Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah
Dosen Pembimbing :
Erna Rahmayani M.Kep.Ns.,Sp.Kep.An
Disusun oleh :
Anjely Dewi. T (P17321193048)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI SARJANAN TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
A. Pengertian Bermain Bermain adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas anak untuk beersenang senang. Apa pun kegiatannya, selama itu terdapat unsur kesenangan atau kebahagiaan bagi anak usia dini, maka bisa disebut sebagai bermain. Senada dengan pengertian tersebut dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2008:857) disebutkan bahwa istilah bermain berasal dari kata dasar main yang berarti melakukan aktivitas atau kegiatan untuk menyenangkan hati. Dalam kontekas ini bermain harus dipahami sebagai upaya menjadikan anak senang, nyaman, ceria dan bersemangat. B. Arti Penting Bermain Bagi anak Bermain bagi anak usia dini sangat penting. Sebeb melalui bermainlah anak mengalami proses pembelajaran. Selain itu, salah satu karakteristik anak usia dini ialah suka bermain. Artinya bermain sudah menjadi kebutuhan alamiah setiap anak yang arus dipenuhi. Apabila tidak terpenuhi, maka akan dapat mengganggu proses perkembangan anak itu sendiri. Menurut Al-Ghazali bermain adalah suatu yang sangat penting bagi anak, sebab melarang anak dari bermain dapat mematikan hatinya, mengganggu kecerdasannya dan merusak irama hidupnya. Dengan kata lain, bermain adalah dunia anak-anak. Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadikan alas an mengapa bermain sangat penting bagi anak usia dini, diantaranya: 1. Menurut ahli pendidikan anak, cara belajar anak yang paling efektiif ialah melalui bermain atau permainan. 2. Dengan bermain anak dapat meningkatkan penalaran dan memahami keberadaannya di lingkungan teman sbaya dan membentuk daya imajinasi. 3. Melalui bermain anak dapat mempelajari dan belajar banyak hal, dapat mengenal aturan, bersosialisasi, kerja sama, disiplin, dan lain-lainnya. 4. Bermain merupakan cara yang paling baik dan tepat untuk mengembangkan kemampuan anak usia dini. 5. Menurut konsep edutaintment, belajar tidak akan berhasil dalam arti yang sesungguhnya bila dilakukan dalam keadaan yang menegangkan dan menakutkan, belajar hanya akan efektif bila suasana hati anak berada dalam kondisi yang menyenangka. Itulah beberapa alasan mengapa bermain itu penting bagi anak usia dini. Sekali lagi, yang perlu ditekankan dalam konteks ini ialah dunia anak dunia bermain, maka setiap aktivitas belajar anak harus dibuat dalam bentuk dan suasana bermain.
C. Tujuan Bermain dan Rekreasi
Utami Munandar menyebutkan bahwa bermain sebagai suatu aktivitas yang membentu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, social, moral, dan emosional. Berbagai perkembangan anak tersebut dapat diperoleh melalui berbagai kegiatan yang dilakukan anak, baik sendiri maupun bersama-sama dengan teman sebayanya. Sejalan dengan itu, Wolfgan berpendapat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai dalam bermain (the value of play), yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan social, emosional, dan kognitif (Yuliani,2009:145). Mennurut Slamet Suyanto (2015:124-126) bermain memiliki peran penting dalam perkembangan anak pada hampir semua bidang perkembangan, baik perkembangan fisik- Motorik, bahasa, intelektual, moral, social, maupun emosional. Lebih lanjut mengenai peran bermain bagi perkembangan anak dapat dilihat melalui uraian berikut ini: 1. Bermain mengembangkan kemampuan motoric. Piaget berpendapat bahwa anak terlahir dengan kemampuan refleks, kemudian ia belajar menggabungkan dua atau lebih gerak refleks, dan pada akhirnya ia mampu mengontrol gerakannya. Melalui bermain anak belajar mengontrol gerakannya menjadi terkoordinasi. Selain itu, dengan bermain memungkinkan anak bergerak secara bebas, sehingga anak mampu mengembangkan kemampuan motoriknya. 2. Bermain mengembangkan kemampuan kognitif. Masih menurut Piaget bahwa anak belajar mengkonstruksikan pengetahuan dengan berinteraksi dengan objek yang ada di sekitarnya. Bermain menyediakan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan objek. Dengan bermain seorang anak juga mempunyai kesempatan untuk menggunakan indranya, seperti menyentuh, mencium, melihat dan mendengarkan, untuk mengetahui sifat-sifat objek. Dalam konsep edutainment hal ini disebut sebagai global learning (belajar menyeluruh). 3. Bermain mengembangkan kemampuan afektif. Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap seseorang. Kemampuan ini dapat dikembangkan dan dilatih melalui kegiatan bermian. 4. Bermain mengembangkan kemampuan bahasa. Pada saat bermain anak akan menggunakan bahasa , baik untuk berkomunikasi dengan temannya tau hanya sekedar menyatakan pikirannya. Bermain dengan bercakap-cakap menggambarkan anak sedang dalam tahap menggabungkan pikiran dan bahasa sebagai satu kesatuan. 5. Bermain mengembangkan kemampuan social. Pada saat bermain anak secara langsung anak berinteraksi dengan anak yang lain. Interaksi tersebut mengajarkan anak bagaimana merespons, memberi dan menerima, menolak atau setuju ide dan perilaku anak yang lain. Sikap yang demikian itu sedikit demi sedikit akan mengrangi rasa egosentrisme pada anak dan mengmbangkan kemampuan sosialnya. D. Fungsi Bermain Dunia anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bermain. Diharapkan dengan bermain, anak akan mendapatkan stimulus yang mencukupi agar dapat berkembang secara optimal. Adapun fungsi bermain pada anak yaitu : 1. Perkemabanga sensorik-motorik Aktivitas sensorik-motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. 2. Perkembangan intelektual Anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan objek. Misalnya, anak bermain mobil-mobilan, kemudia bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka anak telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya piker dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi, akan melatih kemampuan intelektualnya. 3. Perkembangan sosial Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan memecahkan dari hubungan tersebut. Saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami lawan bicara, dan belajar tentang nilai sosial yang ada pada kelompopknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja. 4. Perkembangan kreativitas Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkan ke dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. 5. Perkembangan kesadaran diri Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. 6. Bermain sebagai terapi Pada saat aak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stressor yang dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainan (distraksi). E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain Ardini dan Lestariningrum (2018) menyatakan beberapa faktor yang berpengaruh pada bermain, meliputi : 1. Kesehatan Semakin sehat seorang anak, maka semakin banyak energi untuk bermain secara aktif. Sedangkan anak-anak yang kurang sehat atau kurang energi, mereka cenderung membutuhkan hiburan atau bermain secara pasif seperti menonton TV, dan sebagainya. 2. Perkembangan motorik Kondisi motoric yang baik, baik pada motoric kasar maupun motoric halus memberikan peluang bagi anak untuk bermain secara aktif. 3. Intelegensi Kecerdasar seorang anak dapat diperlohatkan saat bermain, dimana anak-anak menggunakan kemampuan berfikirnya dalam memecahkan persoalan ataupun tantangan dalam bermain, seperti saat bermain puzzle, saat menetukan taktik agar mampu menyelesaikan permainan dengan baik. 4. Jenis kelamin Anak laki-laki lebih cenderung menyukai permainan yang beresiko dibandingkan anak wanita, dimana anak laki-laki menyukai permainan yang menampilkan perilaku agresif dibandingkan wanita, seperti bermain dengan agresi seperti memukul, memanjat, dan sebagainya. 5. Status sosial ekonomi Anak dari keluarga menengah ke atas secara ekonomi akan berpeluang memilih permainan yang mahal seperti sepatu roda, bersepeda dibandingkan anak-anak dari keluarga ekonomi rendah yang bermain permainan yang mudah diperoleh peralatannya seperti berenang di sungai, bermain bola, dan sebagainya yang mudah diperoleh di sekitarnya. 6. Jumlah waktu bebas Keragaman aktivitas anak dapat mempengaruhi jumlah bermainnya, misalnya anak diberi kursus, tugas rumah yang banyak dari sekolah, sehingga waktu bebas untuk bermain juga semakin minim. 7. Peralatan bermain Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi jenis bermain anak, misalnya anak memiliki banyak boneka, maka jenis permainan yang paling dominan adalah pura-pura seperti bermain dokter-dokteran, dan permainan lainnya menggunakan boneka tersebut. F. Karakteristik dan Klasifikasi Bermain Menurut Hidayat (2009), karakteristik dan klasifikasi dibagi berdasarkan isi permainan dan karakter sosial yaitu sebagai berikut : 1. Berdasarkan isi permainan Bermain berdasarkan isi permain dibagi lagi menjadi lima jenis permainan yaitu sebagai berikut : a) Social Affective Play Permainan pada anak bertujuan menstimulasi dan mengamati respons anak seperti tertawa senang ketika diajak berbicara dan tersenyum saat diayun- ayun pada bayi usia 1-12 bulan. Inti permainan Adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tua atau orang lain. Contoh permainan 1) Permainan “cilukba” 2) Berbicara sambal tersenyum dan tertawa 3) Memberikan tangan pada bayi untuk digenggam, tetapi dengan diiringi berbicara sambal tersenyum dan tertawa Maka, bayi akan mencoba merespons tingkh laku orangtuanya. Misalnya, dengan tersenyum, tertawa dan mengoceh. b) Sense of Pleasure Play Permainan ini bertujuan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari suatu objek di sekelilingnya. Inti permainan Menimbulkan rasa senang pada anak dan biasanya mengasyikkan. Permainan jenis ini menggunakan alat. Contoh permainan 1) Bermain pasir : membuat gunug atau benda apa saja dari pasir 2) Bermain air : misalnya, memindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan dan dengan permainan yang dilakukannya sehingga susah dihentikan. c) Skill Play Permainan ini akan meningkantkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya bayi akan terampil memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari suatu tempat ke tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Inti permainan Keterampilan motorik kasar dan halus diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan. Semakin sering melakukan Latihan, anak akan semakin terampil. Contoh permainan Permainan yang bisa dilakukan adalah yang menggunakan alat tertentu dan menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Misalnya ular tangga, congklak dan puzzle. d) Dramatic Play Anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambal berpakaian meniru orang dewasa. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan diantara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Inti permainan Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu. Permainan dilakukan dengan bermain peran sesuai dengan pengalamn yang diperolehnya, baik dengan melihat, mendengar, maupun membaca. Contoh permainan Anak berperan sebagai pilot yang menerbangkan pesawat setelah melihat film edukasi bertema pilot pesawat terbang. e) Unoccupied Behavior Permainan jenis ini menggunakan situasi atau objek yang ada di sekeliling anak sebagai alat permainan. Inti permainan Permainan tidak terfokus pada satu permainan tertentu. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta lingkungan tersebut. Comtoh permainan Bisa saja, pada saat ternetu anak terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di sekelilingnya. 2. Berdasarkan Karakter Sosial Bermain berdasarkan karakter sosial dibagi lagi menjadi lima jenis permainan sebagai berikut : a) Onlooker Play Anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi. Inti permainan Anak bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya. b) Solitary Play Anak bermain sendiri walaupun disekitarnya ada orang lain. Anak tampak berada dalam kelompok pemainan, tetapi ia bermain sendiri dengan alat permainan yang dimiliki. Alat permainan tersebut berbeda dengan yang digunakan temannya. Inti permainan Tidak ada Kerjasama ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya. Contoh permainan Bayi dan toddler (usia 1-3 tahun) asyik bermain sendiri dengan mainannya tanpa menghiraukan orang-orang sekitarnya. c) Pararel Play Anak dapat menggunakan alat permainan yang sejenis, tetapi antara satu anak dan anak lainnya tidak terjadi interaksi satu sama lain. Inti permainan Antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler. Contoh permainan Anak balita yang berkumpul Bersama untuk bermain disaat ibunya arisan. Masing-masing anak memegang bola, tetapi asyik bermain sendiri-sendiri dan tidak saling berinteraksi. d) Associative Play Masing-masing anak bermain sesuka hatinya, tidak ada aturan main, dan tidak ada pembagian tugas. Inti permainan Pada permainan ini, sudah terjadi komunikasi antara satu anak dan anak lainnya. Permainan berkelompok, tetapi tidak terorganisasi dan tidak ada yang memimpin permainan. Selain itu tujuan permainan ini pun tidak jelas. Contoh permainan Sekelompok anak preschool (usia 4-6 tahun) bermain hujan-hujanan dihalaman rumah, bermain lari-larian dihalaman masjid atau bermain boneka. e) Cooperative Play Dalam permainan ini, sudah ada anak yang memimpin permainan, mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Permainan ini cocok untuk anak usia sekolah (6-12 tahun) dan remaja (12-18 tahun). Inti permainan Aturan permainan, tujuan dan pemimpin permainan dalam kelompok tampak jelas pada permainan jenis ini. Permainan berkelompok, sudah terorganisasi dan terencana serta ada aturan main. Contoh permainan Pada permainan sepak boal, ada anak yang memipin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak, dan mereka harus dapat mencapai tujuan Bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukan bola ke gawang lawan. Contoh lainnya anak bermain ular tangga, halma, monopoli, petak umpet, gobag sodor atau kasti. Daftar Pustaka Nani D. 2018. Inspirasi Permainan Edukatif Orangtua Bersama Anak Sesuai Usia. Penebar Swadaya Group : Jakarta Pratiwi E, Fembi N, Elfi T, Jalal M. 2021. Konsep Keperawatan Anak. Penerbit Media Sains Indonesia : Jawa Barat Saputro H, Fazrin I. 2017. Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit. Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES) : Ponorogo