PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini baik itu taman kanak-kanak, paud,
ataupun kelompok bermain, diharapkan memberikan bentuk-bentuk permainan yang
edukatif untuk merangsang perkembangan anak baik secara fisik, motorik, sosial, bahasa,
maupun emosional.
Menurut beberapa para ahli, aktivitas bermain bukan hanya untuk kesenangan
semata, namun untuk merangsang respon anak terhadap sesuatu. Respon tersebut yang
nantinya akan berakibat pada perkembangan anak. bermain merupakan suatu aktivitas yang
menyenangkan bagi semua orang. Bermain akan memuaskan tuntutan perkembangan
motorik, kognitif, bahasa, sosial, nilai- nilai dan sikap hidup. Bermain adalah setiap kegiatan
yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa pertimbangan hasil akhir.
Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau takanan dari luar atau
kewajiban.
Dalam papalia, olds, dan Feldman (2009a, hal.264) dinyatakan bahwa “ play is the
business of early childhood”. Mengapa ? karena melalui bermain anak-anak balita akan
belajar mengenai banyak hal, melalui kegiatan ini pula keterampilan anak-anak akan
berkembang, meliputi ranah fisik-motorik, kognitif-bahasa, serta psikososial (ted jasa
putra,2003; smith, 1995). Kegiatan bermain dapat merangsang pengindraa, penggunaan
otot-otot dan pengendalian tubuh, kordinasi penglihatan dengan gerakan, sehingga anak
memperoleh berbagai keterampilan baru (papalia dkk,2009a; paplia, olds dan
Feldman,2009b). dengan demikian, bermain berpungsi sebagai media belajar. Selain itu,
anak usia balita belum mampu belajar secara formal, mereka tidak dapat diharapkan dan
dipaksa duduk diam serta mempertahankan perhatiannya dalam waktu yang lama. Mengigat
kegiatan bermain merupakan pekerjaan yang penting bagi anak usia balita maka kami
merasa perlu menjelaskan secara lebih rinci, berbagai hal yang berhubungan dengan
bermain.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Bermain pada Anak Taman Kanak-Kanak?
2. Bagaimana tahapan perkembangan bermain pada anak ?
3. Bagaimana guru harus berperan dalam kegiatan bermain bersama anak?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang Bermain pada Anak Taman Kanak-Kanak
2. Untuk mengetahui tahapan bermain pada anak
3. Untuk mengetahui peran guru dalam kegiatan bermain bersama anak
BAB II
KAJIAN TEORI
Anak adalah individu yang unik, yang mengalami tumbuh kembang secara
berkesinambungan atau terus-menerus. Pada usia 0-6 tahun anak-anak selalu melakukan
aktivitas bermain. Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain.
Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Hasil penelitian membuktikan 50% kemampuan
belajar seseorang ditentukan pada empat tahun pertaman dan membentuk 30% yang lainnya
sebelum mencapai usia 8 tahun. Hasil studi di bidang neurologi mengungkapkan bahwa
ukuran otak anak pada usia 2 tahun telah mencapai 75% dari ukuran otak ketika anak
tersebut dewasa dan pada usia 5 tahun mencapai 90% dari ukuran otak setelah ia dewasa,
sehingga para psikologi menyebutkan masa ini sebagai masa The golden age.
Bermain merupakan hak anak, peryataan ini tercantum pada konpensi hak anak
yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dari kompensi hak anak PBB, pasal 7 ayat 3
(konpensi hak anak, 1990). Bunyinya, “ Hak anak untuk beristirahat dan bersantai, bermain
dan turut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreasi yang sesuai dengan usia anak dan untuk
mturut serta secara bebas dalam kehidupan budaya dan seni” Pada pasal 7 ayat 3 deklarasi
PBB, hak anak dalam bermain lebih dipertegas dalam dengan pernyataan, : the child shall
have full opportunity for play and recreation which should be directed to the same purposes
as education; society and the public authorities shall endeavour to promote the enjoyment
of this right”.
Piaget dalam Mayesti (1990) mengatakan bahwa bermain adalah sesuatu kegiatan
yang dilakukan secara berulang-ulang dan akan menimbulkan kesenangan, kepuasan bagi
diri sendiri, sedangkan Parten dalam Dockett dan Fleer (2000) memandang bahwa bermain
adalah sebagai sarana sosialisasi diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan
anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasai dan belajar
secara menyenangkan
Emmy Budiati (2008) Bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui
bermain anak akan merasa senang, dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sufah ada
(inhem) dalam diri anak. Dengan demikian anak dapat mempelajari berbagai keterampialan
dengan senang hati, tanpa merasa di paksa atau pun ter paksa ketika kegiatan bermain.
Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan dan kecerdasan
anak agar lebih siap menuju pendidikan selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya di
tentukan oleh skor tunggal yang di ungkap melalui tes intelegensi saja akan tetapi anak
juaga memiliki sejumplah kecerdasan jamak yang berwujud keterampilan dan
kemampuan.Contohnya ketika menolong teman tidak saling berebut dan bertengkar
kesediaan berbagi dan kedisiplinan, berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab.
Sebagai mana plato dan Aristoteles, frobel menganggap jika bermain sebagai
kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya, bermain sebagai media untuk
meningkatkan ketrampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain juga berfungsi
sebagai sarana refresing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah bekerja dan
dihinggapi rasa jenuh.
Rubin, fein, Vandenberg (dalam hughes, 1999) telah menelitui apa yang berlangsung
ketika anak bermain, mereka menemukan lima cirri yang menandai kegiatan bermain, yaitu
1) motifasi bermain digagas atas keinginan pribadi : 2) berdasarkan pilihan anak; 3)
menyenagkan dan dinikmati oleh pemain; 4) nonliteral, oleh karena tidak terikat pada suatu
ketentuan yang baku, misalnya ketika anak bermain pura-pura ; 5) seseorang terlibat
sepenuhnya dalam suatu kegiatan, baik secara fisik, psikologis maupun keduanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah bermain merupakan konsep yang perlu dipahami secara tepat, agar didak
terjadi kesalahan dalam menilai kegiatan yang dilakukan oleh anak pra sekolah. Dari
berbagai literature yang membahas devinisi bermain, penulis menarik kesimpulan bahwa
sampai usia pra sekolah (5/6 tahun) bermain merupakan kegiatan yang semata-mata
dilakukan demi mendapatkan rasa senag, tanpa tujuan tertentu. Akan tetapi, sejalan dengan
meningkatnya usi anak memasuki sekolah dasar, secara bertahap kegiatan bermain
mengalami pergeseran: mencapai rasa senang masih menjadi prioritas utama, namun
sekaligus ada tujuan lain yang ingin dicapai. Misalnya, ingin mencapai hasil terbaik
(mengkonstruk bagunan seindah mungkin), igin lebih unggul dari yang lain (berkopetisi).
Dalam hal ini, kegiatan tersebut masih termasuk kata gori bermain, sebab yang diutamakan
adalah memperoleh rasa senang.
Bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak
bermain adalah hidup dan hidup adalah bermain (Mayesty,1990). Anak usia dini tidak
membedakan antara bermain belajar dan bekerja. Anak – anak umum nya menikmati
permainan dan akan terus melakukan dimanapun mereka berada dan memiliki kesempatan
untuk bermaian.
Apabila pengertian bermain dipahami secara tepat, maka pemahaman tersebut akan
bermakna bagi orang dewasa dalam membantu pengembangan diri anak usia prasekola.
Bermain, khususnya pada anak prasekolah merupakansuatu aktivitas yang
menyenangkan,karena itu anak akan lebih mudah menyerap berbagai informasi baru yang ia
tanggapi dengan sikap positif.
Dengan demikian. Yang menjadi tantangan bagi orang dewasa adalah bagaimana
memanfaatakan kegiatan bermain agar anak bisa menikmati belajar berbagai pengetahuan,
keterampilan,dan memperoleh pengalaman baru tanpa merasa tertekan. Untuk lebih
memahami bermain, maka terlebih dahulu akan dijabarkan berbagai teori mengenai bermain
yang mempunyai sudut pandang yang khastentang aktivitas bermain
1. TEORI MENGENAI BERMAIN
a. Teori Psikoanalisis
Erikson menyatak bahwa bermain mempunyai fungsi untuk membangun ego yang
sehat. Melalui bermain, anak memperoleh berbagai keterampilanfisik maupun social
ehingga berdampak pada terbentuknya harga diri yang positif (dalm hughes, 1999).
Bagaimana proses itu terjadi ? erikson menjelaskannya sebagai berikut (dalam
hughes, 1999)
Sampai usia 1 tahun, kegiatan bermain terpusat pada tubuhnya sendiri (autocosmic
play). Secara bertahap anak mencapai keterampilan sensomotorik (melihat,
mendengar, merangkak, berjalan, berbicara) dan mengeksplorasi dirinya
(memainkan lengan, jari-jemari, kaki), sampai akhirnya anak paham bahwa dirinya
berbeda dari orang lain.
Pada rentang usia 1-2 tahun, anak-anak mulai bermain dengan benda-benda di luar
dirinya, termasuk mainan, sampai pada akhirnya ia bias memanipulasi benda dan
melakukan berbagai hal dengan benda-benda tersebut. Kodisi ini disebut
microsphere play, yang memberikan kesempatan pada ego untuk berkembang.
Pada usia pra sekolah (3-6/7 tahun), kemampuan anak tidak sekedar menguasai
benda saja, melainkan beranjak ke interaksi sosial. Dengan teman sebayanya, mereka
bias berbagi imajinasi dan pran social (misalnya ketika bermain hayal),
menunjukkan kebolehanya. Kegiatan bermain ini oleh erikson disebut sebagai
microsphere play, yang akan memperkuat ego seseorang sebab anak merasakan
bahwa dia mampu memasuki ajang social yang lebih luas. Keberhasilan seorang
anak melakukan microsphere play akan membantunya memahami budaya dan peran-
peran social yang berlaku pada budayanya.
b. Teori kognitif
1) Jean biaget (1896-1980)
Dalam menjelaskan teori bermain, piaget menyorotinya dari perkembangan
kognitif manusia. Perkembangan kognif belangsung melampoi tahapan-tahapan
tertentu, sampaui pada akhirnya proses berpikir anak akan menyamai orang
dewasa. Ketika bermain, anak akan melakukan kegiatan yang sesuai dengan
perkembangan kognitif yang sedang dilaluinya, misa;lnya anak usia 3-6 tahun
akan terlibat didalam kegiatan bermain hayal. Kegiatan bermain yang lebih
majmuk belum mampu mereka lakukan karena terbatasnya perkembangan
kognitif dan perkembangan social anak.
Sejalan dengan perkembangan kognitif seseoramng, kegiatan bermain
mengalami perubahan dari tahap sensori-motor ke bermain hayal sampai pada
bermain social yang disertai dengan aturan permainan (akan dijelaskan lebih
rinci pada sub kegiatan belajr 2. Selain itu, piaget menganggap bermain bukan
hanya mencerminkan perkembangan kognitif anak, tetapi juga memberikan
sumbangan terhadap pengembangan kognitif seseorang. Pada saat bermain, anak
tidak belajar sesuai yang baru, tetapi mereka belajar memperaktekkan dan
memperkuat (consolidation) keterampilan yang baru diperolehnya. Sebagai
contoh, anak yang bermain hayal dengan menganggap sepotong kertas sebagai
‘uang’, dan pura-pura berjual beli kue’ denga n teman mainnya.
2) Jerome bruner (1915-sekarang)
Dalam teorinya mengenai bermain, bruner memberikan penekanan pada pungsi
bermain sebagai sarana untuk mengembangkan kratifitas dan pleksibilitas.
Ketika bermain, akan lebih penting bagi anak, makna bermain bukan hasil
akhirnya, mengingat waktu bermain, anak tidak memikirkan sasaran yang akan
dicapai. Dengan demikian, anak mampu berkxperimen dengan memadukan
berbagai prilaku baru dan tidak biasa.keadaan ini tidak mungkin diwujudkan
ketika anak berada dalam suasana tertekan dengan mencoba menerapkan
beberapa perilaku baru, anak mampu menggunakan pengalamnannya untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Prilaku-prilaku secara rutin
ia peraktikkan dan pelajari berulang-ulang dalam situasi bermain akan
terintegrasi dan bermanfaat untuk memantafkan pola prilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Bermain dapat mengembangkan pleksibilitas karena banyaknya pilihan prilaku
bagi sik anak. Selanjutnya, bermain memungkinkan anak untuk berksplorasi
terhadap berbagai kemungkinan yang ada karena dalam situasi bermain anak
merasa terlindung dari ancaman hukuman orang dewasa.
3) Jerome singer (1935-sekarang)
Siger mengemukakan conscrutive cognitive-affective account of play (dalam
Johnson, dkk); hal 13). Maksudnya, kegiatan bermain, terutama bermain khayal,
mempunya sumbangan yang bermakna terhadap perkembangan seorang anak,
baik pada aspek kognitif maupun emosional, karena keduanya berhubungan. Dia
mengajukan teori ini untuk menyanggah teori dari freud dan piaget, yang
dianggap mempunyai kelemahan.
Bermain adalah kegiatan yang menyenangkan bagi anak tanpa paksaan guna
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, afektif, sosial emosional, moral, dan motorik.
Hal ini didukung oleh ahli-ahli seperti Plato, Aristoteles, Rousseau dan Pestalozzi, Herbart
Spencer, dan Jean Piaget, yaitu:
Plato mencatat bahwa anak akan lebih mudah memahami aritmatika ketika diajarkan
melalui bermain. Pada waktu itu Plato mengajarkan pengurangan dan penambahan dengan
membagikan buah apel pada masing-masing anak. Kegiatan menghitung lebih dapat
dipahami oleh anak ketika dilakukan sambil bermain dengan buah apel. Eksperimen dan
penelitian ini menunjukkan bahwa anak lebih mampu menerapkan aritmatika dengan
bermain dibandingkan dengan tanpa bermain.
Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kegiatan
bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukan anak dimasa yang akan datang. Menurut
Aristoteles, anak perlu dimotivasi untuk bermain dengan permainan yang akan ditekuni di
masa yang akan datang. Sebagai contoh anak yang bermain balok-balokan, dimasa
dewasanya akan menjadi arsitek. Anak yang suka menggambar maka akan menjadi pelukis,
dan lain sebagainya.
Rousseau dan Pestalozzi mulai menyadari bahwa pendidikan akan lebih efektif jika
disesuaikan dengan minat anak. Pernyataan ini mendukung teori Frobel yang mengatakan
bahwa bermain sangat penting dalam belajar. Belajar berkaitan dengan proses konsentrasi.
Orang yang mampu belajar adalah orang yang mampu memusatkan perhatian. Bermain
adalah salah satu cara untuk melatih anak konsentrasi karena anak mencapai kemampuan
maksimal ketika terfokus pada kegiatan bermain dan bereksplorasi dengan mainan. Bermain
juga dapat membentuk belajar yang efektif karena dapat memberikan rasa senang sehingga
dapat menimbulkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Motivasi instrinsik tersebut
terlihat dari emosi positif anak yang ditunjukkan melalui rasa ingin tahu yang besar terhadap
kegiatan pembelajaran.
Herbart Spencer, mengemukakan bahwa anak bermain karena anak memiliki energi
yang berlebihan. Teori ini sering dikenal dengan teori Surplus Energi yang mengatakan
bahwa anak bermain (melompat, memanjat, berlari dan lain sebagainya) merupakan
manifestasi dari energi yang ada dari dalam diri anak. Bermain menurut Spencer bertujuan
untuk mengisi kembali energi seseorang anak yang telah melemah.
Jean Piaget, juga mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak,
mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang dan membentuk
struktur syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman yang berguna untuk
masa datang. Berkaitan dengan itu pula otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik
untuk menerima pelajaran (Martuti, 2009:23-25)
Beberapa Manfaat bermain terhadap perkembangan anak yaitu:
1) Salah satu ciri dari anak usia Balita adalah senang bergerak, dan secara fisik
ia aktif sekali untuk beraktivitas. Melalui bermain maka ia dapat
menyalurkan energy tubuhnya yang sedang sennag bergerak sehingga ia pun
memperoleh kepuasan dan tidak merasa dirinya sedang dikekang. Dengan
bergerak naik-turun tangga, berlarian disekitar ruangan, jumpalitan,
melompat, meloncat, men iti dan setersnya maka otot-otot tubuhnya pun
menjadi kuat dan tubuhnya menjadi sehat.
2) Manfaat bermain dalam perkembangan motorik. Sumbangan bermain
terhadap perkembangan motorik, baik motork kasar maupun motorik halus
sudah sangat jelas. Dalam aktivitas yang membutuhkan motorik kasar sepert
melompat.
3) Manfaat bermain dalam perkembangan kognitif. Aspek kognitif berkaitan
dengan daya ingat, daya tangkap dan kemampuan memahami suatu informasi
4) Manfaat bermain dalam perkembangan bahasa Menurut Vygotsky (Owens,
1996) bahasa merupakan factor penting untuk dikuasai manusia karena
perkembangan intelektual seorang anak terkait dengan bahasa.
5) Manfaat bermain dalam perkembangan sosial Bersosialisasi diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk dapat berbaur dengan orang lain, menyesuaikan
diri dengan kegiatan dan kebiasaan kelompok, dan dengan segala macam
orang yang memiliki karakteristik unik.
6) Manfaat bermain dalam perkembangan emosi dan kepribadian. Melalui
bermain anak dapatmelepaskan ketegangan-ketegangan yang dialaminya
karena banyaknya larangan yang harus ia hadapi dalam kehidupan sehari-
hari.
B. TAHAPAN PERKEMBANGAN BERMAIN PADA ANAK
1. Mildred Parten (1902 - )
Mildred parten (tedjasaputra, 2003) memandang kegiatan bermain sebagai sarana
sosialisasi anak dan ia mengamati ada empat bentuk interaksi yang terjadi pada saat
anak-anak bermain, pada empat bentuk interaksi tersebut terlihat adanya peningkatan
derajat interaksi sosial, yaitu sebagai berikut:
a. Unoccupied play
Pada kegiatan ini, sebenarnya anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan
bermain, melainkan hanya mengamati kejadian sekitarnya yang menarik perhatian
anak
b. Onlooker play
Pada umumnya onlooker play mulai terlihat pada anak usia sekitar usia dua tahun,
ditandai oleh kegiatan mengamati anak-anak lain yang sedang bermain.
c. Bermain Sendiri (Solitary play)
Kegiatan bermain sendiri biasanya tampak pada anak yang berusia muda, cirinya
adalah anak terlihat sibuk bermain sendiri tanpa memperhatikan kehadiran anak-
anak lain disekitarnya. Alat permainan yang digunakanpun tidak sama dengan
kelompok anak lain. Prilakunya yang bersifat egosentris mencerminkan sikap
memusatkan perhatian pada dirinya sendiri dan kegiatannnya sendiri.
d. Bermain kooperatif
Bermain kooperatif ditandai oleh adanya kerjasama di antara anak-anak. Terjadi
pembagian tugas, pembagian peran, diantara mereka demi tercapainya tujuan
bersama. Misalnya, mereka bersama-sama membangun “stasiun” kereta api. Ada
yang ditugaskan menyusun rel kereta api, ada yang bertugas membangun stasiun
dengan peronnya. Kegiatan bermain kooperatif lebih sering dijumpai pada anak yang
berusia sekitar lima tahun, namun perkembangannya sangat bergantung pada
kesempatan anak untuk bergaul dan bermain bersama teman sebaya. Latar belakang
kehidupan sosial orang tua ikut menentukan, bila orang tua kurang suka bergaul,
maka kesempatan dan keinginan anak untuk bermain bersama teman kurang atau
tidak akan berkembang.
Bermain adalah dunia kerja anak usia balita dan kegiatan bermain ditandai oleh rasa
senang dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain. Bermain menjadi hak anak,
yang tertuang dalam hak anak yang diratifikasi oleh pemerintah indonesia pada
tahun 1990 dqari deklarasi PBB pasal 7 ayat 3.
Oleh karena menimbulkan rasa senang, maka anak akan lebih mudah mempelajari
sesuatu hal. Dari kegiatan bermain, anak dapat memetik berbagai manfaat, baik
dalam perkembangan fisik dan motoriknya, emosi dan sosialnya, serta aspek kognitif
dan bahasnya. Menurut mildred parten, ada 4 tahap perkembangan bermain anak,
yaitu unoccupied play, onlooker play, bermain sendiri dan bermain kooperatif.
Adalah tidak benar jika anak diusia balita sudah dituntut untuk belajar berbagai hal
yang bersifat akademis. Karena, bermain pada anak akan mengikuti tahapan
perkembangan tertentu, sejalan dengan kematangan fungsi-fungsi syaraf serta
kematangan tubuhnya dan perkembangan sosial, emosional, serte kemampuan
berfikirnya.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Aktivitas bermain sangat mempengaruhi perkembangan anak, baik secara
fisik, motorik, bahasa, sosial, kognitif dan emosional. Namun, aktivitas bermain hendaknya
disesuaikan dengan perkembangan anak, tujuannya adalah agar anak berkembang secara
berkesinambungan. Aktivitas bermain anak juga perlu mendapatkan pengawasan dari guru
dan orang tua. Masa anak-anak adalah masa penting dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, karena apa yang didapat pada usia anak-anak akan terbawa saat mereka
dewasa.
SARAN
Pengembangan fisik motorik perlu didapatkan oleh setiap anak setiap harinya baik
itu dalam pendidikan formal maupun non formal guna anak guna mendapatkan
perkembangan anak dari segala segi aspek selain itu juga bermanfaat dalam pembentukan
karakternya yang berguna bagi negara dan lingkungannya. Tentunya Pengembangan fisik
motorik anak haruslah dilakukan dengan bermain sambil belajar. Dengan mengembangkan
fisik motorik diharapkan anak bisa menjalankan kegiatan yang baik sesuai kaidah dan tidak
terpengaruh kegiatan-kegiatan yang negatif.
Penulis menyadari sepenuhnya atas segala kekurangan pada makalah ini dan penulis
dengan senang hati dan akan menerima saran serta kritik demi kesempurnaan makalah ini.
Atas segala saran dan bantuan, penulis sampaikan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.co.id/2013/12/contoh-makalah-kuliah-mahasiswa-
bermain.html
http://www.gudangmakalah.com/2014/10/contoh-makalah-pengertian.html
http://chitera-fujioka.blogspot.co.id/2011/09/pengaruh-bermain-terhadap-perkembangan.html