Disusun oleh :
P27904117023
TINGKAT III/V
2. Passenger
Passenger adalah penumpang yang melewati jalan lahir yaitu janin,
plasenta atau juga selaput ketuban yang harus dilahirkan melalui jalan
lahir. Karena itu, plasenta dan selaput ketuban serta cairan amnion
dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin.
a. Janin
1) Berat Janin
Berat normal bayi yaitu > 2500 gram sampai dengan < 4000 gram.
2) Panjang Janin
Untuk panjang bayi rata-rata 50 cm. Panjang bayi normal yaitu >
45 cm sampai dneganh < 55 cm. Bila panjang bayi kurang atau
melebihi panjang bayi normal maka dicurigai adanya
penyimpangan kromosom.
3) Ukuran Kepala Janin
Ukuran kepala janin sangat penting untuk mengetahui apakah janin
bias melewati jalan lahir tanpa penyulit. Selain itu ukuran janin
penting untuk mendeteksi resiko terjadinya CPD yang dapat
mempersulit persalinan.
Ukuran diameter kepala janin :
a) Diameter occipito frontalis : 11.5 cm
b) Diameter mento occipitalis : 13,5 cm
c) Diameter sub occipito bregmatika : 9,5 cm
d) Diameter suboksipitofrontal : 10 cm
e) Diameter submentobregmatika : 9.5cm
Ukuran sirkumferensia :
a) Cirkumforensia frento occipitalis : 34 cm
b) Cirkumferensia menta occipitalis : 35 cm
c) Cirkumferensia sub occipito bregmantika : 32 cm
(Rustam Muchtar, 1998 : 67)
4) Letak Janin
Merupakan hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin
terhadap sumbu panjang (punggung ibu). Letak juga disebut
sebagai hubungan antara aksis panjang badan janin dengan
abdomen ibu yang digambarkan dengan membujur, melintang dan
miring. Letak janin normal adalah membujur dengan kepala janin
berada di dibawah.
5) Presentasi
Yaitu bagian presentasi menunjukkan bagian janin yang menempati
PAP, atau bagian janin yang pertama kali masuk PAP. Bisa disebut
bokong, kepala ataupun bahu. Presentasi bayi yang normal adalah
sub occipito bragmatika.
6) Denyut Jantung Janin (DJJ)
Denyut jantung janin sangat penting untuk memantau kesejahteraan
janin dalam rahim. Pada persalinan normal, DJJ diukur dengan cara
auskultasi dengan menggunakan funduscope ataupun dopler.
Frekuensi denyut jantung janin sangat dipengaruhi oleh beberapa
factor penting yaitu kontraksi, posisi dan kemajuan persalinan itu
sendiri. DJJ normal 120-160 kali/menit.
b. Plasenta
Placenta merupakan alat transportasi darah, nutrisi, oksigen dan
juga sisa buangan dari ibu kepada janin dan sebaliknya. Uri
berbentuk bundar atau oval, ukuran diameter 15-20 cm dengan tebal
2-3 cm dan berat 500-600 gr.
1) Komponen Placenta
placenta terdiri dari desidua kompektel atas beberapa lobus dan
terdiri dari 15-20 kotiloden
2) Tali Pusat
Tali pusat atau funis memanjang mulai dari janin sampai
plasenta dan berisi pembuluh darah umbilikalis: dua arteri dan
satu vena. Pembuluh darah tersebut diselubungi jeli Wharton,
zat gelatin yang terbentuk dari mesoderm. Seluruh tali pusat
diselubungi oleh lapisan amnion, sama dengan yang
menyelubungi plasenta. Panjang tali pusat rata-rata adalah 50
cm. hal ini cukup untuk memungkinkan kelahiran bayi tanpa
menarik plasenta. Tali pusat dianggap pendek jika berukuran
kurag dari 40 cm. tidak ada kesepakatan spesifik tentang tali
pusat yang terlalu panjang, tetapi kerugian dari tali pusat yang
sangat panjang adalah dapat melilit leher atau tubuh janin atau
membentuk simpul. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan
oklusi pembuluh darah, terutama selama persalinan. Simpul
sejati harus selalu dicatat pada saat mememriksa tali pusat,
tetapi harus dibedakan dari simpul yang palsu, yaitu gumpalan
jeli Wharton di sisi tali pusat dan tidak signifikan.
(Fraser,2009;143)
c. Cairan Amnion
1) Fungsi Cairan Amnion
Cairan ini mendistensi kantong amnion dan memungkinkan
janin bertumbuh dan bergerak dengan bebas, meneyeimbangkan
tekanan, dan melindungi janin dari benturan dan cedera. Cairan
ini juga mempertahankan suhu yang konstan untuk janin dan
memberi sedikit nutrisi. Pada persalinan, selama membrane
amnion tetap utuh, cairan amnion melindungi plasenta dan tali
pusat dari tekanan kontraksi uterus. Cairan amnion juga
membantu penipisan serviks dan dilatasi tulang uterus terutama
bila letak bagian presentasi tidak tepat. (Fraser,2009;142-143)
2) Asal Cairan Amnion
Cairan amnion dianggap berasal dari janin dan ibu. Cairan ini
disekresi oleh amnion, terutama bagian yang menutupi plasenta
dan tali pusat. Sebagian cairan berasal dari dari pembuluh darah
janin di plasenta. Urine janin juga memepengaruhi volume
cairan amnion sejak usia gestasi 10 minggu. Air dalam cairan
amnion bertukar setiap 3 jam sekali. (Fraser, 2009: 142-143)
3) Volume
Jumlah total cairan amnion meningkat selama kehamilan sampai
usia gestasi 38 minggu adalah sekitar 1 liter. Jumlah ini
kemudian akan berkurang secara perlahan-lahan sampai cukup
bulan, sisanya sekitar 800ml. Namun demikian, terdapat banyak
variasi dalam jumlah cairan amnion. Bila jumlah totalnya
melebihi 1500ml, kondisi ini disebut polihidramnion (sering
disingkat menjadi hidramnion), dan bila kurang 300ml, disebut
oligohidramnion. Abnormalitas semacam ini sering berkaitan
dengan malformasi congenital janin. Janin normal menelan
cairan, tetapi bila terdapat gangguan menelan, cairan akan
terakumulasi dalam jumlah berlebihan. Sama halnya bila janin
tidak mampu mengeluarkan urine, jumlah cairan juga akan
berkurang. (Fraser,2009;142-143)
4) Komponen Cairan Amnion
Cairan amnion adalah cairan berwarna kuning jerami yang pucat
dan jernih yang mengandung 99% air. Sisanya 1% adalah materi
terlarut yang mencakup zat makanan dan produk zat sisa. Selain
itu, janin melepaskan sel kulit, verniks kaseosa, dan lanugo ke
dalam cairan ini, seperti mekonium pada kasus gawat janin,
memberikan informasi diagnostic yang berarti tentang kondisi
janin. Aspirasi cairan amnion untuk pemeriksaan dinamakan
amniosintesis. (Fraser,2009;142-143)
Untuk menganalisis ketuban pecah:
a) Terlihat genangan atau drainase yang jelas bukan urine.
b) Genangan pada forniks posterior. Khususnya jika cairan
dapat terlihat keluar dari ostium cerviks dengan
menggunakan maneuver valsava (meneran dengan
tenggorokan terkatup)
c) Dengan lakmus, yaitu berubahnya lakmus merah menjadi
biru
d) Makroskopis bau amis adanya lanugo, rambut dan verniks
e) Mikroskopis, lanugo dan rambut
f) Laboratorium, tes pakis posistif diratakan di kaca obyek dan
dikeringkan sebelum diperiksa.
3. Passage
Jalan lahir merupakan bagian keras yaitu tulang – tulang panggul dan
bagian lunak yaitu otot-otot panggul. Berdasarkan ciri-cirinya bentuk
panggul dibagi menjadi :
a. Ginekoid. Pintu atas panggul bulat, pelvis depan lebar, dinding
samping lurus, spina iskium tumpul, insisura iskiadikus bulat, sudut
sub-pubis 900, dan insiden 50%.
b. Android. Pintu atas panggul berbentuk hati, pelvis depan sempit,
dinding samping konvergen, spina iskium menonjol, insisura
iskiadikus sempit, sudut sup pubis <900, insiden 20%.
c. Anthropoid. Pintu atas panggul oval panjang, pelvis depan
menyempit, dinding divergen, spina iskium tumpul, insisura
iskiadikus lebar, sudut sub-pubis >900, insiden 25%.
d. Platipeloid. Pintu atas panggul berbentuk ginjal, pelvis depan
lebar, dinding samping divergen, spina iskium tumpul, insisura
iskiadikus lebar, sudut sub-pubis >900, insiden 5%.
(Fraser, 2009:102-103)
Ukuran panggul
1. Ukuran PAP
Batas PAP adalah promontarium sakrum, sayap atau ala sacrum,
sendi sakroiliaka, garis iliopectineal, eminensia iliopektinal, ramus
superior tulang pubis, batas dalam atas badan tulang pubis, batas
dalam atas simfisis pubis. Ada 3 ukuran :
a. Ukuran muka belakang
1) Diameter antero posterior
2) Konjungata vera (dari promontorium ke pinggir atas
symphisis, ukurannya 11 cm)
Konjugata vera dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam
mengukur konjugata diagnonalis (cv=cd 11,5 cm)
b. Ukuran melintang
ukuran terbesar antara linea innominata diambil tegak lurus pada
conjugate vera (12,5 cm)
c. Ukuran serong
dari articulation sacro iliaca ke tubercolum pubicum dari
belahan panggul yang bertentangan (13 cm)
Cerviks
Cerviks juga merupakan bagian dari jalan lahir yang penting untuk
sebuah proses kelahiran. Suatu persalinan akan dimulai jika ada tanda-
tanda pendataran dan pembukaan cerviks. Ada tiga komponen cerviks
secara structural yaitu kolagen, otot polos, dan jaringan ikat atau
substansi dasar lainnya. Otot polos pada daerah cerviks memang jauh
lebih sedikit daripada di daerah fundus. Struktur yang seperti ini yang
menguntungkan dan menyebabkan terjadinya penipisan dan pembukaan
cerviks saat ada kontraksi dari fundus uteri. Saat terjadi perlunakan,
pendataran dan pembukaan cerviks yang terjadi merupakan perubahan
pada serabut-serabut kolagen dan jaringan ikat, serta perubahan relative
pada jumlah substansi dasarnya.
4. Psych (Psikis)
Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu bersalin meliputi :
a. Kecemasan mengakibatkan peningkatan hormon seks yang terdiri
dari Bendosphin, Cortisol, Adenocus tricotropin, Epinephrin
Hormon – hormon tersebut mempengaruhi otot-otot halus uterus
yang dapat mengakibatkan penurunan kontraksi uterus sehingga
menimbulkan distorsia (pembukaan serviks lambat sehingga dapat
mengganggu proses kemajuan persalinan).
Kecemasan
Pembukaan
Kontraksi
Serviks Lambat
Ketakutan
5. Penolong
Peran penolong selama proses persalinan memberikan pengaruh
pada ibu yang bersalin untuk melayani proses persalinan dengan sebaik-
baiknya. (Manuaba : 1998)
2. Mekanisme Persalinan
Gambar Mekanisme Persalinan (Lampiran 1)
a. Engagement
Ketika diameter biparietalis melewati PAP : masuknya kepala
kedalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan
flexi ringan. Masuknya kepala kedalam PAP pada primigravida.
Sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan tetapi pada
multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
Penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggul ini akan
dirasakan ibu sebagai Lightening.
b. Desent (penurunan)
Penurunan kepala janin ke dalam pelvis biasanya dimulai sebelum
awitan persalinan. Janin ibu nulipara biasanya turun ke dalam pelvis
selama seminggu terakhir kehamilan. Pada ibu multigravida, tonus
otot biasanya lebih lemah dan dengan demikian, engagement tidak
terjadi hingga persalinan benar-benar dimulai. Selama kala 1
persalinan, kontraksi dan retraksi otot uterus menyebabkan ruang
dalam uterus menjadi lebih sempit, memberikan tekanan pada janin
untuk menurun. Setelah rupture forewater dan pengerahan upaya
maternal, kemajuan persalinan dapat terjadi dengan cepat.
(Fraser,2009: 482)\
c. Flexion
Flexi meningkat selama persalinan. Tulang belakang janin
bersentuhan lebih dekat dengan bagian posterior tengkorak; tekanan
ke bawah pada axis janin akan lebih mendesak oksiput daripada
sinsiput. Efeknya adalah meningkatkan fleksi, menyebabkan diameter
presentasi lebih kecil yang akan melewati pelvis dengan lebih mudah.
Pada awitan persalinan, terjadi presentasi suboksipital yang
berdiameter rata-rata sekitar 10 cm. Dengan fleksi yang lebih besar,
terjadi presentasi suboksipito-bregmatika dengan diameter rata-rata
sekitar 9,5 cm. Oksiput menjadi bagian yang terdepan.
(Fraser, 2009: 482)
f. External Rotation
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah
punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi
karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi
(putaran balasan). Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga ke belakang
kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (disisi kiri).
Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya
dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter bisa cranial
menempatkan diri dalam diameter antero posterior dari pintu bawah
panggul).
g. Expulsion
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphisis dan
menjadi hipomocclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian
bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah
dengan jalan lahir.
3. Tahapan Persalinan
Proses persalinan dibagi menjadi 4 kala:
Kala I :Dimulai dari his yang menimbulkan pembukaan sampai
pembukaan cervix menjadi lengkap
Kala II :Dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi
Kala III :Dimulai dari lahirnya bayi hingga lahirnya placenta
Kala IV :Dimulai setelah lahirnya placenta hingga 2 jam postpartum
a. Kala I
Disebut juga kala pembukaan, yaitu mulai pembukaan 1 hingga 10
(lengkap). Kala I dibagi menjadi 2 fase:
1) Fase Laten
a) Fase ini dimulai sejak awal terjadinya kontraksi yang
menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara
bertahap yang berlangsung hingga serviks membuka kurang
dari 4 cm.
b) Pada umumya, fase laten berlangsung hampir atau sampai 8
jam.
c) Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih di antara 20-30
detik.
2) Fase Aktif
- Fase ini berlangsung dari pembukaan 4 cm hingga mencapai
pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan
rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih
dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).
- Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi
tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih).
- Terjadi penurunan bagian terendah janin.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 38)
Posisi
Pada kala I dimana his frekuensinya menjadi lebih sering dan
amplitudonya menjadi lebih tinggi maka agar peredaran darah ke
uterus menjadi lebih baik, maka ibu di suruh miring ke satu sisi
sehingga uterus dan seluruh isinya tidak serta merta menekan
pembuluh darah di panggul. Kontraksi uterus juga menjadi lebih
efisien dan putar paksi dalam berlangsung lebih lancar bila ibu miring
ke sisi dimana ubun-ubun kecil berada.
Peran pendamping dalam membantu ibu untuk memperoleh posisi
yang paling nyaman selama kala II. Hal ini dapat membantu
kemajuan persalinan, mencari posisi yang penting efektif dan menjaga
sirkulasi utero plasenter tetap baik.
Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring ke kiri
membuat mereka lebih nyaman dan efektif meneran. Kedua posisi
tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang
untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi miring
berbaring ke kiri memudahkan ibu untuk beristirahat diantara
kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga untuk mengurangi
resiko terjadinya laserasi perineum (APN, 2009).
b. Kala II
Disebut juga kala pengeluaran yang terjadi 20 menit hingga 3 jam.
Kontraksi pada kala ini menjadi semakin kuat dengan lama 49-90
detik. Namun durasi kontraksi menjadi lebih panjang, yaitu 3-5 menit.
Hal ini berguna untuk member waktu ibu beristirahat dan
menghindari terjadinya asfiksia pada janin.
Pertolongan Kala II sesuai standar Asuhan Persalinan Normal (APN):
Persalinan memasuki kala II jika telah terdapat tanda dan gejala
berupa:
1) Ibu merasakan ingin
meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
2) Ibu merasakan adanya
peningkatan tekanan pada rectum dan atau vagina
3) Perineum menonjol
4) Vulva-vagina dan
spinchter ani membuka
5) Meningkatnya
pengeluaran lender bercampur darah
Tanda pasti ditetukan melalui periksa dalam yang hasilnya:
1) Pe
mbukaan serviks telah lengkap
2) Ter
lihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Persiapan penolong persalinan
Memastikan penerapan prinsip dan praktek pencegahan infeksi
(PI) yang dianjurkan, termasuk mencuci tangan, memakai sarung
tangan, dan perlengkapan pelindung pribadi.
1) Sarung tangan
Sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril harus
dipakai selama melakukan periksa dalam, membantu kelahiran
bayi, episiotomy, penjahitan laserasi dan asuhan segera bagi
bayi baru lahir.
2) Perlengkapan pelindung pribadi
Penolong persalinan harus memakai celemek yang bersih dan
penutup kepala. Selain itu gunakan masker penutup mulut dan
pelindung mata (kaca mata) yang bersih dan nyaman.
3) Persiapan tempat persalinan, peralatan, dan bahan
Ruangan harus memiliki pencahayaan/penerangan yang
cukup. Ibu dapat menjalani persalinan di tempat tidur dengan
kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih, kain tebal, dan
pelapis anti bocor. Ruangan harus hangat dan terhalang dari
tiupan angin secara langsung. Selain itu harus tersedia meja
atau permukaan bersih dan mudah dijangkau untuk
meletakkan peralatan.
c. Kala III
Disebut juga kala uri. Berlangsung 6-15 menit setelah bayi keluar.
Lama kala III maksimal 30 menit. (Sarwono Prawirohardjo. 2008:
hal. 334-335)
Fisiologi Kala III:
Lepasnya placenta dari implantasinya pada dinding uterus
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
terlipat, menebal, dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah
lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam
vagina. (Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 123)
Pengeluaran placenta dari cavum uteri
Pengeluaran placenta dari cavum uteri dilakukan setelah
memastikan placenta telah lepas dari perlekatannya. Beberapa cara
untuk mengetahui apakah placenta telah lepas antara lain dengan:
1) Perasat Kustner
Tangan kanan meregangkan tali pusat dan tangan kiri menekan
simfisis. Jika tali pusat masuk ke dalam vagina berarti placenta
belum lepas dan jika tali pusat bertambah panjang berarti
placenta sudah lepas.
2) Perasat Strassmann
Tangan kanan meregangkan tali pusat dan tangan kiri
mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali
pusat berarti placenta belum lepas, tapi jika tidak terasa getaran
berarti placenta telah lepas.
3) Perasat Klein
Ibu diminta meneran sehingga tali pusat tampak keluar dari
vagina. Jika meneran dihentikan dan tali pusat masuk kembali
ke dalam vagina berarti placenta belum lepas, begitu pula
sebaliknya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal
di bawah ini:
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan
sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus
berbentuk segitiga atau seperti buah pear (globuler) dan fundus
berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
2) Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar
melalui vulva (tanda Ahfeld).
3) Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul
di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan
darah (retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding
uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta
yang terlepas.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 124)
Manajemen Aktif Kala III:
Tujuan manajemen ini adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif agar dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan
jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Keuntungan
manajemen aktif kala III:
1) Persalinan kala III yang lebih singkat
2) Mengurangi jumlah kehilangan darah
3) Mengurangi kejadian retensio plasenta
d. Kala IV
Setelah plasenta lahir:
1) Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang
uterus berkontraksi baik dan kuat.
2) Evaluasi tinggi fundus uterus dengan meletakkan jari tangan
secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya,
fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
3) Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur
kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan
darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, dan
kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari
10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi
perdarahan lebih dari 500 ml. bila ibu mengalami syok
hipovolemik, maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total
jumlah darah ibu (2000 – 2500 ml). (Asuhan Persalinan
Normal,JNPK-KR, 2007: 137)
4) Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau
episiotomi) perineum. Perluasan laserasi perineum:
Derajat Satu, laserasi pada mukosa vagina, komisura
posterior, dan kulit perineum. Laserasi derajat satu tak perlu
dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.
Derajat Dua, laserasi pada mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, dan otot perineum. Laserasi
derajat dua dijahit menggunakan teknik penjahitan laserasi
perineum.
Derajat Tiga, laserasi pada mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum, dan otot spinchter
ani.
Derajat Empat, laserasi pada mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinchter ani,
dan dinding depan rectum. Laserasi derajat tiga dan empat
harus segera di rujuk ke fasilitas terdekat, karena penolong
APN tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi
perineum derajat tiga dan empat.
(Midwifery Manual of Maternal Care dan Varney’s
Midwifery, edisi ke-3)
5) Evaluasi keadaan umum ibu. Selama dua jam pertama pasca
persalinan:
Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih,
dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam
pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala IV.
Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi
baik setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30
menit selama satu jam kedua kala IV.
Pantau temperature tubuh setiap jam selama dua jam
pertama pasca persalinan.
Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15
menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada satu
jam kedua kala IV.
Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi
uterus dan jumlah darah yang keluar serta bagaimana
melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan
dan bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang
bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman. Jaga agar
bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup,
kemudian berikan bayi kepada ibu dan anjurkan untuk
dipeluk dan diberi ASI.
Lengkapi asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
6) Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan
kala IV di bagian belakang partograf segera setelah asuhan
diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 137-139)
F. Pendokumentasian Persalinan
Pendokumentasian proses persalinan dilakukan dengan cara menulis setiap
perkembangan persalinan pada lembar observasi saat persalinan pada tahap
kala I fase latent dan pada lembar partograf saat persalinan mulai memasuki
kala I fase aktif.
Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan
dan informasi untuk membuat keputusan klinik (APN, 2007: 55).
Gambar partograf (Lampiran 2).
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan
demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus
lama.
3. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan
asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara
rinci pada status atau rekam medic ibu bersalin dan bayi baru lahir.
Hal-hal yang dicatat mengenai kondisi ibu dan janin adalah sebagai
berikut :
a.Denyut jantung janin
Dinilai setiap 30 menit sampai 1 jam. Mulai waspada apabila djj
mengarah hingga dibawah 120 atau di atas 160 x/mnt.
b. Air ketuban
Nilai warna ketuban jika selaput ketuban
U : selaput ketuban utuh
J : selaput ketuban pecah dan air ketuban jernih
M : selaput ketuban pecah dan air ketuban bercampur
meconium
D : selaput ketuban pecah dan air ketuban bernada darah
K : tidak ada cairan ketuban atau kering
c.Perubahan bentuk kepala janin (molding atau mulase)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala
bayi dapat menyesuaikan terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.
Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang tindih, antara tulang
kepala, semakin menunjukkan resiko disproporsi kepala panggul
atau cephalo pelvic disproporsion (CPD). Lambang dalam partograf :
O : tulang kepala janin terpisah, sutura masih mudah dipalpasi
1 : tulang kepala janin bersentuhan
2 : tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tapi masih dapat
dipisahkan.
3 : tulang kepala janin saling tindih dan tidak dapat dipisahkan.
d. Pembukaan mulut rahim (serviks)
Dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda silang (x) digaris waktu yang
sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
e.Penurunan bagian terbawah janin
Mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada
pemeriksaan abdomen) atau pemeriksaan luar di atas ymphisis pubis.
Catat dengan tanda lingkaran (o) pada setiap pemeriksaan dalam.
Pada posisi 0/5 sinsiput (s) atau paruh atas kepala berada di
symphisis pubis.
f. Waktu
Menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien
diterima. Jam, catat sesuai angka lajur pembukaan digaris waspada.
g. Kontraksi
Catat setiap setengah jam, lakukan palpasi untuk menghilangkan
banyaknya kontraksi dalam hitungan detik.
: kontraksi lamanya kurang dari 20 detik
: kontraksi lamanya 20-40 detik
: kontraksi lamanya lebih dari 40 detik
h. Oksitosin
Jika memakai oksitosin, catat banyaknya oksitosin per volume cairan
infuse dan dalam tetesan per menit.
i. Obat-obatan yang diberikan
j. Nadi
Catat setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar (.)
k. Tekanan darah
Catat setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah
l. Suhu badan
Catat setiap 2 jam
m. Protein, aseton dan volume urine
Catat setiap kali ibu berkemih
(www.ugm/2009.ac.id)
( www.kapanlagi/2009.com )