Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRA NATAL CARE (INC)

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan


Maternitas

Dosen pengampu : Hj. Suyatini SPd, M.Kes.

Disusun oleh :

GADIS INTANOVIA ADINDA

P27904117023

TINGKAT III/V

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI D IV KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
A. Pengertian
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal apabila prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan ( 37 minggu ) tanpa disertai adanya penyulit.(Asuhan
Persalinan Normal,2007)
Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan ( 37- 42 minggu ) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin.(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,2007)
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat timbul
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.( Ilmu Kebidanan,2007)
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Prawiroharjo S, 2007).

B. Teori Terjadinya Persalinan


1. Penurunan Kadar Progesteron
Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesterone
yang menimbulkan relaksasi otot rahim dan estrogen yang meninggikan
kerentanan otot rahim di dalam darah. Tetapi pada akhir kehamilan kadar
progesterone menurun sehingga timbul his.
2. Teori Oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah sehingga timbullah
kontraksi otot-otot rahim.
3. Keregangan Otot-Otot
Seperti halnya kandung kencing, bila dindingnya teregang sampai
batas maksimal oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya
kehamilan, maka otot-otot rahim makin rentan.
4. Pengaruh Janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupanya juga memegang
peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari
biasa (postdate).
5. Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan desidua diperkirakan menjadi salah satu
sebab permulaan persalinan. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya kadar
prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer
pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau selama persalinan.
(Obstetri Fisiologi Universitas Padjajaran Bandung. 1983: hal. 221)

C. Faktor-Faktor Penting Dalam Persalinan


1. Power
Power adalah tenaga atau kekuatan ibu untuk mengejan, tenaga ini
serupa dengan tenaga waktu kita buang air besar tetapi jauh lebih kuat lagi.
Tanpa mengejan anak tidak dapat keluar seperti pada pasien yang lumpuh
otot-otot perutnya maka persalinan harus dibantu dengan forceps. Setelah
pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenagalah yang mendorong anak
keluar. Selain his, dorongan terutama disebabkan oleh kontraksi otot
dinding perut yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat.
Power saat persalinan disebabkan oleh :
a. HIS ( kontraksi otot rahim )
Setiap kontraksi uterus bermula di fundus dekat salah satu koruna
dan menyebar ke samping dan ke bawah. Kontraksi tersebut
berlangsung paling lama dan paling kuat di fundus, tetapi puncaknya
terjadi secara bersamaan di seluruh uterus dan kontraksi tersebut akan
menghilang dari semua bagian uterus juga secara bersamaan pola ini
memungkinkan serviks untuk berdilatasi dan fundus berkontraksi
secara kuat untuk kontraksi mengeluarkan janin. ( Myles Buku Ajar
Kebidanan: 2009)
Setiap persalinan bersifat individual dan tidak selalu sesuai harapan,
tetapi pada umumnya, sebelum persalinan dimulai kontraksi uterus
akan terjadi setiap 15-20 menit dan dapat berlangsung selama sekitar
30 detik. Kontraksi ini sering kali agak lemah dan bahkan tidak
dirasakan oleh ibu. Kontraksi ini biasanya terjadi dengan irama yang
teratur dan jarak antarkontraksi secara bertahap semakin berkurang.
Sementara itu, lama dan kekuatan kontraksi secara bertahap
meningkat dan kekuatan kontraksi secara bertahap meningkatkan
melewati fase laten dan masuk ke dalam kala satu aktif. Pada akhir
kala satu, kontraksi terjadi pada interval 2-3 menit, berlangsung
selama 50-60 menit dan sangat kuat. (Fraser, 2009: 432)
Tenaga yang paling efektif pada kala satu persalinan adalah
kontraksi uterus, yang selanjutnya akan menghasilkan tekanan
hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen
bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah
janin langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai
akibat gaya dorong ini terjadi 2 perubahan mendasar yaitu pendataran
dan dilatasi pada serviks yang sudah melunak. Untuk lewatnya kepala
janin rata-rata aterm melalui serviks, saluran serviks harus dilebarkan
sampai diameter sekitar 10cm, pada saat ini telah dikatakan serviks
membuka lengkap. (Cunningham,2005;341)
b. Tenaga Meneran
Pada sebagian besar kasus, mengejan merupakan reflex dan spontan
yang timbul pada persalinan kala II, tetapi kadang kala wanita tersebut
tidak mengerahkan daya ekspulsifnya dengan baik dan memerlukan
bimbingan. Tungkai sebaiknya berada dalam posisi setengah fleksi
sehingga ibu dapat menolakkan kakinya pada alas. Hendaknya
diinstruksikan untuk mengambil nafas dalam segera setelah konstraksi
uterus selanjutnya dimulai dan, dan sambil menahan nafas, mengejan
kuat ke bawah persis seperti ketika ibu sedang mengeluarkan tinja. Ibu
sebaiknya tidak dianjurkan untuk “mendorong” setelah kontraksi
uterus selesai.Sebaliknya ibu dan janin seharusnya dibiarkan
beristirahat dan memulihakan diri dari efek –efek gabungan kontraksi
uterus, menahan nafas dan upaya fisik yang besar. Gardosi,dkk (1989)
telah merekomendasikan suatu posisi jongkok atau setengah jongkok
dengan menggunakan bantal khusus. Mereka mengatakan bahwa cara
ini dapat mempersingkat waktu persalianan kala dua melalui
peningkatan daya ekspulsif dan diameter pintu bawah panggul. Eason
dkk. (2000) melakukan suatu tinjauan yang ekstensif terhadap posisi
tegak dengan penopang tidak mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan posisi berbaring.
Biasanya, mengejan menyebabkan penonjolan perineum, yaitu
akibat semakin turunnya kepala janin. Ibu hendaknya diberitahu
tentang kemajuan itu, karena dukungan moral pada kala ini sangat
penting. Pada masa mengejan aktif ini, frekuensi DJJ yang di
auskultasi segera setelah kontraksi mungkin lambat, tetapi pulih
kembali ke tingkat normal sebelum daya ekspulsif berikutnya. Ketika
kepala menuruni panggul, ibu sering mengeluarkan feses. Saat kepala
turun lebih jauh, perineum mulai menonjol dan kulit yang
menutupinya menjadi tegang dan mengilat. Sekarang kepala janin
dapat terlihat melalui lubang vulva. Pada saat ini, yaitu pada saat
tahanan perineum terhadap dorongan sudah rendah,wanita tersebut
dan janinnya dipersiapkan untuk pelahiran. (Fraser, 2009: 479-480)
Selain itu, kontraksi diafragma, pelvis atau kekuatan mengejan serta
ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum juga berperan dalam
memberikan tenaga.

2. Passenger
Passenger adalah penumpang yang melewati jalan lahir yaitu janin,
plasenta atau juga selaput ketuban yang harus dilahirkan melalui jalan
lahir. Karena itu, plasenta dan selaput ketuban serta cairan amnion
dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin.
a. Janin
1) Berat Janin
Berat normal bayi yaitu > 2500 gram sampai dengan < 4000 gram.
2) Panjang Janin
Untuk panjang bayi rata-rata 50 cm. Panjang bayi normal yaitu >
45 cm sampai dneganh < 55 cm. Bila panjang bayi kurang atau
melebihi panjang bayi normal maka dicurigai adanya
penyimpangan kromosom.
3) Ukuran Kepala Janin
Ukuran kepala janin sangat penting untuk mengetahui apakah janin
bias melewati jalan lahir tanpa penyulit. Selain itu ukuran janin
penting untuk mendeteksi resiko terjadinya CPD yang dapat
mempersulit persalinan.
Ukuran diameter kepala janin :
a) Diameter occipito frontalis : 11.5 cm
b) Diameter mento occipitalis : 13,5 cm
c) Diameter sub occipito bregmatika : 9,5 cm
d) Diameter suboksipitofrontal : 10 cm
e) Diameter submentobregmatika : 9.5cm
Ukuran sirkumferensia :
a) Cirkumforensia frento occipitalis : 34 cm
b) Cirkumferensia menta occipitalis : 35 cm
c) Cirkumferensia sub occipito bregmantika : 32 cm
(Rustam Muchtar, 1998 : 67)
4) Letak Janin
Merupakan hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin
terhadap sumbu panjang (punggung ibu). Letak juga disebut
sebagai hubungan antara aksis panjang badan janin dengan
abdomen ibu yang digambarkan dengan membujur, melintang dan
miring. Letak janin normal adalah membujur dengan kepala janin
berada di dibawah.
5) Presentasi
Yaitu bagian presentasi menunjukkan bagian janin yang menempati
PAP, atau bagian janin yang pertama kali masuk PAP. Bisa disebut
bokong, kepala ataupun bahu. Presentasi bayi yang normal adalah
sub occipito bragmatika.
6) Denyut Jantung Janin (DJJ)
Denyut jantung janin sangat penting untuk memantau kesejahteraan
janin dalam rahim. Pada persalinan normal, DJJ diukur dengan cara
auskultasi dengan menggunakan funduscope ataupun dopler.
Frekuensi denyut jantung janin sangat dipengaruhi oleh beberapa
factor penting yaitu kontraksi, posisi dan kemajuan persalinan itu
sendiri. DJJ normal 120-160 kali/menit.
b. Plasenta
Placenta merupakan alat transportasi darah, nutrisi, oksigen dan
juga sisa buangan dari ibu kepada janin dan sebaliknya. Uri
berbentuk bundar atau oval, ukuran diameter 15-20 cm dengan tebal
2-3 cm dan berat 500-600 gr.
1) Komponen Placenta
placenta terdiri dari desidua kompektel atas beberapa lobus dan
terdiri dari 15-20 kotiloden
2) Tali Pusat
Tali pusat atau funis memanjang mulai dari janin sampai
plasenta dan berisi pembuluh darah umbilikalis: dua arteri dan
satu vena. Pembuluh darah tersebut diselubungi jeli Wharton,
zat gelatin yang terbentuk dari mesoderm. Seluruh tali pusat
diselubungi oleh lapisan amnion, sama dengan yang
menyelubungi plasenta. Panjang tali pusat rata-rata adalah 50
cm. hal ini cukup untuk memungkinkan kelahiran bayi tanpa
menarik plasenta. Tali pusat dianggap pendek jika berukuran
kurag dari 40 cm. tidak ada kesepakatan spesifik tentang tali
pusat yang terlalu panjang, tetapi kerugian dari tali pusat yang
sangat panjang adalah dapat melilit leher atau tubuh janin atau
membentuk simpul. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan
oklusi pembuluh darah, terutama selama persalinan. Simpul
sejati harus selalu dicatat pada saat mememriksa tali pusat,
tetapi harus dibedakan dari simpul yang palsu, yaitu gumpalan
jeli Wharton di sisi tali pusat dan tidak signifikan.
(Fraser,2009;143)
c. Cairan Amnion
1) Fungsi Cairan Amnion
Cairan ini mendistensi kantong amnion dan memungkinkan
janin bertumbuh dan bergerak dengan bebas, meneyeimbangkan
tekanan, dan melindungi janin dari benturan dan cedera. Cairan
ini juga mempertahankan suhu yang konstan untuk janin dan
memberi sedikit nutrisi. Pada persalinan, selama membrane
amnion tetap utuh, cairan amnion melindungi plasenta dan tali
pusat dari tekanan kontraksi uterus. Cairan amnion juga
membantu penipisan serviks dan dilatasi tulang uterus terutama
bila letak bagian presentasi tidak tepat. (Fraser,2009;142-143)
2) Asal Cairan Amnion
Cairan amnion dianggap berasal dari janin dan ibu. Cairan ini
disekresi oleh amnion, terutama bagian yang menutupi plasenta
dan tali pusat. Sebagian cairan berasal dari dari pembuluh darah
janin di plasenta. Urine janin juga memepengaruhi volume
cairan amnion sejak usia gestasi 10 minggu. Air dalam cairan
amnion bertukar setiap 3 jam sekali. (Fraser, 2009: 142-143)
3) Volume
Jumlah total cairan amnion meningkat selama kehamilan sampai
usia gestasi 38 minggu adalah sekitar 1 liter. Jumlah ini
kemudian akan berkurang secara perlahan-lahan sampai cukup
bulan, sisanya sekitar 800ml. Namun demikian, terdapat banyak
variasi dalam jumlah cairan amnion. Bila jumlah totalnya
melebihi 1500ml, kondisi ini disebut polihidramnion (sering
disingkat menjadi hidramnion), dan bila kurang 300ml, disebut
oligohidramnion. Abnormalitas semacam ini sering berkaitan
dengan malformasi congenital janin. Janin normal menelan
cairan, tetapi bila terdapat gangguan menelan, cairan akan
terakumulasi dalam jumlah berlebihan. Sama halnya bila janin
tidak mampu mengeluarkan urine, jumlah cairan juga akan
berkurang. (Fraser,2009;142-143)
4) Komponen Cairan Amnion
Cairan amnion adalah cairan berwarna kuning jerami yang pucat
dan jernih yang mengandung 99% air. Sisanya 1% adalah materi
terlarut yang mencakup zat makanan dan produk zat sisa. Selain
itu, janin melepaskan sel kulit, verniks kaseosa, dan lanugo ke
dalam cairan ini, seperti mekonium pada kasus gawat janin,
memberikan informasi diagnostic yang berarti tentang kondisi
janin. Aspirasi cairan amnion untuk pemeriksaan dinamakan
amniosintesis. (Fraser,2009;142-143)
Untuk menganalisis ketuban pecah:
a) Terlihat genangan atau drainase yang jelas bukan urine.
b) Genangan pada forniks posterior. Khususnya jika cairan
dapat terlihat keluar dari ostium cerviks dengan
menggunakan maneuver valsava (meneran dengan
tenggorokan terkatup)
c) Dengan lakmus, yaitu berubahnya lakmus merah menjadi
biru
d) Makroskopis bau amis adanya lanugo, rambut dan verniks
e) Mikroskopis, lanugo dan rambut
f) Laboratorium, tes pakis posistif diratakan di kaca obyek dan
dikeringkan sebelum diperiksa.
3. Passage
Jalan lahir merupakan bagian keras yaitu tulang – tulang panggul dan
bagian lunak yaitu otot-otot panggul. Berdasarkan ciri-cirinya bentuk
panggul dibagi menjadi :
a. Ginekoid. Pintu atas panggul bulat, pelvis depan lebar, dinding
samping lurus, spina iskium tumpul, insisura iskiadikus bulat, sudut
sub-pubis 900, dan insiden 50%.
b. Android. Pintu atas panggul berbentuk hati, pelvis depan sempit,
dinding samping konvergen, spina iskium menonjol, insisura
iskiadikus sempit, sudut sup pubis <900, insiden 20%.
c. Anthropoid. Pintu atas panggul oval panjang, pelvis depan
menyempit, dinding divergen, spina iskium tumpul, insisura
iskiadikus lebar, sudut sub-pubis >900, insiden 25%.
d. Platipeloid. Pintu atas panggul berbentuk ginjal, pelvis depan
lebar, dinding samping divergen, spina iskium tumpul, insisura
iskiadikus lebar, sudut sub-pubis >900, insiden 5%.
(Fraser, 2009:102-103)

Ukuran panggul
1. Ukuran PAP
Batas PAP adalah promontarium sakrum, sayap atau ala sacrum,
sendi sakroiliaka, garis iliopectineal, eminensia iliopektinal, ramus
superior tulang pubis, batas dalam atas badan tulang pubis, batas
dalam atas simfisis pubis. Ada 3 ukuran :
a. Ukuran muka belakang
1) Diameter antero posterior
2) Konjungata vera (dari promontorium ke pinggir atas
symphisis, ukurannya 11 cm)
Konjugata vera dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam
mengukur konjugata diagnonalis (cv=cd 11,5 cm)
b. Ukuran melintang
ukuran terbesar antara linea innominata diambil tegak lurus pada
conjugate vera (12,5 cm)
c. Ukuran serong
dari articulation sacro iliaca ke tubercolum pubicum dari
belahan panggul yang bertentangan (13 cm)

2. Ukuran panggul tengah (bidang luas panggul)


Bidang terbentang antara pertengahan sympisis, pertengahan
acetabulum dan pertemuan antara luas sacral II dan III.
Ukuran muka belakang = 12,75 cm
Ukuran melintang = 12,50 cm

3. Bidang sempit panggul


Bidang ini setinggi pinggir bawah symphisis kedua spina
ischiadikum dan memotong secrum + 1-2 cm di atas ujung sacrum.
Ukuran muka belakang = 11,5 cm
Ukuran melintang = 10 cm

4. Pintu bawah panggul


Ditentukan dengan mengukur jarak tuberoses ischium dan luar
perdagangan SBR dan pembukaan serviks. Besar pembukaan
ditentukan dengan cara memperkirakan diameter serviks.
Ukuran muka belakang (dari pinggir bawah symphisis ke ujung
sacrum = 11,5 cm)
Ukuran melintang (dari tuber ischiadicum kiri dan kanan sebelah
dalam = 10,5 cm)
Diameter sagitalis posterior (dari ujung sacrum ke pertengahan
ukuran melintang: 7,5 cm)

Cerviks
Cerviks juga merupakan bagian dari jalan lahir yang penting untuk
sebuah proses kelahiran. Suatu persalinan akan dimulai jika ada tanda-
tanda pendataran dan pembukaan cerviks. Ada tiga komponen cerviks
secara structural yaitu kolagen, otot polos, dan jaringan ikat atau
substansi dasar lainnya. Otot polos pada daerah cerviks memang jauh
lebih sedikit daripada di daerah fundus. Struktur yang seperti ini yang
menguntungkan dan menyebabkan terjadinya penipisan dan pembukaan
cerviks saat ada kontraksi dari fundus uteri. Saat terjadi perlunakan,
pendataran dan pembukaan cerviks yang terjadi merupakan perubahan
pada serabut-serabut kolagen dan jaringan ikat, serta perubahan relative
pada jumlah substansi dasarnya.

4. Psych (Psikis)
Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu bersalin meliputi :
a. Kecemasan mengakibatkan peningkatan hormon seks yang terdiri
dari Bendosphin, Cortisol, Adenocus tricotropin, Epinephrin
Hormon – hormon tersebut mempengaruhi otot-otot halus uterus
yang dapat mengakibatkan penurunan kontraksi uterus sehingga
menimbulkan distorsia (pembukaan serviks lambat sehingga dapat
mengganggu proses kemajuan persalinan).

Siklus pengaruh kecemasan pada kemajuan persalinan:

Kecemasan

Persalinan Peningkatan Bendharpin


Adenous Tricotropin
Cortisol
Epinephrine

Pembukaan
Kontraksi
Serviks Lambat

Otot Halus Uterus


Terganggu
Gambar 2.3.4.1 Siklus pengaruh kecemasan pada kemajuan persalinan
b. Kegelisahan/ketakutan dan respon endokrin akan mengakibatkan
terjadinya Retensi Na, Ekskresi K, dan Penurunan glukosa sehingga
dapat mempengaruhi sekresi epinefrin dan dapat menghambat
aktivitas miometrium. Berikut gambar siklus pengaruh ketakutan
terhadap persalinan:

Ketakutan

Persalinan Lama Menimbulkan:


Retensi Na
Ekskresi K
Penurunan Glukosa
Pembukaan
Serviks Lambat

Kontraksi Uterus Menghambat Aktivitas


Lemah Miometrium
Gambar 2.3.4.2 Siklus pengaruh ketakutan pada kemajuan persalinan

5. Penolong
Peran penolong selama proses persalinan memberikan pengaruh
pada ibu yang bersalin untuk melayani proses persalinan dengan sebaik-
baiknya. (Manuaba : 1998)

D. Dasar Asuhan Persalinan Normal


Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman
selama persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk upaya pencegahan
komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan asfiksia
bayi baru lahir.
Kegiatan yang tercakup dalam asuhan persalinan normal adalah sebagai
berikut:
1. Secara konsisten dan sistematik menggunakan praktik pencegahan infeksi,
misalnya mencuci tangan secara rutin, menggunakan sarung tangan sesuai
dengan yang diharapkan, menjaga lingkungan yang bersih bagi proses
persalinan dan kelahiran bayi, serta menerapkan standar proses peralatan.
2. Memberikan asuhan secara rutin dan pemantauan selama persalinan dan
setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf.
3. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pasca
persalinan, dan nifas, termasuk menjelaskan kepada ibu dan keluarganya
mengenai proses kelahiran bayi dan meminta suami dan kerabat untuk
turut berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.
4. Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi.
5. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya yang tidak
bermanfaat seperti episiotomy rutin, amniotomi, kateterisasi, dan
penghisapan lendir secara rutin sebagai upaya untuk mencegah perdarahan
pasca persalinan.
6. Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan
menghangatkan tubuh bayi, member ASI secara dini, mengenal secara dini
komplikasi dan melakukan tindakan yang bermanfaat secara rutin.
7. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir, termasuk
dalam masa nifas.
8. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali bahaya yang
mungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi baru lahir.
9. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
(Sarwono Prawirohardjo. 2008: hal. 334-335)

E. Proses Persalinan Normal


1. Tanda-Tanda Persalinan
a. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi
yang semakin pendek.
b. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu pengeluaran lendir
atau lender bercampur darah (blood show).
c. Dapat disertai ketuban pecah.
d. Dijumpai perubahan serviks.
e. Perlunakan serviks.
f. Pendataran serviks.
g. Pembukaan serviks.

2. Mekanisme Persalinan
Gambar Mekanisme Persalinan (Lampiran 1)
a. Engagement
Ketika diameter biparietalis melewati PAP : masuknya kepala
kedalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan
flexi ringan. Masuknya kepala kedalam PAP pada primigravida.
Sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan tetapi pada
multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
Penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggul ini akan
dirasakan ibu sebagai Lightening.

b. Desent (penurunan)
Penurunan kepala janin ke dalam pelvis biasanya dimulai sebelum
awitan persalinan. Janin ibu nulipara biasanya turun ke dalam pelvis
selama seminggu terakhir kehamilan. Pada ibu multigravida, tonus
otot biasanya lebih lemah dan dengan demikian, engagement tidak
terjadi hingga persalinan benar-benar dimulai. Selama kala 1
persalinan, kontraksi dan retraksi otot uterus menyebabkan ruang
dalam uterus menjadi lebih sempit, memberikan tekanan pada janin
untuk menurun. Setelah rupture forewater dan pengerahan upaya
maternal, kemajuan persalinan dapat terjadi dengan cepat.
(Fraser,2009: 482)\
c. Flexion
Flexi meningkat selama persalinan. Tulang belakang janin
bersentuhan lebih dekat dengan bagian posterior tengkorak; tekanan
ke bawah pada axis janin akan lebih mendesak oksiput daripada
sinsiput. Efeknya adalah meningkatkan fleksi, menyebabkan diameter
presentasi lebih kecil yang akan melewati pelvis dengan lebih mudah.
Pada awitan persalinan, terjadi presentasi suboksipital yang
berdiameter rata-rata sekitar 10 cm. Dengan fleksi yang lebih besar,
terjadi presentasi suboksipito-bregmatika dengan diameter rata-rata
sekitar 9,5 cm. Oksiput menjadi bagian yang terdepan.
(Fraser, 2009: 482)

d. Putar Paksi Dalam


Yang dimaksud putar paksi dalam adalah putaran dari bagian depan
sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan bawah
symphisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah
adalah bagian ubun-ubun kecil (UUK) dan bagian ini yang melakukan
putaran ke depan ke bawah symphisis. Putar paksi dalam mutlak
untuk melahirkan kepala karena merupakan usaha menyesuaikan
posisi kepala dengan bentuk jalan lahir. Putaran paksi dalam terjadi
bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala
sampai Hodge III. Kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar
panggul. Sebab-sebab putaran paksi dalam :
1) Pada letak flexi, bagian belakang kepala merupakan bagian
terendah kepala.
2) Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit
terdapat sebelah dalam atas dimana terdapat hiatus genitalis
antara M. levator ani kiri dan kanan.
3) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter antero
posterior.
e. Extention
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul
terjadilah ekstensi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan
lahir pada pintu bawah pangul mengarah ke depan dan ke atas
sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau
tidak terjadi ekstensi kepala akan tertekan pada perineum dan
menembusnya. Pada kepala bekerja dua kekuatan, yang pertama
mendesak ke bawah dan yang kedua disebabkan tahanan dasar
panggul yang menolaknya ke atas. Result efeknya ialah kekuatan ke
arah depan atas. Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah
symphisis maka yang dapat maju karena kekuatan tersebut di atas
bagian yang berhadapan dengan sub occiput, maka lahirlah berturut-
turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut
dan akhirnya dengan dagu gerakan ekstensi.

f. External Rotation
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah
punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi
karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi
(putaran balasan). Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga ke belakang
kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (disisi kiri).
Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya
dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter bisa cranial
menempatkan diri dalam diameter antero posterior dari pintu bawah
panggul).

g. Expulsion
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphisis dan
menjadi hipomocclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian
bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah
dengan jalan lahir.
3. Tahapan Persalinan
Proses persalinan dibagi menjadi 4 kala:
Kala I :Dimulai dari his yang menimbulkan pembukaan sampai
pembukaan cervix menjadi lengkap
Kala II :Dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi
Kala III :Dimulai dari lahirnya bayi hingga lahirnya placenta
Kala IV :Dimulai setelah lahirnya placenta hingga 2 jam postpartum

a. Kala I
Disebut juga kala pembukaan, yaitu mulai pembukaan 1 hingga 10
(lengkap). Kala I dibagi menjadi 2 fase:
1) Fase Laten
a) Fase ini dimulai sejak awal terjadinya kontraksi yang
menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara
bertahap yang berlangsung hingga serviks membuka kurang
dari 4 cm.
b) Pada umumya, fase laten berlangsung hampir atau sampai 8
jam.
c) Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih di antara 20-30
detik.
2) Fase Aktif
- Fase ini berlangsung dari pembukaan 4 cm hingga mencapai
pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan
rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih
dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).
- Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi
tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih).
- Terjadi penurunan bagian terendah janin.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 38)
Posisi
Pada kala I dimana his frekuensinya menjadi lebih sering dan
amplitudonya menjadi lebih tinggi maka agar peredaran darah ke
uterus menjadi lebih baik, maka ibu di suruh miring ke satu sisi
sehingga uterus dan seluruh isinya tidak serta merta menekan
pembuluh darah di panggul. Kontraksi uterus juga menjadi lebih
efisien dan putar paksi dalam berlangsung lebih lancar bila ibu miring
ke sisi dimana ubun-ubun kecil berada.
Peran pendamping dalam membantu ibu untuk memperoleh posisi
yang paling nyaman selama kala II. Hal ini dapat membantu
kemajuan persalinan, mencari posisi yang penting efektif dan menjaga
sirkulasi utero plasenter tetap baik.
Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring ke kiri
membuat mereka lebih nyaman dan efektif meneran. Kedua posisi
tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang
untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi miring
berbaring ke kiri memudahkan ibu untuk beristirahat diantara
kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga untuk mengurangi
resiko terjadinya laserasi perineum (APN, 2009).

b. Kala II
Disebut juga kala pengeluaran yang terjadi 20 menit hingga 3 jam.
Kontraksi pada kala ini menjadi semakin kuat dengan lama 49-90
detik. Namun durasi kontraksi menjadi lebih panjang, yaitu 3-5 menit.
Hal ini berguna untuk member waktu ibu beristirahat dan
menghindari terjadinya asfiksia pada janin.
Pertolongan Kala II sesuai standar Asuhan Persalinan Normal (APN):
Persalinan memasuki kala II jika telah terdapat tanda dan gejala
berupa:
1) Ibu merasakan ingin
meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
2) Ibu merasakan adanya
peningkatan tekanan pada rectum dan atau vagina
3) Perineum menonjol
4) Vulva-vagina dan
spinchter ani membuka
5) Meningkatnya
pengeluaran lender bercampur darah
Tanda pasti ditetukan melalui periksa dalam yang hasilnya:
1) Pe
mbukaan serviks telah lengkap
2) Ter
lihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Persiapan penolong persalinan
Memastikan penerapan prinsip dan praktek pencegahan infeksi
(PI) yang dianjurkan, termasuk mencuci tangan, memakai sarung
tangan, dan perlengkapan pelindung pribadi.
1) Sarung tangan
Sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril harus
dipakai selama melakukan periksa dalam, membantu kelahiran
bayi, episiotomy, penjahitan laserasi dan asuhan segera bagi
bayi baru lahir.
2) Perlengkapan pelindung pribadi
Penolong persalinan harus memakai celemek yang bersih dan
penutup kepala. Selain itu gunakan masker penutup mulut dan
pelindung mata (kaca mata) yang bersih dan nyaman.
3) Persiapan tempat persalinan, peralatan, dan bahan
Ruangan harus memiliki pencahayaan/penerangan yang
cukup. Ibu dapat menjalani persalinan di tempat tidur dengan
kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih, kain tebal, dan
pelapis anti bocor. Ruangan harus hangat dan terhalang dari
tiupan angin secara langsung. Selain itu harus tersedia meja
atau permukaan bersih dan mudah dijangkau untuk
meletakkan peralatan.

4) Penyiapan tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi


Siapkan lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi
dengan memastikan bahwa ruangan tersebut bersih, hangat
(minimal 250C), pencahayaan cukup, dan bebas dari tiupan
angin.
5) Persiapan ibu dan keluarga
a) Asuhan Sayang Ibu
- Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya
selama proses persalinan dan kelahiran bayinya.
- Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam pemberian asuhan.
- Penolong persalinan dapat member dukungan dan
semangat kepada ibu dan anggota keluarga.
- Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani
kala II persalinan.
- Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat
meneran.
- Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran
apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran.
Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi.
- Anjurkan ibu untuk makan minum selama kala II
persalinan.
- Berikan rasa aman dan semangat serta tentramkan hatinya
selama proses persalinan berlangsung.
b) Membersihkan Perineum Ibu
Gunakan gulungan kapas atau kasa yang bersih dan air
matang (DTT), bersihkan mulai dari bagian atas ke arah
bawah (anterior vulva kea rah rectum) untuk mencegah
kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong
saat ibu mulai meneran. Bersihkan tinja yang keluar saat ibu
meneran menggunakan kain dan jelaskan pada ibu bahwa
hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi.
c) Mengosongkan Kandung Kemih
Anjurkan ibu untuk berkemih setiap 2 jam atau lebih sering
jika kandung kemih selalu terasa penuh. Jika diperlukan,
bantu ibu ke kamar mandi. Jika ibu tidak dapat ke kamar
mandi, bantu agar ibu dapat duduk dan berkemih di wadah
penampung urin.

Penatalaksanaan fisiologis kala II:


a. Membimbing ibu untuk meneran
1) Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan
alamiahnya selama kontraksi
2) Beritahu ibu untuk tidak menahan napas saat meneran
3) Minta ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara
kontraksi
4) Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu akan
lenih mudah meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan
dagu ditempelkan ke dada
5) Tidak diperbolehkan mendorong fundus untuk membantu
kelahiran bayi, karena dapat meningkatkan resiko distorsia
bahu dan rupture uteri.
b. Posisi ibu saat meneran
Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala II
karena hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari
posisi meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-
placenta tetap baik.
1) Posisi duduk atau setengah duduk, dapat memberikan rasa
nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan bagi ibu
beristirahat di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua
posisi tersebut adalah gaya gravitasi membantu ibu
melahirkan bayinya.
2) Jongkok atau berdiri, membantu mempercepat kemajuan
kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri.
3) Merangkak atau berbaring miring ke kiri, bagi beberapa ibu
posisi ini dapat membuat lebih nyaman dan efektif untuk
meneran. Kedua posisi ini juga membantu perbaikan posisi
oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi
oksiput anterior. Posisi merangkak seringkali membantu ibu
mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi miring
kiri memudahkan ibu beristirahat dan dapat mengurangi
resiko terjadinya laserasi perineum.
Menolong kelahiran bayi
a. Posisi ibu saat melahirkan
Ibu dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun, kecuali
pada posisi berbaring telentang (Supine position). Jika ibu
berbaring telentang maka berat uterus dan isinya (janin,
cairan ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu.
Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi
utero-placenta sehingga akan menyebabkan hipoksia pada
bayi. Berbaring telentang juga akan mengganggu kemajuan
persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif
(Enkin, et al, 2000).
b. Pencegahan laserasi
Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan
gunakan perasat manual yang tepat dapat mengatur kecepatan
kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi.
Indikasi untuk melakukan episiotomy:
1) Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan
tindakan
2) Penyulit kelahiran per vaginam (sungsang, distorsia
bahu, ekstraksi cunam/forcep atau ekstraksi vakum)
3) Jaringan parut pada perineum atau vagina yang
memperlambat kemajuan persalinan
Episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat
menyebabkan:
a. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan resiko
hematoma
b. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada
episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi
c. Meningkatnya nyeri pasca persalinan di daerah perineum
d. Meningkatnya resiko infeksi (terutama jika prosedur PI
diabaikan)
Melahirkan kepala
Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang
bersih dan kering yang dilipat 1/3nya di bawah bokong ibu dan
siapkan kain atau handuk bersih di atas perut ibu (untuk
mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum ibu
dengan satu tangan (di bawah kain bersih dan kering), ibu jari
pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain
dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang
kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara
bertahap melewati introitus dan perineum. Perhatikan perineum
saat kepala keluar dan dilahirkan. Usap muka bayi dengan kain
atau kasa bersih atau DTT untuk membersihkan lender dan darah
dari mulut dan hidung bayi. Jangan melakukan pengisapan lender
secara rutin pada mulut dan hidung bayi.
a. Periksa tali pusat pada leher
Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran
dan bernapas cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali
pusat atau tidak. Jika ada lilitan di leher bayi dan cukup
longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati
kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali
pusat dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm,
kemudian potong tali pusat diantara 2 klem tersebut.
b. Melahirkan bahu
Setelah menyeka mulut dan hidung bayi serta memeriksa tali
pusat, tunggu kontraksi berikut sehingga terjadi putar paksi
luar secara spontan. Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan
kepala bayi, minta ibu meneran sambil menekan kepala kea
rah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan melewati
simfisis. Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala ke atas
dan lateral tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada
dapat dilahirkan.
Tanda-tanda dan gejala distosia bahu:
1) Kepala seperti tertahan di dalam vagina
2) Kepala lahir tetapi tidak terjadi putar paksi luar
3) Kepala sempat keluar tetapi tertarik kembali ke dalam
vagina (turtle sign)
c. Melahirkan seluruh tubuh
Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke
arah perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada
tangan tersebut. Gunakan jari-jari tangan yang sama untuk
mengendalikan kelahiran siku dan tangan pada sisi posterior
bayi pada saat melewati perineum. Gunakan tangan yang sama
untuk menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat
melewati perineum. Tangan bawah (posterior) menopang
samping lateral tubuh bayisaat lahir. Secara simultan, tangan
atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan
lengan bagian anterior. Lanjutkan penelususran dan memegang
tubuh bayi ke bagian punggung, bokong, dan kaki. Dari arah
belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas di antara kedua kaki
bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jari
tangan lainnya. Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang
telah disiapkan pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi
sedikit lebih rendah dari tubuhnya. Segera keringkan sambil
melakukan rangsangan taktil pada tubuh bayi dengan kain atau
selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup
dengan baik.
d. Memotong tali pusat
Dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat
dengan klem pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal
pusat) bayi. Tekan tli pusat dari titik jepitan dengan 2 jari
kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak
terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan
penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan
pertama pada sisi atau mengarah ke ibu. Pegang tali pusat di
antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali
pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali
pusat di antara kedua klem tersebut dengan menggunakan
gunting desinfeksi tingkat tinggi atau steril. Setelah memotong
tali pusat, ganti handuk basah dan selimut bayi dengan selimut
atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa kepala bayi
terselimuti dengan baik.
Pemantauan selama kala II persalinan
Pantau, periksa dan catat:
a. Nadi ibu setiap 30 menit
b. Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit
c. DJJ setiap selesai meneran atau setiap 5-10 menit
d. Penurunan kepala bayi setiap 30 menit melalui pemeriksaan
abdomen (periksa luar) dan periksa dalam setiap 60 menit atau
jika ada indikasi, hal ini dilakukan lebih cepat
e. Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah (jernih atau
bercampur mekonium atau darah)
f. Apakah ada presentasi majemuk atau tali pusat di samping atau
terkemuka
g. Putar paksi luar segera setelah kepala bayi lahir
h. Kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelum bayi pertama
lahir
Catatkan semua hasil pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan
pada catatan persalinan.
(Asuhan Persalinan Normal, 2007: 75-94)

c. Kala III
Disebut juga kala uri. Berlangsung 6-15 menit setelah bayi keluar.
Lama kala III maksimal 30 menit. (Sarwono Prawirohardjo. 2008:
hal. 334-335)
Fisiologi Kala III:
 Lepasnya placenta dari implantasinya pada dinding uterus
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
terlipat, menebal, dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah
lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam
vagina. (Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 123)
 Pengeluaran placenta dari cavum uteri
Pengeluaran placenta dari cavum uteri dilakukan setelah
memastikan placenta telah lepas dari perlekatannya. Beberapa cara
untuk mengetahui apakah placenta telah lepas antara lain dengan:
1) Perasat Kustner
Tangan kanan meregangkan tali pusat dan tangan kiri menekan
simfisis. Jika tali pusat masuk ke dalam vagina berarti placenta
belum lepas dan jika tali pusat bertambah panjang berarti
placenta sudah lepas.
2) Perasat Strassmann
Tangan kanan meregangkan tali pusat dan tangan kiri
mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali
pusat berarti placenta belum lepas, tapi jika tidak terasa getaran
berarti placenta telah lepas.
3) Perasat Klein
Ibu diminta meneran sehingga tali pusat tampak keluar dari
vagina. Jika meneran dihentikan dan tali pusat masuk kembali
ke dalam vagina berarti placenta belum lepas, begitu pula
sebaliknya.
 Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal
di bawah ini:
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan
sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus
berbentuk segitiga atau seperti buah pear (globuler) dan fundus
berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
2) Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar
melalui vulva (tanda Ahfeld).
3) Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul
di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan
darah (retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding
uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta
yang terlepas.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 124)
 Manajemen Aktif Kala III:
Tujuan manajemen ini adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif agar dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan
jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Keuntungan
manajemen aktif kala III:
1) Persalinan kala III yang lebih singkat
2) Mengurangi jumlah kehilangan darah
3) Mengurangi kejadian retensio plasenta

Keuntungan tersebut dapat dicapai melalui tiga langkah utama


manajemen aktif kala III:
1) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit
pertama setelah bayi lahir
2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali
(PTT)
3) Masase fundus uteri
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 123-124)

Langkah-langkah manajemen aktif kala III:


1) Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain.
2) Beritahu ibu bahwa akan disuntik.
3) Suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha
bagian luar (aspektus lateralis).
4) Berdiri di samping ibu.
5) Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala
II) pada tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva.
6) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu tepat di atas
simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi
uterus dan menahan uterus pada saat melakukan penegangan
pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan
tali pusat dengan satu tangan dan tangan lain (pada dinding
abdomen) menekan uterus kea rah lumbal dan kepala ibu
(dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah
terjadinya inversion uteri.
7) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus kontraksi
kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk
mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
8) Saat mulai kontraksi tegangkan tali pusat kea rah bawah,
lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin
menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan
plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
9) Jika langkah 8 di atas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan
plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan
tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan
lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
a) Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu
sampai kontraksi berikutnya.
b) Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan
tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus
uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada
setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding
uterus.
10) Setelah plasenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar
plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap
tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros
jalan lahir).
11) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan
plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang
plasenta dengan tangan lainnya. Pegang plasenta dengan kedua
tangan dan secara lembut putar plasenta searah jarum jam
hingga selaput plasenta terpilin menjadi satu.
12) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk
melahirkan selaput ketuban.
13) Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir, dengan
hati-hati periksa vagina dan serviks. Gunakan jari-jari atau
klem DTT/steril atau forcep untuk mengeluarkan selaput
ketuban yang teraba.
14) Periksa kontraksi uterus dan lakukan masase pada fundus
uterus ibu. Apabila kontraksi baik akan terlihat fundus uteri
keras seperti batu.
15) Periksa ukuran dan berat plasenta.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 125-127)

d. Kala IV
Setelah plasenta lahir:
1) Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang
uterus berkontraksi baik dan kuat.
2) Evaluasi tinggi fundus uterus dengan meletakkan jari tangan
secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya,
fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
3) Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur
kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan
darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, dan
kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari
10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi
perdarahan lebih dari 500 ml. bila ibu mengalami syok
hipovolemik, maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total
jumlah darah ibu (2000 – 2500 ml). (Asuhan Persalinan
Normal,JNPK-KR, 2007: 137)
4) Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau
episiotomi) perineum. Perluasan laserasi perineum:
 Derajat Satu, laserasi pada mukosa vagina, komisura
posterior, dan kulit perineum. Laserasi derajat satu tak perlu
dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.
 Derajat Dua, laserasi pada mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, dan otot perineum. Laserasi
derajat dua dijahit menggunakan teknik penjahitan laserasi
perineum.
 Derajat Tiga, laserasi pada mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum, dan otot spinchter
ani.
 Derajat Empat, laserasi pada mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinchter ani,
dan dinding depan rectum. Laserasi derajat tiga dan empat
harus segera di rujuk ke fasilitas terdekat, karena penolong
APN tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi
perineum derajat tiga dan empat.
(Midwifery Manual of Maternal Care dan Varney’s
Midwifery, edisi ke-3)
5) Evaluasi keadaan umum ibu. Selama dua jam pertama pasca
persalinan:
 Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih,
dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam
pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala IV.
 Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi
baik setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30
menit selama satu jam kedua kala IV.
 Pantau temperature tubuh setiap jam selama dua jam
pertama pasca persalinan.
 Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15
menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada satu
jam kedua kala IV.
 Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi
uterus dan jumlah darah yang keluar serta bagaimana
melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
 Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan
dan bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang
bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman. Jaga agar
bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup,
kemudian berikan bayi kepada ibu dan anjurkan untuk
dipeluk dan diberi ASI.
 Lengkapi asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
6) Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan
kala IV di bagian belakang partograf segera setelah asuhan
diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2007: 137-139)

F. Pendokumentasian Persalinan
Pendokumentasian proses persalinan dilakukan dengan cara menulis setiap
perkembangan persalinan pada lembar observasi saat persalinan pada tahap
kala I fase latent dan pada lembar partograf saat persalinan mulai memasuki
kala I fase aktif.
Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan
dan informasi untuk membuat keputusan klinik (APN, 2007: 55).
Gambar partograf (Lampiran 2).
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan
demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus
lama.
3. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan
asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara
rinci pada status atau rekam medic ibu bersalin dan bayi baru lahir.

Pemantauan pada kala I pada persalinan normal dicatat dalam partograf:

Parameter Fase Laten Fase Aktif


Suhu badan Setiap 4 jam Setiap 2 jam
Tekanan darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Nadi Setiap 30-60 menit Setiap 30 menit
DJJ Setiap 1 jam Setiap 30 menit
Kontraksi Setiap 1 jam Setiap 30 menit
Pembukaan serviks Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Penurunan Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Produksi urin, aseton Setiap 2-4 jam Setiap 2-4 jam
dan protein
Tabel 2.6.1 Pemantauan pada kala I persalinan normal dalam partograf
Sumber: Asuhan Persalinan Normal, 2007: 56

Hal-hal yang dicatat mengenai kondisi ibu dan janin adalah sebagai
berikut :
a.Denyut jantung janin
Dinilai setiap 30 menit sampai 1 jam. Mulai waspada apabila djj
mengarah hingga dibawah 120 atau di atas 160 x/mnt.
b. Air ketuban
Nilai warna ketuban jika selaput ketuban
U : selaput ketuban utuh
J : selaput ketuban pecah dan air ketuban jernih
M : selaput ketuban pecah dan air ketuban bercampur
meconium
D : selaput ketuban pecah dan air ketuban bernada darah
K : tidak ada cairan ketuban atau kering
c.Perubahan bentuk kepala janin (molding atau mulase)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala
bayi dapat menyesuaikan terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.
Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang tindih, antara tulang
kepala, semakin menunjukkan resiko disproporsi kepala panggul
atau cephalo pelvic disproporsion (CPD). Lambang dalam partograf :
O : tulang kepala janin terpisah, sutura masih mudah dipalpasi
1 : tulang kepala janin bersentuhan
2 : tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tapi masih dapat
dipisahkan.
3 : tulang kepala janin saling tindih dan tidak dapat dipisahkan.
d. Pembukaan mulut rahim (serviks)
Dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda silang (x) digaris waktu yang
sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
e.Penurunan bagian terbawah janin
Mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada
pemeriksaan abdomen) atau pemeriksaan luar di atas ymphisis pubis.
Catat dengan tanda lingkaran (o) pada setiap pemeriksaan dalam.
Pada posisi 0/5 sinsiput (s) atau paruh atas kepala berada di
symphisis pubis.
f. Waktu
Menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien
diterima. Jam, catat sesuai angka lajur pembukaan digaris waspada.
g. Kontraksi
Catat setiap setengah jam, lakukan palpasi untuk menghilangkan
banyaknya kontraksi dalam hitungan detik.
: kontraksi lamanya kurang dari 20 detik
: kontraksi lamanya 20-40 detik
: kontraksi lamanya lebih dari 40 detik
h. Oksitosin
Jika memakai oksitosin, catat banyaknya oksitosin per volume cairan
infuse dan dalam tetesan per menit.
i. Obat-obatan yang diberikan
j. Nadi
Catat setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar (.)
k. Tekanan darah
Catat setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah
l. Suhu badan
Catat setiap 2 jam
m. Protein, aseton dan volume urine
Catat setiap kali ibu berkemih

Pencatatan selama fase aktif persalinan :


1. Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian atas partograf secara teliti saat memulai asuhan
persalinan.
a. Nama, umur
b. Grafida, para, abortus
c. No catatan medis
d. Tanggal dan waktu mulai dirawat
e. Waktu pecahnya ketuban
2. Kondisi janin
a. DJJ
Setiap kotak pada bagian ini menunjukkan waktu 30 menit. Skala
angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Hubungkan
titik 1 dengan lainnya dengan garis tidak terputus.
b. Warna dan adanya air ketuban
Catat temuan pada kotak yang sesuai dibawah lajur DJJ. Gunakan
lambang U, J, M, D, atau K seperti yang telah dijelaskan di atas.
c. Moulage kepala janin
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilailah penyusupan
kepala janin.
3. Kemajuan persalinan
Angka 1 – 10 yang tertera disamping kiri kolom menunjukkan
besarnya dilatasi serviks. Masing-masing kotak di bagian ini
menyatakan waktu 30 menit.
a. Pembukaan serviks
b. Penurunan bagian terbawah janin
c. Garis waspada dan garis bertindak
4. Jam dan waktu
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan)
tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16.
b. Waktu actual soal pmx atau penilaian
5. Kontraksi uterus
a. Frekuensi dan lamanya
Dibawah lajur waktu partograf terdapat 5 kotak dengan tulisan
kontraksi per 10 menit di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap
kotak menyatakan satu kontraksi.
6. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
a. Oksitosin
Jika tetesan oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30
menit jumlah unit oksitosin yang diberikan pervolume cairan IV
dan dalam satuan tetesan/menit.
b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
7. Kondisi ibu
a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
b. Volume urine, protein atau aseton
8. Asuhan pengamatan dan keputusan lainnya
a. Jumlah cairan per oral
b. Ketuban sakit kepala
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya
d. Persiapan sebelum melakukan rujukan
e. Upaya rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Babak, dkk. 2004. Keperawatan Matrinitas. Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2005. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Depkes RI.

Manuaba, Ide Bagus. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan


Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta, EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetrik. Jilid I. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta : YBP.SP.

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP.SP.

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan


Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP.

Varney Helen. 1995. Asuhan Kebidanan Varney Jakarta, EGC.

(www.ugm/2009.ac.id)
( www.kapanlagi/2009.com )

Anda mungkin juga menyukai