Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN INTRANATAL

BERDASARKAN EVIDENCE BASED


( Untuk memenuhi salah satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Asuhan
Kebidanan Komprehensif )

OLEH

KELOMPOK III

1. SYARIFAH MISFARA
2. CUT ROSIDA AMALIA
3. SURYA NINGSIH SITORUS
4. NONONG RAHMATILLAH
5. WINDA ARYANI SARDI
6. SALAMIAH
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya, sehingga kami dapat membuat dan menyelesaikan tugas terstruktur pertemuan
kelima mata pelajaran “Asuhan Kebidanan Komprehensif” ini dengan lancar.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Mata Kuliah Asuhan
Kebidanan Komprehensif, Ibu Sri Rintani ,SST.,M.Kes , atas bimbingan dan arahan dalam
tugas ini, sehingga dapat di selesaikan nya dengan baik.

Kai menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka Kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang jauh lebih baik. Kami
berharap dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan
kita mengenai”Asuhan Intranatal berdasarkan Evidence Based”, khususnya bagi kami
penyusun. Di mana masih harus banyak belajar.

Dan harapan kami sebagai penyusun adalah semoga hasil dari penyusunan makalah
ini dapat di manfaatkan bagi generasi mendatang.

Akhir kata, melalui kesempatan ini kami penyusun makalah mengucapkan banyak
terima kasih.

Hormat kami

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1      


DAFTAR  ISI ........................................................................................................... 2      
BAB I PENDAHULUAN
              1.1    Latar belakang ......................................................................................   3    
              1.2    Rumusan masalah ................................................................................ 5     
              1.3    Manfaat .................................................................................................   5 

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dukungan persalinan (Fisik dan Psikologi)............................................ 6
2.2 Pemeriksaan Dalam Secara Aseptik Sesuai Indikasi Dengan
Memperhatikan hak dan privasi klien.................................................... 15
2.3. Penggunaan Partograf dan Deteksi Tanda Bahaya (Kala I,II,III,IV)...... 21

BAB III PENUTUP


              3.1   Kesimpulan .............................................................................................   42  
              3.2   Saran ......................................................................................................   43
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. 44

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan report ICM tahun 2011 dan Survey Bidan UNFPA di  58 negara termasuk
Indonesia pada tahun 2010, ditemukan angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi
disemua negara. Secara global angka kematian ibu 91%; 80% of stillbirths; 82% of
newborn mortality).Pada laporan tersebut menyebutkan masih sedikit sekali bidan yang
sungguh berkualitas yang memberikan pelayanan terintegrasi. Rendahnya pelayanan
kegawatdaruratan kebidanan dan asuhan bayi baru lahir (kurangnya fasilitas, staff terlatih
dan peralatan)

Angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak ukur dalam menilai derajat kesehatan
suatu bangsa. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut SDKI terdapat sebanyak 359
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013). Penyebab langsung kematian ibu
di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi, dan eklampsia
(Saifuddin, 2009). Selain itu faktor penting lainnya yang berpengaruh terhadap kematian
ibu melahirkan antara lain pemberdayaan perempuan yang tidak begitu baik, latar
belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik.
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia salah satunya juga dikarenakan kurangnya
perhatian dari laki – laki terhadap ibu hamil dan melahirkan (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar
negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting
untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu
yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara
ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih
aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan

3
sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan
tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.

Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses melahirkan
layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang ibu, terutama pada ibu primipara,
dimana mereka belum memiliki pengalaman melahirkan. Rasa cemas dapat timbul akibat
kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan bayinya (Bobak,
Jensen & Lowdermilk, 2004).

Dukungan sosial sangatlah penting diberikan kepada ibu dalam proses persalinan.
Dukungan yang diberikan dapat dilakukan oleh suami, keluarga, teman dekat, atau
tenaga profesional kesehatan. Salah satu prinsip asuhan sayang ibu yaitu
mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi
(Depkes RI, 2004). Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan
mengkampanyekan program “Suami Siaga” pada tahun 1999 – 2000. Dalam rangka
meningkatkan peran suami dalam program “Making Pregnancy Safer”. Tujuan dari
program ini untuk meningkatkan pengetahuan, keterlibatan, dan partisipasi suami
terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001). Dukungan yang
terus menerus dari seorang pendamping persalinan kepada ibu selama proses persalinan
dan melahirkan dapat mempermudah proses persalinan dan melahirkan, memberikan
rasa nyaman, semangat, membesarkan hati ibu dan meningkatkan rasa percaya diri ibu,
serta mengurangi kebutuhan tindakan medis (Nakita, 2004). Di negara berkembang,
beberapa RS besar terlalu dipadati oleh persalinan resiko rendah sehingga dukungan
personal dan privasi tidak dapat diberikan. Di Indonesia, tidak semua RS mengizinkan
suami atau anggota keluarga lainnya menemani ibu di ruang bersalin. Hampir seluruh
persalinan berlangsung tanpa didamping oleh suami atau anggota keluarga lainnya.
Pendamping persalinan hanya dapat dihadirkan jika ibu bersalin di beberapa RS swasta,
rumah dokter praktik swasta atau bidan praktik swasta.

Penelitian tentang pendamping atau kehadiran orang kedua dalam proses persalinan,
yaitu oleh Dr. Roberto Sosa (2001) yang dikutip dari Musbikin dalam bukunya yang
berjudul Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan menemukan bahwa para ibu yang
didampingi seorang sahabat atau keluarga dekat (khususnya suami) selama proses
persalinan berlangsung, memiliki resiko lebih kecil mengalami komplikasi yang
memerlukan tindakan medis daripada mereka yang tanpa pendampingan.
4
Ibu – ibu  dengan pendamping dalam menjalani persalinan, berlangsung lebih cepat
dan lebih mudah. Dalam penelitian tersebut, ditemukan pula bahwa kehadiran suami
atau kerabat dekat akan membawa ketenangan dan menjauhkan sang ibu
dari stress dan kecemasan yang dapat mempersulit proses kelahiran dan persalinan,
kehadiran suami akan membawa pengaruh positif secara psikologis, dan berdampak
positif pula pada kesiapan ibu secara fisik (Musbikin, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di temukan di atas. Maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah :
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Dukungan Persalinan (Fisik dan Psikologi)?
1.2.2 Apa yang dimaksud dan bagaimana proses pemeriksaan dalam secara aseptik, sesuai
indikasi dengan memperhatikan hal dan privasi klien?
1.2.3 Bagaimana Penggunaan Partograf dan deteksi dini tanda-tanda bahaya (Kala I,II,III dan IV)?

1.3 Manfaat
1.3.1 Untuk menjelaskan tentang proses persalinan dengan dukungan fisik dan psikologi.
1.3.2 Untuk menjelaskan tentang proses pemeriksaan dalam secara aseptik, sesuai indikasi dengan
memperhatikan hal dan privasi klien.
1.3.3 Untuk menjelaskan tentang penggunaan partograf dan deteksi dini tanda-tanda bahaya (Kala
I,II,III dan IV)..
5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dukungan Persalinan Fisik dan Psikologi.

1.      Definisi

Dukungan persalinan adalah asuhan yang sifatnya mendukung yaitu asuhan yang
bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan merupakan suatu standar
pelayanan kebidanan, dimana ibu dibebaskan untuk memilih pendamping persalinan
sesuai keinginannya, misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang
dirinya.

2.      Macam – macam Dukungan Persalinan

a.       Dukungan fisik

Dukungan fisik adalah dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang diberikan
oleh keluarga atau suami kepada ibu bersalin.

b.      Dukungan emosional/Psikologi

Dukungan emosional adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun


ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai dan
diperhatikan oleh suami, yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan.

Persalinan adalah saat menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan keluarga.
Persalinan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu, karena itu pastikan
bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran.
Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional dari suami dan anggota
keluarga lain untuk berada di samping ibu selama proses persalinan dan kelahiran.

Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukung ibu dan
mengidentifikasi langkah – langkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu. Hargai
keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara untuk menemaninya (Depkes RI,
2002).
6

Dukungan suami dalam proses persalinan akan memberi efek pada sistem limbic ibu
yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang tenang akan menyebabkan sel – sel neuronnya
mensekresi hormon oksitosin yang reaksinya akan menyebabkan kontraktilitas uterus
pada akhir kehamilan untuk mengeluarkan bayi (Guyton, 1997).

3.      Faktor – faktor yang Mempengaruhi Peran Pendamping Persalinan

Menurut Hamilton (1995) faktor – faktor yang mempengaruhi peran pendamping


persalinan antara lain :

a. Sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi proses pendampingan suami


ketika istri melahirkan, suami yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang mapan akan
lebih cenderung memperhatikan dan mendampingi istrinya pada saat melahirkan, hal ini
berbeda dengan suami yang mempunyai status sosial ekonomi yang kurang mampu,
suami lebih cenderung untuk kurang memperhatikan istri pada saat bersalin, suami lebih
sibuk untuk mencari biaya persiapan persalinan bagi istrinya.

b.  Budaya

Keadaan budaya mempengaruhi proses pendampingan suami pada saat istri


melahirkan, ada beberapa budaya dan sistem religi yang tidak memperbolehkan suami
melihat istri melahirkan karena bertentangan dengan nilai budaya dan sistem religi yang
dianut oleh individu.

c. Lingkungan

Keadaan lingkungan mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri


melahirkan, individu yang berada pada lingkungan pedesaan, kebiasaannya suami tidak
mau untuk mendampingi istri pada saat persalinan, suami merasa takut dan tidak tega
melihat istrinya melahirkan.

d. Pengetahuan

Pengetahuan individu akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami terhadap


istri pada saat melahirkan,

7
suami yang mempunyai pengetahuan yang baik akan berusaha semaksimal mungkin
memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya melahirkan.

hal ini dikarenakan dukungan pendampingan akan memberikan motivasi yang besar
kepada istri pada saat melahirkan, begitu pula sebaliknya suami yang mempunyai
pengetahuan yang kurang, biasanya tidak mendampingi pada saat istrinya melahirkan,
hal ini dikarenakan ketidaktahuan akan manfaat pendampingan suami terhadap istri
pada saat melahirkan

e.  Umur

Suami yang mempunyai usia yang muda, biasanya tidak mendampingi pada saat
istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan suami merasa takut dan tidak tega melihat
istrinya melahirkan. Kategori umur suami dalam pendampingan persalinan < 20 tahun
dikategorikan dalam usia muda, diatas 20 tahun atau kurang dari 35 tahun dapat
dikategorikan dalam usia dewasa dan suami yang memiliki usia > 35 tahun
dikategorikan dalam usia matang/ tua yang akan mempengaruhi pelaksanaan
pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai usia
matang (dewasa) akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan
pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan kematangan usia
untuk berusaha mengerti tentang psikologis istri pada saat persalinan.

f. Pendidikan

Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai proses pendewasaan pribadi. Pendidikan


kesehatan merupakan proses yang mencakup dimensi dan kegiatan intelektual,
psikologi dan social yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam
pengambilan keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri,
keluarga, masyarakat. Individu yang berpendidikan akan mempunyai pengetahuan
tentang pentinganya pendampingan pada saat persalinan dan mereka cenderung
melakukan pendampingan pada saat persalinan, sebaliknya individu yang tidak
berpendidikan pengetahuannya akan kurang dan mereka cenderung tidak melakukan
pendampingan saat persalinan.

8
4.      Bentuk Dukungan Persalinan

a.       Dukungan Bidan

1) Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya dengan baik.


2) Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
3) Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau khawatir.
4) Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
5) Mengatur posisi yang nyaman bagi ibu.
6) Memenuhi asupan cairan dan nutrisi ibu.
7) Keleluasaan untuk mobilisasi, termasuk ke kamar kecil.
8)  Penerapan prinsip pencegahan infeksi yang sesuai.
9) Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran
bayinya.
10)Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.
11)Penjelasan mengenai proses/ kemajuan/ prosedur yang akan dilakukan.
12) Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan
mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya seperti :
 Mengucapkan kata – kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.
  Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.
 Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.
  Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.
 Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.

b.      Dukungan Keluarga

Salah satu yang dapat mempengaruhi psikis ibu adalah dukungan dari suami atau
keluarga.  Dukungan minimal berupa sentuhan dan kata –kata pujian yang membuat
nyaman serta memberi penguatan pada saat proses menuju persalinan berlangsung
hasilnya akan mengurangi durasi kelahiran

1)      Pendampingan

Pendamping merupakan keberadaan seseorang yang mendampingi atau terlibat


langsung sebagai pemandu persalinan,

9
dimana yang terpenting adalah dukungan yang diberikan pendamping persalinan
selama kehamilan, persalinan, dan nifas, agar proses persalinan yang dilaluinya
berjalan dengan lancar dan memberi kenyamanan bagi ibu bersalin (Sherly, 2009).

Menurut Lutfiatus Sholihah (2004) selama masa kehamilan, suami juga sudah harus
diajak menyiapkan diri menyambut kedatangan sikecil, karena tidak semua suami
siap mental untuk menunggui istrinya yang sedang kesakitan.

Pendampingan persalinan yang tepat harus memahami peran apa yang dilakukan
dalam proses persalinan nanti. Peran suami yang ideal diharapkan dapat menjadi
pendamping secara aktif dalam proses persalinan. Harapan terhadap peran suami
ini tidak terjadi pada semua suami, tergantung dari tingkat kesiapan suami
menghadapi proses kelahiran secara langsung. Ada tiga jenis peran yang dapat
dilakukan oleh suami selama proses persalinan yaitu peran sebagai pelatih, teman
satu tim, dan peran sebagai saksi (Bobak, Lowdermilk dan Perry, 2004).

Peran sebagai pelatih diperlihatkan suami secara aktif dalam membantu proses
persalinan istri, pada saat kontraksi hingga selesai persalinan. Ibu menunjukkan
keinginan yang kuat agar ayah terlibat secara fisik dalam proses persalinan (Smith,
1999; Kainz dan Eliasson, 2010). Peran sebagai pelatih ditunjukkan dengan
keinginan yang kuat dari suami untuk mengendalikan diri dan ikut mengontrol proses
persalinan. Beberapa dukungan yang diberikan suami dalam perannya sebagai
pelatih antara lain memberikan bantuan teknik pernafasan yang efektif dan
memberikan pijatan di daerah punggung. Suami juga memiliki inisiatif untuk lebih
peka dalam merespon nyeri yang dialami oleh ibu, dalam hal ini ikut membantu
memantau atau mengontrol  peningkatan nyeri. Selain itu suami juga dapat
memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa.

Hasil penelitian Kainz & Eliasson 2010 terhadap 67 ibu primipara di Swedia
menunjukkan bahwa peran aktif suami yaitu membantu bidan untuk memantau
peningkatan rasa nyeri, mengontrol adanya pengurangan nyeri, dan mengontrol
kontraksi. Selain peran tersebut, para suami juga memberikan bantuan untuk
menjadi advokat ketika ibu ingin berkomunikasi dengan bidan selama proses
persalinan.

10
Pada persalinan tahap satu dan tahap dua, sering kali fokus bidan ditujukan kepada
bayi, sehingga ibu merasa kesulitan untuk berbicara dengan bidan. Dalam kondisi
ini, kehadiran suami akan sangat membantu jika suami peka dengan apa yang ingin
dikatakan istrinya dan berusaha menyampaikannya kepada bidan.

Tingkatan peran yang kedua adalah peran sebagai teman satu tim, ditunjukkan
dengan tindakan suami yang membantu memenuhi permintaan ibu selama proses
persalinan dan melahirkan. Dalam peran ini suami akan berespon terhadap
permintaan ibu untuk mendapat dukungan fisik, dukungan emosi, atau keduanya
(Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Peran suami sebagai teman satu tim biasanya
sebagai pembantu dan pendamping ibu, dan biasanya suami dingatkan atau
diberitahukan tentang perannya oleh bidan. Smith (1999) dan Kainz Eliasson (2010)
menjelaskan bentuk dukungan fisik yang dapat diberikan yaitu dukungan secara
umum seperti memberi posisi yang nyaman, memberikan minum, menemani ibu
ketika pergi ke kamar kecil, memegang tangan dan kaki, atau menyeka keringat
yang ada di dahi ibu, dan membantu ibu dalam pemilihan posisi yang nyaman saat
persalinan. Bentuk dukungan fisik yang menggunakan sentuhan, menunjukkan
ekspresi psikologis dan emosional suami yaitu rasa peduli, empati, dan simpati
terhadap kondisi ibu yang sedang merasakan nyeri hebat dalam proses persalinan
(Smith, 1999).

Sementara itu, dukungan emosional yang dapat diberikan oleh suami antara lain
membantu menenangkan ibu dengan kata – kata yang memberikan penguatan
(reinforcement) positif seperti memberi dorongan semangat mengedan saat
kontraksi serta memberikan pujian  atas kemampuan ibu saat mengedan. Ibu dapat
merasakan ketenangan dan mendapat kekuatan yang hebat ketika suaminya
menggenggam tangannya (Kainz & Eliasson, 2010). Pengaruh psikologis inilah yang
menjadi salah satu nilai lebih yang mampu diberikan oleh suami kepada istrinya.
Oleh karena itu, kehadiran suami dalam proses persalinan perlu diberikan
penghargaan yang tinggi dan perlu mendapat dukungan dari bidan yang menolong
persalinan.

Suami yang hanya berperan sebagai saksi menunjukkan keterlibatan yang kurang
dibandingkan peran sebagai pelatih atau teman satu tim.

11
Dalam berperan sebagai saksi, suami hanya memberi dukungan emosi dan moral
saja (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Biasanya suami tetap memperhatikan
kondisi ibu bersalin, tetapi sering kali suami hanya menunggu istri di luar ruang
persalinan, dan melakukan aktivitas lain seperti tertidur, menonton tv, atau
meninggalkan ruangan dalam waktu yang agak lama. Perilaku ini ditunjukkan suami
karena mereka yakin tidak banyak yang dapat mereka lakukan, sehinga
menyerahkan sepenuhnya pada penolong persalinan. Alasan suami memilih peran
hanya sebagai saksi karena kurangnya kepercayaan diri atau memang
kehadirannya kurang diinginkan oleh istri.

Ketiga peran suami dalam proses persalinan dapat diidentifikasi dari keinginan dan
pengetahuan suami tentang peran utamanya sebagai pendamping persalinan. Sikap
suami untuk menjadi pendamping persalinan dapat ditunjukkan dengan tindakannya
dalam antisipasi persalinan. Suami dapat mempersiapkan sendiri sebelum hari
persalinan, seperti mempersiapkan segala kebutuhan selama mendampingi istri di
rumah sakit atau tempat bersalin. Suami dapat meminta informasi atau mengajukan
pertanyaan kepada dokter, bidan, atau perawat untuk mengatahui apa yang dapat
diterima, dipertimbangkan atau ditolak.

2)      Manfaat Pendampingan

Bagi suami yang siap mental mendampingi istrinya selama proses persalinan dapat
memberikan manfaat seperti :

a) Ikut bertanggung jawab mempersiapkan kekuatan mental istri dalam menghadapi


persalinan.
b) Memberi rasa tenang dan penguat psikis pada istri.
Suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan tenang
yang diharapkan istri selama proses persalinan. Ditengah kondisi yang tidak
nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan dan semangat untuk mengurangi
kecemasan dan ketakutannya.
c) Selalu ada bila dibutuhkan.
Dengan berada di samping istri, suami siap membantu apa saja yang dibutuhkan
istri.

12
d)  Kedekatan emosi suami istri bertambah.
Suami akan melihat sendiri perjuangan hidup dan mati sang istri saat melahirkan
anak sehingga membuatnya semakin sayang kepada istrinya.
e) Menumbuhkan naluri kebapakan
f)  Suami akan lebih menghargai istri
Melihat pengorbanan istri saat persalinan suami akan dapat lebih menghargai
istrinya dan menjaga perilakunya. Karena dia akan mengingat bagaimana
besarnya pengorbanan istrinya.
g) Membantu keberhasilan IMD
IMD merupakan Inisiasi Menyusui Dini yang akan digalakkan oleh pemerintah
untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. IMD akan tercapai dengan adanya
dukungan dari suami terhadap istrinya.
h)  Pemenuhan nutisi
Nutrisi ibu saat melahirkan akan terpenuhi karena tugas pendamping adalah
memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan tubuh ibu yaitu dengan cara pemberian
makan dan minum saat kontraksi rahim ibu mulai melemah.
i) Membantu mengurangi rasa nyeri saat persalinan
Dengan adanya  pendamping maka akan memberikan rasa nyaman dan aman
bagi ibu yang sedang mengalami persalinan karena adanya dukungan dari orang
yang paling di sayang sehingga mampu mengurangi rasa sakit dan nyeri yang
dialami.
j) Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan mengalami
waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil
persalinan akan lebih baik.

5.      Faktor Penghambat Peran Pendamping

Bila suami tidak bersedia mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan
berkecil hati, mungkin suami tidak tega melihat istrinya kesakitan, jadi jangan paksa
suami karena hal ini berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar, pada
proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri terutama jika suami tahu
banyak tentang proses melahirkan.

13
Para suami sering mengeluh betapa tertekannya mereka karena sama sekali tidak tahu
apa yang harus dikerjakan untuk menolong istrinya. (Lutfiatus Sholilah, 2004). Situasi
atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama proses persalinan seperti:

a. Suami tidak siap mental


Umumnya suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istrinya kesakitan atau tidak
tahan bila harus melihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini
bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin. Faktor penyebab
ketakutan dan kecemasan suami terhadap proses persalinan menurut Martin,
2008; Sapkota, Kobayashi & Takase, 2010) diantaranya : 
 Takut dengan ancaman kematian istri dan bayinya
  Cemas dengan proses persalinan yang penuh tekanan
 Kurang keyakinan dan percaya diri menjadi pendamping persalinan
 Kurangnya dukungan sosial
b. Tidak diizinkan pihak RS

Beberapa RS tidak mengizinkan kehadiran pendamping selain petugas medis bagi


ibu yang menjalani proses persalinan, baik normal maupun caesar. Beberapa
alasan yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu
konsentrasi etugas medis yang telah membantu proses persalinan, tempat yang
tidak luas dan kesterilan ruang operasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang
luar.

c. Suami sedang dinas

Apabila suami sedang dinas ketempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan
untuk pulang untuk menemani istri bersalin tentu istri harus memahami kondisi ini.
Walaupun tidak ada suami masih ada anggota keluarga lain seperti ibu yang dapat
menemani. Momen persalinan pun dapat di filmkan dalam kamera video, sehingga
saat kembali dari dinas suami dapat melihat kelahiran buah hatinya.

14
2.2. Pemeriksaan Dalam Secara Aseptik Sesuai Indikasi Dengan
Memperhatikan Hak dan Privasi Klien.
Kebiasaan Kebidanan Dulu Yang bertentangan dengan tindakan secara Aseptik dan
tidak memperhatikan hak dan privasi klien.

Membaca sejarah praktek pertolongan persalinan dari tahun ke tahun membuat kita
semakin tahu perkembangan dari tahun ke tahun proses persalinan dan pertolongannya.
Banyak perubahan yang terjadi dalam praktek persalinan, ada yang bagus, namun ada
juga yang tidak bagus. Berikut adalah praktik kebidanan terdahulu seperti pemeriksaan
dalam yang tidak memperhatikan prosedur secara aseptik , hak dan privasi klien yang
kami angkat dari berbagai sumber.

Dahulu
1. Abad Pertengahan dan Renaissance (AD 500-1500), Benua Eropa: para Barber-ahli
bedah mulai mencoba untuk memonopoli layanan persalinan. Wanita dilarang untuk
melakukan praktek kedokteran atau kebidanan, dan bidan banyak dituduh sebagai
penyihir dan dibunuh. Kebidanan pada saat itu masih penuh dengan takhayul dan sangat
rahasia (praktek dan pengetahuan tidak dibagi antara bidan saat ini). Bahkan dari abad
ke-14 sampai ke-17 banyak bidan dan dukun perempuan yang dituduh sebagai penyihir
dan diburu dan dieksekusi .

2. Dia beberapa negara Itu bahkan berlaku sampai tahun 1970-an dimana ayah diizinkan
masuk ke kamar bersalin, dan pada waktu mereka harus berdiri di sudut dan hanya
menonton. 

3. 1750-1880-an: Dokter tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan dan mereka
bergaul dengan infeksi dan mereka bisa saja tidak cuci tangan saat menolong
melahirkan bayi padahal sebelumnya mereka melakukan otopsi pada jenasah dan
itupun juga tidak mencuci tangan. Sehingga tingkat infeksi pada saat itu sangat tinggi.

15
Sekarang

Dari pemaparan diatas dapat dilihat perbedaan dengan praktik kebidanan yang
berlaku sekarang antara lain:
1. Sekarang bidan di dominasi oleh perempuan dan salah satu sumber mengatakan
IBI tidak membenarkan bidan berjenis kelamin laki-laki, seperti pada masa
Renaissance praktik kebidanan di lakukan oleh laki-laki dan perempuan dilarang
keras melakukan praktik tersebut, disini dapat di simpulkan terdapat hak dan
privasi klien di langgar karena mereka tidak berhak dan tidak terdapat pilihan
bidan berjenis kelamin perempuan dan beberapa wanita tidak nyaman bila area
pribadi yang menjadi privasi mereka di lihat oleh lawan jenis yang bukan
pasangannya.

2. Seperti halnya point pertama hal ini melanggar hak dan privasi klien yang
memperbolehkan ayah masuk ke ruang bersalin dan menonton proses
persalinan,
bahkan untuk membicarakannya saja sudah tidak nyaman rasanya tidak etis ayah
dapat
melihat langsung area pribadi anak perempuan mereka yang sudah dewasa.
Sekarang wanita melahirkan boleh memilih pendamping persalinan yang mereka
kehendaki.

3. Disini jelas bahwa tenaga kesehatan pada masa sebelumnya tidak mengetahui
dan melakukan tindakan secara aseptik. Masa sekarang tenaga kesehatan
diwajibkan memncuci tangan sebelum dan sesudah melakukan prosedur sesuai
SOP dan memakai APD yang berdasarkan evidence based untuk melindungi
pasien dan tenaga kesehatan itu sendiri.

 Pemeriksaan Dalam Secara Aseptik Sesuai Indikasi Dengan Memperhatikan


Hak Dan Privasi Pasien Berdasarkan Evidence Based.
Pemeriksaan dalam adalah tindakan memasukkan tangan ke dalam jalan lahir ibu
bersalin untuk memantau perkembangan proses persalinan atau lazim disebut VT
(vaginal toucher atau vaginal tousse atau periksa dalam dan sejenisnya) bukanlah
sesuatu yang mudah.
16

Selain perlu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, tetapi juga butuh perasaan.


Karena jari pemeriksa masuk, maka jari itu tidak boleh dikeluarkan sebelum
pemeriksaan dalam selesai.

Tujuan :
1. Untuk menentukan apakah pasien sudah sungguh-sungguh in partu atau belum.
2. Untuk menentukan keadaan yang menjadi tolak ukur dari rencana pimpinan
persalinan.
Misalnya:
Seorang primigravida masuk dengan pembukaan 4cm, maka pembukaan lengkap
diharapkan sesudah 6 jam.
3. Untuk menentukan ramalan persalinan dengan lebih tepat.
4. Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses persalinan
sesuai dengan yang diharapkan.
5. Sebagai bagian dalam menegakkan diagnosa kehamilan muda.

Indikasi

A. Indikasi vaginal toucher pada kasus kehamilan atau persalinan:


1. Ketuban pecah sedangkan bagian depan masih tinggi.
Kejadian ini mungkin menyebabkan tali pusat menumbung yang harus secepat-
cepatnya didiagnosa, maka karena itu diperiksa dengan vaginal toucher
(pemeriksaan dalam).
2.  Kita mengharapkan pembukaan lengkap.
Pada keadaan ini kita melakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui apakah
persalinan maju menurut rencana waktu dan kalau memang sudah terdapat
pembukaan yang lengkap, pimpinan persalinan berubah misalnya pasien
diizinkan dan dipimpin untuk mengejan.
3. Bila ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan misalnya: Karena ibu kurang
baik atau keadaan anak yang kurang baik. Untuk menentukan caranya
menyelesaikan persalinan perlu melakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu.
17
4. Pada saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk menentukan fase persalinan
dan diagnosa letak janin.
5.  Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada tidaknya prolapsus
bagian kecil janin atau talipusat.
6.  Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu digunakan untuk
melakukan evaluasi kapasitas panggul (pelvimetri klinik) dan menentukan
apakah ada
7. kelainan pada jalan lahir yang diperkirakan akan dapat mengganggu jalannya
proses persalinan pervaginam.

Kontraindikasi
Perdarahan, Hymen intake, Infeksi vagina, Perdarahan, Plasenta previa, Ketuban
pecah dini, Persalinan preterm.

Teknik Melakukan Pemeriksaan Dalam

Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks,


status ketuban, dan bagian presentasi janin serta station. Sebelum melakukan
pemeriksaan dalam sebaiknya seorang bidan mempersiapkan ibu. Informasi yang
akan anda kaji sebelum melakukan pemeriksaan dalam:
a. Status gravida
b. Status paritas
c. Usia kehamilan
d. Riwayat perdarahan/perdarahan bercak
e. Riwayat kemungkinan pecah ketuban

Peringatan: jika ketuban pecah dan ibu tidak berada dalam persalinan aktif, jangan
lakukan pemeriksaan dalam. Lakukan pemeriksaan spekulum untuk memperoleh
cairan ferning dan untuk mengkaji status serviks secara visual.
18
Persiapan ibu sebelum dilakukan pemeriksaan dalam:
1. Minta ibu mengosongkan kandung kemih sebelum pemeriksaan
2. Beritahukan kepada ibu, dengan kata-kata atau istilah yang dapat ia pahami,
tentang semua prosedur yang akan anda lakukan dan beritahu semua temuan
pemeriksaan kepada ibu. Panggil ibu menggunakan namanya.
3. Ingatkan ibu terlebih dahulu jika anad aingin memberikan penekanan tambahan
atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
4. Bantu ibu berbaring diranjang pemeriksaan dengan tungkai ditekuk sedemikian
rupa sehingga kaki menapak di ranjang atau naik di pijakan kaki. Letakkan tangan
diatas abdomen atau disisi tubuhnya sehingga memberikan rasa nyaman dan
relaksasi ibu.
5. Selimui tungkai ibu

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan periksa dalam :


1. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian keringkan dengan
handuk kering dan bersih.
2.  Minta ibu untuk berkemih dan mencuci area genitalia (jika ibu belum
melakukannya) dengan bersih.
3. Jelaskan pada ibu setiap langkah yang akan dilakukan selama pemeriksaan.
4. Anjurkan ibu untuk rileks.
5. Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.

Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam :


1. Tutupi badan ibu dengan selimut.
2.   Minta ibu berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan
(mungkin akan membantu jika ibu menempelkan kedua telapak kakinya satu
sama lain).
3. Gunakan sarung tangan DTT atau steril saat melakukan pemeriksaan.
4. Gunakan kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT/larutan
antiseptic. Basuh labia secara hati-hati, seka dari bagian depan ke belakang
untuk menghindarkan kontaminasi feses (tinja).
19
5. Periksa genitalia eksterna, perhatikan apakah ada luka atau massa (benjolan)
termasuk kondilomata, varikositas vulva atau rectum, atau luka parut diperineum.

Melakukan penilaian terhadap :


1. Cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah, perdarahan pervaginam
atau mekonium.
2. Jika ada perdarahan pervaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam.
3. Bila ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika terlihat
pewarnaan mekonium, nilai apakah kental atau encer dan periksa DJJ
4. Jika mekonium encer dan DJJ normal, teruskan memantau DJJ dengan seksama
menurut petunjuk pada partograf.
5. Jika ada tanda-tanda akan terjadi gawat janin, lakukan rujukan segera.
6. Jika mekonium kental, nilai DJJ dan rujuk segera.
7.  Jika tercium bau busuk, mungkin telah terjadi infeksi.
8.  Dengan hati-hati pilahkan labia mayora dengan jari manis dan ibu jari(gunakan
tangan periksa).
9. Masukkan (hati-hati jari telunjuk yang diikuti oleh jari tengah)
10. Jangan mengeluarkan kedua jari tersebut sampai pemeriksaan selesai dilakukan.
11. Jika selaput ketuban belum pecah, jangan melakukan tindakan
amniotomi(merobeknya). Alasannya amniotomi sebelum waktunya dapat
meningkatkan resiko infeksi terhadap ibu dan bayi serta gawat janin.
12.  Nilai vagina. Luka parut di vagina mengindikasikan adanya riwayat robekan
perineum atau tindakan episiotomy sebelumnya.
13.  Nilai portio uteri : konsistensi (lunak, kaku) dan posisi.
14. Nilai pembukaan dan penipisan serviks.
15. Pastikan tali pusat dan atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba
pada saat melakukan periksa dalam. Jika teraba maka ikuti langkah-langkah
gawat darurat dan segera rujuk
16. Nilai penurunan bagian terbawah janin dan tentukan apakah bagian tersebut
telah masuk ke dalam rongga panggul.

20
17. Jika bagian terbawah adalah kepala, pastikan penunjuknya (Ubun-ubun
kecil,ubun-ubun besar atau frontanela magna) dan celah (sutura) digitalis untuk
menilai derajat penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah
ukuran kepala janin sesuai dengan ukuran jalan lahir.
18. Lakukan penilaian penurunan kepala terhadap bidang Hodge. Jika bagian
terbawah janin adalah bokong, maka lakukan penilaian penurunan bokong
sampai dengan SIAS.
19. Jika pemeriksaan terbawah sudah lengkap, keluarkan kedua jari pemeriksaan
(hati-hati), celupkan sarung tangan kedalam larutan untuk
dekontaminasi,lapaskan kedua sarung tangan tadi secara terbalik dan rendam
dalam larutan dekontaminan selama 10 menit.
20.  Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk yang bersih dan
kering.
21. Bantu ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman.
22. Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarganya.

 Komplikasi:
Bahaya pemeriksaan dalam (Vaginal Toucher) :
1. Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat.
2. Peningkatan resiko terjadinya infeksi.
3. Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.

2.3 Penggunaan Partograf dan Deteksi Tanda-Tanda Bahaya (Kala I,


Kala II, Kala III, Kala IV).
Saat ini ketakutan terhadap kematian pada saat melahirkan sudah sangat berkurang,
sebagian besar ibu-ibu di jaman sekarang mampu melewati proses persalinan dengan
keadaan sehat, demikian juga bayinya, walaupun angka kematian ibu dan bayi di
indonesia masih tinggi, namun secara global juamlahnya sudah sangat berkurang
dibanding dahulu.

21
Para pendukung dunia kedokteran masa kirni menyatakan bahwa sekarang ini para
ibu dapat melahirkan dengan lebih aman, namun beberapa kelompok yang tidak
sependapat menyatakan bahwa sekarang ini justru semakin buruk keadaannya
mengingat lebih dari 25%
ibu melahirkan secara Caesar, yang resikonya lebih besar. Berikut Kita paparkan
perbedaan proses persalinan terdahulu dan sekarang yang sesuai dengan evidence
based.
Dahulu 
1. Beberapa catatan tentang proses persalinan pada jaman dahulu itu adalah bahwa
perempuan yang mau melahirkan dicambuk untuk menginduksi persalinan. Ada
catatan dari sebuah kisah tentang satu pengalaman melahirkan di mana pada
abad pertengahan Ratu Jerman memiliki 20 luka cambuk ketika dia melahirkan,
dan karena itulah dia melahirkan dengan sukses.

2. Tahun 1596: adalah tahun pertama kali di catat sejarah lengkap caesar oleh
Scipione Mercurio yang kemudian menginstruksikan bahwa untuk melakukan
bedah caesar, Anda perlu empat asisten yang kuat untuk menahan pasien turun
atau memberontak ketika irisan dibuat, kemudian oleskan ramuan herbal cair
bervariasi sebelum mengeluarkan bayi.

3. Saat itu Kepercayaan utama adalah bahwa nyeri persalinan adalah hukuman
wanita untuk dosa Hawa.

4. Kelahiran yang bermasalah mungkin adalah nomor satu penyebab kematian ibu
melahirkan, sebelumnya ke 1600-an. Dengan penemuan forsep, maka tingkat
kelangsungan hidup ibu dan bayi saat melahirkan meningkat. Forcep diciptakan
oleh William Chaberlen, Penggunaan forsep benar-benar dirintis oleh William
Smellie (1697-1763), ia adalah seorang dokter kedokteran keluarga di Skotlandia.

5. 1772: 20 persen wanita menderita demam nifas, hampir semuanya meninggal.


Penyebabnya diduga karena : kepadatan penduduk, bersalin.

22
6. 1816: The stetoskop pertama untuk mendengarkan bunyi jantung janin eksternal
diperkenalkan oleh Rene Laennec TH. stetoskop tersebut Diadaptasia dan di
modifikasi, yang disebut Pinard tanduk dan fetoscopes, dan hingga saat ini banyak
digunakan.

7. 1898: Agustus Karl Gustav Bier (24 November 1861,  – 12 Maret 1949) adalah
seorang dokter ahli bedah di Jerman yang menyuntik kokain ke tulang belakang
asistennya saat melahirkan (ini adalah awal ditemukannya epidural). Ini membuat
tubuh mati rasa, tetapi keesokan harinya pasien tersebut bangun dengan muntah
yang mengerikan dan sakit kepala.

8. 1902-1960-an: Skopolamin, yang menyebabkan amnesia, digunakan selama


persalinan.

9. 1914: New England Twilight Sleep Association ini didirikan untuk memaksa rumah
sakit untuk menetapkan prosedur. Perempuan Kelas atas membentuk Twilight
Sleep Societies, dan itu menjadi tanda keunggulan jika menggunakannya saat
melahirkan. Twilight Sleep adalah kombinasi dari morfin, untuk menghilangkan
rasa sakit, dan skopolamin, sebuah amnesia yang menyebabkan perempuan tidak
memiliki kenangan saat melahirkan. perempuan Kelas atas awalnya menyambut
ini sebagai simbol kemajuan medis, meskipun efek negatifnya kemudian
dipublikasikan. 1914-an 1960-an: Pengekangan pada pergelangan kaki dan
pergelangan tangan digunakan untuk menjaga perempuan dari melukai diri
mereka di bawah pengaruh Twilight Sleep. 1940: 95 persen Twilight Sleep. Ini
dosis berat narkotika dan amnesia sepenuhnya lumpuh perempuan yang
melahirkan dan menyebabkan perempuan kehilangan kontrol. Kematian ibu adalah
47 kematian per 1.000.

10. 1920: Forceps digunakan di 30 persen kelahiran. Buku teks kebidanan yang paling
sering digunakan, oleh Dr Joseph DeLee, menyatakan bahwa melahirkan adalah
proses patologis. Sedikit upaya untuk mencegah masalah, ia mengusulkan bahwa
pengasuh (bidan atau dokter) harus melakukan intervensi rutin.
23
Dia menyarankan bahwa ibu bersalin jika tenang pada awal tenaga kerja,
memungkinkan leher rahim membesar, memberikan eter selama tahap mendorong
atau mengejan, memotong episiotomi, melahirkan bayi dengan forceps, ekstrak
plasenta, memberikan obat untuk merangsang rahim berkontraksi, dan perbaikan
episiotomi itu. Karena dokter kandungan di Amerika, merawat ibu bersalin melalui
penggunaan intervensi rutin sebagai cara untuk mengendalikan jalannya
persalinan. Hal ini menyebabkan setiap wanita dalam persalinan ditangani dengan
cara ini. Untuk sebagian besar Amerika, paradigma medis dalam persalinan yang
diwariskan dari Dr DeLee masih dilakukan hingga sekarang, demikian halnya di
Indonesia karena di Indonesia masih mengacu ke tehnologi Barat.

11. 1979: Penelitian pertama dilakukan pada anestesi persalinan, termasuk


penggunaan Demerol.

Sekarang :
1. Point pertama, kedua dan ketiga diatas pada persalinan terdahulu sangat
bertentangan dengan asuhan yang berdasarkan evidence based yang berlaku saat in.
Sekarang persalinan terfokus pada Asuhan Sayang Ibu yaitu asuhan yang
menghargai keinginan ibu pada asuhan yang aman selama proses persalinan dan di
harapkan dapat menurunkan angka kematian maternal dan neonatal.
2. Point Ke 4 dan ke 10 terkait penggunaan forcep dan intervensi rutin saat persalinan
yang dilakukan oleh dokter atau bidan. Sekarang Forcep hanya digunakan pada
kondisi tertentu dan hanya boleh digunakan oleh dokter spesialis. Bidan hanya
melakukan persalinan normal tanpa intervensi dan berlangsung alami. Persalinan
bukan proses patologis tapi hal yang normal terjadi pada wanita usia subur yang
memiliki pasangan.
3. Demam nifas atau infeksi nifas terjadi karena proses persalinan dan perawatan pasca
persalinan yang buruk serta sanitasi dan nutrisi yang buruk. Dan untuk menghindari
hal tersebut bidan wajib melakukan pemantauan kala IV selama 2 jam dan hasil di
dokumentasikan pada bagian khusus di partograf dan bidan juga diharuskan
melaksanakan kunjungan nifas yaitu home visit untuk menghindari resiko tersebut.

24
4. Pemeriksaan DJJ bayi adalah elemen penting untuk menyelamatkan bayi dan ibu dan
teknologi sekarang jauh berkembang untuk proses pemeriksaannya, banyak sudah
menggunakan alat digital walaupun masih ada yang menggunakan manual. Dengan
hasil pemeriksaan yang lebih akurat dan di catat setiap 30 menit sekali pada
partograf. Untuk deteksi dini apabila terjadi gawat janin.
5. Kokain, Spokolamin, morfin merupakan jenis narkotika berbahaya yang dilarang keras
peredarannya dan demerol merupakan obat penghilang rasa nyeri yang dapat
menyebabkan ketergantungan dan kematian. Sekarang proses persalinan
berlangsung alami dan tanpa
6. intervensi dan tidak menggunakan obat-obatan berbahaya yang mengancam jiwa ibu
dan bayi. Dan setiap obat-obatan yang di berikan selama proses di dokumentasikan
pada partograf.

Partograf merupakan kemajuan teknologi kebidanan berdasarkan evidence based


sebagai alat bantu sederhana yang mempermudah penolong persalinan untuk
mengobeservasi , dan untuk pengambilan keputusan klinis kapan harus waspada dan
bertindak. Sehingga nyawa ibu dan bayi dapat di selamat tepat waktu tanpa
keterlambatan dalam pengambilan keputusan. Berikut akan di bahas lebih jauh
tentang partograf.

 Penggunaan Partograf dan Deteksi Tanda-Tanda Bahaya (Kala I, Kala II, Kala
III, Kala IV).

Partograf merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi,


anamnesa dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan dan sangat penting khususnya
untuk membuat keputusan klinis selama kala I persalinan.

Kegunaan utama dari partograf adalah :

- Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan memeriksa dilatasi


serviks saat pemeriksaan dalam.

- Menentukan apakah persalinan berjalan normal dan mendeteksi dini persalinan lama
sehingga bidan dapat membuat deteksi dini mengenai kemungkinan persalinan lama.

25
Jika digunakan secara tepat dan konsisten, maka partograf akan membantu penolong
persalinan untuk :

1. Mencatat kemajuan persalinan.


2. Mencatat kondisi ibu dan janinnya.
3. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
4. Menggunakan informasi yang tercatat untuk secara dini mengidentifikasi adanya
penyulit.
5. Menggunakan informasi yang ada untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat waktu.

Partograf harus digunakan :

 Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen penting
asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa ataupun adanya
penyulit. Partograf akan membantu penolong persalinan dalam memantau,
mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang
disertai dengan penyulit.
 Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit, dll).
 Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada
ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, Bidan, dokter umum,
residen dan mahasiswa kedokteran).

Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah
terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.

Halaman depan partograf mencantumkan :

a. Informasi tentang ibu


b. Kondisi janin
c. Kemajuan persalinan
d. Jam dan waktu
e. Kontraksi uterus
f. Obat-obat dan cairan yang diberikan

26
g. Kondisi ibu
h. Asuhan pengamatan dan keputusan klinik lainnya

Pencatatan selama fase laten persalinan

Kala satu dalam persalinan dibagi menjadi fase laten dan fase aktif yang dibatasi
oleh pembukaan serviks :

 Fase laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm.


 Fase aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm

Selama fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan


harus di catat. Hal ini dapat direkam secara terpisah dalam catatan kemajuan
persalinan atau pada Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu
harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua
asuhan dan intervensi harus dicatat. Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai
dan dicatat secara seksama, yaitu :
         Denyut Jantung Janin : setiap ½ jam.
         Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam.
         Nadi : setiap ½ jam
         Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
         Penurunan : setiap 4 jam.
         Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam.
         Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.

Jika ditemui tanda – tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi, harus lebih
sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila dalam diagnosis
ditetapkan adanya penyulit dalam persalinan. Jika frekuensi kontraksi berkurang
dalam satu atau dua jam pertama, nilai ulang kesehatan dan kondisi aktual ibu
dan bayinya. Bila tidak ada tanda – tanda kegawatan atau penyulit, ibu
dipulangkan dan dipesankan untuk kembali jika kontraksinya menjadi teratur dan
lebih sering. Jika asuhan dilakukan di rumah, penolong persalinan boleh
meninggalkan ibu hanya setelah dipastikan bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi
baik.
27
Pesankan pada ibu dan keluarganya untuk memberitahu penolong persalinan jika
terjadi peningkatan frekuensi kontraksi.

Pencatatan selama fase aktif persalinan (partograf)


1.      Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan
persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai : ‘jam’ pada partograf) dan
perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu
terjadinya pecah ketuban.

2.      Keselamatan dan kenyamanan janin

 Denyut jantung janin


Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada
tanda – tanda gawat janin). Setiap kotak pada bagian ini, menunjukkan waktu 30
menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ
dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang
menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya
dengan garis tidak terputus. Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antara
garis tebal angka 180 dan 100. Tetapi, penolong sudah harus waspada bila DJJ di
bawah 120 atau diatas 160.

 Warna dan adanya air ketuban


Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air
ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan – temuan dalam kotak yang
sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan lambang – lambang berikut ini :
         U   : Ketuban utuh (belum pecah)
         J    : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
         M  : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
         D   : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
         K   : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (“kering”)
28
 Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat
janin. 
Jika terdapat mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk mengenali tanda –
tanda gawat janin selama proses persalinan. Jika ada tanda – tanda gawat janin
(denyut jantung janin < 100 atau > 180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke
fasilias kesehatan yang sesuai. Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera
rujuk ibu ke tempat yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
baru lahir.

 Molase (penyusupan kepala janin)


Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling
menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi
tulang panggul (CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar – benar terjadi
jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan. Apabila ada
dugaan disproporsi tulang panggul,

penting sekali untuk tetap memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan.
Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan tanda –
tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai. Setiap kali
melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin. Catat temuan di
kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang – lambang
berikut ini :
0 : tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi.
1 : tulang – tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2  : tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan
3 : tulang – tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan.
29
 3. Kemajuan persalinan
-     Pembukaan serviks
            Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada
tanda – tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada
partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda ‘X’ harus ditulis di garis
waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk
temuan – temuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali
selama fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan tanda ‘X’ dari setiap
pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).

-     Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin


             Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering jika
ada tanda – tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian terbawah atau
presentasi janin. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks
umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Tapi
kadangkala, turunnya bagian terbawah / presentasi janin baru terjadi setelah
pembukaan serviks sebesar 7 cm. Kata – kata “Turunnya kepala” dan garis tidak
terputus dari 0 – 5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks.
Berikan tanda ‘O’ pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika kepala bisa
dipalpasi 4/5, tuliskan tanda ‘O’ di nomor 4. hubungkan tanda ‘O’ dari setiap
pemeriksaan dengan garis tidak terputus.

-     Garis waspada dan garis bertindak


             Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik di
mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam.
Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika
pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan
kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit
(misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll). Pertimbangkan pula adanya
tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya persiapan rujukan ke fasilitas
kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang mampu menangani
penyulit dan kegawatdaruratan obstetri. 
30

Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak


atau 4 jalur ke sisi kanan. 
Jika pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis bertindak, maka
tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan. Ibu harus tiba di
tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.

4.      Jam dan waktu


-          Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak –
kotak yang diberi angka 1 – 16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak
dimulainya fase aktif persalinan.

-          Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan


Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak – kotak untuk
mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan
satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur
kotak di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase
aktif persalinan, catatkan pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian
catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai
contoh, jika pemeriksaan dalam menunjukkan ibu mengalami pembukaan 6 cm
pada pukul 15.00, tuliskan tanda ‘X’ di garis waspada yang sesuai dengan angka
6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu yang sesuai pada kotak
waktu di bawahnya (kotak ketiga dari kiri).

5.      Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima jalur kotak dengan tulisan “kontraksi
per 10 menit” disebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu
kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi
dalam waktu 10 menit dengan mengisi angka pada kotak satu kali 10 menit, isi 3
kotak.

31

Nyatakan lamanya kontraksi dengan :


 Beri ....... titik – titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya
kurang dari 20 detik.
Beri ////// garis – garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya 20 – 40 detik.
Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya lebih
dari 40 detik.

0     1          2          3      

Dalam waktu 30 menit pertama :


 Dua kontraksi dalam 10 menit. Lamanya kurang dari 20 detik

Dalam waktu 30 menit yang ke-lima :


Tiga kontraksi dalam waktu 10 menit. Lamanya 20 – 40 detik

Dalam waktu 30 menit ke-tujuh :


Lima kontraksi dalam 10 menit.  Lamanya lebih dari 40 detik

INGAT :
1.      Periksa frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap jam selama fase laten
dan setiap 30 menit selama fase aktif.
2.      Nilai frekuensi dan lamanya kontraksi selama 10 menit.
3.      Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang sesuai/yang telah
ditentukan.
32
4.      Catat temuan – temuan di kotak yang bersesuaian dengan waktu penilaian.

6.      Obat – obatan dan cairan yang diberikan


-     Oksitosin
      Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit
jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan
tetesan per menit.

-     Obat – obatan lain dan cairan IV


      Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/ atau cairan IV dalam
kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.

7.      Kesehatan dan kenyamanan ibu


-     Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
            Angka disebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan
darah ibu.
         Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan.
(lebih sering jika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda titik pada kolom waktu
yang sesuai ().
         Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif
persalinan (lebih sering jika dianggap akan adanya penyulit). Beri tanda
panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai :         
         Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika meningkat, atau
dianggap adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh dalam
kotak yang sesuai.                                        
-     Volume urin, protein atau aseton
      Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali
ibu berkemih). Jika memungkinkan setiap ibu berkemih, lakukan pemeriksaan
adanya aseton atau protein dalam urin.
33
8.      Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar
kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan.
Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan paersalinan.
Asuhan, pengamatan dan / atau keputusan klinik mencakup :
 Jumlah cairan per oral yang diberikan.
 Keluhan sakit kepala atau penglihatan kabur.
 Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (obgin, bidan, dokter umum).
 Persiapan sebelum melakukan rujukan.
 Upaya rujukan.

                            Tabel : Parameter monitorinng persalinan (Partograf)                            

Parameter Temuan abnormal


Tekanan darah > 140/90 dengan sedikitnya satu tanda/gejala
pre-eklampsia
Temperatur > 38oC
Nadi > 100 x/menit
DJJ < 100 atau > 180 x/menit
Kontraksi < 3 dalam 10 menit, berlangsung < 40 detik,
ketukan di palpasi lemah
Serviks Partograf melewati garis waspada pada fase
aktif
Cairan amnion Mekonium, darah, bau
Urin Volume sedikit dan pekat

Pencatatan pada lembar belakang partograf


Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal – hal yang terjadi
selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan – tindakan yang dilakukan sejak
persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini
disebut sebagai Catatan Persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu
dalam masa nifas terutama selama persalinan kala IV untuk memungkinkan penolong
persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai.
34
Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik, terutama pada
pemantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu,
catatan persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan
untuk menilai / memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan
yang bersih dan aman.
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur – unsur berikut :
a.      Data dasar
b.      Kala I
c.       Kala II
d.      Kala III
e.       Bayi baru lahir
f.       Kala IV
Cara pengisian :
Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap pemeriksaan,
lembar partograf ini diisi setelah seluruh proses persalinan selesai. Adapun cara
pengisian catatan persalinan pada lembar belakang partograf secara lebih terinci
disampaikan menurut unsur – unsurnya sebagai berikut :

A.    Data Dasar
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, catatan, alasan merujuk,
tempat rujukan dan pendamping pada saat merujuk. Isi data pada masing – masing
tempat yang telah disediakan, atau dengan cara memberi tanda pada kotak di samping
jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 5, lingkari jawaban yang sesuai dan
untuk pertanyaan nomor 8 jawaban bisa lebih dari satu.
Data dasar adalah yang perlu dipenuhi adalah sebagai berikut:
1. Tanggal...........................................................................................
.................
2. Nama Bidan .................................................................................................

3. Tempat
persalinan : ..........................................................................................
                Rumah ibu                                           Puskesmas
                Polindes                                               Rumah sakit
                Klinik swasta                                        Lainnya .......................................
4. Alamat tempat persalinan :                     

5. Catatan :     rujuk, kala : I / II / III / IV

6. Alasan
merujuk : ...............................................................................................
7. Tempat
rujukan : ..............................................................................................
8. Pendamping saat merujuk :

Bidan                                                     Teman
            Suami                                                    Dukun
     Keluarga                                                Tidak ada

35

B.     Kala I
Kala I terdiri dari pertanyaan – pertanyaan tentang partograf saat melewati garis
waspada, masalah – masalah yang dihadapi, penatalaksanaannya, dan hasil
penatalaksanaan tersebut. Untuk pertanyaan nomor 9, lingkari jawaban yang sesuai.
Pertanyaan lainnya hanya diisi jika terdapat masalah lainnya dalam persalinan.

36
9. Partograf melewati garis waspada : Y / T
10. Masalah lain, sebutkan: ………………………………………….
11. Penatalaksanaan masalah tsb:
……………………………………
12. Hasilnya: ......................................................

C.    Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu,
masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. Beri tanda “” pada kotak di
samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 13, jika jawabannya “Ya”,
tulis indikasinya sedangkan untuk nomor 15 dan 16 jika jawabannya “Ya”, isi jenis
tindakan yang telah dilakukan. Untuk pertanyaan nomor 14, jawaban bisa lebih dari
1. sedangkan untuk ‘masalah lain’ hanya diisi apabila terdapat masalah lain pada
Kala II
3.
Episiotomi : ............................................................................................................
.........
        Ya,
Indikasi ..................................................................................................................
.
        Tidak
14. Pendamping saat persalinan
        Suami                                                                      Dukun
        Keluarga                                                                  Tidak ada
        Teman
15. Gawat janin
        Ya, tindakan yang dilakukan
        a. ...................................................................................................................
................
        b. ...................................................................................................................
................
          Tidak
        Pemeriksaan DJJ setiap 5-10 menit selama kala II,
hasilnya, ........................................
16. Distosia bahu
        Ya, tindakan yang dilakukan
        a. ...................................................................................................................
................
        b. ...................................................................................................................
................
        c. ...................................................................................................................
................
          Tidak
17. Masalah lain,
sebutkan ....................................................................................................
18. Penatalaksanan masalah
tersebut .....................................................................................
19. Hasilnya ......................................................................

D.    Kala III
Kala II terdiri dari lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat
terkendali, masase fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta tidak lahir > 30 menit,
laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah penyerta, pentalaksanaan dan
hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di
samping jawaban yang sesuai. Untuk nomor 25,26 dan 28 lingkari jawaban yang
benar.
20. lama kala
III : .................................................................................................. menit
21. Pemberian oksitosin 10 U IM?
        Ya, Waktu : ...........................................................menit sesudah persalinan
         Tidak, alasan ................................................................................................
22. Pemberian ulang oksitosin (2x)?
        Ya, alasan ......................................................................................................
        Tidak
23. Penegangan tali pusat terkendali?
        Ya
        Tidak, alasan
24. Masase fundus uteri?
        Ya
        Tidak, alasan .................................................................................................
25. Plasenta lahir lengkap (intact) : Ya / Tidak
        Jika tidak lengkap, tindakan yang dilakukan:
        a. ...................................................................................................................
        b. ...................................................................................................................
26. Plasenta tidak lahir >30 m3nit : Ya / tidak
        Ya, tindakan :
        a. ...................................................................................................................
        b. ...................................................................................................................
        c. ...................................................................................................................
27. Laserasi :
        Ya, dimana ....................................................................................................
        Tidak
28. Jika laserasi perineum, derajat: 1 / 2 / 3 / 4
        Tindakan :
          Penjahitan, dengan / tanpa anastesi
          Tidak dijahit, alasan : ...................................................................................
29. Atonia uteri :
        Ya, tindakan :
        a. ...................................................................................................................
        b. ...................................................................................................................
        c. ...................................................................................................................
         Tidak
30. Jumlah
perdarahan : ........................................................................................ ml
31. Masalah lain, sebutkan ....................................................................................
32. Penatalaksanaan masalah
tersebut : .................................................................

38
E.     Bayi baru lahir
Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dari berat dan panjang badan, jenis kelamin,
penilaian kondisi bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan
terpilih dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta beri tanda pada
kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 36 dan 37, lingkari
jawaban yang sesuai sedangkan untuk nomor 38, jawaban bisa lebih dari satu.
28
34. Berat Badan ……………………gram
35. Panjang ………………………..cm
36. Jenis Kelamin : L / P
37. Penilaian bayi baru lahir : baik / ada penyulit
38. Bayi lahir :
                Normal, tindakan
                                Menghangatkan
                                Isap lendir
                                Mengeringkan
                                Selimuti bayi dan tempatkan disisi ibu
               Tindakan pencegahan infeksi mata (salep mata tetrasiklin), pemberian Vit.K,
dan imunisasi Hepatitis β
                Asfiksia ringan/pucat/biru/lemas, tindakan :
                                Menghangatkan
                                Bebaskan jalan nafas
                                Mengeringkan
                                Rangsangan taktil
                                Bungkus bayi dan tempatkan disisi ibu
Lain-lain, sebutkan ...............................................
                                Cacat bawaan, sebutkan : ..........................................
39. Pemberian ASI
       Ya, Waktu:.............................. jam setelah bayi lahir
       Tidak, alasan : ............................................................
40. Masalah lain, sebutkan:...................................................

39

F.     Kala IV
Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus, kontraksi uterus,
kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada kala IV ini sangat penting
terutama untuk menilai apakah terdapat risiko atau terjadi perdarahan
pascapersalinan. Pengisian pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada satu
jam pertama setelah melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi
setiap kolom sesuai dengan hasil pemeriksaan dan jawab pertanyaan mengenai
masalah kala IV pada tempat yang telah disediakan. Bagian yang digelapkan tidak
usah diisi

Ja Tinggi
m Wakt Tekana Nad Suh Fundu Kontraks Kandun Pendaraha
Ke u n darah i u s Uteri i uterus g kemih n
1

Masalah kala IV :
……………………………………………………………………………………….
Penatalaksanaan masalah tersebut :
……………………………………........................................
Pencatatan rutin adalah penting karena :
 Dapat digunakan sebagai alat bantu untuk membuat keputusan klinik dan
mengevaluasi apakah asuhan atau perawatan sudah sesuai dan efektif,
mengidentifikasi kesenjangan pada asuhan yang diberikan dan untuk membuat
perubahan dan peningkatan pada rencana asuhan perawatan.
 Dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan proses membuat keputusan
klinik. Dari aspek metode keperawatan, informasi tentang interfensi atau asuhan
yang bermanfaat dapat dibagikan atau diteruskan kepada tenaga kesehatan
lainnya.
  Merupakan catatan permanen tentang asuhan, perawatan dan obat yang
diberikan.
40
 Dapat dibagikandiantara penolong persalinan. Hal ini menjadi penting jika ternyata
rujukan memang diperlukan karena hal ini berarti lebih dari satu penolong
persalinan akan memberikan perhatian dan asuhan pada ibu atau bayi baru lahir.
  Dapat mempermudah kelangsungan asuhan dari satu kunjungan ke kunjungan
berikutnya, dari satu penolong persalinan dan penolong persalinan lainnya, atau
dari seorang penolong persalinan ke fasilitas kesehatan lainnya. Melalui
pencatatan rutin, penolong persalinan akan mendapat informasi yang relevan dari
setiap ibu atau bayi baru lahir yang diasuhnya.
 Dapat digunakan untuk penelitian atau studi kasus.
  Diperlukan untuk memberi masukkan data statistik nasional dan daerah, termasuk
catatan kematian dan kesakitan ibu/bayi baru lahir.
41

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan report ICM tahun 2011 dan Survey Bidan UNFPA di  58 negara termasuk
Indonesia pada tahun 2010, ditemukan angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi
disemua negara. Secara global angka kematian ibu 91%; 80% of stillbirths; 82% of
newborn mortality).Pada laporan tersebut menyebutkan masih sedikit sekali bidan yang
sungguh berkualitas yang memberikan pelayanan terintegrasi. Rendahnya pelayanan
kegawatdaruratan kebidanan dan asuhan bayi baru lahir (kurangnya fasilitas, staff terlatih
dan peralatan).

Dukungan persalinan adalah asuhan yang sifatnya mendukung yaitu asuhan yang
bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan merupakan suatu standar
pelayanan kebidanan, dimana ibu dibebaskan untuk memilih pendamping persalinan
sesuai keinginannya, misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang
dirinya.

Pemeriksaan dalam adalah tindakan memasukkan tangan ke dalam jalan lahir ibu
bersalin untuk memantau perkembangan proses persalinan atau lazim disebut VT
(vaginal toucher atau vaginal tousse atau periksa dalam dan sejenisnya) bukanlah
sesuatu yang mudah. Selain perlu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, tetapi juga
butuh perasaan. Karena jari pemeriksa masuk, maka jari itu tidak boleh dikeluarkan
sebelum pemeriksaan dalam selesai.

Partograf merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi, anamnesa


dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan dan sangat penting khususnya untuk
membuat keputusan klinis selama kala I persalinan.

42

3.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis akan menyampaikan saran yang di
harapkan dapat berguna bagi pembaca, antara lain :
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang lebih dan terampil dengan
perkembangan zaman yang semakin maju yang tidak hanya terpaku pada pelajaran
tentang kebidanan yang di dapat di bangku perkulihan serta meningkatkan mutu
asuhan kebidanan berdasarkan evidence based.

2. Pelayanan Kesehatan
Diharapkan kepada pelayan kesehatan baik di instansi pemerintah maupun swasta
agar dapat memberikan asuhan kebidanan bermutu berdasarkan evidence based dan
senantiasa memperluas wawasan dan ilmu terbaru melalui media sosial, pelatihan-
pelatihan tentang kebidanan .

3. Bagi Masyarakat
Diharapkan kepada masyarakat agar hendaknya mulai sadar untuk rutin
memeriksakan kehamilan dan melahirkan di fasilitas kesehatan yang bantu oleh
tenaga terampil. Dan meninggalkan praktik tradisional yang merugikan kesehatan ibu
dan BBL
43

DAFTAR PUSTAKA

Departemen RI. (2004).Asuhan Persalinan Normal.Edisi baru dengan


resusitasi.Jakarta:Depatemen RI.

JNPK-KR.2008. Asuhan Persalinan Normal.JNPK-KR Depkes RI,Jakarta

http://www.ibi.or.id//. Asuhan persalinan yang berkualitas.Diakses pada 23 Desember 2020


pukul 00.53 WIB.

http://www.Bidankita.com. Proses Pertolongan persalinan Dulu dan sekarang. Diakses pada


24 Desember 2020 pukul 14.00 WIB.

Http://download.garuda.ristekdikti.co.id. Pelaksanaan Asuhan Sayang Ibu pada proses


persalinan. Diakses pada 24 Desember 2020 pukul 15.00 WIB.
44

Anda mungkin juga menyukai