Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini baik itu taman kanak-kanak, paud,
ataupun kelompok bermain, diharapkan memberikan bentuk-bentuk permainan yang
edukatif untuk merangsang perkembangan anak baik secara fisik, motorik, sosial, bahasa,
maupun emosional.
Menurut beberapa para ahli, aktivitas bermain bukan hanya untuk kesenangan
semata, namun untuk merangsang respon anak terhadap sesuatu. Respon tersebut yang
nantinya akan berakibat pada perkembangan anak. bermain merupakan suatu aktivitas yang
menyenangkan bagi semua orang. Bermain akan memuaskan tuntutan perkembangan
motorik, kognitif, bahasa, sosial, nilai- nilai dan sikap hidup. Bermain adalah setiap kegiatan
yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa pertimbangan hasil akhir.
Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau takanan dari luar atau
kewajiban.
Dalam papalia, olds, dan Feldman (2009a, hal.264) dinyatakan bahwa “ play is the
business of early childhood”. Mengapa ? karena melalui bermain anak-anak balita akan
belajar mengenai banyak hal, melalui kegiatan ini pula keterampilan anak-anak akan
berkembang, meliputi ranah fisik-motorik, kognitif-bahasa, serta psikososial (ted jasa
putra,2003; smith, 1995). Kegiatan bermain dapat merangsang pengindraa, penggunaan
otot-otot dan pengendalian tubuh, kordinasi penglihatan dengan gerakan, sehingga anak
memperoleh berbagai keterampilan baru (papalia dkk,2009a; paplia, olds dan
Feldman,2009b). dengan demikian, bermain berpungsi sebagai media belajar. Selain itu,
anak usia balita belum mampu belajar secara formal, mereka tidak dapat diharapkan dan
dipaksa duduk diam serta mempertahankan perhatiannya dalam waktu yang lama. Mengigat
kegiatan bermain merupakan pekerjaan yang penting bagi anak usia balita maka kami
merasa perlu menjelaskan secara lebih rinci, berbagai hal yang berhubungan dengan
bermain.

Diharpakan dengan mengetahui serta memahami materi mengenai bermain, pembaca


mampu menjelaskan berbagai isu yang berkaitan dengan konsep bermain dan
menerapkannya pada saat mengajar anak-anak TK. Proses pembelajaran yang dilakukan
melalui kegiatan bermain yang terarah akan memberikan hasil yang optimal terhadap
perkembangan anak agar akses negative dari perkembangan dalam dunia pendidikan anak
TK yang melanda berbagai belahan dunia, bias dikuragi semaksimal mungkin, sehingga
tidak ada lagi keluhan bahwa anak TK terbebani kegiatan belajar yang tidak proposional.
Jangan sampai terjadi miseeducation (elkind dalam trawick, 2000) atau cognitive child
labour (Sutton-semith dalam trawick, 2000), yang muncul sebagai dampak dari
diberikannya kegiatan akademis( diajarkan membaca, menulis, menghitung) yang terlampau
abstrak serta berlebihan pada anak TK. Misalnya, belajar mengenali, mengetahui dan
menulis lambing bilangan, padahal anak belum paham apa makna bilangan tersebut, bahwa
bilangan “ 5” mewakili objek yang jumlahnya lima. Selain itu, ada kecendrungan bahwa
anak-anak ini diharuskan menerima penjelasan guru (belajar secara pasif) sehingga mereka
tidak berminat , merasa bosan dan tertekan, akhirnya tidak mau sekolah. Sesuai dengan
perkembangan kognitifnya, kemampuan berpikir anak-anak usia balita masih berada pada
tahap pra operasional. Mereka belajar segala sesuatu berdasarkan pengalaman lagsung,
melalui contoh-contoh kongkrit atas dasar apa yang mereka lihat, dengar, sentuh, cium, dan
mereka lakukan dan alami sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Bermain pada Anak Taman Kanak-Kanak?
2. Bagaimana tahapan perkembangan bermain pada anak ?
3. Bagaimana guru harus berperan dalam kegiatan bermain bersama anak?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang Bermain pada Anak Taman Kanak-Kanak
2. Untuk mengetahui tahapan bermain pada anak
3. Untuk mengetahui peran guru dalam kegiatan bermain bersama anak
BAB II

KAJIAN TEORI

Anak adalah individu yang unik, yang mengalami tumbuh kembang secara
berkesinambungan atau terus-menerus. Pada usia 0-6 tahun anak-anak selalu melakukan
aktivitas bermain. Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain.
Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Hasil penelitian membuktikan 50% kemampuan
belajar seseorang ditentukan pada empat tahun pertaman dan membentuk 30% yang lainnya
sebelum mencapai usia 8 tahun. Hasil studi di bidang neurologi mengungkapkan bahwa
ukuran otak anak pada usia 2 tahun telah mencapai 75% dari ukuran otak ketika anak
tersebut dewasa dan pada usia 5 tahun mencapai 90% dari ukuran otak setelah ia dewasa,
sehingga para psikologi menyebutkan masa ini sebagai masa The golden age.
Bermain merupakan hak anak, peryataan ini tercantum pada konpensi hak anak
yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dari kompensi hak anak PBB, pasal 7 ayat 3
(konpensi hak anak, 1990). Bunyinya, “ Hak anak untuk beristirahat dan bersantai, bermain
dan turut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreasi yang sesuai dengan usia anak dan untuk
mturut serta secara bebas dalam kehidupan budaya dan seni” Pada pasal 7 ayat 3 deklarasi
PBB, hak anak dalam bermain lebih dipertegas dalam dengan pernyataan, : the child shall
have full opportunity for play and recreation which should be directed to the same purposes
as education; society and the public authorities shall endeavour to promote the enjoyment
of this right”.
Piaget dalam Mayesti (1990) mengatakan bahwa bermain adalah sesuatu kegiatan
yang dilakukan secara berulang-ulang dan akan menimbulkan kesenangan, kepuasan bagi
diri sendiri, sedangkan Parten dalam Dockett dan Fleer (2000) memandang bahwa bermain
adalah sebagai sarana sosialisasi diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan
anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasai dan belajar
secara menyenangkan
Emmy Budiati (2008) Bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui
bermain anak akan merasa senang, dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sufah ada
(inhem) dalam diri anak. Dengan demikian anak dapat mempelajari berbagai keterampialan
dengan senang hati, tanpa merasa di paksa atau pun ter paksa ketika kegiatan bermain.
Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan dan kecerdasan
anak agar lebih siap menuju pendidikan selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya di
tentukan oleh skor tunggal yang di ungkap melalui tes intelegensi saja akan tetapi anak
juaga memiliki sejumplah kecerdasan jamak yang berwujud keterampilan dan
kemampuan.Contohnya ketika menolong teman tidak saling berebut dan bertengkar
kesediaan berbagi dan kedisiplinan, berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab.
Sebagai mana plato dan Aristoteles, frobel menganggap jika bermain sebagai
kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya, bermain sebagai media untuk
meningkatkan ketrampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain juga berfungsi
sebagai sarana refresing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah bekerja dan
dihinggapi rasa jenuh.
Rubin, fein, Vandenberg (dalam hughes, 1999) telah menelitui apa yang berlangsung
ketika anak bermain, mereka menemukan lima cirri yang menandai kegiatan bermain, yaitu
1) motifasi bermain digagas atas keinginan pribadi : 2) berdasarkan pilihan anak; 3)
menyenagkan dan dinikmati oleh pemain; 4) nonliteral, oleh karena tidak terikat pada suatu
ketentuan yang baku, misalnya ketika anak bermain pura-pura ; 5) seseorang terlibat
sepenuhnya dalam suatu kegiatan, baik secara fisik, psikologis maupun keduanya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TENTANG BERMAIN PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Istilah bermain merupakan konsep yang perlu dipahami secara tepat, agar didak
terjadi kesalahan dalam menilai kegiatan yang dilakukan oleh anak pra sekolah. Dari
berbagai literature yang membahas devinisi bermain, penulis menarik kesimpulan bahwa
sampai usia pra sekolah (5/6 tahun) bermain merupakan kegiatan yang semata-mata
dilakukan demi mendapatkan rasa senag, tanpa tujuan tertentu. Akan tetapi, sejalan dengan
meningkatnya usi anak memasuki sekolah dasar, secara bertahap kegiatan bermain
mengalami pergeseran: mencapai rasa senang masih menjadi prioritas utama, namun
sekaligus ada tujuan lain yang ingin dicapai. Misalnya, ingin mencapai hasil terbaik
(mengkonstruk bagunan seindah mungkin), igin lebih unggul dari yang lain (berkopetisi).
Dalam hal ini, kegiatan tersebut masih termasuk kata gori bermain, sebab yang diutamakan
adalah memperoleh rasa senang.

Pengertian Bermain Pada dasarnya, bermain merupakan kegiatan yang dilakukan


anak secara berulang-ulang semata- mata demi kesenangan dan tidak ada tujuan atau sasaran
akhir yang ingin dicapai. Jadi, khususnya pada anak usia Balita, apapun kegiatan yang
dilakukan, selama membuat anak merasa senang, dapat dikategorikan sebagai bermain.
Bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan karena itu akan lebih mudah bagi
anak untuk menyerap berbagai informasi baru yang ia tanggapi dengan sikap positif dan
tanpa paksaan.
Bermain diartikan sebagai suatu kegiatan atau tingkah laku yang dilakukan anak
secara sendirian atau berkelompok dengan menggunakan alat atau untuk mencapai tujuan
tertentu (Soegeng Santoso dalam Rani)

Bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak
bermain adalah hidup dan hidup adalah bermain (Mayesty,1990). Anak usia dini tidak
membedakan antara bermain belajar dan bekerja. Anak – anak umum nya menikmati
permainan dan akan terus melakukan dimanapun mereka berada dan memiliki kesempatan
untuk bermaian.
Apabila pengertian bermain dipahami secara tepat, maka pemahaman tersebut akan
bermakna bagi orang dewasa dalam membantu pengembangan diri anak usia prasekola.
Bermain, khususnya pada anak prasekolah merupakansuatu aktivitas yang
menyenangkan,karena itu anak akan lebih mudah menyerap berbagai informasi baru yang ia
tanggapi dengan sikap positif.

Dengan demikian. Yang menjadi tantangan bagi orang dewasa adalah bagaimana
memanfaatakan kegiatan bermain agar anak bisa menikmati belajar berbagai pengetahuan,
keterampilan,dan memperoleh pengalaman baru tanpa merasa tertekan. Untuk lebih
memahami bermain, maka terlebih dahulu akan dijabarkan berbagai teori mengenai bermain
yang mempunyai sudut pandang yang khastentang aktivitas bermain
1. TEORI MENGENAI BERMAIN
a. Teori Psikoanalisis
Erikson menyatak bahwa bermain mempunyai fungsi untuk membangun ego yang
sehat. Melalui bermain, anak memperoleh berbagai keterampilanfisik maupun social
ehingga berdampak pada terbentuknya harga diri yang positif (dalm hughes, 1999).
Bagaimana proses itu terjadi ? erikson menjelaskannya sebagai berikut (dalam
hughes, 1999)
Sampai usia 1 tahun, kegiatan bermain terpusat pada tubuhnya sendiri (autocosmic
play). Secara bertahap anak mencapai keterampilan sensomotorik (melihat,
mendengar, merangkak, berjalan, berbicara) dan mengeksplorasi dirinya
(memainkan lengan, jari-jemari, kaki), sampai akhirnya anak paham bahwa dirinya
berbeda dari orang lain.
Pada rentang usia 1-2 tahun, anak-anak mulai bermain dengan benda-benda di luar
dirinya, termasuk mainan, sampai pada akhirnya ia bias memanipulasi benda dan
melakukan berbagai hal dengan benda-benda tersebut. Kodisi ini disebut
microsphere play, yang memberikan kesempatan pada ego untuk berkembang.
Pada usia pra sekolah (3-6/7 tahun), kemampuan anak tidak sekedar menguasai
benda saja, melainkan beranjak ke interaksi sosial. Dengan teman sebayanya, mereka
bias berbagi imajinasi dan pran social (misalnya ketika bermain hayal),
menunjukkan kebolehanya. Kegiatan bermain ini oleh erikson disebut sebagai
microsphere play, yang akan memperkuat ego seseorang sebab anak merasakan
bahwa dia mampu memasuki ajang social yang lebih luas. Keberhasilan seorang
anak melakukan microsphere play akan membantunya memahami budaya dan peran-
peran social yang berlaku pada budayanya.
b. Teori kognitif
1) Jean biaget (1896-1980)
Dalam menjelaskan teori bermain, piaget menyorotinya dari perkembangan
kognitif manusia. Perkembangan kognif belangsung melampoi tahapan-tahapan
tertentu, sampaui pada akhirnya proses berpikir anak akan menyamai orang
dewasa. Ketika bermain, anak akan melakukan kegiatan yang sesuai dengan
perkembangan kognitif yang sedang dilaluinya, misa;lnya anak usia 3-6 tahun
akan terlibat didalam kegiatan bermain hayal. Kegiatan bermain yang lebih
majmuk belum mampu mereka lakukan karena terbatasnya perkembangan
kognitif dan perkembangan social anak.
Sejalan dengan perkembangan kognitif seseoramng, kegiatan bermain
mengalami perubahan dari tahap sensori-motor ke bermain hayal sampai pada
bermain social yang disertai dengan aturan permainan (akan dijelaskan lebih
rinci pada sub kegiatan belajr 2. Selain itu, piaget menganggap bermain bukan
hanya mencerminkan perkembangan kognitif anak, tetapi juga memberikan
sumbangan terhadap pengembangan kognitif seseorang. Pada saat bermain, anak
tidak belajar sesuai yang baru, tetapi mereka belajar memperaktekkan dan
memperkuat (consolidation) keterampilan yang baru diperolehnya. Sebagai
contoh, anak yang bermain hayal dengan menganggap sepotong kertas sebagai
‘uang’, dan pura-pura berjual beli kue’ denga n teman mainnya.
2) Jerome bruner (1915-sekarang)
Dalam teorinya mengenai bermain, bruner memberikan penekanan pada pungsi
bermain sebagai sarana untuk mengembangkan kratifitas dan pleksibilitas.
Ketika bermain, akan lebih penting bagi anak, makna bermain bukan hasil
akhirnya, mengingat waktu bermain, anak tidak memikirkan sasaran yang akan
dicapai. Dengan demikian, anak mampu berkxperimen dengan memadukan
berbagai prilaku baru dan tidak biasa.keadaan ini tidak mungkin diwujudkan
ketika anak berada dalam suasana tertekan dengan mencoba menerapkan
beberapa perilaku baru, anak mampu menggunakan pengalamnannya untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Prilaku-prilaku secara rutin
ia peraktikkan dan pelajari berulang-ulang dalam situasi bermain akan
terintegrasi dan bermanfaat untuk memantafkan pola prilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Bermain dapat mengembangkan pleksibilitas karena banyaknya pilihan prilaku
bagi sik anak. Selanjutnya, bermain memungkinkan anak untuk berksplorasi
terhadap berbagai kemungkinan yang ada karena dalam situasi bermain anak
merasa terlindung dari ancaman hukuman orang dewasa.
3) Jerome singer (1935-sekarang)
Siger mengemukakan conscrutive cognitive-affective account of play (dalam
Johnson, dkk); hal 13). Maksudnya, kegiatan bermain, terutama bermain khayal,
mempunya sumbangan yang bermakna terhadap perkembangan seorang anak,
baik pada aspek kognitif maupun emosional, karena keduanya berhubungan. Dia
mengajukan teori ini untuk menyanggah teori dari freud dan piaget, yang
dianggap mempunyai kelemahan.

2. TUJUAN, FUNSI DAN MANFAAT BERMAIN


a. Tujuan
Pada dasrnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan
atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui bermain yang kreatif, interaktif
dan terintregrasi dengan lingkungan bermain anak.
Elkonin dalam Catron dan Allen (1999) salah seorang murid dari Vygodsky
Menggambarkan empat prinsip bermain yaitu.
1) Dalam bermain anak mengembangkan sistem untuk memahami apa yang
sedang terjadi dalam rangka mengetahui tujuan yang kompleks
2) Kemampuan untuk menempatkan perspektif orang lain melalui aturan –
aturan dan menegosiasikan aturan bermain.
3) Anak menggunakan suatu replika untuk menggantikan prodak nyata lalu
mereka menggantikan suatu prodak yang berbeda, kemampuan menggunakan
simbul termasuk kedalam perkembangan berfikir abstrak dan imajinatif.
4) Kehati –hatian dalam bermain mungkin terjadi karena anak perlu mengikuti
aturan permainan yang telah di tentukan bersama teman lain nya.
Untuk mendukung hal tersebut seorang anak mampu melakukan pembelajaran
yang situasinya merupakan khayalan anak tersebut atau yang bisa di sebut dengan
bermain sosiodrama bermain pura – pura atau bermain drama.
Beberapa tujuan dari bermain dan permainan anak sebagai berikut
a) Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggungjawab dalam kehidupan
sehari- hari.
b) Melatih sikap ramah dan suka bekerja sama dengan teman, menujukkan
kepedulian.
c) Menanamkan budipekerti yang baik.
d) Melatih anak untuk berani dan menantang ingin mempunya rasa ingin
tahu yang besar.
e) Melatih anak untuk menyayangi dan mencintai lingkungan dan ciptaan
tuhan.
f) Melatih anak untuk mencari berbagai konsep moral yang mendasar seperti
salah, benar, jujur, adil dan fair.
b. Fungsi bermain
Menurut Ismatul Khasanah, Agung Prasetyo & Ellya Rakhmawati
(2011:94-95), bermain memiliki fungsi yang sangat luas bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak, baik secara fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional,
maupun psikomotorik. Perkembangan secara fisik, seperti keterampilan motorik
kasar, menjadi lebih fleksibel dalam berlari, melompat, memanjat, berguling,
berputar, dan lain sebagainya. Keterampilan motorik halusnya meningkat, pada
saat anak menyentuh, meraba, memegang suatu benda (alat permainan), secara
spontan hal ini akan mengantarkan anak dalam kesiapan menggambar,
mewarnai, memegang pensil atau krayon, menyuap makanan sendiri, mengikat
tali sepatu dan lain-lain. Perkembangan kognitif, yaitu keterampilan anak dalam
berfikir. Pada saat bermain dengan teman sebaya, anak akan belajar membangun
pengetahuannya sendiri dari interaksi. Mereka dapat menyelesaikan masalah
yang ditemukan pada saat bermain, sehingga anak dapat terlatih untuk berfikir
logik. Bermain penting untuk Perkembangan bahasa anak. Pada saat anak
bermain, ketika kemampuan kognitifnya tumbuh dan berkembang, anak mulai
berfikir secara simbolik melalui pemerolehan dan penggunaan bahasa.
Perkembangan psikologis yaitu pemahaman diri, ketika anak tumbuh secara
kognitif dan fisik, ia akan mulai menyadari keberadaan dirinya. Dalam sosial
emosional, yaitu kemampuan anak berbagi rasa, secara psikologis anak telah
melewati masa-masa sulit (bereaksi dengan menangis) dan dapat menyampaikan
pesan dan perasaannya, keinginannya, kemauannya dengan tepat. Dengan
bermain anak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, baik teman sebaya,
ataupun orang dewasa. Keterampilan sosial ini akan terus bertambah ketika ia
mulai berhubungan dengan lebih banyak orang lagi di lingkungan yang lebih
luas.
Pada awal abad yang lalu, Sigmund Freud sudah
mengemukakan bahwa kegiatan bermain memungkinkan tersalurnya
dorongan – dorongan instingtual anak dalm meringankan snak pada beban
mental. Kegiatan bermain merupakan sarana yang aman yang dapat
digunakan untuk mengulan ulang pelaksanan dorongan – dorongan itu dan
juga reaksi – reaksi mental yang mendasarinya .
Wolfgang dan wolfgang (1999) berpendapat bahwa
terdapat sejumplah nilai- nilai dalam bermain (the value of play) yaitu
bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional,
koknitif .dalam pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang memiliki
dampak dalam perkembangan anak, sehingga dapat di identifikasikan
bahwa fungsi bermain antara lain:
1. Berfungsi untuk mencerdaskan otot pikiran.
2. Berfungsi untuk mengasah panca indra.
3. Berfungsi sebagai media terapi.
4. Berfungsi untuk memacu kreatifitas
c. Manfaat bermain
Kegiatan bermain sangat digemari oleh anak-anak pada masa pra sekolah dan pada
umumnya sebagian besar wakt mereka digunakan untuk bermain. Para ilmuan telah
melakukan berbagai penelitian dan dihasikan temuan bahwa bermain mempunyai manfaat
besar bagi perkembangan anak, serta emosional. Mainan ataupun kegiatan bermain tertentu,
secara bersamaan mempunyai berbagai manfaat, jadi tidak terbatas pada manfaat tunggal.

Bermain adalah kegiatan yang menyenangkan bagi anak tanpa paksaan guna
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, afektif, sosial emosional, moral, dan motorik.
Hal ini didukung oleh ahli-ahli seperti Plato, Aristoteles, Rousseau dan Pestalozzi, Herbart
Spencer, dan Jean Piaget, yaitu:
Plato mencatat bahwa anak akan lebih mudah memahami aritmatika ketika diajarkan
melalui bermain. Pada waktu itu Plato mengajarkan pengurangan dan penambahan dengan
membagikan buah apel pada masing-masing anak. Kegiatan menghitung lebih dapat
dipahami oleh anak ketika dilakukan sambil bermain dengan buah apel. Eksperimen dan
penelitian ini menunjukkan bahwa anak lebih mampu menerapkan aritmatika dengan
bermain dibandingkan dengan tanpa bermain.
Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kegiatan
bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukan anak dimasa yang akan datang. Menurut
Aristoteles, anak perlu dimotivasi untuk bermain dengan permainan yang akan ditekuni di
masa yang akan datang. Sebagai contoh anak yang bermain balok-balokan, dimasa
dewasanya akan menjadi arsitek. Anak yang suka menggambar maka akan menjadi pelukis,
dan lain sebagainya.
Rousseau dan Pestalozzi mulai menyadari bahwa pendidikan akan lebih efektif jika
disesuaikan dengan minat anak. Pernyataan ini mendukung teori Frobel yang mengatakan
bahwa bermain sangat penting dalam belajar. Belajar berkaitan dengan proses konsentrasi.
Orang yang mampu belajar adalah orang yang mampu memusatkan perhatian. Bermain
adalah salah satu cara untuk melatih anak konsentrasi karena anak mencapai kemampuan
maksimal ketika terfokus pada kegiatan bermain dan bereksplorasi dengan mainan. Bermain
juga dapat membentuk belajar yang efektif karena dapat memberikan rasa senang sehingga
dapat menimbulkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Motivasi instrinsik tersebut
terlihat dari emosi positif anak yang ditunjukkan melalui rasa ingin tahu yang besar terhadap
kegiatan pembelajaran.
Herbart Spencer, mengemukakan bahwa anak bermain karena anak memiliki energi
yang berlebihan. Teori ini sering dikenal dengan teori Surplus Energi yang mengatakan
bahwa anak bermain (melompat, memanjat, berlari dan lain sebagainya) merupakan
manifestasi dari energi yang ada dari dalam diri anak. Bermain menurut Spencer bertujuan
untuk mengisi kembali energi seseorang anak yang telah melemah.
Jean Piaget, juga mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak,
mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang dan membentuk
struktur syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman yang berguna untuk
masa datang. Berkaitan dengan itu pula otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik
untuk menerima pelajaran (Martuti, 2009:23-25)
Beberapa Manfaat bermain terhadap perkembangan anak yaitu:
1) Salah satu ciri dari anak usia Balita adalah senang bergerak, dan secara fisik
ia aktif sekali untuk beraktivitas. Melalui bermain maka ia dapat
menyalurkan energy tubuhnya yang sedang sennag bergerak sehingga ia pun
memperoleh kepuasan dan tidak merasa dirinya sedang dikekang. Dengan
bergerak naik-turun tangga, berlarian disekitar ruangan, jumpalitan,
melompat, meloncat, men iti dan setersnya maka otot-otot tubuhnya pun
menjadi kuat dan tubuhnya menjadi sehat.
2) Manfaat bermain dalam perkembangan motorik. Sumbangan bermain
terhadap perkembangan motorik, baik motork kasar maupun motorik halus
sudah sangat jelas. Dalam aktivitas yang membutuhkan motorik kasar sepert
melompat.
3) Manfaat bermain dalam perkembangan kognitif. Aspek kognitif berkaitan
dengan daya ingat, daya tangkap dan kemampuan memahami suatu informasi
4) Manfaat bermain dalam perkembangan bahasa Menurut Vygotsky (Owens,
1996) bahasa merupakan factor penting untuk dikuasai manusia karena
perkembangan intelektual seorang anak terkait dengan bahasa.
5) Manfaat bermain dalam perkembangan sosial Bersosialisasi diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk dapat berbaur dengan orang lain, menyesuaikan
diri dengan kegiatan dan kebiasaan kelompok, dan dengan segala macam
orang yang memiliki karakteristik unik.
6) Manfaat bermain dalam perkembangan emosi dan kepribadian. Melalui
bermain anak dapatmelepaskan ketegangan-ketegangan yang dialaminya
karena banyaknya larangan yang harus ia hadapi dalam kehidupan sehari-
hari.
B. TAHAPAN PERKEMBANGAN BERMAIN PADA ANAK
1. Mildred Parten (1902 - )
Mildred parten (tedjasaputra, 2003) memandang kegiatan bermain sebagai sarana
sosialisasi anak dan ia mengamati ada empat bentuk interaksi yang terjadi pada saat
anak-anak bermain, pada empat bentuk interaksi tersebut terlihat adanya peningkatan
derajat interaksi sosial, yaitu sebagai berikut:
a. Unoccupied play
Pada kegiatan ini, sebenarnya anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan
bermain, melainkan hanya mengamati kejadian sekitarnya yang menarik perhatian
anak
b. Onlooker play
Pada umumnya onlooker play mulai terlihat pada anak usia sekitar usia dua tahun,
ditandai oleh kegiatan mengamati anak-anak lain yang sedang bermain.
c. Bermain Sendiri (Solitary play)
Kegiatan bermain sendiri biasanya tampak pada anak yang berusia muda, cirinya
adalah anak terlihat sibuk bermain sendiri tanpa memperhatikan kehadiran anak-
anak lain disekitarnya. Alat permainan yang digunakanpun tidak sama dengan
kelompok anak lain. Prilakunya yang bersifat egosentris mencerminkan sikap
memusatkan perhatian pada dirinya sendiri dan kegiatannnya sendiri.
d. Bermain kooperatif
Bermain kooperatif ditandai oleh adanya kerjasama di antara anak-anak. Terjadi
pembagian tugas, pembagian peran, diantara mereka demi tercapainya tujuan
bersama. Misalnya, mereka bersama-sama membangun “stasiun” kereta api. Ada
yang ditugaskan menyusun rel kereta api, ada yang bertugas membangun stasiun
dengan peronnya. Kegiatan bermain kooperatif lebih sering dijumpai pada anak yang
berusia sekitar lima tahun, namun perkembangannya sangat bergantung pada
kesempatan anak untuk bergaul dan bermain bersama teman sebaya. Latar belakang
kehidupan sosial orang tua ikut menentukan, bila orang tua kurang suka bergaul,
maka kesempatan dan keinginan anak untuk bermain bersama teman kurang atau
tidak akan berkembang.

Bermain adalah dunia kerja anak usia balita dan kegiatan bermain ditandai oleh rasa
senang dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain. Bermain menjadi hak anak,
yang tertuang dalam hak anak yang diratifikasi oleh pemerintah indonesia pada
tahun 1990 dqari deklarasi PBB pasal 7 ayat 3.

Oleh karena menimbulkan rasa senang, maka anak akan lebih mudah mempelajari
sesuatu hal. Dari kegiatan bermain, anak dapat memetik berbagai manfaat, baik
dalam perkembangan fisik dan motoriknya, emosi dan sosialnya, serta aspek kognitif
dan bahasnya. Menurut mildred parten, ada 4 tahap perkembangan bermain anak,
yaitu unoccupied play, onlooker play, bermain sendiri dan bermain kooperatif.

Adalah tidak benar jika anak diusia balita sudah dituntut untuk belajar berbagai hal
yang bersifat akademis. Karena, bermain pada anak akan mengikuti tahapan
perkembangan tertentu, sejalan dengan kematangan fungsi-fungsi syaraf serta
kematangan tubuhnya dan perkembangan sosial, emosional, serte kemampuan
berfikirnya.

2. Jenis-jenis kegiatan bermain


a. Bermain fungsional
Kegiatan bermain fungsional sudah dimulai pada usia bayi dan bila ditinjau dari
tingkat perkembangan kognitif piaget (tahap sensorimotor) merupakan bentuk
bermain yang paling sederhana. Bermain fungsional adalah kegiatan bermain yang
ditandai dengan gerakan otot-otot yang berulang-ulang.
Berdasarkan pengertian bermain fungsional, maka aktifitas bermain ini akan
menambah kekuatan fisik, otot tubuh, dan keterampilan motorik kasar. Secara tidak
langsung, kegiatan ini akan berdampak pada perkembangan kepribadian anak. Anak
akan merasa mampu melakukan berbagai macam gerakan, sehingga ia menjadi lebih
percaya diri dan tidak canggung-canggung untuk melibatkan diri dalam kegiatan
bermain bersama teman sebaya. Kegiatan bermain fungsional merupakan dasar dari
kemampuan berolahraga yang bisa ditekuni anak dikemudian hari.
b. Bermain konstruktif
Ditinjau dari kompleksitas perkembangan kognitif, bermain konstruktif adalah
kegiatan bermain yang lebih kompleks dibandingkan dengan bermain fungsional
(papalia dkk., 2009 b). Bermain konstruktif adalah kegiatan bermain yang
menggunakan objek atau bahan-bahan tertentu untuk membentuk sesuatu, misalnya
membangun rumah-rumahan dari balok atau kardus bekas, menggambar, membentuk
lilin mainan dan sebagainya. Menurut johnson, dkk (papalia dkk., 2009 b), anak usia
4 tahun yang berada pada TK ataupun tempat penitipan anak akan menghabiskan
lebih dari separuh waktunya untuk melakukan kegiatan semacam ini dan kegiatan
semakin terelaborasi pada anak usia 5-6 tahun.
Kegiatan bermain konstruktif merangsang kreativitas serta imajinasi anak,
mengingat ia harus mampu membayang bentuk yang kan ia buat. Melalui
kegiatan/aktivitas jenis ini keterampilan motorik halus sekaligus terasah, ketekunan
serta konsentrasi akan dibutuhkan pada aktivitas ini.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan bermain jenis ini, yaitu:
Anak perlu diberikan kesempatan agar mau melakukannya. Mengingat setiap ana
kadalah unik, maka sangat besar kemungkinannya ada anak yang kurang menyukai
kegiatan bermain konstruktif
c. Mengingat perkembangan kognitif anak berada pada tahap praoperasional dengan
ciri egosentris, maka sangan dimungkinkan hasil karya anak ditinjau dari bentuknya
tidak atau kurang sesuai dengan tema yang disebutkan. Misalnya, bangunan yang
dibentuk dari balok disebut oleh anak-anak sebagai roket, padahal bentuknya sama
sekali tidak menyerupai roket.
d. Ada anak yang unggul dalam jenis kegiatan bermain yang satu, tapi kurang unggul
pada kegiatan bermain jenis lainnya, hal ini merupakan peristiwa yang sangat wajar.
C. PERAN GURU DALAM KEGIATAN BERMAIN BERSAMA ANAK
1. Apakah guru harus melibatkan diri dalam kegiatan bermain bersama anak TK ?
2. Bagaimana seharusnya guru berperan ketika anak-anak balita ini bermain ?
Keterlibatan guru dalam kegiatan bermainyang dilakukan anak-anak sangat diperlukan,
sebab guru dapat berfungsi untuk memberi dukungan pada anak dikala anak merasa
dirinya tidak mampu, cemas dan malu serta guru harus bersikap responsif ketika anak
menunjukkan keingintahuan mengenai suatu hal.
1. Beberapa hasil penelitian mengenai peran guru yang kurang menunjang
kegiatan bermain anak
Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh file dan kontos pada tahun 1993 di
Amerika Serikat (dalam johnson, dkk., 1999), diperoleh hasil bahwa guru lebih banyak
memberi dukungan dalam aspek perkembangan kognitif dan kurang mengembangkan aspek
sosial dari kegiatan bermain. Bila aspek sosial kurang diperhatikan, dampak negatif akan
lebih dirasakan oleh anak yang kurang terampil dalam pertemanan. Anak-anak ini semakin
tersisihdari teman-teman lainnya.
Saat anak bermain konstruktif, sebaiknya tidak usah menginstruksikan anak untuk
membuat suatu bentuk atau menyuruh untuk meniru bentuk yang harus dibuat. Apabila guru
terlalu banyak ikut campur atau mau memengaruhi anak, maka akan menggangu
keberlangsungan kegiatan bermain anak (jones & reynolds, Schrader dan wood dkk. Dalam
johnson, dkk., 1999). Reynold dan jones (dalam hendrick, 2001) juga mendukung pendapat
tersebut. Mereka menyatakan bahwa guru harus menghindari untuk mendominasi
pengalaman bermain dari anak dan sebaiknya memberi kesempatan pada anak untuk
mengekspresikan diri mereka sendiri sesuai dengan keunikan yang dimiliki oleh masing-
masing pribadi anak.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
bagian penting dari peran guru dalam bermain bersama dengan anak adalah bagaimana guru
melibatkan diri dan bukan pada seberapa sering guru melibatkan diri dalam kegiatan
bermain bersama anak. Bila keterlibatan guru sesuai maka hal ini akan memperkaya
pengalaman serta wawasan anak.
2. Beberapa hasil penelitian mengenai dampak positif dari keterlibatan
guru dalam aktivitas bermain bersama anak
Apabila guru ikut bermain bersama anak, ada beberapa hasil positif yang teramati,
yaitu:
a. Lamanya durasi anak bermain bersama teman menjadi dua kali lipat dari
biasanya, dibandingkan bila mereka dilepas untuk bermain sendiri tanpa guru
b. Anak-anak akan menampilkan kegiatan bermain kooperatif (tahap tertinggi
dari kegiatan bermain sosial yang dikemukakan oleh patern). Berarti dengan keikutsertaan
guru, anak-anak mau melibatkan diri dalam kegiatan bermain yang lebih bersifat sosial.
c. Kegiatan bermain yang dilakukan anak menunjukkan tahapan kognitif yang
lebih tinggi
d. Dalam aktivitas membaca buku, ternyata anak-anak menunjukkan minat
membaca dan menulis yang lebih tinggi
3. Strategi untuk pengayaan anak melalui aktivitas bermain
Dalam rangka melakukan pengayaan pada anak, guru perlu mengambil peran aktif.
Ada tiga langkah yang perlu disiapkan, yaitu sebagai berikut:

a. Mempersiapkan sumber-sumber untuk bermain


1. Waktu bermain.
Perlu disesuaikan dengan jenis aktivitas yang akan dilakukan oleh anak
2. Ruang bermain.
Anak-anak membutuhkan ruangan untuk bermain dan sebaiknya ruangan untuk
bermain ditata sedemikian rupa sehingga memberikan anak-anak kesempatan untuk bermain
yang membutuhkan aktivitas fisik maupun yang membutuhkan aktifitas tenang.
3. Peralatan bermain.
Penelitian membuktikan bahwa peralatan yang tersedia untuk bermain akan
mempengaruhi jenis bermain yang dipilih oleh anak. Sebagai contoh, apabila peralatan yang
disediakan terdiri dari balok-balok, perlatan gambar, lilin mainan akan memancing
kegeiatan bermain konstruktif.
4. Pengalaman sosial.
Yang dimaksud dengan pengalaman sosial adalah pengetahuan anak mengenai
berbagai peran yang pernah ia lihat dan alami dalam kehidupan sehari-hari. Semakin banyak
anak memperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai pengalaman, maka semakin
mudah untuk memainkam pengalaman tersebut dalam tema bermain yang dipilihnya.
b. Observasi
Observasi merupakan metode yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh para
guru. Pengamatan yang hati-hati serta cermat akan membantu para guru untuk mencari tahu
mengenai apa yang dilakukan oleh anak didiknya.
c. Keterlibatan guru
Pengalaman anak akan semakin kaya bila guru mampu untuk berinteraksi secara
positif dengan anak. Interaksi secara positif ditandai oleh sikap guru yang mendukung serta
tanggap terhadap prilaku dan kebutuhan anak. Sebaliknya, apabila guru cenderung
mengendalikan permainan atau mengganggu kegiatan bermain yang sedang dilakukan oleh
anak, maka permainan akan terhambat atau anak akan menghentikan kegiatan bermainnya
karena merasa selalu dinilai dan diatur oleh orang lain.
Ada bebrapa peran guru (orang dewasa) yang berhasil diamati oleh sejumlah peneliti
(enz & christiez, jones & reynolds dan roskos & newman dalam jhonson, dkk, 1999)
1. Tidak terlibat (uninvolved), tidak menaruh perhatian terhadap kegiatan
bermain anak
2. Melihat (onlooker) dan mengamati apa yang dilakukan oleh anak dari jarak
dekat. Peran yang diambil berkisar antara memberi respons berupa anggukan kepala tanda
menyetujui apa ayang akan dilakukan oleh anak atau memeberikan komentar secara lisan
terhadap aktivitas anak.
3. Menjadi manajer panggung (stage manager) yaitu membantu anak untuk
menyiapkan perlengkapan bermain bila diperlukan oleh anak, membantu memberi ide
mengenai apa tema bermain, tetapi tetap menyerahkan kepada anak untuk menentukan
aktivitas yang akan mereka lakukan.
4. Ikut berpartisipasi (cosplayer) dalam kegiatan bermain anak, sebagai
cosplayer maka guru mempunyai peran yang setara dengan anak. Anak tetap memimpin
kegiatan bermain guru mengikuti aturan permaianan yang telah ditetapkan oleh anak.
5. Memimpin kegiatan bermain (play leader). Dalam hal ini, guru ikut berperan
serta dalam kegiatan bermain dan berusaha memperkaya serta memperluas wawasan anak.
6. Menjadi instruktur. Dalam hal ini guru berperan dalam mengendalikan
kegiatan bermain dan mengarahkan perhatian anak pada materi yang bersifat akademis.
Jadi apabila ditinjau dari berbagai peran tersebut, peran guru berada dalam suatu
skala dari sama sekali tidak terlibat sampai kepada terlibat secara penuh untuk mengarahkan
kegiatan anak. Kedua keterlibatan (uninvolved dan instruktur) mempunyai pengaruh negatif
terhadap pengalaman bermain anak. Sebab anak tidak mendapatkan dukungan dan
kesempatan untuk mengembangkan minat serta potensinya sendiri. Pada kondisi khusus,
kedua peran ini dapat diterapkan, tetapi harus diaplikasikan secara hati-hati dan tidak
berlarut-larut.
Sebagai guru, jangan sampai merasa terbebani oleh kewajiban “demi kebaikan
anak”, jangan pula merasa terpaksa bermain dengan anak, jangan terpaku pada target harus
membuat anak mampu melakukan tugasnya dengan baik.
Sebagai kesimpulan, peran guru dalam kegiatan bermain bersama anak mempunyai
dua sisi yang bertentangan, yaitu menguntungkan dan merugikan. Akan tetapi, titik tolak
terpenting adalah bagaimana guru melibatkan dirinya dalam kegiatan bermain bersama
anak. Bila guru memiliki kepekaan, tanggap dan mendukung anak, guru dapat
mengembangkan kegiatan bermain pada anak. Sebaliknya, apabila guru terlalu
mengendalikan dan membatasi serta menghambat kegiatan bermain anak semata-mata
karena tujuan akademis maka anak akan menderita dan keinginannya untuk bereksplorasi,
bereksperimen menjadi terhambat. Maka, kreatifitas anakpun terpasung.
D. OBSERVASI
Observasi merupakan metode yang sarat manfaat karena melalui observasi, guru
dapat mengenal anak lebih dalam. Dengan melakukan pengamatan saat anak bermain, guru
dapat memperoleh data mengenai kegiatan bermain anak, jenis bermain yang sering
dilakukan, tempat bermain yang sering dipilih, serta interaksi anak dengan temansebaya
ataupun orang dewasa. Dari observasi pula guru dapat memperoleh data mengenai
perkembangan sosial serta kognitif anak.
Observasi yang dilakukan oleh guru bergantung pada tujuan yang ingin dicapai,
apakah untuk mencari tahu status anak dqalam aspek sosial dan kognitifnya, ataukah lebih
terfokus pada aspek sosialnya saja, atau semata-mata untuk menilai kemampuan anak
dalam sosiodrama. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui kemampuan anak secara
umum. Anak yang lebih cerdasbiasanya mempunyai ide yang orisinal, daya khayalnya pun
tinggi, juga dapat diamati bagaimana anak tersebut menjadi pemimpin bagi teman-
temannya. Data dari hasil pengamatan dapat digunakan untuk melakukan intervensi kepada
anak dan menjadi masukan pula kepada orang tua sehingga orang tua dapat diajak bahu-
membahu dalam rangka mengatasi kekurangan-kekurangan anak.

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN
Aktivitas bermain sangat mempengaruhi perkembangan anak, baik secara
fisik, motorik, bahasa, sosial, kognitif dan emosional. Namun, aktivitas bermain hendaknya
disesuaikan dengan perkembangan anak, tujuannya adalah agar anak berkembang secara
berkesinambungan. Aktivitas bermain anak juga perlu mendapatkan pengawasan dari guru
dan orang tua. Masa anak-anak adalah masa penting dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, karena apa yang didapat pada usia anak-anak akan terbawa saat mereka
dewasa.
SARAN
Pengembangan fisik motorik perlu didapatkan oleh setiap anak setiap harinya baik
itu dalam pendidikan formal maupun non formal guna anak guna mendapatkan
perkembangan anak dari segala segi aspek selain itu juga bermanfaat dalam pembentukan
karakternya yang berguna bagi negara dan lingkungannya. Tentunya Pengembangan fisik
motorik anak haruslah dilakukan dengan bermain sambil belajar. Dengan mengembangkan
fisik motorik diharapkan anak bisa menjalankan kegiatan yang baik sesuai kaidah dan tidak
terpengaruh kegiatan-kegiatan yang negatif.
Penulis menyadari sepenuhnya atas segala kekurangan pada makalah ini dan penulis
dengan senang hati dan akan menerima saran serta kritik demi kesempurnaan makalah ini.
Atas segala saran dan bantuan, penulis sampaikan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Rini Hidayani, dkk. Psikologi Perkembangan Anak. Edisi 1.Universitas Terbuka.


http://www.slideshare.net/rizkasupriyanti/modul-4-bermain-anak-usia-46tahun

http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.co.id/2013/12/contoh-makalah-kuliah-mahasiswa-
bermain.html

http://www.gudangmakalah.com/2014/10/contoh-makalah-pengertian.html

http://chitera-fujioka.blogspot.co.id/2011/09/pengaruh-bermain-terhadap-perkembangan.html

Anda mungkin juga menyukai