Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SEMINAR KEPERAWATAN MATRA LAUT

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BAROTRAUMA DI RSAL DR MIDIYATO


SURATANI TANJUNGPINANG

Di susun Oleh :
1. Bobby Priyandana
2. Agustina Mardianti
3. Dewi Anjani Safitri
4. Dhea Agnes Oktavia
5. Ayu Wahyuni

PRECEPTOR KLINIK: PRECEPTOR AKADEMIK:

Linda Widiastuti, S.Kep, Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNG PINANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya
kelompok dapat menyelesaikan makalah seminar keperawatan matra laut dengan judul
“Asuhan Keperawatan dengan Barotrauma di RSAL Dr Midiyato Suratani Tanjungpinang”.
Sebagai salah satu tugas keperawatan matra laut.
Kelompok sadar bahwa pada makalah seminar ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi
kebaikan laporan ini. Akhirnya kelompok berharap semoga makalah seminar ini bermanfaat
bagi dunia kesehatan khususnya keperawatan.

Tanjungpinang, 08 Januari 2023

Kelompok

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................... 2
D. Manfaat................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................... 3


I. KONSEP DASAR PENYAKIT ........................................................... 3
A. Definisi ................................................................................................... 3
B. Anatomi dan fisiologi ............................................................................. 3
C. Etiologi.................................................................................................... 5
D. Patofisiologi............................................................................................ 5
E. Tanda dan gejala ..................................................................................... 7
F. Klasifikasi ............................................................................................... 8
G. Komplikasi .................................................................................……... 9
H. Pathway ......................................................................................……... 11
J. Pencegahan .................................................................................…….. 12
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................... 12
A. Pengkajian .............................................................................................. 12
B. Diagnosa keperawatan ............................................................................ 13
C. Intervensi keperawatan ........................................................................... 13
D. Implementasi keperawatan ..........................................................…….. 13
E. Evaluasi keperawatan ...................................................................…….. 13

BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................ 21


A. Pengkajian .............................................................................................. 21
B. Diagnosa keperawatan ............................................................................ 26
C. Intervensi keperawatan ........................................................................... 28
D. Implementasi dan evaluasi keperawatan ................................................ 32

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 45


A. Kesimpulan ............................................................................................ 45
B. Saran ....................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah
daerah perairan. Hal ini membuat negara Indonesia menjadi negara maritim dan
sebagian penduduknya bekerja sebagai nelayan. Beberapa daerah pesisir Indonesia
masih menggunakan cara tradisional dalam memperoleh hewan laut, terutama saat
pengambilan hewan laut yang terdapat di dasar laut seperti ikan, lobster,
teripang ,abalone, dan mutiara. Karena hal ini, tidak sedikit para nelayan yang
mengalami gangguan pendengaran atau yang biasa disebut dengan barotrauma.
Barotrauma adalah kerusakan jaringan telinga akibat ketidakmampuan
menyamakan tekanan ruang telinga tengah dengan lingkungan. Barotrauma telinga
dapat terjadi apabila penyelaman tanpa melaksanakan ekualisasi tekanan telinga
tengah dengan cara yang benar. Barotrauma telinga berulang dalam periode lama
dapat menyebabkan gangguan kapasitas recoiling serabut elastis membran timpani
menjadi irreversible, sehingga dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
Perubahan tekanan mendadak di ruang telinga tengah dapat diteruskan ke telinga
dalam sehingga dapat menyebabkan kerusakan telinga dalam, bahkan ketulian.
Di Indonesia, kejadian tentang barotrauma pada penyelam tradisional di Pulau
Karimunjawa Kabupaten Jepara tahun 2007 menyebutkan barotrauma yang paling
banyak terjadi adalah gangguan pendengaran yaitu sebanyak 43,2%. menurut hasil
dari Kementrian kesehatan (2006) nelayan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta,
mengalami kasus barotrauma (41,37%) dan kelainan dekompresi (6,91%).
Berdasarkan data tersebut dapat dillihat bahwa memang para penyelam tradisional
belum menggunakan teknik sesuai dengan kesehatan dan keselamatan lingkungan
kerja melihat tingginya persentase para nelayan yang mengalami gangguan
kesehatan terutama gangguan telinga. Menurut saya hal ini dikarenakan para
nelayan yang mengetahui tentang pengetahuan safety diving, sehingga diperlukan
perhatian mengenai hal ini. Selain itu, setelah melakukan riset mengenai artikel
tidak banyak artikel dan juga berita yang membahas mengenai hal ini, bahkan
artikel dari pemerintah mengenai barotrauma yang paling terbaru terbit pada tahun
2013. Dari hal ini, saya dilihat bahwa kepedulian pemerintah mengenai
barotrauma masih kurang.

1
Para penyelam tradisional mendapatkan pengetahuan menyelam secara turun
temurun tanpa adanya pendidikan formal atau professional menyenai menyelam
sehingga para nelayan banyak yang tidak memiliki ilmu mengenai safety diving.
Sehingga dengan adanya masalah tersebut membuat kelompok tertarik untuk
mengangkat masalah keperawatan barotrauma ini.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari pernyataan di atas yaitu
“Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan Barotrauma di RSAL Dr Midiyato
Suratani Tanjungpinang?”
C. Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Barotrauma di
RSAL Dr Midiyato Suratani Tanjungpinang.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk menerapkan teori keperawatan berdasarkan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) dalam intervensi keperawatan.
2. Manfaat Praktis
a. Perawat

Penelitian ini menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan asuhan


keperawatan sebagai satu tindakan yang efektif pada pasien dengan
masalah barotrauma.
b. Mahasiswa
Sebagai bentuk referensi untuk mendapatkan pengetahuan dalam
proses pembelajaran dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
pasien yang mengalami barotrauma.
c. Rumah sakit
Sebagai referensi dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
pada pasien yang mengalami masalah barotrauma.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh perbedaan
tekanan antara ruang kedap di dalam tubuh dengan gas atau cairan yang berada di
lingkungan sekitarnya. Kerusakan yang timbul pada kasus barotrauma disebabkan
oleh peregangan berlebihan ataupun robekan jaringan. Organ tubuh yang berisiko
mengalami barotrauma yaitu telinga bagian tengah, sinus paranasal, dan paru-
paru. (Kaplan J. 2017, Moon RE. 2021)
2. Anatomi dan fisiologi telinga

Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara


kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi impuls pulsa listrik dan
diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Telinga merupakan
organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga manusia menerima dan
mentransmisikan gelombang bunyi ke otak di mana bunyi tersebut akan dianalisa
dan diintrepetasikan.
a. Telinga bagian luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus
acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral. Daun telinga

3
dibentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Kearah liang
telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga
lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi
kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani.
Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk
liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan
terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz. Sepertiga bagian luar terdiri
dari tulang rawan yang banyak mengandung kelenjar serumen dan rambut,
sedangkan dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang dengan sedikit
serumen (Pearce, 2016).
b. Telinga bagian tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrana timpani,
cavum timpani, tuba eustachius, dan tulang pendengaran. Bagian atas
membran timpani disebut pars flaksida (membran Shrapnell) yang terdiri
dari dua lapisan, yaitu lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang
telinga dan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Bagian bawah
membran timpani disebut pars tensa (membran propria) yang memiliki
satu lapisan di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin (Saladin, 2014). Tulang pendengaran terdiri atas
maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes (sanggurdi) yang tersusun
dari luar kedalam seperti rantai yang bersambung dari membrana timpani
menuju rongga telinga dalam.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Prosessus mastoideus
merupakan bagian tulang temporalis yang terletak di belakang telinga.
Ruang udara yang berada pada bagian atasnya disebut antrum mastoideus
yang berhubungan dengan rongga telinga tengah. Infeksi dapat menjalar
dari rongga telinga tengah sampai ke antrum mastoideus yang dapat
menyebabkan mastoiditis (Saladin, 2014).
c. Telinga bagian dalam
Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang dan labirin
membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea, vestibulum, dan kanalis
semi sirkularis, sedangkan labirin membranosa terdiri dari utrikulus,

4
sakulus, duktus koklearis, dan duktus semi sirkularis. Rongga labirin
tulang dilapisi oleh lapisan tipis periosteum internal atau endosteum, dan
sebagian besar diisi oleh trabekula (susunannya menyerupai spons)
(Pearce, 2016). Koklea (rumah siput) berbentuk dua setengah lingkaran.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa
skala vestibuli (sebelah atas) dan skala timpani (sebelah bawah). Diantara
skala vestibuli dan skala timpani terdapat skala media (duktus koklearis).
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa dengan 139 mEq/l,
sedangkan skala media berisi endolimfa dengan 144 mEq/l mEq/l. Hal ini
penting untuk pendengaran.
Nervus auditorius atau saraf pendengaran terdiri dari dua bagian, yaitu:
nervus vestibular (keseimbangan) dan nervus kokhlear (pendengaran).
Serabut-serabut saraf vestibular bergerak menuju nukleus vestibularis yang
berada pada titik pertemuan antara pons dan medula oblongata, kemudian
menuju cerebelum. Sedangkan, serabut saraf nervus kokhlear mula-mula
dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang berada tepat di belakang
thalamus, kemudian dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam
korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis
3. Etiologi
Etiologi barotrauma yang paling sering adalah scuba diving atau menyelam,
tetapi barotrauma juga dapat terjadi saat bepergian dengan pesawat terbang,
mendaki gunung, atau bermain ski. Selama scuba diving, barotrauma mungkin
terjadi akibat penyelaman atau kembali ke permukaan yang terlalu cepat.
(Kennedy-Little D, Sharman T. 2021).
4. Patofisiologi
Patofisiologi barotrauma bergantung pada kerusakan atau gangguan fungsi
organ yang diakibatkan. Secara umum, kerusakan jaringan pada barotrauma
disebabkan oleh mekanisme overstretching dan shear. Organ yang sering terlibat
dalam kasus barotrauma adalah telinga bagian tengah, sinus paranasal, dan paru.
(Kaplan J. 2017, Battisti AS, Haftel A, Murphy-Lavoie HM. 2021)
Barotrauma dapat terjadi pada waktu seseorang menyelam turun (descend),
maupun pada waktu naik (ascend). Maka berdasarkan patogenesanya dikenal:

a. Barotrauma waktu turun

5
Saat pesawat landing, tekanan atmosfer kembali ke normal. Karena itu,
udara di telinga tengah akan berkurang. Pada proses ini udara tidak secara
pasif memasuki telinga tengah. Hal inilah yang menyebabkan barotrauma
lebih sering terjadi saat pesawat atau penyelam turun. Untuk membuka tuba
diperlukan aktifitas dari otot dengan cara menguap atau menelan. Tuba juga
bisa dibuka dengan melakukan perasat Valsava. Pada perbedaan tekanan 60
mmHg dimana tekanan atmosfer lebih tinggi dibandingkan tekanan telinga
tengah akan timbul rasa penuh pada telinga tengah dan penumpang akan
merasakan rasa tidak nyaman di telinganya. Saat perbedaan tekanan 80
mmHg, ujung jaringan lunak nasofaring akan tertutup dengan tekanan yang
lebih besar dari kekuatan otot untuk membuka tuba. Hal itu akan
menyebabkan tuba tetap tertutup dan usaha untuk menyeimbangkan tekanan
sia- sia. Lebih dari ini, perubahan patofisilogi dari barotrauma akan terjadi.
Perbedaan tekanan yang menyebabkan terjadinya proses penutupan tuba ini
berbeda-beda tiap individu, tergantung dari kekuatan otot dilator tuba masing-
masing.
Jika perbedaan tekanan mencapai 100-500 mmHg, membran timpani
akan ruptur dan biasanya menyebabkan hilangnya rasa sakit dan tekanan pada
telinga namun dapat menyebabkan gejala lanjutan berupa tuli, vertigo, dan
muntah. King melaporkan bahwa 4,2% membran timpani ruptur pada 897
telinga yang mengalami barotrauma. Sebagian besar perforasi tersebut dapat
menutup spontan. Peristiwa barotrauma akibat turun ini dikenal juga sebagai
“sequeeze”. Jadi sequeeze umumnya terjadi pada waktu seseorang penyelam
turun dan mendapatkan pertambahan tekanan.
Syarat untuk terjadinya squeeze adalah:
a. Adanya ruangan yang berisi udara.
b. Ruangan tersebut memiliki dinding yang kuat.
c. Ruangan tersebut tertutup.
d. Ruangan tersebut memiliki membran dengan suplai darah dari arteri
maupun vena yang memasuki ruangan dari luar.
e. Adanya perubahan tekanan pada lingkungan sekitar secara tiba – tiba
b. Barotrauma waktu naik.
Saat pesawat naik, tekanan atmosfer turun dan udara di telinga tengah
akan mengembang sesuai dengan hukum Boyle. Jika tuba Eustachius tidak

6
terbuka, seperti contohnya saat sedang menelan, udara di telinga tengah,
dengan tekanannya yang relatif positif, akan terus mengembang sampai
membran timpani terdorong ke lateral. Tuba Eustachius yang normal akan
membuka secara pasif pada perbedaan tekanan 15 mmHg dan melepaskan
tekanan udara positif sehingga menyeimbangkan tekanan udara di telinga
tengah. Proses pelepasan tekanan secara pasif ini jarang menjadi masalah saat
penerbangan dan hanya timbul setiap peningkatan ketinggian 122 m. Namun
jika tuba Eustachius terganggu akan terdapat rasa tidak nyaman dan nyeri di
telinga saat proses tersebut terjadi. Barotrauma macam ini umumnya
menimbulkan nyeri mendadak akibat kenaikan tekanan dalam rongga dan
terdapat bahaya terjadinya emboli vena. Barotrauma yang terjadi pada saat
penyelam naik dari kedalaman secara cepat disebut reverse squeeze atau
overpressure. Terjadi usaha tubuh untuk mengeluarkan isi dari ruangan untuk
menyesuaikan tekanan.
5. Tanda dan gejala
Gejala awal Barotrauma bersifat ringan dan dapat diatasi dengan cara
sederhana, yaitu dengan menelan atau mengunyah. Gejala awal Barotrauma
adalah:

1. Nyeri telinga ringan.


2. Rasa penuh dan tidak nyaman pada satu atau kedua telinga.
3. Pendengaran berkurang.
4. Pusing.
Jika dibiarkan dan perubahan tekanan terus terjadi, maka gejala barotrauma
yang lebih serius dapat muncul, antara lain:
1. Nyeri hebat di telinga.
2. Telinga berdengung.
3. Muntah.
4. Vertigo.
5. Perdarahan atau keluar cairan dari telinga
6. Hilang pendengaran.
Berbeda dengan barotrauma di telinga, barotrauma di paru-paru ditandai
dengan suara serak, nyeri dada, dan sesak napas. Sementara, gejala barotrauma

7
yang terjadi di saluran pencernaan meliputi nyeri dan kram perut, serta perut
kembung.

6. Klasifikasi
Barotrauma tidak hanya terjadi pada telinga, namun juga anggota tubuh
lainnya. Berikut ini adalah beberapa jenis Barotrauma:
a. Barotrauma Telinga
Barotrauma telinga merupakan Barotrauma yang paling sering terjadi dalam
kegiatan penyelaman. Dikenal 2 (Dua) bentuk Barotrauma telinga yaitu
Barotrauma telinga waktu turun (Descent) dan Barotrauma telinga waktu naik
(Ascent).
b. Barotrauma Sinus Paranalis
Dalam tulang tengkorak terdapat ronga-rongga fisiologis yaitu sinus paranalis
yang pada dasarnya merupakan rongga tulang yang dilapisi mukosa dan
berhubungan dengan cavum nasi lewat ostium atau saluran. Insiden
Barotrauma sinus pranalis waktu descent kira-kira 2 kali lebih banyak daripada
waktu ascent. Gejala yang paling menonjol adalah timbulnya rasa nyeri. Letak
nyeri paling banyak didaerah frontal.
c. Barotrauma Gigi
Pada akar gigi terinfeksi atau disekeliling tambalan gigi yang berlubang dapat
terbentuk ruangan yang berisi udara. Waktu menyelam ruangan ini terisi
jaringan lemak dari gusi atau darah sehingga dapat timbul rasa nyeri pada gigi
yang berangkutan. Pada waktu ascent udara yang terjebak akan mengembang
lagi tetapi dibatasai oleh darah yang terkumpul sehingga muncul rasa nyeri
hebat.
d. Barotrauma Wajah
Kegunaan masker adalah sebagai alat penolong penglihatan saat menyelam,
tetapi dengan memakai masker akan terbentuk ruangan berisi udara di wajah
penyelam. Bila tidak dapat menyamakan tekanan waktu menyelam lewat udara
dari hidung maka wajah akan tertarik kedalam rongga tersebut.
e. Barotrauma Kulit
Barotrauma ini terjadi akibat memakai dry suit atau wet suit yang tidak cocok
sehingga terjadi rongga udara antara kulit dan pakaian. Pada saat turun
(Descent), tekanan udara pada rongga tersebut relatif negatif terhadap tekanan

8
disekelilingnya. Akibatnya kulit terhisap kearah rongga udara tersebut dan
menimbulkan garis-garis hiperemis sesuai lipatan pakaian yang membentuk
rongga udara. Barotrauma ini bisa sembuh dalam beberapa hari.
f. Barotrauma Kepala dan Badan
Gejala-gejala klinik bisa dari ringan sampai berat. Kepala atau mata terasa
menjadi besar, dispnea dan rasa tertekan pada dada, oedema pada tubuh yang
kontak dengan helmet kemudian hemoragik kulit wajah, konjungtiva leher dan
bahu. Dapat terjadi pula perdarahan pada bahu, saluran pencernaan, hidung ,
sinus dan telinga. Bila lebih cepat dapat terjadi perdarahan pada otak, jantung
dan mukosa saluran nafas.
g. Barotrauma Intestinal
Pada waktu ascent terjadi pengembangan gas yang mengakibatkan kembung,
flatus serta timbul kolik. Pernah ditemukan penderita sampai meninggal dan
syok. Peristiwa ini biasanya terjadi pada penyelam pemula yang cenderung
aerophagia serta pada waktu melakukan valsava disertai menelan udara. Selain
itu juga karena sebelum menyelam minum-minuman yang mengandung
karbonat (Soft drink).
h. Barotrauma Paru
Barotrauma paru adalah Barotrauma yang paling serius dari Barotrauma yang
lain. Merupakan manifestasi klinis dari huku Boyle pada organ paru.
7. Komplikasi
Barotrauma, khususnya telinga, biasanya bersifat sementara dan jarang sekali
menimbulkan komplikasi. Namun, komplikasi tetap dapat terjadi terutama pada
barotrauma yang parah. Komplikasi yang dapat muncul antara lain:

1. Infeksi telinga.
2. Gendang telinga pecah.
3. Hilang pendengaran secara permanen.
4. Vertigo.
5. Perdarahan dari telinga dan hidung.
Barotrauma paru juga dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya,
terutama pada penderita yang sudah menderita gangguan fungsi paru. Beberapa
komplikasi yang dapat muncul adalah:
1. Tamponade jantung.

9
2. Emboli paru.
3. Pneumothorax.
4. Pneumomediastinum, yaitu penumpukan udara di bagian tengah dada sehingga
memicu nyeri dada, sulit menelan, dan perubahan suara.

10
10. Pathway barotrauma

11
8. Pencegahan barotrauma
Edukasi dan promosi kesehatan barotrauma penting dilakukan pada populasi
berisiko, misalnya individu yang gemar melakukan kegiatan scuba diving atau
menyelam, mendaki, dan bepergian dengan pesawat. Untuk mencegah
barotrauma, pasien yang berisiko disarankan untuk melakukan manuver yang
bertujuan menyeimbangkan tekanan telinga, seperti manuver Valsalva, menelan,
atau mengisap permen.
Pada pasien dengan faktor risiko, sampaikan kemungkinan terjadinya
barotrauma akibat aktivitas yang dijalani, misalnya scuba diving atau menyelam.
Penyelam diberi peringatan mengenai menyelam lebih dari satu kali dalam sehari,
menyelam dan menjalani penerbangan dalam satu hari yang sama, atau mengubah
kedalaman menyelam lebih dari kemampuan biasanya.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk
mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang pasien dan
membuat catatan tentang respon kesehatan pasien.
a. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh adanya nyeri, apalagi jika daun telinga disentuh.
Didalam telinga terasa penuh karena adanya penumpukan serumen atau
disertai pembengkakan. Terjadi gangguan pendengaran dan kadang-kadang
disertai demam.Telinga juga terasa gatal.
b. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan segera yang diberikan setelah kejadian.
c. Riwayat Kesehatan masa lalu
Pernah mengalami nyeri pada telinga sebelumnya.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pemeriksaan fisik secara
umum :

12
a. Inspeksi
Inspeksi keadaan umum telinga, pembengkakan pada MAE (meatusauditorius
eksterna) perhatikan adanya cairan atau bau, warna kulit telinga,penumpukan
serumen, tonjolan yang nyeri dan berbentuk halus, serta adanya peradangan.
b. Palpasi
Palpasi, Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon
nyeridari klien, maka dapat dipastikan klien menderita otitis
eksternasirkumskripta (furunkel).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua dari proses keperawatan yang
menggambarkan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok
maupun masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun
potensial. Dimana perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengtasinya
(Sumijatun, 2010).
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Gangguan sensori persepsi (auditori) berhubungan dengan perubahan sensori
persepsi
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
tentang penyakit, pengobatan.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah hasil yang diinginkan dari asuhan keperawatan
yang diharapkan dapat dicapai bersama pasien serta direncanakan untuk
mengurangi masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan
(Manurung, 2011).
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2011).

13
BAB IV
EVIDENCE BASED PRACTICE
No Penulis (tahun) Judul Tujuan Sample Design Intervensi Hasil penelitian
dan negara penelitian
1. Ishak et al Hubungan Tujuan Teknik Desain Memberikan pendidikan Faktor yang
(2020) Frekuensi menjelaskan faktor pengambilan penelitian kesehatan tentang berpengaruh
Semarang Penyelaman, Lama yang berhubungan sampel observasional barotrauma terhadap kejadian
Indonesia Menyelam, Pilek, kejadian menggunakan analitik dengan Barotrauma
Dan Merokok, barotrauma telinga total sampling, pendekatan telinga tengah
Terhadap Kejadian tengah penyelam sampel cross sectional adalah frekuensi
Barotrauma Telinga tradisional tahan penelitian di tunjang penyelaman ≥ 4
Tengah Penyelam nafas. adalah semua indepth hari/minggu,
Tradisional penyelam interview dengan
tradisional tahan probabilitas
nafas yang terhadap kejadian
memenuhi Barotrauma
kriteria inklusi telinga tengah
dan eklusi. pada penyelam
tradisional
sebesar 38,13%.
2. Imroatul et al Aplikasi Teknik Tujuan agar Total sampel Metode kegiatan Memberikan Terdapat
(2020) Equalisasi Untuk penyelam dalam penelitian adalah seminar pengetahuan tentang Peningkatan
Surabaya Mencegah tradisional berjumlah 70 dan workshop teknik equalizing perubahan
Indonesia Barotrauma Pada mempunyai orang nelayan di pada hari pengetahuan,
Penyelam pengetahuan, desa Kedung pertama, ketrampilan dan
Tradisional Di ketrampilan dan Cowek demonstrasi kesadaran
Surabaya kesadaran Kecamatan dan bermain melakukan
melakukan standar Bulak, Surabaya peran pada hari prosedur standar
penyelaman yang kedua penyelaman

14
aman dengan khususnya
menggunakan menggunakan
tehnik equalisasi tehnik equalisasi
saat menyelam untuk mencegah
guna mencegah barotrauama.
barotrauma dan Monitoring dan
juga mandiri dan pendampingan
terampil dalam dari instansi
menggunakan diharapkan
tehnik equalisasi dilakukan secara
saat menyelam berkalaagar
penyelam
tradisional
mandiri dan
terampil
melakukan tehnik
equalisasi untuk
mencegah
barotrauma,
selain itu instansi
kesehatan
sebaiknya ikut
berperan dalam
menyebarkan
informasi
mengenai
kesehatan
penyelaman.
3. Sugianto et al ( Beberapa Faktor untuk mencari jumlah Desain yang Memberikan pendidikan Variabel terbukti
yang Berpengaruh pengaruh antara responden 130 digunakan kesehatan mengenai sebagai faktor
terhadap variabel orang dari dua adalah cross faktor barotrauma risiko pada
Barotrauma independent kelompok sectional study kelompok

15
Membran Timpani terhadap variabel penyelam yang diperkuat penyelam yang
pada Penyelam dependent dengan tradisional yang dengan menahan nafas
Tradisional di melakukan diambil secara wawancara untuk koin adalah
Wilayah Kabupaten pengukuran sesaat. proporsional mendalam. kecepatan turun
Banyuwangi Pemeriksaan pengambilan selam 18 meter
penyelam sampel acak per (p = 0,012)
tradisional di bertingkat. dan tanpa
lakukan setelah peralatan selam
observasi dan (p = 0,018). Pada
pengukuran sesaat. kelompok
penyelam yang
menggunakan
kompresor angin,
variabel yang
signifikan adalah
umur
penyelam pada
lansia berusia 37
tahun

4. Mashitoht & Analisis Hubungan Penelitian ini Sampel dalam Teknik Memberikan informasi Hasil penelitian
Fasya Karakteristik bertujuan untuk penelitian ini pengambilan mengenai alat pelindung menunjukkan
(2018) Individu Dengan menganalisis yaitu nelayan sampel yang diri dengan Risiko bahwa sebanyak
Surabaya Risiko Barotrauma hubungan tradisional yang digunakan yaitu Barotrauma Telinga 56 orang (83,6)
Indonesia Telinga Nelayan karakteristik bekerja sebagai Purposive dari 67 orang
Tradisional individu dengan nelayan Sampling. nelayan penyelam
risiko Barotrauma penyelam Analisis data yang mengalami
Telinga terhadap sejumlah 67 menggunakan gangguan telinga.
nelayan tradisional responden di Uji Chi-Square.
di Kampung Kampung
Cumpat Surabaya. Cumpat
Surabaya.

16
5. Pinto et al Hubungan Mengetahui menggunakan Penelitian ini Memberikan informasi Penelitian ini
(2020) Pengetahuan dan hubungan antara populasi adalah mengenai barotrauma menunjukan
Sulawesi Sikap dengan pengetahuan dan penyelam suku penelitian kejadian
Indonesia KejadianBarotrauma sikap nelayan kadatua yang kuantitatif barotrauma
pada Penyelam dengan kejadian berada di Desa analitik, dengan sebesar 69,4%.
Suku Kadatua barotrauma pada Tekonea Raya pendekatan Hasil analisa
Tanpa Scuba penyelam tanpa Kabupaten secara cross tedapat hubungan
scuba Suku Konawe sectional. antara
Kadatua di Desa Kepulauan pengetahuan
Tekonea Raya sebanyak 56 nelayan dengan
Kabupaten orang dan kejadian
Konawe jumlah sampel barotrauma pada
Kepulauan. sebanyak 36 penyelam tanpa
orang yang scuba suku
diambil kadatua di Desa
menggunakan Tekonea Raya
tehnik purposive Kabupaten
sampling. Konawe
Kepualauan
dengan nilai p-
value = 0,003.

17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh perbedaan tekanan
antara ruang kedap di dalam tubuh dengan gas atau cairan yang berada di lingkungan
sekitarnya. Kerusakan yang timbul pada kasus barotrauma disebabkan oleh
peregangan berlebihan ataupun robekan jaringan. Organ tubuh yang berisiko
mengalami barotrauma yaitu telinga bagian tengah, sinus paranasal, dan paru-paru.
Tanda gejala awal Barotrauma bersifat ringan dan dapat diatasi dengan cara
sederhana, yaitu dengan menelan atau mengunyah. Gejala awal Barotrauma adalah:
Nyeri telinga ringan, Rasa penuh dan tidak nyaman pada satu atau kedua telinga,
Pendengaran berkurang, Pusing. Jika dibiarkan dan perubahan tekanan terus terjadi,
maka gejala barotrauma yang lebih serius dapat muncul, antara lain: Nyeri hebat di
telinga, Telinga berdengung, Muntah, Vertigo, Perdarahan atau keluar cairan dari
telinga, Hilang pendengaran.
Adapun pencegahan barotrauma yaitu dengan cara mengedukasi dan
memberikan promosi kesehatan barotrauma penting dilakukan pada populasi berisiko,
misalnya individu yang gemar melakukan kegiatan scuba diving atau menyelam,
mendaki, dan bepergian dengan pesawat. Untuk mencegah barotrauma, pasien yang
berisiko disarankan untuk melakukan manuver yang bertujuan menyeimbangkan
tekanan telinga, seperti manuver Valsalva, menelan, atau mengisap permen.

B. Saran
Tenaga medis harus memberikan edukasi tentang pengetahuan barotrauma
kepada para penyelam dengan memberikan pendidikan kesehatan agar para penyelam
dapat mengetahui bagaimana cara mengatasi penyakit barotrauma.

18
DAFTAR PUSTAKA

Battisti AS, Haftel A, Murphy-Lavoie HM. Barotrauma. [Updated 2021 Jul 26]. In:
StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482348/
https://www.alomedika.com/penyakit/kegawatdaruratanmedis/barotrauma/edukasi-dan-
promosi-kesehatan
Ioannidis G, Lazaridis G, Baka S, et al. Barotrauma and pneumothorax. J Thorac Dis.
2015;7(Suppl 1):S38-S43. doi:10.3978/j.issn.2072-1439.2015.01.31
Kaplan J. Barotrauma. Medscape, 2017. https://emedicine.medscape.com/article/768618-
overview
Livingstone DM, Smith KA, Lange B. Scuba diving and otology: a systematic review with
recommendations on diagnosis, treatment and post-operative care. Diving Hyperb
Med. 2017;47(2):97.
Moon RE. Overview of barotrauma. MSD Manual, 2021.
https://www.msdmanuals.com/professional/injuries-poisoning/injury-during-diving-
or-work-in-compressed-air/overview-of-barotrauma#v23351518
Moon RE. Pulmonary Barotrauma. MSD Manual Professional Version. 2021.
https://www.msdmanuals.com/professional/injuries-poisoning/injury-during-diving-
or-work-in-compressed-air/pulmonary-barotrauma
Rozycki SW, Brown MJ, Camacho M. Inner ear barotrauma in divers: an evidence-based tool
for evaluation and treatment. Diving Hyperb Med. 2018;48(3):186-193.
doi:10.28920/dhm48.3.186-193
Sadler C. Complications of scuba-diving. Uptodate. 2021.

19

Anda mungkin juga menyukai