Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Juni 2020


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PSORIASIS VULGARIS

OLEH :
Nur Aisyah
111 2019 2049
Dokter Pendidik Klinik:

Dr.dr. Nurelly N, Waspodo, Sp.KK,FINSDV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nur Aisyah

NIM : 111 2019 2049

Judul Refarat : Psoriasis Vulgaris

Telah menyelesaikan tugas dan medapat perbaikan. Tugas ini dalam rangka

kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 19 Juni 2020


Dokter Pendidik Klinik Penulis

Dr.dr. Nurelly N, Waspodo, Sp.KK,FINSDV Nur Aisyah

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis, residif,

dapat mengenai semua umur; ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi

sisik tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Lesi psoriasis

terdistribusi secara simetris dengan predileksi utama di daerah ekstensor

ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan

genitalia. Awalnya psoriasis dianggap sebagai penyakit berupa proliferasi dan

diferensiasi abnormal dari keratinosit. Namun, pemahaman saat ini

menunjukkan bahwa psoriasis adalah penyakit autoimun yang dimediasi oleh


1,2
sel T yang melibatkan hiperkeratosis dan parakeratosis.

Prevalensi psoriasis bervariasi dari 1 sampai 12% di antara populasi

yang berbeda di seluruh dunia. Psoriasis mempengaruhi 1,5 – 2% populasi

negara barat. Penyakit kulit ini umum terjadi di Amerika. Penyakit ini terjadi

sekitar 2% populasi di Amerika Serikat. Prevalensi psoriasis pada tiap populasi

sangat bervariasi, berkisar antara 0,1- 11,8%. Psoriasis dapat muncul pada

usia berapa pun, yang paling sering ditemukan antara usia 15 dan 30 tahun.
2,3
Prevalensi wanita sama dengan pria.

Penyebab psoriasis belum diketahui pasti tetapi dicurigai akibat

pengaruh imunitas sel-sel keratinosit epidermis. Sel T tampak memainkan

peranan penting dalam patogenesis psoriasis. Riwayat penyakit pada keluarga

3
dan beberapa gen termasuk antigen human leucocyte antigen (HLA) Cw6,

B13, B17 memiliki hubungan dengan psoriasis. Lokus PSORS1 pada

kromosom 6p21 dapat menunjukkan kecenderungan psoriasis, dan pemicu

lingkungan diduga dapat mencetuskan respons inflamasi dan proliferasi


1
berlebihan sel-sel keratinosit.

Psoriasis dapat digolongkan menjadi 2 tipe berdasarkan awitan, riwayat

keluarga, dan keparahan penyakit. Psoriasis tipe 1 timbul sebelum usia 40

tahun dan tipe 2 timbul setelah usia 40 tahun. Psoriasis diklasifikasikan

menjadi tujuh berdasarkan bentuk klinis, yaitu: psoriasis vulgaris, psoriasis

gutata, psoriasis inversa/psoriasis fleksural, psoriasis eksudativa, psoriasis

seboroik/seboriasis, psoriasis pustulosa, dan eritroderma psoriatik. 3

Beragam jenis pengobatan tersedia saat ini mulai dari topikal , sistemik

sampai dengan terapi spesifik bersasaran alur patogenesis psoriasis atau yang

dikenal dengan agen biologik. Penanganan holistik harus diterapkan dalam

penatalaksanaan psoriasis meliputi gangguan kulit, internal dan psikologis.4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

4
Psoriasis adalah peradangan kulit kronik residif dengan lesi yang khas

berupa bercak bercak eritema berbatas tegas; ditutupi oleh skuama tebal

berlapis-lapis berwarna putih. Penyebab yang kuat adalah genetik dengan

perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi

vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Patogenesis psoriasis

digambarkan dengan gangguan biokimiawi, dan imunologik yang menerbitkan

berbagai mediator perusak mekanisme fisiologis kulit dan mempengaruhi

gambaran klinis.5,6

3.2 EPIDEMIOLOGI

Kejadian psoriasis secara umum terjadi di seluruh dunia,dengan

prevalensi yang bervariasi pada populasi yang berbeda mulai dari 0,1%

sampai11,8%. Psoriasis dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan,

menyerang semua usia tetapi umumnya lebih sering terjadi pada orang

dewasa antara usia 15-30 tahun dan jarang pada usia dibawah 10

tahun.Beberapa penelitianmenunjukkan bahwa usia rata-rata onset psoriasis

adalah pada usia 33 tahun dan 75%kasus terjadi setelah usia 46 tahun.

Psoriasis dibedakan menjadi dua bentuk berdasarkan onset penyakit yaitu;

psoriasis tipe I yang dimulai sebelum usia 40 tahun serta berhubungan dengan

Human Leucocyte Antigen (HLA) dan tipe II yang terjadi setelah usia 40 tahun

dan umumnya tidak terkait HLA.1,7

3.3 FAKTOR PENCETUS

Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada pasien dengan predisposisi

genetik. Beberapa faktor pencetus kimiawi, mekanik dan termal akan memicu

psoriasis melalui mekanisme koebner, misalnya garukan, aberasi superfisial,

5
reaksi fototoksik,atau pembedahan. Ketegangan emosional dapat menjadi

pencetus yang mungkin diperantarai mekanisme neuroimunologis. Beberapa

macam obat misalnya beta-bloker, angiotensin-converting enzym inhibitors,

antimalaria, litium, nonsteroid antiinflamasi, gembfibrosil dan beberapa

antibiotik. Bakteri, virus, dan jamur juga merupakan faktor pembangkit

psoriasis. Endotoksin bakteri, berperan sebagai superantigen dapat

mengakibatkan efek patologik dengan aktifasi sel limfosit T, makrofag, sel

langerhans dan keratinosit. Penelitian sekarang menunjukan bahwa

superantigen streptokokus dapat memicu ekspresi antigen limfosit kulit yang

berperan dalam migrasi sel limfosit T bermigrasi ke kulit. Walaupun pada

psoriasis vulgaris tidak dapat dideteksi antigen streptokokus, beberapa antigen

asing dan auto-antigen dapat memicu interaksi APC dan limfosit T. Peristiwa

hipersensitifitas terhadap obat, imunisasi juga akan membangkitkan aktivasi sel

T. Kegemukan, obesitas, diabetes melitus maupun sindrom metabolik dapat

memerparah kondisi psoriasis.5

3.4 ETIOPATOGENESIS

Kejadian psoriasis berhubungan dengan adanya predisposisi genetik.

Keadaan tersebut ditandai dengan gangguan diferensiasi dan pertumbuhan

epidermis, atau kelainan imunologi, biokimia atau vaskular yang multipel. Hal

lain yang mendukung adanya faktor genetik yaitu Human Leukocyte Antigen

(HLA).Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial dan berhubungan

dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6 sedangkan psoriasis tipe II dengan

awitan lambat bersifat nonfamilial berhubungan dengan HLA-B27 dan Cw2.

Awalnya psoriasis merupakan penyakit yang dianggap sebagai kelainan

6
keratinosit primer,tetapi setelah ditemukan bahwa terjadi aktivasi sel T spesifik

imunosupresan siklosporin A(CsA), penelitian selanjutnya lebih difokuskan

pada sel T dan sistem imun. Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan

pada salah satu dari tiga jenis sel yakni limfosit T, antigenpresenting cell, atau

keratinosit. Beberapa faktor pencetus lain yang dapat mencetuskan atau

memperberat psoriasis disebutkan dalam kepustakaan antara lain stres psikis,

infeksi lokal,trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan

merokok.6,7,8

Sampai saat ini tidak ada pengertian yang kuat mengenai patogenesis

psoriasis, tetapi peranan autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang

dipakai dalam prinsip terapi. Mekanisme peradangan kulit psoriasis cukup

kompleks, yang melibatkan berbagai sitokin, kemokin maupun faktor

pertumbuhan yang mengakibatkan gangguan regulasi keratinosit, sel-sel

radang dan pembuluh darah; sehingga lesi tampak menebal dan berskuama

tebal berlapis.7

Aktivasi sel T dalam pembuluh limfe terjadi setelah sel makrofag

penangkap antigen (Antigen Persenting Cell / APC) melalui Major

Histocompatibility Complex (MHC) mempresentasikan antigen tersangka dan

diikat oleh ke sel T naif. Pengikatan sel T terhadap antigen tersebut selain

melalui reseptor sel T harus dilakukan pula oleh ligan dan reseptor tambahan

yang dikenal dengan ko-stimulasi. Setelah sel T teraktivasi sel ini berproliferasi

menjadi sel T efektor dan memori kemudian masuk dalam sirkulasi sistemik

dan bermigrasi ke kulit.7

7
Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai: sel Th1 CD4 +, sel T

sitotoksik 1/Tc1CD8+, IFN-γ, TNF-α dan IL-12 adalah produk yang ditemukan

pada kelompok penyakit yang diperantarai oleh sel Th-1. Pada tahun 2003

dikenal IL-17 yang dihasilkan oleh Th-17. IL-23 adalah sitokin dihasilkan sel

dendrit bersifat heterodimer terdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakan

bagian dari IL-12. Sitokin IL-17A, IL-17F, IL-22, IL-21 dan TNF-α adalah

mediator turunan Th-17. Telah dibuktikan IL-17A mampu meningkatkan

ekspresi keratin 17 yang merupakan karakteristik psoriasis. Injeksi intradermal

IL-23 dan IL-21 pada mencit memicu proliferasi keratinosit dan menghasilkan

gambaran hiperplasia epidermis yang merupakan ciri khas psoriasis, IL-22 dan

IL-17A seperti juga kemokin CCR6 dapat menstimulasi timbulnya reaksi

peradangan psoriasis.7

Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut retetan mediator

menentukan gambaran klinis antara lain: GMCSF (granulocyte macrophage

colony stimulating factor), EGF, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, IL-17, IL-23 dan TNF-α.

Akibat peristiwa banjirnya efek mediator terjadi perubahan fisiologis kulit

normal menjadi keratinosit akan berproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam

311 jam, menjadi 36 jam dan produksi harian keratinosit 28 kali lebih banyak

dari pada epidermis normal. Pembuluh darah menjadi berdilatasi, berkelok-

kelok, angiogenesis dan hipermeabilitas vakular diperankan oleh Vascular

Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Vascular Permeability Factor (VFP)

yang dikeluarkan oleh keratinosit.7

8
Gambar 2. Perkembangan lesi psoriasis dari kulit normal

hingga lesi kulit terbentuk sempurna.

3.5 KLINIS

3.5.1 Anamnesis

Salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan adalah onset

penyakit dan riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat keluarga

berkaitan dengan tingginya eksistensi dan rekurensi penyakit. Selain itu,

tentukan apakah lesi merupakan bentuk akut atau kronis, serta keluhan pada

persendian, karena kemunkinan artritis psoriatika pada pasien dengan riwayat

pembengkakan sendi sebelum usia 40 tahun. 9,10

Lesi kronis cenderung stabil berbulan-bulan hingga bertahun-tahun,

sedangkan dalam bentuk akut, lesi dapat muncul mendadak dalam beberapa

hari.9,10

9
Kemungkinan relaps juga bervariasi antar individu. Pasien yang sering

relaps biasanya memliki lesi yang lebih berat, cepat meluas, melibatkan area

tubuh yang lebih luas sehingga terapi harus lebih agresif. 9,10

3.5.2 Gambaran Klinis

Gambaran klasik berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai

titik-titik perdarahan bila skuama dilepas (tanda Auspitz)., berukuran dari

seujung jarum sampai dengan plakat menutupi sebagian besar area tubuh,

umumnya simetris. Penyakit ini dapat menyerang kulit, kuku, mukosa, dan

sendi tetapi tidak mengganggu rambut.6

Penampilan berupa infiltrat eritematosa, eritema yang muncul bervariasi

dari yang cerah (“hot” psoriasis) biasanya diikuti gatal sampai merah pucat

(“cold” psoriasis). Fenomena koebner adalah peristiwa munculnya lesi

psoriasis setelah terjadi trauma maupun mikrotrauma pada kulit pasien, lebih

sering terjadi saat penyakit sedang kambuh. Reaksi tersebut timbul 7-14 hari

setelah trauma. Pada lidah dapat dijumpai plak putih berkonfigurasi mirip peta

yang disebut lidah geografik.6,7,9

Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yaitu sebanyak kira-

kira 50%, khas disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.

Kelainan yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya

terangkat karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hiperkeratosis

subungual) dan onikolisis.7

10
Gambar 3. Tanda Auspitz, yaitu adanya titik perdarahan

pada kulit bila skuama dilepaskan9

3.5.3 Klasifikasi Psoriasis

1. Psoriasis Vulgaris/Plakat

Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris. Lesi ini biasanya

dimulai dengan makula eritematosa, papul yang melebar kearah pinggir dan

bergabung beberapa lesi menjadi satu. Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi

psoriasis plakat yang dikenal dengan woronoff’s ring. Dengan proses

pelebaran lesi yang berjalan bertahap maka bentuk lesi dapat beragam seperti

bentuk utama kurva linier (psoriasis girata), lesi mirip cincin (psoriasis anular),

dan papul berskuama pada mulut folikel pilosebaseus (psoriasis folikularis).

Umumnya dijumpai di skalp, siku, lutut, punggung, lumbal dan retroaurikuler.

Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa terbakar atau nyeri. 7

11
Gambar 4. Psoriasis plakat kronik9

2. Psoriasis Inversa

Ditandai dengan letak lesi didaerah intertriginosa, tampak lembab, dan

eritematosa. Bentuknya nyaris tidak berskuama dan merah merona, mengkilap,

berbatas tegas, seringkali mirip dengan ruam intertrigo, misalnya infeksi jamur.

Lesi dijumpai di axila, fosa antekubital, poplitea, lipat inguinal, inframammae,

dan perineum.7

12
Gambar 5. Psoriasis fleksura, dengan pinggir jelas, dengan plak yang nyata

dan kemerahan.9

3. Psoriasis Gutata

Khas pada dewasa muda, bila terjadi pada anak sering bersifat

swasirna. Bentuk spesifik yang dijumpai adalah lesi papul eruptif berukuran 1-

10 mm berwarna merah salmon. Menyebar diskret secara sentripetal terutama

di badan, dapat mengenai ekstremitas dan kepala. 7

Gambar 6. Psoriasis gutata 9

4. Psoriasis Pustulosa

Bentuk ini merupakan komplikasi lesi klasik dengan pencetus putus obat

kortikosteroid sistemik, infeksi, ataupun pengobatan topikal bersifat iritasi.

Psoriasis pustulosa jenis von zumbusch terjadi bila pustul yang muncul sangat

parah dan menyerang seluruh tubuh, sering diikuti dengan gejala konstitusi.

Keadaan ini bersifat sistemik dan mengancam jiwa. Tampak kulit yang merah,

nyeri, meradang dengan pustul milier tersebar diatasnya. Pustul terletak

13
nonfolikuler, putih kekuningan, terasa nyeri, dengan dasar eritematosa. Pustul

dapat bergabung membentuk lake of pustules, bila mengering dan krusta

leapas meninggalkan lapisan merah terang. Pustul tersebut bersifat steril

sehingga tidak tepat diobati dengan antibiotik. 7

Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmo-plantar menyerang daaerah

hipotenar dan tenar, sedangkan pada daerah plantar mengenai sisi dalam

telapak kaki atau dengan sisi tumit. Perjalanan lesi kronis residif dimulai

dengan vesikel bening, vesikulopustul, pustulparah dan makulopapular kering

coklat. Bentuk kronik disebut akrodermatitis kontinua supurativa dari hallopeau,

ditandai dengan pustul yang muncul pada ujung jari tangan dan kaki, bila

mengering menjadi skuama yang meninggalkan lapisan merah kalau skuama

dilepas. Destruksi lempeng kuku dan osteolisis falangs distal sering terjadi.

Bentuk psoriasis pustulosa palmoplantar mempunyai patogenesis berbeda

dengan psoriasis dan dianggap lebih merupakan komorbiditas dibandingkan

bentuk psoriasis.7

Gambar 7. Psoriasis pustulosa. Panel A dan B merupakan psoriasis pustulosa

generalisata (Von Zumbusch) dengan pustul kecil berdiameter 1-2 mm dan

14
kulit yang eritem. Panel C dan D merupakan psoriasis pultulosa lokalisata pada

tungkai dan kaki. Panel E menunjukkan psoriasis pustulosa yang telah pecah

sehingga menghasilkan area deskuamasi yang luas. 9

5. Eritroderma

Keadaan ini dapat muncul secara bertahap atau akut dalam perjalanan

psoriasis plakat, dapat pula merupakan serangan pertama, bahkan pada anak.

Lesi ini harus dibedakan menjadi dua bentuk; psoriasis universalis yaitu lesi

psoriasis vulgaris yang luas hampir seluruh tubuh, tidak diikuti dengan gejal

demam atau menggigil, dapat disebabkan kegagalan terapi psoriasis vulgaris.

Bentuk yang kedua adalah bentuk yang lebih akut sebagai peristiwa mendadak

vasodilatasi generalisata. Keadaan ini dapat dicetuskan antara lain oleh infeksi,

tar, obat atau putus obat kortikosteroid sistemik. Kegawatdaruratan dapat

terjadi disebabkan terganggunya sistem panas tubuh, payah jantung,

kegagalan fungsi hati dan ginjal. Kulit tampak eritema difus biasanya disertai

dengan demam, menggigil dan malese. Bentuk psoriasis pustulosa

generalisata dapat kembali ke bentuk psoriasis eritroderma. Keduanya

membutuhkan pengobatan segera menenangkan keadaan akut serta

menurunkan peradangan sistemik, sehingga tidak mengancam jiwa. 7

15
Gambar 8. Psoriasis Eritroderma. Panel A menunjukkan psoriasis yang hampir

penuh, pasien mengeluhkan kelemahan dan malaise. Panel B dan C

menunjukkan hiperkeratosis dan deskuamasi.9

6. Psoriasis Kuku

Lesi beragam, terbanyak yaitu 65% kasus merupakan sumur sumur

dangkal (pits). Bentuk lainnya adalah kuku berwarna kekuning-kuningan

disebut yellowish dis-coloration atau oil spots, kuku yang terlepas dari

dasarnya (onikolisis), hiperkeratosis subungual merupakan penebelan kuku

dengan hiperkeratosis, abnormalitas lempeng kuku berupa sumur-sumur kuku

yang dalam dapat membentuk jembatan-jembatan mengakibatkan kuku

hancur(crumbling) dan splinter haemorrhage.7

16
Gambar 9. Nail Psoriasis. Panel A menunjukan onycholysis distal dan

memperlihatkan tetas minyak. Panel B menunjukkan nail pitting. Panel C

menunjukkan subungual hyperkeratosis. Panel D menunjukkan

onychodystrophy dan hilangnya kuku pada pasien psoriatik arthritis. 9

7. Psoriasis Arthritis

Bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus. Keluhan pasien yang

sering dijumpai adalah artritis perifer, etesitis, tenosinovitis, nyeri tulang

belakang, dan atralgia non spesifik, dengan gejala kekakuan sendi pagi hari,

nyeri sendi persisten, atau nyeri sendi fluktuatif bila psoriasis kambuh. 7

3.6 DIAGNOSIS

Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran

klinis dan pemeriksaan histopatologis. Apabila ditemukan fenomena tetesan

17
lilin, tanda Auzpitz dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang

tepat.7

a. Fenomena tetesan lilin & Auspitz sign:

Didapatkan skuama putih tebal yang akan meninggalkan bintik-bintik

perdarahan ketika digores dengan pinggiran kaca objek.

b. Fenomena koebner

Merupakan peristiwa munculnya lesi psoriasis pada daerah yang sering

terjadi trauma.

c. Histopatologis

Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan beberapa perubahan

patologis pada psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis maupun

dermis adalah sebagai berikut:

 Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan

elongasi rete ridge epidermis.

 Hiperkeratosis adalah penebalan lapiran korneum.

 Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai

hilangnya stratum granulosum

 Peningkatan mitosis pada stratum basalis.

 Granulosit neutrofilik yang bermigrasi dari ujung subset kepiler

dermal mencapai bagian atas epidermis yaitu lapisan

parakeratosisstratum korneum yang disebut mikroabses Munro.

18
 Pada papila dermis terlihat pembuluh darah yang lebih banyak dari

kulit normal, yang membengkak,memanjang dan berkelok-kelok.

Infiltrat sel radang limfosit, makrofag, sel dendrit dan sel mast

terdapat disekitar pembuluh darah.

Gambar 10. Gambaran klinis dan histopatologis psoriasis11

3.7 DIAGNOSIS BANDING

Psoriasis vulgaris dapat dibedakan dengan beberapa penyakit

dibawah ini:7

1. Dermatitis Numularis

Biasanya menunjukkan lesi berupa plak eritematosa berbentuk koin

yang terbentuk dari papul dan papulovesikel yang berkonfluens,

19
kemudian pecah dan membentuk krusta kekuningan yang disebut

pinpoint.

2. Dermatitis Seboroik

Sering mengenai daerah yang berambut, sangat jarang menjadi luas,

dengan lesi berupa skuama kuning berminyak, eksematosa ringan dan

menyengat.

3. Tinea Korporis

Merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas yang terdiri atas

eritema, skuama halus, kadang-kadang terdapat papul atau vesikel di

tepi, dengan tengah yang lebih tenang.

4. Liken Planus

Berupa makula eritematosa yang kemudian berubah menjadi papul

keunguan. Lesi biasanya bilateral simetris pada ekstremitas.

5. Ptiriasis Rosea

Dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter,

berbentuk oval dan anular. Ruam berupa eritema, skuama halus di

pinggir. Setelah 4-10 hari muncul lesi yang sejajar dengan costae,

sehingga menyerupai pohon cemara terbalik.

Sedangkan pada psoriasis vulgaris berupa makula eritematosa

dengan papul berskuama yang melebar ke arah pinggir dan beberapa

lesi bergabung menjadi satu, dengan lingkaran putih pucat yang

mengelilingi lesi disebut woronoff’s ring.

3.8 DERAJAT KEPARAHAN PSORIASIS

20
Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan

psoriasis, namun yang sering digunakan adalah metode Fredriksson T,

Pettersson U (1987) yang telah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Psoriasis

Area dan Severity Index (PASI) adalah metode yang digunakan untuk

mengukur intensitas kuantitatif penderita berdasarkan gambaran klinis dan luas

area yang terkena, cara ini digunakan untuk mengevaluasi perbaikan klinis

setelah pengobatan. PASI merupakan baku emas pengukuran tingkat

keparahan psoriasis. Beberapa elemen yang diukur oleh PASI adalah eritema,

skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi di permukaan tubuh seperti

kepala, badan, lengan dan tungkai. Bagian permukaan tubuh dibagi menjadi 4

bagian antara lain: Kepala (10%), abdomen, dada dan punggung (20%),

lengan (30%) dan tungkai termasuk bokong (40%). Luasnya area yang tampak

pada masing-masing area tersebut diberi skor 0 sampai dengan 6, seperti

terlihat dalam tabel dibawah ini:12

Karakteristik klinis yang dinilai adalah: eritema (E), skuama (S) dan

ketebalan lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai

berikut : tidak ada lesi = 0, ringan = 1, sedang = 2, berat = 3 dan sangat berat

= 4. Nilai derajat keparahan diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai

dengan area permukaan tubuh : kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan =

0,3, tungkai/kaki = 0,4. Total nilai PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan

keempat nilai yang diperoleh dari keempat bagian tubuh. Total nilai PASI

kurang dari 10 dikatakan sebagai psoriasis ringan, nilai PASI antara 10-30

dikatakan sebagai psoriasi sedang, dan nilai PASI lebih dari 30 dikatakan

sebagai psoriasis berat.12

21
Tabel 1. Lembar Psoriasis and Severity Index (PASI)

3.9 PENATALAKSANAAN

Tatalaksana psoriasis adalah terapi supresif, tidak menyembuhkan

secara sempurna, bertujuan mengurangi tingkat keparahan dan ekstensi lesi

sehingga tidak terlalu mempengaruhi kualitas hidup pasien. 11

Terapi Promotif 9

Menenangkan pasien dan memberikan dukungan emosional adalah hal

yang sangat penting, menekankan bahwa psoriasis tidak menular dan

tersedianya pengobatan pengobatan yang bervariasi untuk setiap bentuk dari

psoriasis.

Terapi Preventif 9

Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis, infeksi fokal

dan memperbaiki pola hidup.

22
Terapi Topikal9

Sebagian besar kasus psoriasis dapat ditatalaksana dengan pengobatan

topikal meskipun memakan waktu lama dan juga secara kosmetik tidak baik,

sehingga kepatuhan sangat rendah.

1. Kortikosteroid

Glukokortikoid dapat menstabilkan dan menyebabkan translokasi

reseptor glukokortikoid. Sediaan topikalnya dipergunakan sebagai lini

pertama pengobatan psoriasis ringan hingga sedang di area fleksural

dan genitalia, karena obat topikal lain dapat mencetuskan iritasi.

2. Vitamin D3 dan Analog

Setelah berikatan dengan reseptor vitamin D, vitamin D3 akan

meregulasi pertumbuhan dan deferensiasi epidermis, serta menghambat

proliferasi keratinosit, memodulasi diferensiasi epidermis, serta

menghambat produksi beberapa sitokin pro-inflamasi seperti interleukin

2 dan interferon gamma.

Analog vitamin D3 yang telah digunakan dalam tatalaksana penyakit

kulit adalah calcipotriol, calcipotriene, maxacalcitrol dan tacalcitol.

3. Anthralin (Dithranol)

Dithranol dapat digunakan untuk terapi psoriasis plakat kronis, dengan

konsentrasi terendah 0,05% sekali sehari kemudian ditingkatkan

manjadi 1% yang memiliki efek antiproliferasi terhadap keratinosit dan

antiinflamasi yang poten, terutama yang resisten terhadap terapi lain.

23
Dapat dikombinasikan dengan phototherapy UVB dengan hasil

memuaskan (regimen ingram).

4. Tar Batubara

Penggunaan tar batubara dan sinar UV untuk pengobatan psoriasis

telah diperkenalkan oleh Goeckerman sejak tahun 1925. Efeknya antara

lain mensupresi sintesis DNA dan mengurangi aktivitas mitosis lapisan

basal epidermis, serta beberapa komponen memiliki efek antiinflamasi.

Penggunaan tar batu bara dengan konsentrasi 2-5% dimulai dengan

konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan, agar

lebih efektif maka daya penetrasinya juga harus ditingkatkan dengan

menambahkan asam salisilat 3% atau lebih. Untuk mengurangi daya

iritasi dapat ditambahkan seng oksida 10% sebagai vehikulum dalam

bentuk salap.

5. Tazarotene

Merupakan generasi ketiga retinoid yang dapat digunakan secara topikal

untuk mereduksi skuama dan plak, walaupun efektivitasnya terhadap

eritema sangat minim. Efikasinya dapat ditingkatkan bila dikombinasikan

dengan glukokortikoid potensi tinggi atau fototherapi.

6. Inhibitor Calcineurin Topikal

Takrolimus (FK 506) merupakan antibiotik golongan maksolid yang bila

berikatan dengan immunophilin (proteinpengikat FK506), membentuk

kompleks yang menghambat transduksi sinyal limfosit T dan transkripsi

24
interleukin 2. Meskipun takrolimus tidak efektif dalam pengobatan plak

kronis psoriasis, namun terbukti efektif untuk psoriasis fasialis dan

inversa.

7. Emolien

Emolien seperti urea (hingga 10%) sebaiknya digunakan selama terapi,

segera setelah mandi, untuk mencegah kekeringan pada kulit,

mengurangi nyeri akibat fisura, dan mengurangi rasa gatal pada lesi

tahap awal.

Fototherapi9

Fototherapi dapat mendeplesi sel limfosit T secara selektif, terutama di

epidermis, melalui apopotosis dan perubahan respons imun Th1 menjadi Th2.

1. Sinar Ultraviolet B (290-320 mn)

Terapi UVB inisial berkisar antara 50-75% minimal erythema dose

(MED). Tujuan terapi ini adalah mempertahankan lesi eritema minimal

sebagai indikator tercapainya dosis optimal. Terapi diberikan hingga

remisi total tercapai atau bila perbaikan klinis lebih lanjut tidak tercapai

dengan peningkatan dosis.

2. Psoralen dan Terapi Sinar Ultraviolet A (PUVA)

PUVA merupakan kombinasi psoralen dan long wave ultravioletA yang

dapat memberikan efek terapetik, yang tidak tercapai dengan

penggunaan tunggal keduanya.

3. Excimer Laser

Diindikasikan untuk tatalaksana pasien psoriasis dengan plak

rekalsitran, terutama di bahu dan lutut.

25
4. Terapi Fotodinamik

Terapi fotodinamik telah dilakukan pada beberapa dermatosis

inflamatorik termasuk psoriasis. Meski demikian, tetapi ini tidak terbukti

memuaskan.

Terapi Obat Sistemik Per Oral9

1. Metotreksat

Metotreksat (MTX) merupakan pilihan terapi yang sangat efektif bagi

psoriasis tipe plak kronis, juga untuk tatalaksana psoriasis berat jangka

panjang termasuk psoriasis eritroderma dan psoriasis pustular, dengan

dosis 7,5-15 mg setiap minggu. MTX bekerja secara langsung

menghambat hiperproliferasi epidermis melalui inhibisi dihidrofolat

reduktase. Efek antiinflamasi disebabkan oleh inhibisi enzim yang

berperan dalam metabolisme purin.

2. Acitretin

Acitretin merupakan generasi kedua retinoid sistemik yang telah

digunakan untuk pengobatan psoriasis sejak tahun 1997. Monoterapi

acitretin paling efektif bila diberikan pada psoriasis tipe eritrodermik dan

generalized pustular psoriasis.dosis yang diberikan berkisar 0,5-1 mg

per kilogram berat badan perhari.

3. Siklosporin A (CsA)

CsA per oral merupakan sangat efektif untuk psoriasis kulit ataupun

kuku, terutama pasien psoriasis eritrodermik. Dosis rendah 2,5

mg/kg/BB/hari sebagai terapi awal, dengan dosis maksimum 4

mg/kg/BB/hari.

26
4. Ester Asam Fumarat

Preparat ini diabsorbsi lengkap di usus halus, dihidrolisis menjadi

metabolit aktifnya, monometilfumarat, yang akan menghambat

proliferasi keratinosit serta mengubahan respons sel Th1 menjadi Th2.

Terapi ini dapat diberikan jangka lama (>2 tahun) untuk mencegah

relaps ataupun singkat (hingga tercapai perbaikan).

5. Sulfasalazine

Merupakan agen terapi sistemik yang jarang digunakan untuk

tatalaksana psoriasis.

6. Steroid Sistemik

Steroid sistemik tidak rutin dalam tatalaksana psoriasis, karena resiko

kambuh tinggi jika dihentikan. Preparat ini diindikasikan pada psoriasis

persisten yang tidak terkontrol dengan modalitas terapi lain, bentuk

eritroderma dan psoriasis pustular (Von Zumbuch)

7. Mikofenolat Mofetil

Merupakan bentuk pro-drug asam mikofenolat, yaitu inhibitor inosin 5’

monophosphate dehydrogenase. Asam mikofenolat mendeplesi

guanosin limfosit T dan B serta menghambat proliferasinya, sehingga

menekan respons imun dan pembentukan antibodi.

8. 6-Thioguanin

Merupakan analog purin yang sangat efektif untuk tatalaksana psoriasis.

Efek samping yang sering adalah mal, diare, serta gangguan fungsi

hepar dan supresi sumsum tulang.

27
9. Hidroksiurea

Hidroksiurea merupakan anti-metabolit yang dapat digunakan secara

tunggal dalam tatalaksana psoriasis, tetapi 50% pasien yang berespons

baik terhadap terapi ini mengalami efek samping supresi sumsum tulang

(berupa leukopenia atau trombositopenia) serta ulkus kaki.

Terapi Kombinasi9

Terapi kombinasi dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek

samping terapi, serta dapat memberikan perbaikan klinis yang lebih baik

dengan dosis yang lebih rendah. Kombinasi yang biasa diberikan untuk artritis

inflamatorik adalah MTX dan agen anti-TNF, yang juga dapat diberikan pada

psoriasis rekalsitrans.

Terapi Biologis9

Terapi biologis merupakan modalitas terapi yang bertujuan memblokade

molekul spesifik yang berperan dalam patogenesis psoriasis.

Agen-agen biologis memiliki efektivitas yang setara dengan MTX dengan

risiko hepatotoksisitas yang lebih rendah. Meski demikian, harganya cukup

mahal, serta memiliki berbagai efek samping seperti imunosupresi, reaksi infus,

pembentukan antibodi, serta membutuhkan evaluasi keamanan penggunaan

jangka panjang. Oleh karena itu, terapi ini hanya diindikasikan bila penyakit

tidak berespons atau memiliki kontraindikasi terhadap MTX.

1. Alefacept

Merupakan gabungan human lymphocyte function associated antigen

(LFA)-3 dengan IgG 1 yang dapat mencegah interaksi antara LFA-3 dan

28
CD2, sehingga menghambat aktivasi sel limfosit T. Oleh karena itu,

alefacept dapat mengurangi proses inflamasi. Walaupun tidak

memberikan respons baik pada 1/3 pasien, pemberian berulang terbukti

dapat memperbaiki kondisi klinis pasien psoriasis.

2. Efalizumab

Efalizumab (anti-CD11a) merupakan humanized monoclonal antibody

yang digunakan untuk tatalaksana psoriasis vulgaris (tipe plakat), yang

langsung memblokade CD11a (sub unit LFA 1), sehingga mencegah

interaksi LFA 1dengan intercellular adhesion molecule 1. Blokade ini

mengurangi aktivasi sel limfosit T dan adhesi sel T ke keratosit. Meski

demikian, eksaserbasi gejala kerap terjadi di akhir pengobatan,

diperlukan penelitian terkait keamanan dan tolerabilitas jangka

panjangnya.

3. Antagonis Tumor Necrosis α (TNF α)

TNF α merupakan protein homosimetrik yang memediasi aktivitas pro-

inflamatorik. Saat ini terdapat 3 jenis obat yangs udah dipakai di

Amerika Serikat, yaitu etanercept, infliximab dan adalimumab.

Etanercept diindikasikan untuk psoriasis plakat kronis moderat sampai

berat, sebelum fototherapi dan terapi sistemik.

Infliximab dan adalimumab adalah dua regimen yang telah disetujui oleh

US Food dan Drugs Administration untuk terapi artritis psoriatika, dan

terbukti lebih baik dibandingkan etanercept pada psoriasis tipe plakat

kronis. Meskipun demikan, efek imunosupresi dan keamanannya harus

dipertimbangkan untuk penggunaan jangka panjang.

29
4. Anti-interleukin 12/ Interleukin 23 P40

Blokade interleukin 12 yang penting dalam diferensiasi sel Th1 dan

interleukin 23 merupakan dua mekanisme penting untuk tatalaksana

psoriasis tipe plakat kronis.

3.10 Prognosis9

Psoriasis vulgaris tidak menyebabkan kematian, namun bersifat kronis

dan residif. Psoriasis guttata biasanya akan hilang sendiri (self limited) dalam

12-16 minggu tanpa pengobatan, meskipun pada beberapa pasien menjadi lesi

plakat kronis. Psoriasis tipe plakat kronis berlangsung seumur hidup dan

interval antara gejala tidak dapat diprediksi. Remisi spontan dapat terjadi pada

50% pasien dalam waktu yang bervariasi. Eritroderma dan generalized pustular

psoriasis memiliki prognosis yang lebih buruk dengan kecenderungan menjadi

persisten.

30
BAB III

KESIMPULAN

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis, residif,

dapat mengenai semua umur; ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi

sisik tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas.

Penyebab psoriasis belum diketahui pasti tetapi dicurigai akibat

pengaruh imunitas sel-sel keratinosit epidermis. Sel T tampak memainkan

peranan penting dalam patogenesis psoriasis. Riwayat penyakit pada keluarga

dan beberapa gen termasuk antigen human leucocyte antigen (HLA) Cw6,

B13, B17 memiliki hubungan dengan psoriasis. Lokus PSORS1 pada

kromosom 6p21 dapat menunjukkan kecenderungan psoriasis, dan pemicu

lingkungan diduga dapat mencetuskan respons inflamasi dan proliferasi

berlebihan sel-sel keratinosit.

Beragam jenis pengobatan tersedia saat ini mulai dari topikal , sistemik

sampai dengan terapi spesifik bersasaran alur patogenesis psoriasis atau yang

dikenal dengan agen biologik. Penanganan holistik harus diterapkan dalam

penatalaksanaan psoriasis meliputi gangguan kulit, internal dan psikologis

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Mustifah EF, Hastuti R, Sari ARP, Mulianto N.2017.Peranan Diet pada


Tatalaksana Psoriasis. Cdk-257.

2. Permatasari DW.2015. Kadar Prolaktin Serum Penderita Psoriasis


Vulgaris dengan Score Psoriasis Serum Prolactin Levels in Psoriasis
Vulgaris with Score Psoriasis Area and. Agromed Unila..

3. Johan R, Hamzah RA, Spesialis D, Ilmu SMF, Kulit K, Immanuel RS, et


al.2016.Gejala Klinis dan Terapi Psoriasis Pustulosa Generalisata tipe
von Zumbuch..

4. Djuanda,A.2017.Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi


7.Jakarta:Badan Penerbit FKUI
5. Siregar,R.S. 2015.Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta : EGC
6. Menaldi,Sri L,dkk. 2015.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FKUI
7. Djuanda.A. “Dermatosis Eritroskuamosa”. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2015. pp 213-221
8. WHO. 2016. Global Report on Psoriasis.
9. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leff el DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc;
2012.p.197-231
10. Yuliastuti, D. 2015. Psoriasis. CDK- 235/Vol 42. No 12.
11. Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanism of disease psoriasis. N Eng
J Med [Internet].[cited 2015 Jan 24]; 361: 496-509. Available from:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra0804595
12. Astindari, Suwitri dan Sardhika, W. 2014. Perbedaan Dermatitis
Seboroik dan Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Manifestasi Klinis dan
Histopatologi. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol 26.
No. 1 April 2014.

32
33

Anda mungkin juga menyukai