 , trombosit 369.000 /mm3 , hematokrit 22%, GDR 347 g/dL.
Diagnosis kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan laboratorium. Fasiitis nekrotikan terjadi melalui tiga tahap. Pada tahap
pertama timbul gejala menyerupai selulitis yaitu demam tinggi, bengkak, eritema,
hangat pada perabaan dan nyeri tekan. Pada tahap kedua terbentuk bula dan
edema yang semakin membesar, dan pada tahap ketiga warna kulit menjadi
keunguan dan kemudian terjadi gangren kulit (berlangsung dalam 24-48 jam).
Pada tahap akhir ini rasa nyeri akan hilang karena terjadi oklusi pada pembuluh
darah kecil dan kerusakan saraf-saraf superfisial di jaringan subkutan
(berlangsung dalam 4-5 hari).6,7
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan adanya bengkak merah di paha kiri.
disertai nyeri. Terdapat demam, serta nyeri dan teraba hangat pada perabaan.
Namun tidak ada riwayat trauma.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuh-kan antara lain pemeriksaan
laboratorium, biopsi untuk kultur dan pemeriksaan histopatologik, serta
pemeriksaan radiologi (CT, MRI, ultrasound). Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan kultur pus. Dari hasil laboratorium dapat

10
digunakan suatu sistem skor yaitu Laboratory Risk Indicator for Necrotizing
Fasciitis (LRINEC) untuk memrediksi terjadinya FN. Namun pada kasus ini tidak
dilakukan pengukuran kadar CRP, sehingga skor LRINEC tidak dapat digunakan.
Pemeriksaan kadar glukosa darah didapatkan kesan hiperglikemia, kemudian
ditegakkan diagnosa diabetes mellitus tipe 2. Hal ini merupakan faktor risiko
terjadinya FN.
Baku emas diagnosis FN ialah eksplorasi secara bedah, palpasi, dan
visualisasi langsung fascia yang nekrotik berwarna keabuan tanpa adanya
perdarahan. Dengan diseksi tumpul akan tampak foul-smelling discharge dan
biasa-nya didapatkan kurangnya perlekatan fasia dengan jaringan dibawahnya.
Penatalaksanaan pasien ini ialah pemberian antibiotik sistemik dan
debrideman. Antibiotik yang diberikan ialah injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr (IV),
Metronidazol 3 x 500 mg, dan diberikan juga terapi suportif IVFD RL 20
tetes/menit.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Karnadihardja W, Prasetyono T, Rudiman R (2010). Buku


ajar ilmu bedah. Edisi ke 3. Jakarta: EGC.
2. Chindo NA, Oktafany (2017). Diagnosis and Treatment of Necrotizing
Fasciitis in Patients with History of Diabetes. J Medula Unila; 7 (1): 43-
47.
3. Millet CR, Halpern AV, Reboli AC, Heyman WR. Bacterial Diseases. In:
Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JU, editors. Dermatology (3rd ed.).
China: Elsevier, 2012; p.1199-1200.
4. Irwin K, English W (2013). The Diagnosis And Management Of
Necrotising Fasciitis. Anaesthesia Tutorial Of The Week 298. 1-7.
5. Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, Everett ED, Dellinger P, Goldstein
EJ et al. Practice guidelines for the management of skin and soft tissue
infections. Clin Infect Dis 2005; 41: 1373 – 1406.
6. Lipworth AD, Saavedra AP, Weinberg AN, Johnson RA. Necrotizing
fasciitis, gangrenous cellulitis, and myonecrosis. In: Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine (8th ed.). New York: McGraw Hill,
2012; p. 2169-77.
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Bacterial infections. In: James WD,
Berger TG, Elston DM, editors. Andrew’s Disease of the Skin (10th ed.).
Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006; p. 261-2.
8. Semon G, Liu X. Necrotizing soft tissue infections. Cheatham ML, editor.
Available from: http://www.surgicalcriticalcare.net/Guidelines/NSTI
%202014.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai