Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR DI RUANG 16 (COMBUSTIO)


RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

O L E H :

KADEK DWI PARTIWI

019.02.0942

PEROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XV

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES) MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2019


LAPORAN PENDAHULUAN

I. ANATOMI FISIOLOGI KULIT


Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok, yaitu epidermis,
dermis, dan jaringan subkutan/hipodermis.
A. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari:
1. Lapisan basal atau stratum germinatium disebut juga
stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian
basal stratum germinatium. Menggantikan sel-sel yang
diatasnya dan merupakan sel-sel yang induk.
Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang
lonjong, di dalamnya terdapat butir-butir yang
disebut melanin. Warna sel tersebut tersusun seperti
pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut
terdapat suatu membrane yang disebut membrane
basalis. Sel-sel basalis dengan membran basalis
merupakan batas terbawah dari epidermis dan dermis.
2. Lapisan malpigi atau stratum spinosum merupakan
lapisan yang paling tebal
3. Lapisan sianular atau stratum granulosum merupakan
lapisan yang terdiri dari sel-sel pipih seperti
kumparan
4. Lapisan tanduk atau stratum korneum

Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar


apokrin, sebasea rambut dan kuku, kelenjar keringat ada
2 jenis: eterin dan apoterin. Fungsinya mengatur suhu
tubuh menyebabkan panas di lepaskan dengan cara
penguapan kelenjar ekrin terdapat di semua daerah kulit,
tidak terdapat pada selaput lendir. Kelenjar sebasea
terdapat pada seluruh tubuh kecuali di telapak tangan,
kuku dan punggung kuku.
Pada telapak kaki dan tangan terdapat lapisan
tambahan di atas lapisan granular yaitu stratum lusidium
atau lapisan jernih. Rambut terdapat diseluruh tubuh,
rambut tubuh dari folikel rambut di dalamnya epidermis.
Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang
menutupi bagian dorsal dari tangan dan kaki.

B. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua kulit batas dengan
epidermis dilapisi oleh membrane basalis dan di sebelah
bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak
jelas hingga kita ambil patokannya adalah mulai
terdapatnya sel lemak.

C. Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan
diantara gerombolan ini benjolan serabut-serabut
jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk
seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus
adiposis. Kegunaan penikulus adiposis adalah sebagai
pegas bila tekanan trauma yang menimpa pada kulit.
Isolator panas untuk mempertahankan suhu tubuh.

Menurut Desizulfa (2013) system integument


memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit
 Menutup dan melindungi organ di bawahnya
 Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda
asing
 Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
 Tempat penimbunan lemak
 Pengatursuhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap panas,
dingin, nyeri, sentuhan dan tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area
pre optic) untuk dipindahkan melalui 5 anak otonom
ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke
kulit seluruh tubuh. Saraf simpatis merangsang
kelenjar keringat untuk produksi keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan
dan benda-benda yang mudah menguap dan diserap
begitu yang larut dalam lemak permeabilitas terhadap
O2 dan CO2 dan uap air kemungkinan kulit ikut andil
pada fungus respirasi.
II. LUKA BAKAR
A. DEFINISI
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh
pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh,
panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas
seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi (Moenajar, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan
oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan
api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat
dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka
bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia
terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat
reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi
jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan.
Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan
luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama
waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan
yang terjadi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada
epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung
faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber
panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan
mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan
kematian sel-sel (Yepta, 2003).
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena
terbakar api langsung maupun tidak langsung, juga
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun
bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak
langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat,
2004)
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu
tinggi, dan disebabkan banyak faktor, yaitu fisik
seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik
yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam
atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan
oleh panas, arus listrik bahan kimia dan petir yang
mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari
api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan
atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa
luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat
yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis
yang intensif (PRECISE, 2011).

B. ETIOLOGI
1. Luka bakar karena api
2. Luka bakar karena air panas
3. Luka bakar karena bahan kimia
4. Luka bakar karena listrik
5. Luka bakar karena radiasi
6. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
C. KLASIFIKASI LUKA BAKAR
1. Menurut kedalamannya
a. Luka bakar derajat I
 Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
 Tampak merah dan kering seperti luka bakar
matahari
 Tidak dijumpai bullae
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi
 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10
hari
b. Luka bakar derajat II
 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi.
 Dijumpai bulae.
 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering
terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu:
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari
dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14
hari.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian
dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung
epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi lebih dari sebulan.

c. Luka bakar derajat III


 Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan
lapisan yang lebih dalam.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami
kerusakan.
 Tidak dijumpai bulae.
 Kulit yang terbakar berwarna putih hingga
merah, coklat atau hitam
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan
dermis yang dikenal sebagai eskar.
 Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi,
oleh karena ujung-ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan/kematian
2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut American
Burn Association
No Derajat luka Ringan/minor Sedang Mayor
bakar
1 Derajat 2 Dewasa Dewasa Dewasa
TBSA <15 TBSA 15-25 >25%
Anak Anak Anak
<10% 10-20% >20%
2 Derajat 3 <2% 2-10% 10%
Rule Of Nine

Head and neck =


9%

front = Head and neck =


18% 18%

front =
18%
Perinium = 1%

Right Leftleg
leg = = 14%
14%

Total: 100% Total: 100%


Usia>15 tahun Usia 0-1
tahun

Head = 10%
Head and neck =
Front and back
14%

front = front =
18% 18%

Right Leftle Leftle


leg = g =16% g =18%
16%

Right
Total: 100% Total: 100%
leg =
Usia 1-5 tahun Usia 5-15
18%
tahun
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulan
Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-sisa
luka bakar yang berlokasi pada pusat luka bakar yang
berhubungan langsung dengan sumber panas
b. Zona statis
Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka
yang nekrosis dan masih tetap hidup tetapi ada
risiko berupa defisiensi darahg yang terus menerus
selama penurunan perfusi
c. Zona hiperemia
Terdiri dari kulit normal yang mengalami
vasodilatasi dan mengisi aliran pembuluh darah
akibat respon luka

D. MANIFESTASI LUKA BAKAR


Manifestasi awal menurut Betz (2009)
- Takikardia
- Tekanan darah menurun
- Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
- Perubahan tingkat kesadaran
- Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine,
lidah dan kulit kering)
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan
III).

Menurut Grace (2007) menifestasi kronis adalah:


1. Umum :
- Nyeri
- Edema dan bula
2. Khusus:
- Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara
serak, luka bakar dalam mulut)
- Luka bakar pada mata/alis mata
- Luka bakar sirkum tersiol
Kedalam Jaringan Penyebab Karakteristik Nyeri Penyembu
an yang anglazim han
terkena
Ketebal Kerusakan Sinar Kering : Nyeri Sekitar
an epitel matahari tidak ada 5 hari
superfi minimal lepuh, merah
cial pink, memutih
(deraja dengan
t I) tekanan

Ketebal Epidermis Kilat : Basah : pink Nyeri: Sekitar


an , dermis cairan atau merah, hipere 21 hari,
partial minimal hangat lepuh stetik jaringan
(deraja sebagian parut
t IIA) memutih minimal
Ketebal Keseluruh Benda Kering : Sensit Berkepan
an an panas, pucat, if jangan
partial epidermis nyala berlilin, terhad membentu
dermal , api, tidak memutih ap k
dalam sebagian cidera tekana jaringan
(deraja dermis radiasi n hipertro
t IIB) fik :
pembentu
kan
kontrakt
ur
Ketebal Semua Nyala api Kulit Sediki Tidak
an yang di berkepanj terkelupas t dapat
penuh atas dan angan, vascular, nyeri beregene
(deraja bagian listrik, pucat kuning rasi
t III) lemak kimia, sampai coklat sendiri
subkutan dan uap :
dapat panas membutuh
mengenai kan
jaringan tandur
ikat, kulit
otot,
tulang

E. PATOFISIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari
sumber panas ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan
melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik, derajat
luka bakar yang berhubungan dengan beberapa factor
penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan lamanya
kulit kontak dengan sumber panas. Kulit dengan luka
bakar mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun
jaringan subkutan tergantung pada penyebabnya.
Terjadinya integritas kulit memungkinkan mikroorganisme
masuk kedalam tubuh. Kehilangan cairan akan mempengaruhi
nilai normal cairan dan elektrolit tubuh akibat dari
peningkatan pada permeabilitas pembuluh darah sehingga
terjadi perpindahan cairan dari intravaskular ke
ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang berakibat
tubuh kehilangan natrium, air, klorida, kalium dan
protein plasma. Kemudian terjadi edema menyeluruh dan
dapat berlanjut pada syok hipovolemik apabila tidak
segera ditangani (Hudak dan Gallo, 1996). Menurunnya
volume intra vaskuler menyebabkan aliran plasma ke
ginjal dan GFR (Rate Filtrasi Glomerular) akan menurun
sehingga haluaran urin meningkat. Jika resusitasi cairan
untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat bisa terjadi
gagal ginjal dan apabila resusitasi cairan adekuat, maka
cairan interstitiel dapat ditarik kembali ke
intravaskuler sehingga terjadi fase diuresis.
F. Pathway

1.
Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

Masalah Keperawatan:
Biologis LUKA BAKAR Psikologis
 Gangguan Citra Tubuh
 Defisiensi pengetahuan
 Anxietas
Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan gas CO Penguapan meningkat


Masalah Keperawatan:

Oedema laring CO mengikat Hb Peningkatan pembuluh darah  Resiko infeksi


kapiler  Gangguan mobilitas fisik
 Nyeri akut
Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu  Gangguan integritas kulit
mengikat O2 Ektravasasi cairan (H2O,
Elektrolit, protein) Masalah Keperawatan:
Gagal nafas
Hipoxia otak
Tekanan onkotik menurun.
 Gangguan eliminasi urine
MK: ketidak
efektifan pola nafas Tekanan hidrostatik
meningkat
tidak efektif
Cairan intravaskuler
menurun
Masalah Keperawatan:
Hipovolemia dan
hemokonsentrasi  Resiko Ketidakseimbangan elektrolit

Gangguan sirkulasi
makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan


sirkulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan


Traktus perfusi

Hipoxia Kebocoran Hipoxia Pelepasan Gangguan Daya


kapiler sel ginjal katekolamin Dilatasi Neurologi tahan Laju
lambung tubuh metabolisme
Sel otak menurun meningkat
mati Penurunan Fungsi Hipoxia Hambahan
curah jantung ginjal hepatik pertumbuhan
menurun Glukoneogenesis
Gagal glukogenolisis
fungsi Gagal Gagal ginjal Gagal
sentral jantung hepar
MK:
Ketidakseimbanga
n njutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
MULTI SISTEM ORGAN FAILURE
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun
menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan
adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht
turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan
dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya
kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan
oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi
karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal
sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan
fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun
karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi
saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi
bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L
mengindikasikan kelebihan cairan, kurang dari 10
mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan
dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan
pompa, natrium.
7. Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan
respon stress.
8. Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan
protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan
perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat
meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-
invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia
miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk
penyembuhan luka bakar.

H. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai
pasien trauma, karenanya harus dicek Airway, breathing
dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi,
maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-
tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah:
terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu
hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat
pergerakan dada untuk bernapas, segera lakukan
escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma
lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat
terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma
yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar,
dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam
pertama, sisanya dalam 16 jam berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang
< 6 jam sejak kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat,
dan morfin.
Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam Kristaloid 24 Koloid 24 jam
pertama jam kedua ketiga
Baxter RL 4ml/kgBB/%LLB 20-60% Memantau
estimate vol output urine
plasma 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol
(ml/kg/%LLB, 24jam pertama cairan 24 jam
200ml DSW dan x 200ml/DSW pertama
koloid
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + 50% vol cairan 0% vol cairan
fresh frozen 24jam 24jam
plasma 200ml DSW 1 fresh
7ml/kg/24jam frozen plasma
Broke RL = -
1,5ml/kg/%LLB
Koloid =
0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metroheal RL + 50mEq NS, pantau
th sodiumbikarbonat output urine
4ml/kg/%LLB

Rumus Kebutuhan Cairan


A. DEWASA
3 X BB X % LUKA BAKAR
24 jam pertama cairan dibagi:
a. 8 jam pertama diberikan 50% dari kebutuhan cairan
b. 16 jam kedua diberikan 50% dari kebutuhan cairan
24 jam kedua
a. Cairan Maintenance = 30-50 cc/kbBB/Hr
b. Albumin = 0,5 X BB X%LUKA BAKAR

B. ANAK
3 X BB X % LUKA BAKAR + (KEBUTUHAN CAIRAN )
Kebutuhan Faal: 4.2.1 (X 24 JAM)
4 X 10KG BB (1)
2 X 10 KG BB (2)
1X 10 KG BB (3, dst..)
Cara pemberian
24 jam pertama dibagi 1:
a. 8 jam pertama diberikan 50% dari kebutuhan cairan
b. 16 jam kedua diberikan 50% dari kebutuhan cairan
24 jam kedua
4.2.1 (X 24 JAM)
4 X 10KG BB (1)
2 X 10 KG BB (2)
1X 10 KG BB (3, dst..)
Albumin = 0,5 X BB % LUKA BAKAR

I. PERAWATAN DI UNIT LUKA BAKAR


a. Perawatan luka umum
1. Pembersihan luka, cuci dengan savlon NaCL 0.9% 1:3
+ buang jaringan nekrotik
2. Topical dan tutup luka
 Tule
 Silver sulfoidiazin
 Tutup kasa tebal  evaluasi 5-7 hari balutan
kotor
3. Ganti balutan
4. Hidroterapi
5. Terapi obat-obatan: antibiotic, analgesic,
antacid
6. Debridement
7. Balutan luka biosintetik dan sintetik bio-
brone/sufratulle
8. Penalaksanaan nyeri
9. Dukungan nutrisi
10. Fisioterapi/mobilisasi
11. Perawatan rehabilitasi

J. KOMPLIKASI
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi
oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6
bulan post luka bakar dengan warna awal merah muda
dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan
parut terus berlangsung dan warna berubah merah,
merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih
lembut.

2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering
menyertai luka bakar serta menimbulkan gangguan
fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mecegah
atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberi
kan tekanan yang bertujuan menekan timbulnya hi
pertrofi scar
3. Systemic Inflammatory Response Syndrome atau SIRS
terdiri dari rangkaian kejadian sistemik yang
terjadi sebagai bentuk respons inflamasi. Respons
yang terjadi pada SIRS merupakan respons selular
yang menginisiasi sejumlah mediator-induced respons
pada inflamasi dan imun (Burns M. & Chulay, 2006).
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
adalah respon klinis terhadap rangsangan (insult)
spesifik dan nonspesifik
4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome/ MODS)
didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang
berubah pada pasien yang sakit akut, sehingga
homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa
intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2
sistem organ

K. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui rute abnormal luka.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier
kulit dan terganggunya respons imun.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka
bakar terbuka.
4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang
terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka bakar.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
deformitas dinding dada, keletihan otot-otot
pernafasan, hiperventilasi.

L. Intervensi

Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan
Hasil

Resiko Kriteria Hasil : NIC


Ketidakseimbangan  Mempertahankan urine Fluid Management
elektrolit output sesuai dengan  Timbang
usia dan BB, BJ urine popok/pembalut
normal, HT normal jika diperlukan
 Tekanan darah, nadi,  Pertahankan
suhu tubuh dalam catatan intake
batas normal dan output yang
 Tidak ada tanda-tanda akurat
dehidrasi,  Monitor status
elastisitas turgor hidrasi
kulit baik, membran (kelembaban
mukosa lembab, tidak membran mukosa,
ada rasa haus yang nadi adekuat,
berlebihan tekanan darah
ortostatik), jika
diperlukan
 Monitor vital
sign
 Monitor masukan
makanan/cairan
dan hitung intake
kalori harian
 Kolaborasikan
pemberian cairan
IV
 Monitor status
nutrisi
 Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
 Dorong masukan
oral
 Berikan
penggantian
nesogatrik sesuai
output
 Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
 Tawarkan snack
(jus buah, buah
segar)
 Kolaborasi dengan
dokter
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk
tranfusi

Hypovolemia
Management
 Monitor status
cairan termasuk
intake dan output
cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat
Hb dan hematokrit
 Monitor tanda
vital
 Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan
 Monitor berat
badan
 Dorong pasien
untuk menambah
intake oral
 Pemberian cairan
IV monitor adanya
tanda dan gejala
kelebihan volume
cairan
 Monitor adanya
tanda gagal
ginjal

Resiko infeksi NOC NIC


berhubungan  Immune Status Infection Control
dengan hilangnya  Knowledge : (Kontrol Infeksi)
barier kulit dan Infection control  Bersihkan
terganggunya  Risk control lingkungan
respons imun. setelah dipakai
Kriteria Hasil : pasien lain
 Klien bebas dari  Pertahankan
tanda dan gejala teknik isolasi
infeksi  Batasi pengunjung
 Mendeskripsikan bila perlu
proses penularan  Instruksikan pada
penyakit, faktor yang pengunjung untuk
mempengaruhi mencuci tangan
penularan serta saat berkunjung
penatalaksanaannya dan setelah
 Menunjukkan kemampuan berkunjung
untuk mencegah meninggalkan
timbulnya infeksi pasien
 Jumlah leukosit dalam  Gunakan sabun
batas normal antimikrobia
 Menunjukkan perilaku untuk cuci tangan
hidup sehat  Cuci tangan
setiap sebelum
dan sesudah
tindakan
keperawatan
 Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV
perifer dan line
central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan
infeksi kandung
kencing
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila
perlu infection
protection
(proteksi
terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan
lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
 Pertahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan
teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
 Inspeksi kulit
dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase
 Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang
cukup
 Dorong masukkan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara
menghindar
infeksi
 Laporkan
kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur
positif

Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan  Pain Level,  Paint management
dengan inflamasi  pain control, 1. Lakukan pengkajian
dan kerusakan  comfort level nyeri secara
jaringan Setelah dilakukan komprehensif
tinfakan keperawatan termasuk lokasi,
selama …. Pasien tidak karakteristik,
mengalami nyeri, dengan durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas dan faktor
1. Mampu mengontrol presipitasi.
nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi
nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan tehnik ketidaknyamanan.
nonfarmakologi untuk 3. Bantu pasien dan
mengurangi nyeri, keluarga untuk
mencari bantuan). mencari dan
2. Melaporkan bahwa menemukan dukungan.
nyeri berkurang 4. Kontrol lingkungan
dengan menggunakan yang dapat
manajemen nyeri. mempengaruhi nyeri
3. Mampu mengenali seperti suhu
nyeri (skala, ruangan,
intensitas, pencahayaan dan
frekuensi dan tanda kebisingan.
nyeri). 5. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
4. Menyatakan rasa 6. Kaji tipe dan
nyaman setelah nyeri sumber nyeri untuk
berkurang. menentukan
5. Tanda vital dalam intervensi.
rentang normal. 7. Ajarkan tentang
6. Tidak mengalami teknik non
gangguan tidur farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin.
8. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: ……...
9. Tingkatkan
istirahat.
10. Berikan
informasi tentang
nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur.
11. Monitor vital
sign sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali

Kerusakan
NOC : NIC :
integritas kulit
 Tissue Integrity :  Pressure
berhubungan
Skin and Mucous Management
dengan lesi pada
Membranes
kulit
Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien
tindakan keperawatan untuk
selama….. kerusakan menggunakan
integritas kulit pasien pakaian yang
teratasi dengan kriteria longgar.
hasil: 2. Hindari kerutan
1. Integritas kulit pada tempat
yang baik bisa tidur.
dipertahankan 3. Jaga kebersihan
(sensasi, kulit agar tetap
elastisitas, bersih dan
temperatur, kering.
hidrasi, 4. Mobilisasi
pigmentasi) pasien (ubah
2. Tidak ada luka/lesi posisi pasien)
pada kulit. setiap dua jam
3. Perfusi jaringan sekali.
baik. 5. Monitor kulit
4. Menunjukkan akan adanya
pemahaman dalam kemerahan .
proses perbaikan 6. Oleskan lotion
kulit dan mencegah atau
terjadinya sedera minyak/baby oil
berulang. pada derah yang
5. Mampu melindungi tertekan .
kulit dan 7. Monitor
mempertahankan aktivitas dan
kelembaban kulit mobilisasi
dan perawatan alami pasien.
8. Monitor status
nutrisi pasien.
9. Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat.
10. Kaji
lingkungan dan
peralatan yang
menyebabkan
tekanan.

Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola nafas  Respiratory status Airway Management
berhubungan : Ventilation 1. Buka jalan
dengan deformitas  Respiratory status nafas, gunakan
dinding dada, : Airway patency teknik chin lift
keletihan otot-  Vital sign Status atau jaw thrust bila
otot pernafasan, Setelah dilakukan perlu
hiperventilasi tindakan keperawatan 2. Posisikan
selama….ketidakefektifan pasien untuk
pola nafas pasien memaksimalkan
teratasi dengan kriteria ventilasi
hasil : 3. Identifikasi
1. Mendemonstrasikan pasien perlunya
batuk efektif dan pemasangan alat
suara nafas yang jalan nafas buatan
bersih, tidak ada 4. Pasang mayo bila
sianosis dan perlu
dyspneu ( mampu 5. Lakukan
mengeluarkan fisioterapi dada
sputum, mampu jika perlu
bernafas dengan 6. Keluarkan
mudah, tidak ada sekret dengan batuk
pursed lips ) atau suction
2. Menunjukkan jalan 7. Auskultasi
nafas yang paten ( suara nafas, catat
klien tidak merasa adanya suara
tercekik, irama tambahan
nafas, frekuensi 8. Lakukan suction
pernafasan dalam pada mayo
rentang normal , 9. Berikan
tidak da suara bronkodilator bila
nafas abnormal ) perlu
3. Tanda Tanda vital 10. Berikan
dalam rentang pelembab udara
normal ( tekanan kassa basah NACl
darah, nadi, Lembab
pernafasan ) 11. Atur intake
untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor
respirasi dan
status O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut,
hidung dan sekret
trakea

2. Pertahankan jalan
nafas yang paten
3. Atur peralatan
oksigenasi
4. Monitor aliran
oksigen
5. Pertahankan posisi
pasien
6. Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap
oksigenasi
Vital sign
Monitoring
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya
fuktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas
dari nadi
7. Monitor frekuensi
dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor
sianosis perifer
12. Monitor adanya
cushing triad (
tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik )
13. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign

DAFTAR PUSTAKA

Broghers VL, 2003, Aplikasi dan patofisiologi: pemeriksaan


dan manajemen ED 2. Jakarta : EGC
Grace et al, 2007. At giance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga
Mancon, m, 2003. Manajemen Luka, Jakarta : EGC
Sabistan D, 2000. Buku Ajar Bedah, Jakarta : EGC
Sam, 2011. Asuhan Keperawatan dengan Combustio, Jakarta:
EGC
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu
Bedah. Jakarta: EGC.
Wahab, Abdul. 2011. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar.
PPT Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin:
Makassar.
Wim, de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Bab 3 Luka Bakar
Edisi 2. EGC. Jakarta.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai