Anda di halaman 1dari 10

STANDAR OPERASONAL PROSEDUR (SOP)

KERACUNAN

NAMA : FAIZ GILANG RAMADHAN


NIM :2020207209049

Pengertian Masuknya bahan beracun memulai saluran cerna, saluran pernafasan, kulit
maupun pembuluh darah.
Tujuan 1. Meningkatnya mutu Pelayanan Rumah Sakit
2. Meningkatnya mutu Pelayanan Kegawat Daruratan
3. Meningkatnya Keselamatan Pasien
4. Meningkatnya Kepuasan Pasien
5. Sebagai acuan dalam penatalaksanaan keracunan
Kebijakan Dokter jaga UGD boleh melakukan tindakan medis untuk tujuan resusitasi
(Sesuai SK Direktur No : F-3.96/SK.KORS/IX/2011 tanggal 14 September
2011 Lampiran C.03.05 tentang Kebijakan Kompetensi Dokter Jaga UGD)
Kebijakan 1. KERACUNAN INSEKTISIDA.
Seperti: Baygon, Raid, Morten, dan lain-lain
Seperti pasien yang datang karena keracunan, maka yang harus
dilakukan adalah:
1. Petugas jaga menganamneses; cari penyebab dan berapa banyak
yang ditelan.
2. Petugas jaga menilai kesadarannya, observasi tanda-tanda vital.
3. Petugas jaga melakukan tindakan:
a. Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 3 – 4 lt/menit.
b. Pasang infuse Dextrose 5 % /RD/RL.
c. Berikan injeksi SA 2 mg IV setiap 15 menit, dan diulangi
sampai ada gejala atropinisasi:
1. Muka merah.
2. Mulut kering.
3. Takikardi.
4. Midriasis.
5. Isap lendir yang berlebihan dengan suction.
d. Cegah dan perlambat terjadinya absorbs dengan melakukan:
1. Beri minum susu yang banyak.
2. Bila susu belum tersedia, beri air putih sebanyak-
banyaknya.
3. Rangsang supaya muntah, dengan cara; merangsang
pharynx
dan belakang lidah dengan tongspatel.
4. Bila kesadaran pasien menurun, maka cepat lakukan
pemasangan NGT (Naso Gastric Tube).
e. Lakukan lavage/bilas lambung dengan susu cair, kalau tidak ada atau
belum tersedia berikan air hangat 38 0 C sebanyak 300 cc.
Prosedur f. Miringkan pasien ke sebelah kiri agak setengah terlungkup,
pertahankan posisi ini selama prosedur berlangsung.
g. Mulut dihisap dengan suction catheter, mencegah terjadinya aspirasi
pada saat pasien muntah.
h. Lavage lambung inidilakukan terus sampai bersih, yang terbukti dari
susu tidak mengandung minyak lagi atau air sudah jernih.
Prosedur ini tidak boleh ditunda-tunda, harus segera
dilaksanakan. Kalau susu/air hangat belum tersedia, lakukan dengan air
biasa dulu. Dan pada akhir prosedur, lambung harus kosong dan NGT
sementara jangan dilepas dulu. Pada waktu melakukan bilas lambung,
secara simultan dapat diberikan mucolitik, Mylanta sirup, atau injeksi
Tagamet/Ulsicur 1 amp IV yang diencerkan dan diberikan secara
perlahan-lahan.
Selain itu cegah pasien agar tidak bertambah kedinginan,tetapi
jangan diberi kompres panas, cukup diberi selimut saja. Setelah
kegawatan pasien telah diatasi, maka dianjurkan pada pasien/ keluarga
untuk dirawat.
2. KERACUNAN PADA KULIT.
1. Guyur/ semprot tubuh/ kulit yang kena kontaminasi dengan air yang
mengalir.
2. Bersihkan kulit seluruhnya dangan sempurna memakai sabun dan
air.
3. Jangan memakai zat-zat sebagai antidotum.
3. KERACUNAN INHALASI.
Zat-zat yang dapat menimbulkan keracunan inhalasi, antara lain:
1. Carbodioksida (CO).
2. Cyanida.
3. Bensin.
4. Dan macam-macam pelarut organic
Petugas jaga melakukan tindakan:
1. Bawa segera korban ke udara bebas/ segar, longgarkan pakaian
pakaian yang ketat. Observasi tanda-tanda vital (T, S, N, P).
2. Beri oksigen 3 – 4 lt/menit.
3. Lakukan pernafasan buatan kalau ada tanda-tanda cyanosis atau
pernafasan kurang memadai.
a. Berdasarkan jalan nafas.
b. Buang sumbatan di mulut.
Prosedur c. Dagu tarik ke belakang, kepala ditengadahkan (se-ekstensi
mungkin).
4. Bila terjadi bronchospasme, berikan aminophylin 1 amp IV pelan
pelan dan lanjutkan dengan Dex 5% + 1 amp Aminophylin dengan
kecepatan tetesan 10 tetes/ menit, atau disesuaikan dengan
kebutuhan.
5. Observasi kembali tanda-tanda vital.
Bila terjadi hipotensis selai Dex 5 % dapat diberikan cairan RL/RD.
6. Kemungkinan beri terapi Oradexon 5 – 10 mg IV tiap 6 jam, selama
24 jam pertama.
7. Rekam EKG.
8. Kemudian konsulkan ke dokter UPI, penyakit dalam, dan jantung
9. Bila keadaan pasien ringan, lakukan observasi minimal 3 jam
setelah masa kegawatannya telah lewat.
4. GIGITAN BINATANG
Ada beberapa cara yang diterima manusia dari hewan:
1. Gigitan : anjing, ular, kera, dll.
2. Sengatan : semut, tawon, kalajengking.
3. Kontak pasif : ulat bulung.
4. Semprotan : serangga.
Oleh karena itu sikap yang harus diambil, yaitu bagaimana
menghadapi manusianya dan bagaimana menhadapi binatangnya (bila
ada).
Anamnesa:
1. Binatangnya.
a. Apakah tempat tinggal endemic Rabies/ tidak?
b. Apakah keadaan binatang pada waktu menggigit:
1) Sedang beranak.
2) Dalam keadaan terangsang.
3) Vaksinasi yang masih berlaku.
2. gigitannya
a. Jenis luka.
b. Banyak luka dan dekat/tidak pada CNS.
c. Vaksinasi yang diterima.
Prosedur Petugas jaga melakukan tindakan:
1. Tindakan debridement pada luka.
Bila lukanya parah dan terdapat jaringan yang nekrosis, maka
buang jaringan yang nekrosis atau jaringan yang akan nekrosis.
Kemudian luka dicuci dengan air sabun atau larutan H2O2 dan luka
jangan dijahit.
2. Tutup luka tersebut, tetapi jangan terlalu tebal untuk menghindari
kontaminasi dengan kotoran.
3. Anjurkan pada pasien untuk dirujuk ke rumah sakit yang
mempunyai serum nti rabies seperti RSUD DR Saiful Anwar
Malang
5. GIGITAN/ PATUKAN ULAR
Keracunan akut karena gigitan ular, paling sering terjadi di daerah
tropis dan subtropics. Derajat keracunan akibat gigitan ular tergantung
pada:
1. Kekuatan racun (tergantung jenis ular).
2. Kenali sifat racunnya, seperti:
a. Bersifat Neurotoksik,
b. Bersifat Haemotoksik,
c. Bersifat kardiotoksin, ng.
d. Bersifat Cytolytik,
Jenis ular Cobra termasuk jenis neurotoksik yang hebat, sedangkan
ancistrodon (ular tanah) menyebabkan haemolysis yang hebat.
Gejalanya:
1. Tanda-tanda bekas taring, laserasi.
2. Bengkak dan kemerahan kadang-kadang bulae/ vaksikular.
3. Sakit kepala, enek dan muntah.
4. Demam, keringat dingin.
5. * Untuk bisa bersifat Neurotoksik, mengakibatkan:
a. Kelumpuhan otot pernafasan.
b. Kardiovaskuler terganggu
c. Kesadaran menurun sampai koma
 Untuk bisa yang bersifat hemolytic:
a. Luka bekas patukan yang terus berdarah.
b. Haematoma pada tiap suntikan IM.
c. Haemturia.
d. Haemoptisis/ haematemesis.
Petugas jaga melakukan tindakan.
Prinsipnya:
1. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa.
2. Menetralkan bisa.
3. Mengobati komplikasi.
Pertolongan yang diberikan:
1. Tourniquet dengan pita lebar untuk mencegah aliran getah bening. Pita
dilepas bila anti telah diberikan.
2. Imobilisasi penderita, terutama daerah bekas gigitan/ patukan.
3. Bersihkan luka dengan air garam fisiologi dan air garam biasa atau air
steril.
4. Incisi.
Lakukan incise menyilang antara 0,5 – 0,25 cm dalamnya, lalu tekan
sampai darahnya keluar (hisap darahnya degan alat penghisap), hal ini
akan menghilangkan sampai 20 %, bila dilakukan kurang dari 30 menit
Kemudian segera kirim ke rumah sakit yang mempunyai persediaan
ABU (Anti Bisa Ular).
Catatan:
Untuk gigitan yang bersifat haemolotik, jangan dilakukan incisi sebab
menyebabkan pendarahan hebat.
6. RACUN YANG TER/DISUNTIKKAN (OVER DOSIS)
Penatalaksanaan adalah:
1. Petugas jaga meletakkan/terlentangkan pasien pelan-pelan.
2. Petugas jaga memasang Torniquet sebelah proksimal dari lokasi
suntikan dan nadi sebelah distal harus tetap teraba, minimal harus
dapat dirasakan oleh pasien sendiri. Lepaskan turniket tiap 15 menit
selama1 menit.
3. Petugas jaga mengompres tempat suntikan dengan es.
Pada prinsipnya, penanganan kasus ini adalah:
1. Cegah/ kurangi/ hambat proses absorsinya.
2. Kurangi efek racun itu.
3. Kenalilah berat ringannya/ serius atau kegawatannya, sehingga
dapat ditentukan tentang pengobatan selanjutnya.

Prosedur Pada kasus keracunan, ada 3 kemungkinan yang harus dihadapi dalam
keracunan, yaitu:
- Keracunan diketahui jenisnya.
- Racun tidak diketahui jenisnya.
- Tidak diketahui sakitnya apa, sehingga pada DD/ harus dimasukkan
keracunan.

Unit Terkait Unit Gawat Darurat, Rawat Inap/UPI, SMF Medis, SMF Umum, Rumah
Sakit Rujukan

Perkiraan
Nama Zat Tanda dan Gejalanya Terapi
Dosis Letal
Antihistamin Depresi SSP sampai koma, Simtomatik: perhatikan
kejang, disusul dengan depresi pernafasannya.
pernafasan. Bila kejang beri anti
Mulut kering dan takhi-kardi konvulsi.
Aspirin 20 – 30 mg Hipervetilasi, keringat, Simtomatik: awasi
muntah,kesadaran delirium, pernafasan. Beri susu.
kejang, dan koma. Akhirnya Bilas lambung dengan
depresi pernafasan. nabikorbonat. Beri vitamin
K bila terdapat. Anti
konvulsi tidak diberikan.
Insektisida Setiap dosis Keracunan lewat oral, inhalasi Bersihkan jalan nafas.
berbahaya dan kontak kulit, kuat, muntah, Berikan segera 2 mg SA
diare, hiper salivasi. dll. IV, diulang tiap 10 – 15
menit, sampai terlihat
muka merah, hipersalivasi
berhenti dan bradikardi
dan kult tidak berkeringat
lagi. Observasi perderita
terus menerus dan bila
gejala kembali, diulang
kembali pemberian
atropin.
Jengkol Kolik ureter dan renal hematuri, Natrium bikorbona 4x2 g
oliguria, kadang-kadang anuria peroral. Bila ada anuria
dengan bahaya Uremi. pengobatan tersebut di
atas tidak berguna.
Obatilah sebagai penderita
uremia.
Kamfer 2 g oral Kejang Simtomatik: luminal 100 –
200 mg IM.
Karbonmono Sakit kepala, depresi nafas dan Pernafasan buatan dengan
ksid syok O2 murni di bawah
tekanan (oronasal mask).
Minyak 120 – 150 ml. Asirasi dalam paru-paru paling Bilas lambung tidak
tanah berbahaya iritasi saluran cerna, boleh. Simtomatik saja.
depresi SSp dengan depresi Berikan O2 under pressure
nafas. Muntah: aspirasi dengan bila ada udem paru.
akibat dispnea, asfiksia, udem Antibiotika
paru dan kadang-kadang kejang.
Reaksi obat 2 sendok teh Bermacam-macam reaksi kulit Beri 0,3 ml adrenalin
bila obat, udem anginoneeoritik, subcutan, harus diulang
teraspirasi. reaksi anafilak-tik dan lain-lain. setiap 7 – 10 menit sampai
ada perbaikan.
Sianida Mual, muntah, pernafasan cepat, Beri segera 50 ml na
(racun delirium, sianosis dan koma. tiosufa 25 % IV.
singkong)

Pengertian Keracunan akibat mengkonsusi alkohol yang berlebihan.


Tujuan 1. Meningkatnya mutu Pelayanan Rumah Sakit
2. Meningkatnya mutu Pelayanan Kegawat Daruratan
3. Meningkatnya Keselamatan Pasien
4. Meningkatnya Kepuasan Pasien
5. Sebagai acuan dalam memberikan pertolongan pada keracunan alcohol.

Kebijakan Dokter jaga UGD boleh melakukan tindakan medis untuk tujuan resusitasi
(Sesuai SK Direktur No : F-3.96/SK.KORS/IX/2011 tanggal 14 September
2011 Lampiran C.03.05 tentang Kebijakan Kompetensi Dokter Jaga UGD)

Prosedur Anamnesis : Informasi mengenai jumlah dan jenis minuman yang


dikonsumsi
Pemeriksaan fisik : Emosi labil, kulit kemerahan, muntah, depresi
pernafasan, stupor-koma.
Penatalaksanaan:
1. Petugas jaga memebaskan jalan nafas dari benda asing (muntahan)
2. Petugas jaga memberikan oksigen sesuai dengan kebutuhan
3. Emesis dan bilas lambung dengan air/NaHCO3 5%.
4. Petugas jaga memasang Infus glukosa untuk menghindari
hipoglikemia.

Unit Terkait Unit Gawat Darurat, Rawat Inap/UPI, SMF Medis, SMF Umum

Pengertian Keracunan akibat penggunaan obat golongan opiat; morfin petidin,heroin


opium, pentazokain, kodein, loperamid, dextrometorfan.
Tujuan 1. Meningkatnya mutu Pelayanan Rumah Sakit
2. Meningkatnya mutu Pelayanan Kegawat Daruratan
3. Meningkatnya Keselamatan Pasien
4. Meningkatnya Kepuasan Pasien
5. Sebagai acuan dalam pemberian pertolongan pada keracunan opiat.
Kebijakan Dokter jaga UGD boleh melakukan tindakan medis untuk tujuan resusitasi
(Sesuai SK Direktur No : F-3.96/SK.KORS/IX/2011 tanggal 14 September
2011 Lampiran C.03.05 tentang Kebijakan Kompetensi Dokter Jaga UGD)
Prosedur Anamnesis : Informasi mengenai seluruh obat yang
digunakan sisa obat yang ada.
Pemeriksaan fisik : Pupil miosis - pin point, depresi nafas,
penurunan kesadaran, nadi lemah, hipotensi,
tanda edema paru, needle track sign, sianosis,
spasme saluran cerna dan bilier, kejang.
Lab : Opiate urine positif atau kadar dalam darah
tinggi.
1. Petugas jaga memberikan penanganan kegawatan : resusitasi A-B-C
(airway,breathing,circulation) dengan memperhatikan prinsip
kewaspadaan universal:
- Bebaskan jalan nafas.
- Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan.
- Pasang infus dan beri cairan sesuai dengan kebutuhan.
2. Petugas jaga memberikan antidote nalokson
- Tanpa hipoventilasi: dosis awal diberikan 0,4mg IV pelan-pelan
atau diencerkan.
- Dengan hypoventilasi: dosis awal diberikan nalokson 1-2 mg IV
pelan-pelan atau diencerkan.
- Bila tidak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg IV tiap 5-10
menit hingga timbul respon (perbaikan kesadaran hilangnya depresi
pernafasan, dilatasi pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10
mg. Bila tetap tak ada respon, diagnosis opiate perlu dikaji ulang.
- Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh
kedalam keadaan overdosis kembali sehingga perlu pemantauan
ketat tanda vital, kesadaran dan perubahan pupil selama 24 jam
untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam
500 ml d5% atau nAcl 0.9% diberikan dalam 4-6 jam.

Prosedur - Simpan sampel urine untuk pemeriksaan opiate urine dan lakukan
rontgen thoraks.
- Pertimbangkan pemasangan ETT bila: pernafasan tak adekuat
setelah pemberian nalakson yang optimal.
- Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme
pilorik bila diperlukan dapat pasang NGT untuk mencegah aspirasi
atau bilas lambung.
- Activated charcoal, dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan
memberikan 240 ml cairan dengan 30 gram charcoal dapat
diberikan sampai 100 gram.
- Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam IV 5-10 mg dan dapat
diulang bila perlu.

Unit Terkait Unit Gawat Darurat, Rawat Inap/UPI, SMF Medis

Pengertian Keadaan akut yang potensial mengancam jiwa. Gejala dapat timbul segera
sampai beberapa jam setelah terpapar allergen. Kecepatan onset tergantung
rute paparan. gejala kliniknya sangat bervariasi, mulai dari mual, nyeri kepala,
urtikaria, angioedema, batuk, sesak, muntah, takikardia, disritmia, sampai
hipotensi.
Tujuan 1. Meningkatnya mutu Pelayanan Rumah Sakit
2. Meningkatnya mutu Pelayanan Kegawat Daruratan
3. Meningkatnya Keselamatan Pasien
4. Meningkatnya Kepuasan Pasien
5. Sebagai acuan dalam penatalaksanaan syok anafilaktik.
Kebijakan Dokter jaga UGD boleh melakukan tindakan medis untuk tujuan resusitasi
(Sesuai SK Direktur No : F-3.96/SK.KORS/IX/2011 tanggal 14 September
2011 Lampiran C.03.05 tentang Kebijakan Kompetensi Dokter Jaga UGD)
Prosedur 1. Petugas jaga memberikan O2 3–5 liter/menit melalui kanula hidung atau
masker, intubasi Endotrakheal bila perlu, bila intubasi sulit dilakukan
karena adanya spasme laring ataupun angioedema dapat dilakukan
cricothyroidotomy.
2. Petugas jaga memasang touniquet pada daerah proximal tempat suntikan
atau sengatan serangga, setiap 10 menit dan ikatan dilonggarkan selam 1
– 2 menit.
3. Petugas jaga sesegera mungkin memberikan injeksi adrenalin (1:1000)0,3
– 0,5 ml SC di lengan atas atau paha dan 0,1 – 0,3 ml IC pada daerah
kontra lateral mesukan alergen (injeksi/sengatan binatang):dapat diulang
setiap 10 – 15 menit kalau perlu (anak-anak 0,01 mg/Kg BB).
Hati-hati pada penderita usia lanjut atau penderita dengan riwayat
Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner.
4. Petugas jaga memberikan diphenhydramine (Delladryl ®) 50 mg IM atau
IV perlahan-lahan 5 – 10 menit, diulang setiap 6 jam bila perlu. Obat ini
diberikan bersamaan dengan adrenalin bukan obat pengganti adrenalin.
5. Petugas jaga memberikan dexamethasone 5 – 10 mg Hydrocortisone 100
– 200 mg IV, dapat diulang setiap 4 – 6 jam kalau perlu. Obat ini
diberikan bersamaan dengan Andrenalin bukan obat pengganti
andrenalin.
6. Petugas jaga memberikan infus Dextrose 5 % atau PZ 500 – 2000 ml
bolus pada jam pertama bila Hipotensi (anak-anak: 20 ml/Kg BB) untuk
mempertahankan Tensi Sistolik minimal 200 mm hg (anak-anak).
7. Prosedur 1,2,3,6 dapat dikerjakan secara simultan.
Prosedur 8. Petugas jaga meletakkan pasien dalam posisi datar dengan kaki lebih
tinggi, kemudian dapat ditambahkan obat-obatan vasopressor, bila syok
tetap bertahan.
9. Dopamin: 1 – 5 ampul dalam 500 ml Dextrose 5 %; tetesan dapat
dimulai dengan 20 – 100 tetes per menit sampai tekanan darah
meningkat, atau
10. Norepinephrine (noradrenaline, levarterenol): 4 – 8 ampul dalam 500
ml dextrose 5 % dalam tetesan intravena sampai tekanan meningkat.
11. Aminophyllin 4 – 7 mg/Kg BB dilarutkan dengan larutan garan faali
diberikan IV perlahan-lahan 15 – 20 menit, dapat diteruskan 0,2 – 1,2
mg/Kg BB/jam.
12. KEADAAN KHUSUS
Bila pemberian bahan kontras sangat diperlukan untuk keperluan
diagnostik maka pada pasien golongan resiko tinggi dapat diberikan
prednison 200 mg IV sesaat sebelum bahan kontras disuntikkan dan
diteruskan pemberiannya tiap 4 jam sampai prosedur pemeriksaan selesai
dan sampai bahan kontras telah diekskresikan seluruhnya dari tubuh.
Selain itu diberikan juga Diphenhydramine 500 mg IV 1 jam sebelum
diberikan bahan kontras. Dapat juga ditambah dengan pemberian
Ephedrin 25 mg per oral, bertujuan untuk mencegah pelepasan mediator
dengan jalan mengaktifkan reseptor alfa dan beta pada terget organ.

Unit Terkait Unit Gawat Darurat, Rawat Inap/UPI, SMF Medis, SMF Umum

Anda mungkin juga menyukai