Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MEMAHAMI TEORI-TEORI BERMAIN AUD


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
BERMAIN DAN APE
Dosen Pengampu :
Yeni Setiyowati, M.Pd

Disusun oleh :
Feridanis Ifadah (2020043480174)
Indi Mutiatul Chasanah (2020043480168)
Kais Nabila Fitriyah (2020043480176)
Lailatul Farikha (2020043480177)

Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini


Sekolah Tinggi Agama Islam Daruttaqwa
Suci Manyar Gresik
2021-2022
i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bermain merupakan salah satu aktivitas jasmani yang sangat disukai anak dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sarana pendidikan
jasmani di sekolah. Bermain bagi anak merupakan kegiatan harian yang sangat menarik
dan menyenangkan untuk dilakukan di waktu luang. Seperti dimukakan oleh Plato dalam
Tedjasaputra (2001) bahwa bermain mempunyai nilai praktis dalam kehidupan anak.
Anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika dengan cara membagi apel kepada
teman-temannya.
Bermain bagi anak mempunyai arti penting terhadap perkembangan fisik, psikis,
maupun sosial anak. Melalui bermain secara fisik anak akan mengalami perubahan dalam
hal pertumbuhan dan perkembangan fisik anak seperti bertambahnya berat dan tinggi
badan serta kemampuan ototnya semakin berkualitas. walaupun selalu beraktifitas secara
terus menerus dalam kesehariannya Melalui bermain juga dapat membantu penguasaan
kemampuan gerak dasar anak, seperti gerak lokomotor, non lokomotor maupun
manipulasi.

Aktivitas bermain juga mampu meningkatkan unsur-unsur kondisi fisik siswa


semakin baik seperti kecepatan, kekuatan, daya ledak, kelentukan, keseimbangan, dan
lain-lain. Secara psikis aktivitas bermain juga mampu membantu perkembangan jiwa
anak secara wajar dalam hal tingkahku, emosi, kecerdasan, keberanian, rasa percaya Diri
dan social. Melalui bermain pun berfungsi melatih bermasyarakat bagi anak-anak, sebab
dengan barmain anak-anak akan bertindak jujur, disiplin dan taat aturan.
Fungsi bermain bagi perkembangan fisik, psikis, maupun sosial anak tidak dapat
dipungkiri oleh karena itu tepatlah aktivitas bermain ini sebagai sarana pembelajaran
pendidikan jasmani di sekolah, selain itu melalui bermain anak merasa senang gembira

1
dalam melakukan aktivitasnya sehingga situasi ini merupakan situasi yang kondusif
untuk kegiatan pembelajaran. Sebab suatu kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani
dengan situasi yang kondusif (menarik, menyenangkan, menggembirakan) akan
mempermudah/mempercepat pencapaian suatu tujuan pembelajaran tersebut. pada masa
tersebut teori psikologi perkembangan anak belum mempunyai sistematika yang teratur,
akibatnya apa yang dikemukakan minat, kapasitas serta pengetahuan anak sulit
dibuktikan.

Dalam dua dekade terakhir ini pertambahan dramatis jumlah anak yang di
identifikasi menderita gangguan kesehatan mental masa anak merupakan salah satu
petunjk dari adanya tekanan yang meningkat yang membebani anak anak di masa
sekarang. Beban ini tampak lebih besar kepada anak usia dini di bandingkan anak yang
usia lebih tua dikarenakan anak usia dini belum mampu untuk mendemontrasikan atau
belum mampu mengemukakan masalah mereka dengan memuaskan secara Verbal.
Berbagai bentuk pesikoterapi dan bimbingan konseling baik tersendiri maupun bersama
obat tampaknya jauh lebih memberikan harapan untuk membantu menuntaskan
permasalah terutama waktu masih usia dini. Untuk mengembangkan mental yang baik
perlu adanya terapi bermain bagi anak yang sekarang semakin terpinggirkan.
Apa bila suatu hari kita mengunjungi taman penitipan anak, maka kita dapat
mengamati adanya perbedaan pertumbuhan dan perkembangan setiap anak terhadap
kemampuan fisik. Pendidikan pada dasarnya tidak melulu menghabiskan waktu di dalam
bangku sekolah formal. akan tetapi pendidikan juga bisa diperoleh disaat bermain dan
belajar. Rata-rata anak kecil cenderung menyukai sebuah permainan. Dalam hal ini lah
permainan mempunyai titik sentral untuk perkembangan seorang anak. Arena ini lah
fungsi permainan bagi anak adalah merangsang pertumbuhan, perkembangan maupun
kecerdasan dasar seorang anak.

2
B. Rumusan masalah

1. Bagaimana teori-teori bermain pada pendidikan AUD ?


2. Apa saja hakikat bermain yang aman untuk AUD ?

C. Tujuan masalah

1. Memahami tentang bermain yang aman untuk AUD.


2. Mengetahui hakikat bermain yang aman untuk AUD.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori-teori bermain

Banyak ahli yang membahas bermain menurut riset dan pandangan mereka
masing-masing. Para ahli sepakat, anak-anak perlu bermain agar mereka dapat mencapai
perkembangan yang optimal. Tanpa bermain, anak akan bermasalah di kemudian hari.

Berikut ini, akan Anda baca pandangan singkat para ahli tentang bermain :
a. Herbert Spencer
Menurut Herbert Spencer (Catron & Allen, 1999) anak bermain karena
mereka punya energi berlebih. Energi ini mendorong mereka untuk melakukan
aktivitas sehingga mereka terbebas dari perasaan tertekan. Hal ini berarti, tanpa
bermain, anak akan mengalami masalah serius karena energi mereka tidak
tersalurkan.
b. Moritz Lazarus
Menurut Moritz Lazarus, anak bermain karena mereka memerlukan
penyegaran kembali atau mengembalikan energi yang habis digunakan untuk
kegiatan rutin sehari-hari. Hal ini mengandung pengertian bahwa apabila tidak
bermain anak akan menderita kelesuan akibat ketiadaan penyegaran.
c. Erikson
Menurut Erikson (1963), bermain membantu anak mengembangkan rasa
harga diri. Alasannya adalah karena dengan bermain anak memperoleh
kemampuan untuk menguasai tubuh mereka, menguasai, dan memahami benda-
benda, serta belajar keterampilan sosial. Anak bermain karena mereka
berinteraksi guna belajar mengkreasikan pengetahuan. Bermain merupakan cara
dan jalan anak berpikir dan menyelesaikan masalah. Anak bermain karena mereka

4
membutuhkan pengalaman langsung dalam interaksi sosial agar mereka
memperoleh dasar kehidupan sosial.
d. Sigmund Freud
Sigmund Freud (1920) melihat bermain dari kaca mata psikoanalitis.
Dengan demikian, teorinya disebut teori bermain psikoanalisis. Menurutnya,
bermain bagi anak merupakan suatu mekanisme untuk mengulang kembali
peristiwa traumatik yang dialami sebelumnya sebagai upaya untuk memperbaiki
atau menguasai pengalaman tersebut demi kepuasan anak. Dengan demikian,
Freud melihat bermain sebagai sarana melepaskan kenangan dan perasaan yang
menyakitkan.
Hal ini berarti anak bermain karena mereka butuh melepaskan desakan
emosi secara tepat (Freud, 1958; Isenberg & Jalongo, 1993). Para mahasiswa juga
perlu tahu bahwa Freud lah yang mengembangkan teori perspektif psikoanalisis
untuk Bermain Dan Permainan Anak bermain. Gagasan Freud (1958) ini telah
mempengaruhi perkembangan terapi bermain, dan wilayah ini cukup diminati
sebagai topik-topik penelitian dewasa ini.
e. Froebel
Froebel terkenal dengan pendekatan dan ide-idenya yang berpusat pada
anak yang kita kenal sekarang sebagai bermain bebas. Froebel percaya bahwa
anak-anak membutuhkan pengalaman nyata dan aktif secara fisik. Di sini lah
terdapat kaitan antara bermain dan belajar. Lagu dan ritme diperkenalkan dan
menjadi stimulasi lanjutan. Froebel juga menunjukkan pentingnya permainan out-
door dan alat main natural yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Froebel lalu
mendirikan Taman Kanak-kanak yang kemudian banyak berpengaruh terhadap
teori-teorinya di kemudian hari.
Tahukah Anda, bahwa Froebel mendirikan TK karena ada maksud
tertentu, bukan dimaksudkan sebagai sekolah untuk anak. Pada tahun 1837, di
Keilhau, Froebel membuka sebuah lembaga yang ia namakan, ”Sekolah Latihan
Psikologis bagi Anak-anak melalui Permainan dan Kegiatan”. (Catatan: Kata
“sekolah” sendiri tidak begitu disukai Froebel karena tersirat kegiatan yang
sistematis dan diatur secara ketat (Downs, 1978). Froebel ingin agar anak-anak

5
tumbuh lebih leluasa, seperti tanaman bunga. Oleh karena itu, saat Foebel
bersama teman-temannya berjalan kaki di lembah penuh bunga, ia berhenti
sejenak, dan dengan mata berbinar-binar ia berseru, “Wah, saya menemukannya!
Die Kindergarten. Itulah nama yang sesuai! Taman Kanak-Kanak (Snider, 1900).
Sejak itu, Froebel mempropagandakan gagasan Taman Kanak-kanaknya itu,
mulai Dresden dan Leipzig.
Perlu juga Anda ketahui bahwa bermain menurut Froebel adalah “cara
anak untuk belajar” atau “anak belajar dengan berbuat.” Anak didik bukanlah
bejana pasif yang menerima begitu saja apa yang diberikan kepadanya, melainkan
ikut ambil bagian dalam pendidikannya. Peran itu tampak dalam beberapa hal,
antara lain (a) bermain, (b) bernyanyi, (c) menggambar, dan (d) memelihara
tanaman atau binatang kecil. Dengan demikian, bermain menjadi metode andalan
di Taman Kanak-kanak.
f. Lev Vygotsky
Bermain, menurut Vygotsky (1969), merupakan sumber perkembangan
anak, terutama untuk aspek berpikir. Menurut Vygotsky, anak tidak serta merta
menguasai pengetahuan karena faktor kematangan, tetapi lebih karena adanya
interaksi aktif dengan lingkungannya. Bermain, dalam perspektif ini,
menyediakan ruang bagi anak untuk mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi
aktif dengan berbagai aspek yang terlibat, seperti peran dan fungsi. Anak adalah
individu aktif, yang di dalam proses bermain melibatkan diri untuk membangun
konsep-konsep yang dibutuhkan, seperti memahami bentuk benda, fungsi benda,
karakteristik benda. Anak juga membangun konsep-konsep abstrak, seperti
aturanaturan, nilai-nilai tertentu, dan kultur.

6
B. Hakikat Bermain bagi AUD

Dunia anak adalah dunia bermain. Bermain bagi anak bagaikan bekerja bagi manusia
dewasa. Pada dasarnya anak senang sekali belajar, asal dilakukan dengan cara-cara yang
menyenangkan yaitu bermain. Bermain merupakan cara yang paling tepat untuk
mengembangkan kemampuan anak usia dini sesuai kompetensinya. Melalui bermain,
anak memperoleh dan memproses informasi mengenai hal-hal baru dan berlatih melalui
keterampilan yang ada. Selain itu bermain juga dapat membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak baik secara fisik, social emosional, intelektual maupun
kreativitasnya.

Menurut Singer (dalam Kusantanti, 2004) mengemukakan bahwa bermain dapat


digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam
usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak
memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.

Bermain menurut Mulyadi (2004), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan
anak-anak yang dilakukan secara spontan.

Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak tidak
memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik bersifat spontan dan
sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak melibatkan peran aktif
keikutsertaan anak

Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain,
seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan
sebagainya Sebagaimana usia kanak – kanak merupakan fase golden age dimana di fase
ini anak mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik menyangkut pertumbuhan
fisik dan motoriknya, perkembangan watak dan moralnya, serta emosional dan
intelektualnya. Anak mulai belajar mengembangkan kemampuan bahasa dan sosialnya.
Oleh karena itu, masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat penting untuk
meningkatkan seluruh potensi kecerdasannya.

Seluruh potensi kecerdasan anak akan berkembang optimal apabila disirami


suasana penuh kasih sayang dan jauh dari berbagai tindak kekerasan, sehingga anak-anak

7
dapat bermain dengan gembira. Oleh karena itu, kegiatan belajar yang efektif pada anak
dilakukan melalui cara-cara bermain aktif yang menyenangkan, dan interaksi pedagogis
yang mengutamakan sentuhan emosional, bukan teori akademik.

Adapun Tahapan Perkembangan Bermain menurut beberapa ahli sebagai berikut:


1. Jean Piaget
Tahapan kegiatan bermain menurut Piaget adalah sebagai berikut:
a. Permainan Sensori Motorik (± ¾ bulan – ½ tahun)
Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor,
sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain.
Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutankenikmatan yang diperoleh seperti
kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal
sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.
b. Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7
tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak
lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan
dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya
sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan
walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan
berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan,
sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk
mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap
hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.
c. Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)

Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with
rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.

d. Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)

Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan


bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh
lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang

8
tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang
dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.

Jika dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat disimpulkan


bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk keenangan lambat laun mempunyai tujuan
untuk hasil tertantu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik

2. Hurlock
Adapun tahapan perkembangan bermain menurut Hurlock adalah sebagai berikut:
a. Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)
Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba menjangkau
atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan semakin luas
saat anak sudah dapat merangkak dan berjalan sehingga anak akan mengamati
setiap benda yang diraihnya.
b. Tahapan Mainan (Toy stage)
Tahap ini mencapai puncknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak
biasanya hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadi pada usia pra
sekolah, anak-anak di Taman Kanak-Kanak biasanya bermain dengan boneka dan
mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.
c. Tahap Bermain (Play stage)

Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar. Pada


masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain dengan
alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan
bentuk permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.

d. Tahap Melamun (Daydream stage)

Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana anak
mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan
mulai menghabiskan waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya
mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh
orang lain.

9
Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan
ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal
diluar bermain (seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak
dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan
lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuia
dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga
dengan usia anak.

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bermain bagi anak mempunyai arti penting terhadap perkembangan fisik, psikis,
maupun sosial anak. Melalui bermain secara fisik anak akan mengalami perubahan dalam
hal pertumbuhan dan perkembangan fisik anak seperti bertambahnya berat dan tinggi badan
serta kemampuan ototnya semakin berkualitas. walaupun selalu beraktifitas secara terus
menerus dalam kesehariannya Melalui bermain juga dapat membantu penguasaan
kemampuan gerak dasar anak, seperti gerak lokomotor, non lokomotor maupun manipulasi.

Perlu juga Anda ketahui bahwa bermain menurut Froebel adalah “cara anak untuk
belajar” atau “anak belajar dengan berbuat.” Anak didik bukanlah bejana pasif yang
menerima begitu saja apa yang diberikan kepadanya, melainkan ikut ambil bagian dalam
pendidikannya. Peran itu tampak dalam beberapa hal, antara lain (a) bermain, (b) bernyanyi,
(c) menggambar, dan (d) memelihara tanaman atau binatang kecil. Dengan demikian,
bermain menjadi metode andalan di Taman Kanak-kanak.

Seluruh potensi kecerdasan anak akan berkembang optimal apabila disirami suasana
penuh kasih sayang dan jauh dari berbagai tindak kekerasan, sehingga anak-anak dapat
bermain dengan gembira. Oleh karena itu, kegiatan belajar yang efektif pada anak dilakukan
melalui cara-cara bermain aktif yang menyenangkan, dan interaksi pedagogis yang
mengutamakan sentuhan emosional, bukan teori akademik.

B. Saran

Demikian makalah ini kami susun, penulis menyadari dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan dan kesalahan karena kami sadar ini merupakan keterbatasan dari
kami. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

11
DAFTAR PUSTAKA

Tadkiroatun Musfiroh. Modul Bermain dan Permainan Anak. Pustaka UT

https://www.academia.edu/22345244/MAKALAH_HAKEKAT_BERMAIN

http://iftahbintangpgpaud.blogspot.com/2017/08/diary-part12-makalah-teori-bermain.html?m=1

12

Anda mungkin juga menyukai