Anda di halaman 1dari 25

PRATIKUM TRAUMA

“TERAPI BERMAIN PADA ANAK”

OLEH
KELOMPOK 2:

SEPTIAN ADITYA PUTRA 23300070

SHERLLI INDRIYANI 23300037

SRI SUMETA PUTRI 23300032

SUCI PUJI HADIANTI 23300069

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


ISTITUT CITRA INTERNASIONAL
2023
Konsep Bermain

1. Definisi Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, anak belajar
berbagai hal. Bermain merupakan bagian yang amat penting dalam tumbuh
kembang anak untuk menjadi manusia seutuhnya. Bermain bagi anak adalah salah
satu hak anak yang paling hakiki. Melalui kegiatan bermain ini, anak bisa
mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan social (Prasetyono, 2007).
Masa anak-anak sangat identik dengan masa bermain, karena
perkembangan anak mulai diasah sesuai kebutuhannya disaat tumbuh kembang.
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak-anak dapat melakukan atau
mempraktikan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz, 2005).
Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan
media yang baik untuk belajar, karena dengan bermain anak-anak akan berkata-
kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan
apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak, sertasuara (Wong,
2000).
Bagi anak-anak, bermain adalah “pekerjaan” mereka. Bermain membantu
anak memahami ketegangan dan tekanan, mengembangkan kapasitas mereka, dan
menguatkan pertahanan mereka, sehingga bermain tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan anak baik sehat maupun sakit (Potter & Perry,2005).
Bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik sehingga
ketegangan mengendur dan anak tersebut dapat menghadapi masalah kehidupan.
Permainan memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan
melepaskan emosi yang tertahan, yang meningkatkan kemampuan si anak untuk
menghadapi masalah (Santrock, 2007)
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dunia anak adalah
dunia bermain dan bermain adalah hak anak yang paling hakiki. Melalui kegiatan
bermain ini, anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan
sosial.
Perkembangan secara fisik dapat dilihat saat bermain, perkembangan
intelektual bisa dilihat dari kemampuannya menggunakan atau memanfaatkan
lingkungan, perkembangan emosi dapat dilihat ketika anak merasa senang, tidak
senang, marah, menang dan kalah dan perkembangan sosial bisa dilihat dari
hubungannya dengan teman sebayanya, menolong dan memperhatikan
kepentingan orang lain.

2. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-
motorik, membantu perkembangan kognitif/intelektual, perkembangan sosial,
perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral,
dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).
a. Perkembangan Sensorik-Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensorikmotorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot, sehingga kemampuan penginderaan anak mulai
meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti:
stimulasi visual (penglihatan), stimulasi audio (pendengaran), stimulasi taktil
(sentuhan) dan stimulasi kinetik.

b. Perkembangan Intelektual (Kognitif)


Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar, terutama mengenal warna, bentuk,
ukuran, tekstur dan membedakan objek. Saat bermai, anak akan mencoba
melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan
seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dengan kenyataan
dan berbagai manfaat benda yang digunakan dalam permainan, sehingga fungsi
bermain pada model demikian akan meningkatkan perkembangan kongnitif
selanjutnya.

c. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan anak mampu berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak mengembangkan
hubungan sosial, belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Contoh
pada anak-anak usia todler yang bermain dengan teman sebayanya dan bentuk
permainannya adalah bermain peran seperti menjadi guru, menjadi ayah atau ibu,
menjadi anak dan lain-lain. Ini merupakan tahap awal bagi anak usia todler dan
prasekolah untuk meluaskan aktivitas sosialnya diluar lingkungankeluarga.

d. Perkembangan Kreativitas
Bermain dapat meningkatkan kreativitas yaitu anak mulai menciptakan
sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya, misalnya dengan membongkar dan memasang satu alat
permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.

e. Perkembangan Kesadaran Diri


Anak yang bermain akan Mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenali kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain.

f. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari
orang tua dan guru. Anak yang melakukan aktivitas bermain, akan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan kelompok yang ada
dalam lingkungannya.
Bermain juga dapat membantu anak belajar mengenai nilai moral dan
etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah serta belajar
bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya. Permainan adalah
media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan
memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengawasi
anak saat anak melakukan aktivitas bermain dengan mengajarkan nilai moral,
seperti baik atau buruk, benar atau salah.

g. Bermain Sebagai Terapi


Bermain mempunyai nilai terapeutik, bermain dapat menjadikan diri anak
lebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan ketegangan dapat
dihindarkan, mengingat bermain dapat menghibur diri anak terhadap dunianya.
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akanmengalami perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Anak yang
melakukan kegiatan bermain akan terlepas dari ketegangan dan stres yang
dialaminya akibat dari efek dirawat di rumah sakit.
Bermain dirumah sakit membuat normal sesuatu yang asing dan kadang
kondisi lingkungan yang tidak ramah dan memberi jalan untuk menurunkan
tekanan. Bermain membantu untuk memahami ketegangan dan tekanan,
mengembangkan kapasitas mereka, danmenguatkan pertahanan mereka.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain


Ada lima faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak (Supartini,
2004). Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Perkembangan Anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak yaitu sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangannya. Tentunya permainan anak usia bayi tidak
lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah, demikian
juga sebaliknya, karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan anak.

2. Status Kesehatan Anak


Aktivitas bermain memerlukan energi. Namun bukan berarti anak tidak
perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya
dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa, yang penting pada saat kondisi
anak sedang menurun atau anak sedang terkena sakit, bahkan dirawat di rumah
sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat
dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di
rumah sakit.
3. Jenis Kelamin Anak
Dalam melakukan aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-
laki atau perempuan, semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki
atau anak perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas,
dan kemampuan sosial anak.
Ada pendapat lain yang menyakini bahwa permainan adalah salah satu alat
untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan
anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak lakilaki. Hal ini
dilatar belakangi oleh adanya alasan tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-
laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.

4. Lingkungan yang Mendukung


Fasilitas bermain lebih diutamakan yang dapat menstimulasi imajinasi dan
kreativitas anak. Keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga
mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui permainan, sementara lingkungan
fisik sekitar rumah lebih banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk
melakukan aktivitas fisik dan motorik.

5. Alat dan Jenis Permainan yang Cocok


Alat dan jenis permainan dipilih yang sesuai dengan tahapan tumbuh
kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu
sebelum membelinya, apakah mainan tersebut aman dan sesuai dengan usia anak.
Alat permainan yang harus didorong, ditarik dan dimanipulasi akan mengajarkan
anak untuk mengembangkan kemampuan koordinasi gerak.

4. Klasifikasi Bermain
Sifat bermain pada anak yang kita tahu ada dua yaitu bersifat aktif dan
bersifat pasif. Sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda,
dikatakan bermain aktif jika anak berperan aktif dalam permainan, selalu
memberikan rangsangan dan melaksanakannya, sedangkan bermain pasif adalah
anak memberikan respon secara pasif terhadap permainan dan orang atau
lingkungan yang memberikan respon secara aktif. Melihat sifat tersebut, kita
dapat mengenal macam-macamdari permainan.
Ada beberapa jenis permainan, ditinjau dari isi permainan dan karakter
sosialnya. Berdasarkan isi permainan ada Social affective play, sense pleasure
play, skill play, games, unoccupied behavior dan dramatic play. Ditinjau dari
karakter permainan, terdapat jenis social onlooker play, solitary play dan
parallel play (Aziz, 2005).

a. Berdasarkan Isi Permainan


1) Social Affective Play (Bermain Afektif Sosial)
Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam berhubungan
dengan orang lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif dan
anak hanya berespon terhadap stimulasi sehingga akan memberikan kesenangan
dan kepuasan bagi anak. Permainan yang biasa dilakukan adalah “ciluk ba”,
berbicara dan memberi tangan untuk digenggam oleh bayi sambil
tersenyum/tertawa. Bayi akan mencoba berespon terhadap tingkah laku orang
tuanya dengan tersenyum, tertawa atau mengecoh.

2) Sense of Pleasure Play (Bermain Bersenang-Senang)


Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang
ada, sehingga anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang
lain. Sifat bermain ini adalah bergantung pada stimulasi yang diberikan pada anak,
mengingat sifat dari bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak tanpa
mempedulikan aspek kehadiran orang lain, misalnya dengan menggunakan pasir,
anak akan membuat gunung-gunung atau benda apa saja yang dapat dibentuknya
dengan pasir.

3) Skill Play (Bermain Keterampilan)


Permainan ini akan meningkatkan keterampilan anak khususnya motorik
kasar dan halus, misalnya bayi akan terampil memegang benda-benda kecil,
memindahkan benda dari satu tempat ketempat lain, dan anak akan terampil naik
sepeda.
Keterampilan tersebut diperoleh dari pengulangan kegiatan permainan
yang dilakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.
Sifat permainan ini adalah bersifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba
kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain dalam bongkar pasang
gambar.

4) Games atau Permainan


Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan
oleh anak sendiri atau dengan teman sebayanya. Banyak sekali jenis permainan ini
mulai dari yang tradisional maupun yang modern misalnya ular tangga, congklak,
puzzle dan lain-lain.

5) Dramatic Play (Bermain Dramatik)


Dramatic play dapat dilakukan anak dengan mencoba melakukan berpura-
pura dalam berperilaku seperti anak memperankan sebagai seorang dewasa,
seorang ibu dan guru dalam kehidupan sehari-hari.
Sifat dari permainan Dramatic play ini adalah anak dituntut aktif dalam
memerankan sesuatu. Permainan dramatik ini dapat dilakukan apabila anak sudah
mampu berkomunikasi dan mengenal kehidupan sosial. Permainan ini penting
untuk proses identifikasi terhadap peran orang tertentu.

6) Unoccupied Behavior
Unoccupied behavior bukanlah permainan yang umumnya kita pahami.
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada disekelilingnya, Jadi sebenarnya
anak tidak memainkan alat permainan tertentu. Situasi dan objek disekelilingnya
yang digunakan sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik
dengan situasi serta lingkungan tersebut.
b. Berdasarkan Karakter Sosial
Berdasarkan karakter sosialnya, ada lima jenis permainan, yaitu onlooker play,
solitary play, parallel play, associative play dan cooperative play.
1) Onlooker play (Bermain Onlooker)
Jenis permainan ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh anak
lain yang sedang bermain tetapi tidak berusaha untuk bermain. Anak tersebut
bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang
dilakukan temannya.

2) Solitary Play (Bermain Soliter/Mandiri)


Solitary play merupakan jenis permainan yang dilakukan secara mandiri
dan berpusat pada permainannya sendiri tanpa mempedulikan orang lain. Pada
permainan ini anak tampak berada dalam kelompok permainannya, tetapi anak
bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan
tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja
sama ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.

3) Parallel Play (Bermain Pararel)


Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga tidak ada sosialisasi satu sama lain. Sifat dari permainan ini adalah anak
aktif secara mandiri tetapi masih dalam satu kelompok.

4) Associative Play (Bermain Asosiatif)


Associative play melibatkan interaksi sosial dengan sedikit atau tanpa
pengaturan. Tipe permainan ini adalah anak-anak kelihatan lebih tertarik pada satu
sama lain dibanding pada permainan yang mereka mainkan. Bermain ini akan
menumbuhkan kreativitas anak karena stimulasi dari anak lain ada, akan tetapi
belum dilatih dalam mengikuti paraturan dalam kelompok. Contohnya bermain
boneka-bonekaan, hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.
5) Cooperative Play (Bermain Kooperatif)
Cooperative play merupakan bermain secara bersama dengan adanya
aturan yang jelas sehingga adanya perasaan dalam kebersamaan sehingga
berbentuk hubungan pemimpin dan pengikut.
Sifat dari bermain ini adalah aktif, anak akan selalu menumbuhkan
kreativitasnya dan melatih anak pada peraturan kelompok sehingga anak dituntut
selalu mengikuti peraturan. Contonhnya pada permainan sepak bola, ada anak
yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka
harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan
memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.

5. Tahapan Perkembangan Bermain


Tahapan perkembangan bermain terdiri dari tahap eksplorasi, tahap
permainan, tahap bermain dan tahap melamun (Hurlock, 1999).
1. Tahap Eksplorasi
Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permainan mereka terutama terdiri
atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda
yang diacungkan dihadapannya. Bayi dapat mengendalikan tangan sehingga
cukup memungkinkan bagi mereka untuk mengambil, memegang, dan
mempelajari benda kecil, setelah mereka dapat merangkak atau berjalan, mulai
memperhatikan apa saja yang berada dalam jarak jangkauannya.

2. Tahap Permainan
Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai
puncaknya pada usia antara 5 dan 6 tahun. Anak semula hanya mengeksplorasi
mainannya. Usia antara 2 dan 3 tahun, mereka membayangkan bahwa mainannya
mempunyai sifat hidup dapat bergerak, berbicara dan merasakan, dengan semakin
berkembangnya kecerdasan anak, mereka tidak lagi menganggap benda mati
sebagai sesuatu yang hidup dan hal ini mengurangi minatnya pada barang mainan.
Faktor lain yang mendorong penyusutan minat dengan barang mainan ini adalah
bahwa permainan ini sifatnya menyendiri sedangkan mereka menginginkan
teman. Tahapan usia masuk sekolah, kebanyakan anakmenganggap bermain
barang mainan sebagai “permainan bayi”.

3. Tahap Bermain
Tahapan usia masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam,
semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila
sendirian, selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olah raga, hobi dan
bentuk permainan matang lainnya.

4. Tahap Melamun
Mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat dalam permainan
yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktunya dengan
melamun. Melamun yang merupakan ciri khas anak remaja adalah saat berkorban,
saat mereka menganggap dirinya tidak diperlukan dengan baik dan tidak
dimengerti oleh siapapun.

6. Permainan Untuk Anak Usia Prasekolah


Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap
waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang dimaksud disini
adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh
kesenangan. Terdapat beberapa macam permainan anak usia prasekolah menurut
Yusuf (2002:172) yaitu sebagai berikut:
a. Permainan fungsi (permainan gerak) seperti meloncatloncat, naik turun tangga,
berlari-larian, bermain tali, dan bermain bola.
b. Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi seperti kuda, main sekolah-
sekolahan, dagang-dagangan, perangperangan, dokter-dokteran, robot-robotan,
tembaktembakan dan masak-masakan.
c. Permainan reseptif atau apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau dongeng,
melihat gambar, membaca buku cerita, melihat orang melukis, menceritakan
kisahnya.
d. Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat,
membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari kertas, membuat gerobak
dari kulit jeruk, membentuk bangunan rumah-rumahan dari potongan kayu-kayu,
puzzle.
e. Permainan prestasi seperti sepak bola, bola voli, tenis
meja dan bola basket.

7. Bermain Untuk Anak yang Dirawat Di Rumah Sakit


Tujuan utama asuhan keperawatan bagi anak yang dirawat di rumah sakit
adalah meminimalkan munculnya masalah pada perkembangan anak. Perawat
yang member kesempatan pada anak untuk berpatisipasi dalam aktivitasaktivitas
yang sesuai dengan tingkat perkembangan akan lebih menormalkan lingkungan
anak. Anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang
mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stres akibat sakit dan dirawat
di rumah sakit.
a. Manfaat Bermain di Rumah Sakit
Adapun manfaat bermain di rumah sakit menurut Wong (2009: 804) yaitu sebagai
berikut:
1. Memberikan pengalihan dan menyebabkan relaksasi
2. Membantu anak merasa lebih aman di lingkungan yang asing
3. Membantu mengurangi stres akibat perpisahan dan perasaan rindu rumah
4. Alat untuk melepaskan ketegangan dan ungkapan perasaan
5. Meningkatkan interaksi dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang
lain
6. Sebagai alat ekspresi ide-ide dan minat
7. Sebagai alat untuk mencapai tujuan terapeutik
8. Menempatkan anak pada peran aktif dan member kesempatan pada anak untuk
menentukan pilihan dan merasa mengendalikan.
b. Prinsip permainan pada anak dirumah sakit
Terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap harus memperhatikan
kondisi kesehatan anak (Supartini, 2004). Beberapa prinsip permainan pada anak
dirumah sakit yaitu sebagai berikut:
1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan pada anak.
Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat
dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan
kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.
2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan
sederhana.
Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat
permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan. Walaupun
akan membuat suatu alat permainan, pilih yang sederhana supaya tidak
melelahkan anak.
3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak.
Pilih alat permainan yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang
anak untuk berlari-lari dan bergerak secara .
4. Melibatkan orang tua saat anak bermain merupakan satu hal yang harus
diingat.
Orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya
stimulasi tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang dirawat di rumah
sakit, termasuk dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat hanya bertindak
sebagai fasilitator sehingga apabila permainan diinisiasi oleh perawat,
orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak.

Peneliti melihat bahwa macam permainan anak yang dapat dilakukan anak
di rumah sakit menurut Yusuf adalah permainan fiksi seperti dokter-dokteran,
robot-robotan, tembaktembakan. Permainan reseptif atau apresiatif seperti
mendengarkan cerita atau dongeng, melihat gambar, melihat orang melukis dan
permainan membentuk (konstruksi) seperti puzzle. Bentuk permainan ini dapat
dilakukan oleh anak-anak yang sakit karena sesuai dengan keterbatasan fisiknya.
SATUAN ACARA PELAKSANAAN (SAP)
TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan : Terapi Bermain


Sub Pokok Bahasan :Definisi,fungsi bermain,tujuan,manfaat dan pelaksanaan
terapi bermain menggunakan kertas hvs gambar dan
origami
Sasaran : Anak usia 3 tahun
Tujuan :Mengoptimalkan tingkat perkembangan motorik anak
Hari / tanggal : Selasa, 24 Oktober 2023
Tempat : RRA ( Kamar bermain ) RSUD Dr. Ir. Soekarno Provinsi
Bangka Belitung

Pukul : 16.030WIB

A. Strategi Pelaksanaan

No Kegiatan Waktu Media


1 Persiapan 5 menit Peralatan bermain
Ø Menyiapkan ruangan
Ø Menyiapkan alat
Ø Menyiapkan peserta
2 Orientasi 5 menit
-Salam terapeutik
Ø Beri salam pembuka
Ø Memperkenalkan diri
Ø -Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat
ini
-Kontrak
Ø Menjelaskan waktu/durasi,
tempat, serta tujuan kegiatan
3 Tahap Kerja 15 menit Peralatan bermain
Ø Anak diminta mengambil kertas
origami yang sudah dipotong.
Ø Kemudian bantu anak untuk
menempel origami di kertas yang
sudah disediakan dengan gambar
Ø. Tempelkan hasil gambaran
yang ditempel anak di tempat
yang dapat dijangkau olehnya
4 Ø Terminasi 5 menit
-Evaluasi
o Terapis menanyakan perasaan
klien setelah mengikuti Play
therapy
Memberi pujian atas
keberhasilan anak
-Tindak Lanjut
Menganjurkan klien untuk
membuat origami dengan bentuk
yang lain
Memberi salam penutup

B. Strategi Komunikasi

1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien yang ada
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum, Selamat pagi adik-adik! Perkenalkan.. kakak – kakak
ini adalah mahasiswi Ners Institut Citra Internasional yang sedang praktek
di ruangan ini. Perkenalkan nama kakak, kakak adit , kakak sherlli, kakak
meta, kakak suci.
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana kabarnya pagi ini?”
“Bagaimana tidurnya semalam? nyenyak atau tidak?”
c. Kontrak
“Adik-adik,sesuai janji kita kemaren bahwa hari ini kita akan menempel
kertas origami dengan media gambar animasi. Setelah itu, nanti
gambarnya bisa ditempel di dekat tempat tidur adik-adik ya. Kita akan
melakukannya di ruangan ini selama ± 40 menit. Tujuan dari permainan
ini adalah agar adik-adik bisa merasa senang dan cepat sembuh. Apakah
adik-adik setuju?”

3. Tahap Kerja
Terlampir

4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
“Nah.. sekarang, bagaimana perasaan kalian setelah membuat origami
tadi?”
“Apakah semuanya senang?”
“Baiklah.. kalian semua sangat hebat karena bisa membuat origami yang
cantik dan menggantungnya sehingga terlihat indah..”
“Tepuk tangan buat semuanya…”
b. Tindak lanjut
“Adik-adik, setelah ini, adik-adik bisa menempel kertas origami dengan
media gambar animasi dan menempelkamnya. dan kakak
berpesan bermain lah mainan yang dapat mengembangkan kreatifitas adik
– adik semua.”
c. Kontrak yang akan datang
“Baiklah adik-adik sampai disini permainan kita kali ini.
“Baiklah adik-adik, sekarang kakak disini mau keruangan perawat dulu
ya..selamat beristirahat semuanya..besok kita ketemu lagi..”
TAHAP KERJA

Langkah – langkah

1. Siapkan origami yang sudah dipotong

2. Siaplam media gambar yang akan ditempel kertas origami


3. Makan tempelkan origami ke gambar yang disediakan sampai selesai
MATERI PEMBAHASAN DALAM SAP

A. Definisi
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik,
intelektual, emosional, dan sosial.

B. Fungsi bermain bagi anak :


1. Perkembangan sensori motorik,
2. Perkembangan intelektual / kognitif,
3. Mengembangkan kreativitas anak,
4. Merupakan media sosialisasi anak,
5. Media kesadaran diri,
6. Perkembangan moral,
7. Sebagai alat komunikasi, dan
8. Terapi.

C. Tujuan bermain :
1. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal,
2. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi,
3. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman bermain yang
tepat,
4. Agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena sakit.

Pada kelompok ini ( VI ) terapi bermain, mengambil topik khusus dengan


permainan untuk menstimulasi pergerakan motorik anak

Judul / jenis permainan : Melipat kertas origami


Jumlah anak : 4 – 6 orang

Usia anak : Prasekolah ( 3- 5 tahun )

Tanggal pelaksanaan : 24 oktober 2023

Lama / waktu bermain : 20 – 40 menit

Alat-alat yang diperlukan 1. Kertas origami dengan berbagai warna


2. Hadiah sebagai reinforcement bagi anak
3. Jam / pengukur waktu
Tempat : RRA Kamar bermain )

RSUD DR. Ir. Soekarno

Manfaat bermain dengan melipat origami ;

1. Anak akan semakin akrab dengan konsep-konsep dan istilah-istilah


Matematika geometri, karena pada saat bunda atau sorang guru
menerangkan origami akan sering menggunakan istilah matematika
geometri contohnya : garis, titik, perpotongan 2 buah garis, titik pusat,
segitiga, dll.
2. Bermain origami akan meningkatkan keterampilan motorik halus anak,
menekan kertas dengan ujung-ujung jari adalah latihan efektif untuk
melatih motorik halus anak.
3. Meningkatkan dan memahami pentingnya akurasi, saat membuat model
origami terkadang kita harus membagi 2, 3 atau lebih kertas, hal ini
membuat Anak belajar mengenai ukuran dan bentuk yang diinginkan serta
keakuratannya.
4. Meningkatkan citra diri dan bakat Anak secara intens.
5. Saat bermain origami Anak akan terbiasa Belajar mengikuti instruksi yang
runut dan sistematis.
6. Mengembangkan kemapuan berpikir logis dan analitis anak walaupun
masih dalam tahap awal yang sederhana
7. Bermain origami secara konsisten juga merupakan latihan berkonsentrasi,
membuat sebuah model origami tentu saja membutuhkan konsentrasi,dan
hal ini dapat dijadikan sebagai ajang latihan untuk memperpanjang rentang
konsentrasi seorang anak, dengan syarat origaminya dilakukan secara
kontinyu dan model yang diberikan bertahap dari yang paling mudah yang
dapat dikerjakan oleh Anak lalu terus ditingkatkan sesuai kemampuanya.
8. Meningkatkan persepsi visual dan spasial yang lebih kuat.
9. Mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak tentang hewan dan
lingkungan mereka, karena bentuk origami yang dibuat dapat dililih oleh
kita dengan bentuk-bentuk dan dapat dijadikan sebagai media pengenalan
hewan dan lingkungan Anak.
10. Memperkuat ikatan emosi antara orang tua dan anak, bermain origami
disertai komunikasi yang menyenangkan ini akan membangun ikatan yang
sungguh baik antara anak dan orang tua atau guru pendidik dan anak didik.

Tujuan khusus pada permainan ini :

1. Meningkatkan hubungan perawat – klien,


2. Meningkatkan kreativitas pada anak,
3. Sosialisasi dengan teman sebaya / orang lain,
4. Membina tingkah laku positif,
5. Menimbulkan rasa kerjasama,
6. Sebagai alat komunikasi antara perawat – klien.

Prinsip bermain yang dilakukan, adalah :

1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana.


2. Mempertimbangkan keamanan.
3. Kelompok umur / usia klien sama.
4. Melibatkan orang tua.
5. Tidak bertentangan dengan pengobatan.

Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi :

1. Anak lelah,
2. Anak bosan,
3. Anak merasa takut dengan lingkungan,
4. Saat bermain anak mendapat program pengobatan,
5. Kecemasan pada orang tua.

Antisipasi untuk meminimalkan hambatan :

1. Membatasi waktu bermain.


2. Permainan bervariasi / tidak monoton.
3. Jadwal bermain disesuaikan  tidak pada waktu terapi.
4. Terlebih dahulu memberikan penjelasan pada anak dan orang tua.
5. Melibatkan perawat / petugas ruangan dan orang tua.
6. Konsultasi dengan pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA

Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2005. Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang Tua.
Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20921/4/Chapter%20II.pdf di akses 26
april 2016 20;06 wib

Anda mungkin juga menyukai