Anda di halaman 1dari 45

BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Konsep Bermain

2.1.1 Pengertian Bermain

Bermain adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas anak untuk

bersenang – senang. Apapun kegiatannya, selama itu terdapat unsur

kesenangan atau kebahagiaan bagi anak usia dini, maka bisa disebut sebagai

bermain. Bermain berasal dari kata dasar main yang berarti melakukan

aktivitas atau kegiatan untuk menyenangkan hati. Dalam konteks ini

bermain harus dipahami sebagai upaya menjadikan anak senang, nyaman,

ceria, dan bersemangat (Suriadi, 2010). Kategori bermain ada dua bermain

aktif dan bermain pasif. Bermain aktif ialah kegiatan bermain di mana

kesenangan timbul dari apa yang dilakukan individu, apakah dalam bentuk

kesenangan berlari atau membuat sesuatu dengan lilitan atau cat. Adapun

bermain pasif juga disebut sebagai kegiatan hiburan. Selain bermain ada

pula istilah pemain dan permainan. Yang dimaksud pemain ialah orang –

orang yang melakukan aktivitas bermain. Adapun permainan ialah sesuatu

yang digunakan dan dijadikan sebagai sarana aktivitas bermain. Artinya,

kegiatan bermain mencakup siapa yang akan bermain dan alat apa yang

digunakan dalam bermain (Riyadi, Asuhan Keperawatan Pada Anak, 2011).

Bermain dapat didefinisikan menjadi dua bagian. Pertama, bermain

diartikan sebagai play “ play ”, yaitu suatu aktivitas bersenang – senang

1
8

tanpa mencari menang dan kalah. Kedua, bermain diartikan sebagai

“games”, yaitu suatu aktivitas bersenang – senang yang memerlukan

menang dan kalah. Pada pengertian pertama bermain dimaknai hanya

sebatas mencari kesenangkan tanpa memedulikan hasil akhir yang akan

didapatkan, namun pada pengertian kedua selain mendapatkan kesenangan,

juga memperhatikan hasil akhir yang akan didapatkan. (Fadillah, 2019)

2.1.2 Fungsi Bermain Bagi Anak

Fungsi bermain adalah merangsang perkembangan sensorimotor,

perkembangan intelektual, sosialisasi, kreativitas, kesadaran diri, nilai

moral, dan manfaat terapeutik (Soetjiningsih, 2012).

1. Perkembangan sensorimotor

Aktivitas sensorimotor adalah komponen utama bermain pada

semua usia. Permainan aktif penting untuk perkembangan otot dan

bermanfaat untuk melepas kelebihan energi. Melalui stimulasi taktil,

auditorius, visual, dan kinestetik, bayi memperoleh kesan. Toddler dan

prasekolah sangat menyukai gerakan tubuh dan mengekplorasi segala

sesuatu di ruangan (Wong, 2010).

2. Perkembangan intelektual

Melalui eksplorasi dan manipulasi, anak – anak belajar mengenal

warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan fungsi objek – objek. Ketersedian

materi permainan dan kualitas keterlibatan orang tua adalah dua

variable terpenting yang terkait dengan perkembangan kognitif selama

masa bayi dan prasekolah (Kyle, 2015).


9

3. Sosialisasi

Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi

dengan lingkungannya. Melalui bermain, anak belajar membentuk

hubungan social dan menyelesaikan masalah, belajar saling memberi

dan menerima, menerima kritikan, serta belajar pola perilaku dan sikap

yang diterima masyarakat. Mereka belajar yang benar dan salah,

standar masyarakat, dan bertanggung jawab atas tindakan mereka

(Kyle, 2015).

4. Kreativitas

Anak – anak bereksperimen dan mencoba ide mereka dalam

bermain. Kreativitas terutama merupakan hasil aktivitas tunggal,

meskipun berpikir kreatif sering kali ditingkatkan dalam kelompok.

Anak merasa puas ketika menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.

5. Kesadaran diri

Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya

dalam mengatur tingkah laku. Anak juga belajar mengenal kemampuan

diri dan membandingkannya dengan orang lain, kemudian menguji

kemampuannya dengan mencoba berbagai peran serta mempelajari

dampak dari perilaku mereka pada orang lain.

6. Nilai moral

Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,

terutama dari orang tua dan guru. Melalui aktivitas bermain, anak

memperoleh kesempatan untuk menerapkan nilai – nilai tersebut

sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri


10

dengan aturan – aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.

Selain itu, anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar

membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar

bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya (Kyle, 2015).

7. Manfaat terapeutik

Bermain bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain

memberikan sarana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stress

yang dihadapi di lingkungan. Dalam bermain, anak dapat

mengekspresikan emosi dan melepaskan impuls yang tidak dapat

diterima dalam cara yang dapat diterima masyarakat. Melalui bermain

anak – anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan, rasa takut, dan

keinginan mereka kepada pengamat yang tidak dapat mereka

ekspresikan karena keterbatsan ketrampilan bahasa mereka. Selama

bermain anak perlu penerimaan dan perlu didampingi oleh orang

dewasa untuk membantu mereka mengontrol agresi dan menyalurkan

kecenderungan destruktif mereka. (Adriana, 2017)

2.1.3 Manfaat Bermain

Mengingat begitu pentingnya bermain bagi anak usia dini sebagaimana

telah diungkapkan di atas, maka sudah pasti kegiatan bermain memiliki nilai

manfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak – anak. Bermain sebagai

suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik

fisik, intelektual, social, moral, dan emosional. Berbagai perkembangan anak

tersebut dapat diperoleh melalui berbagai kegiatan bermain yang dilakukan

anak, baik
11

sendiri maupun bersama – sama dengan teman sebayanya (Adriana, 2011).

Bermain memiliki peran penting dalam perkembangan anak pada hampir semua

bidang perkembangan, baik perkembangan fisik – motorik, bahasa, intelektual,

moral, social, maupun emosional. Lebih lanjut mengenai peran bermain bagi

perkembangan anak dapat dilihat melalui urain berikut :

1. Bermain mengembangkan kemampuan motorik.

Anak terlahir dengan kemampuan reflex, kemudia ia belajar

menggabungkan dua atau lebih lebih gerak reflex, dan pada akhirnya ia mampu

mengontrol gerakannya. Melalui bermain terkoordinasi. Selain itu, dengan

bermain memungkinkan anak bergerak secara bebas, sehingga anak mampu

mengembangkan kemampuan motoriknya (Suryadi, 2010).

2. Bermain mengembangkan kemampuan kognitif.

Anak belajar mengkontruksikan pengetahuan dengan berinteraksi dengan

objek yang ada disekitarnya. Bermain menyediakan kesempatan kepada anak

untuk berinteraksi dengan objek. Dengan bermain seorang anak juga mempunyai

kesempatan untuk menggunakan indranya, seperti menyentuh, mencium, melihat

dan mendengarkan, untuk mengetahui sifat – sifat objek. Dalam konsep

edutainment hal ini disebut sebagai global learning ( belajar menyeluruh ).

3. Bermain mengembangkan kemampuan afektif.

Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap

seseorang. Kemampuan ini dapat dikembangkan dan dilatih melalui kegiatan

bermain. Caranya yaitu dengan melaksanakan dan mengikuti aturan – aturan

permainan yang telah dibuat bersama. Karena dalam setiap permainan pasti
12

memiliki aturan. Aturan akan diperkenalkan oleh teman bermain sedikit demi

sedikit, tahap demi tahap sampai setiap anak memahami aturan mainnya. Oleh

karena itu, bermain akan melatih anak dalam menyadari akan adanya aturan dan

pentingnya mematuhi aturan. Yang demikian itu merupakan tahap awal dari

perkembangan moral anak.

4. Bermain mengembangkan kemampuan bahasa

Pada saat bermain anak akan menggunakan bahasa, baik untuk

berkomunikasi dengan temannya atau hanya sekedar menyatakan pikirannya.

Bermain dengan bercakap – cakap menggambarkan anak sedang dalam tahap

menggabungkan pikiran dan bahasa sebagai satu kesatuan. Jadi dengan bermain

secara otomatis bahasa anak akan dapat berkembang dengan baik.

5. Bermain mengembangkan kemampuan social

Pada saat bermain anak secara langsung anak berinteraksi dengan anak

yang lain. Interaksi tersebut mengajarkan anak bagaimana merespon, memberi

dan menerima, menolak atau setuju ide dan perilaku anak yang lain. Sikap yang

demikian itu sedikit demi sedikit akan mengurangi rasa egosentrisme pada anak

dan mengembangkan kemampuan sosialnya (Fadillah, 2019)

2.1.4 Klasifikasi Bermain

Ada beberapa jenis permainan ditinjau dari sisi permainan maupun

karakter sosialnya. Berdasarkan isi permainan, ada social affectif play,

sense – pleasure play, skill play, games, unoccupied behaviour, dan

dramatic play. Apabila ditinjau dari karakter, ada social onlocker play,

dan parallel play (Adriana, 2011).


13

1. Berdasarkan isi permainan

a. Social Affectif Play

Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal

yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misal, permainan

“ciluk ba”, berbicara sambil tersenyum/ tertawa, memberikan

tangan kepada bayi untuk menggenggamnya. Bayi akan mencoba

berespon terhadap tingkah laku orang tuanya atau orang dewasa

tersebut dengan tersenyum, tertawa dan mengoceh.

b. Sense – Pleasure Play

Permainan ini menggunakan alat permainan yang

menyenangkan pada anak dan mengasyikkan. Misalnya dengan

menggunakan air, anak akan memindahkan air ke botol, bak, atau

tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin

lama semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini

sehingga susah untuk dihentikan.

c. Skill Play

Permainan ini dapat meningkatkan ketrampilan anak,

khususnya motoric kasar dan halus. Ketrampilan tersebut diperoleh

melalui pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan. Semakin

sering melakukan kegiatan, anak akan semakin terampil. Misalnya,

bayi akan terampil memegang benda – benda kecil, memindahkan

benda dari satu tempat ke tempat lain.


14

d. Games

Games atau permainan adalah jenis permainan yang

menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan dan

atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau

dengan temannya.

e. Unoccupied

Anak tidak memainkan alat permainan tertentu, namun

anak terlihat mondar – mandir, tersenyum, tertawa, membungkuk

memainkan kursi atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak

tampak senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta

lingkungannya.

f. Dramatic Play

Pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang

lain melalui permainannya. Apabila anak bermain dengan

temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran

orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses

identifikasi anak terhadap peran tertentu.

2. Berdasarkan karakter social

a. Social Onlocker Play

Pada permainan ini anak hanya mengamati temannya yang

sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam

permainan. Anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses

pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.


15

b. Solitary Play

Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok

permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang

dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat

permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama,

ataupun dengan teman sepermainannya (Riyadi, Asuhan

Keperawatan Pada Anak, 2011).

c. Parallel Play

Pada permainan ini, anak dapat menggunakan permainan

yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak

terjadi kontak satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan

oleh anak usia toodler.

d. Associative Play

Pada permainan ini terjadi komunikasi antara anak satu

dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada yang

memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh

bermain boneka, masak – masakan, hujan – hujanan.

e. Cooperative Play

Pada permainan ini terdapat aturan permainan dalam

kelomok, tujuan dan pemimpin permainan. Pemimpin mengatur

dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan

sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan. Misalnya

bermain bola (Adriana, 2017).


16

2.1.5 Terapi Bermain Storytelling

2.1.5.1 Pengertian Storytelling

metode storytelling merupakan metode yang cukup efektif

dalam menarik perhatian seseorang. Sejak dahulu para orang tua

menggunakan cerita sebagai pengantar tidur anak. Ternyata ada

kekuatan yang besar dibalik storytelling. Ketika bercerita kepada

anak maka anak akan terbangun imajinasi dan emosionalnya,

sehingga pada saat itu pikiran bawah sadarnya menangkap value

atau nilai – nilai yang diberikan dari cerita tersebut. Pada kondisi

ini sangat efektif menyisipkan nilai – nilai positif kepada anak

melalui cerita storytelling yang disampaikan dengan melibatkan

imajinasi dan emosionalnya (Septian, 2014).

Anak – anak tidak pernah lelah dengan cerita, meminta seseorang

untuk membacakan dengan keras memberi mereka kesenangan

yang tiada habisnya dan memberi manfaat istimewa bagi anak –

anak yang memiliki keterbatasan untuk bermain (Wong, 2010).

2.1.5.2 Manfaat Storytelling

Manfaat storytelling bagi anak, menurut (Rokhmad, 2011), antara

lain :

1. Sebagai kontak batin antara pendidik dengan anak didik.

Melalui bercerita akan terjadi kedekatan. Keakraban dan

tatapan mata membuat kontak batin yang memberikan kasih

sayang antara pendidik atau orang tua dengan anak didik.


17

2. Sebagai media penyampaian moral atau nilai ajaran. Bercerita

mampu memberi pencerahan dan penanaman nilai akhlaqul

karimah.

3. Sebagai metode untuk memberi motivasi kepada anak. Lewat

cerita anak – anak dikisahkan para pejuang dan semangat

keberanian sehingga mereka akan termotivasi menjadi

pahlawan karena meniru tokoh dalam cerita.

4. Sebagai sarana pendidikan bahasa kepada anak. Dengan cerita

yang disampaikan, maka anak – anak akan mendengarkan

denga baik bahasa yang disampaikan oleh pendongeng, dengan

demikian anak – anak mendapatkan prosa kata baru dan mereka

disamping mendengarkan juga akan bertanya yang tentu akan

menambah kecakapan dalam bahasa.

5. Sebagai sarana pendidikan daya pikir. Anak – anak yang sering

mendengarkan dengan baik maa akan melahirkan anak – anak

yang berpikiran kritis dan kreatif.

2.1.5.3 Tujuan Storytelling

Tujuan bagi anak usia 4-6 tahun antara lain sebagai berikut:

a. Memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial,

moral dan keagamaan, pemberian informasi tentang lingkungan

fisik dan lingkungan sosial.

b. Anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa

yang disampaikan oleh orang lain.


18

c. Anak dapat bertanya apabila tidak memahaminya.

d. Anak dapat menjawab pertanyaan.

e. Anak dapat menceritakan dan mengekspresikan terhadap apa

yang didengarkan dan diceritakannya,sehingga hikmah dari isi

cerita dapat dipahami dan lambat laun didengarkan, diperhatikan,

dilaksanakan dan diceritakannya pada orang lain (Hariyono, 2019).

Adapun tujuan bercerita sebagai program belajar TK adalah

sebagai berikut :

a. Mengembangkan kemampuan dasar untuk pengembangan

daya cipta, dalam pengertian membuat anak kreatif, yaitu lancar,

fleksibel, dan orisinal dalam bertutur kata, berpikir, serta berolah

tangan dan berolah tubuh sebagai latihan motorik halus maupun

motorik kasar.

b. Pengembangan kemampuan dasar dalam pengembangan

bahasa agar anak didik mampu berkomunikasi secara lisan dengan

lingkungan (Asfandiyar, 2017).

2.1.5.4 Fungsi Storytelling

Menurut Prof. Dr. Tampubolon, 1991 dalam jurnal ,

“Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja

dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga

dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak”, dengan

demikian, fungsi kegiatan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah

membantu perkembangan anak. Dengan bercerita pendengaran

anak dapat
19

difungsikan dengan baik untuk membantu kemampuan berbicara,

dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan

mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai tahap

perkembangannya, selanjutnya anak dapat mengekspresikannya

melalui bernyanyi, bersyair, menulis ataupun menggamar sehingga

pada akhirnya anak mampu membaca situasi, gambar, tulisan atau

bahasa isyarat. Kemampuan tersebut adalah hasil dari proses

menyimak dalam tahap perkembangan bahasa anak (Komang,

2013).

Rangkaian urutan kemampuan mendengar, berbicara,

membaca, menulis dan menyimak adalah sesuai dengan tahap

perkembangan anak, karena tiap anak berbeda latar belakang dan

cara belajarnya, untuk itu melalui bercerita guru diharapkan

memahami gaya belajar anak baik individual maupun secara

kelompok dengan mengembangkan pembelajaran terpadu dan

tematik yang berpusat pada anak (Laraswati, 2014).

2.1.5.5 Macam-Macam Metode Storytelling (Pratiwi, 2016).

a) Membaca langsung dari buku cerita

b) Bercerita degan menggunakan ilustrasi gambar dari buku

c) Menceritakan dongeng

d) Bercerita dengan menggunakan papan flannel

e) Bercerita dengan menggunakan media boneka

f) Dramatisasi suatu cerita


20

g) Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan

2.1.5.6 Bentuk-Bentuk Metode Storytelling (Putri, 2018).

Bercerita mempunyai beberapa bentuk dalam penyajiannya

agar anak tidak bosan dalam mendengarkan cerita dan juga lebih

bervariatif :

Bentuk-bentuk Metode bercerita tersebut terbagi dua, yaitu :

a. Bercerita tanpa alat peraga

Bercerita tanpa alat peraga adalah bentuk cerita yang

mengandalkan kemampuan pencerita dengan menggunakan mimik

(ekspresi muka), pantomin (gerak tubuh), dan vokal pencerita

sehingga yang mendengarkan dapat menghidupkan kembali dalam

fantasi dan imajenasinya.

b. Bercerita dengan alat peraga

Bercerita dengan menggunakan alat peraga adalah bentuk bercerita

yang mempergunakan alat peraga bantu untuk menghidupkan

cerita. Fungsi alat peraga ini untuk menghidupkan fantasi dan

imajenasi anak sehingga terarahsesuai dengan yang diharapkan si

pencerita.

Bentuk bercerita dengan alat peraga terbagi dua, yaitu :

a. Alat peraga langsung

Alat peraga langsung adalah alat bantu dengan

menggunakan benda yang sebenarnya, misalnya : gambar pohon

dan lain-lain. Sebelum bercerita sebaiknya memperhatikan hal-hal

seperti :

a) Pencerita memperkenalkan dahulu alat peraga langsung


21

b) Membantu memusatkan perhatian anak/memperoleh kesan

anak

c) Pergunakan pada waktu yang tepat, dan

d) Anak dapat menikmati alat peraganya.

b. Alat peraga tidak langsung

Bercerita dengan menggunakan alat tidak langsung adalah bentuk

bercerita yang mempergunakan alat bantu tiruan atau gambar-

gambar. Alat tidak langsung terbagi atas beberapa jenis, yaitu :

a) Benda tiruan

b) Gambar-gambar yang terbagi atas gambar tunggal dan

gambar seni (biasa berbentuk buku atau gambar lepas)

c) Papan planel

c. Membacakan buku cerita (story reading)

Membaca buku cerita adalah bentuk bercerita dengan cara guru

membacakan buku cerita. Tujuannya memupuk anak cinta pada

buku yang dapat berkembang kearah minat anak terhadap tulisan

dan membantu kemantangan untuk belajar membaca.

Adapun, syarat yang harus dipenuhi oleh buku cerita adalah

sebagai berikut :
22

a) Buku yang dipergunakan untuk story reading berisi gambar-

gambar dengan kalimat-kalimat pendek yang menjelaskan gambar

tersebut

b) Gambar-gambarnya berwarna, menarik, dan cukup besar

untuk dapat terlihat oleh semua anak

c) Tidak mengandung unsur yang dapat mengaburkan arti

gambar itu

d) Buku cerita mempunyai gambar depan yang mencerminkan isi

cerita didalamnya

e) Bahasnya sederhana, sesuai dengan daya tangkap anak-anak

f) Ceritanya sesuai dengan minat anak serta tidak terlalu panjang

2.1.5.7 Syarat-Syarat Storytelling (Hariyono, 2019)

Syarat-syarat cerita antara lain sebagai berikut

a. Sesuai dengan tingkat perkembangan dan lingkungan anak-

anak, tempat, dan keadaan.

b. Isi cerita harus bermutu pendidikan seperti nilai moral dan

tujuan pengembangan bahasa anak-anak.

c. Bahasanya harus sederhana dan mudah dimengeri anak-anak

d. Memperhatikan daya kemampuan anak yang dibedakan

berdasarkan usia, antara lain;

1. Usia 3-4 tahun tahap kemampuan mendengarkan cerita dari

7 s.d 10 menit.
23

2. Usia 4-6 tahun tahap kemampuan mendengarkan cerita

dari 10 s.d 20 menit.

3. Usia 5-6 tahun tahap kemampuan mendengarkan cerita

dari 20 s.d 25 menit.

2.1.5.8 Kelebihan dan Kekurangan Storytelling (Setyarini, 2015)

Kelebihannya antara lain:

a. Dapat menjangkau jumlah anak yang relatif lebih banyak.

b. Waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan

efisien.

c. Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana.

d. Guru dapat menguasai kelas dengan mudah.

e. Secara relatif tidak banyak memerlukan biaya.

Kekurangannya antara lain:

a. Anak didik pasif karena lebih banyak mendengarkan atau

menerima penjelasan dari guru.

b. Kurang merangsang perkembangan kreatifitas dan

kemampuan siswa untuk mengutarakan pendapatnya.

c. Daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih

lemah sehingga sukar memahami tujuan pokok isi cerita.

d. Cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila

penyajiannya tidak menarik.

2.1.5.9 Persiapan alat dan bahan yang diperlukan


24

1. Cerita yang akan disampaikan, pilihlah cerita pendek yang

disukai anak seperti fabel, dongeng peri dan tokoh lain yang

disukai anak.

2. Boneka jari

2.1.5.10 Strategi Pelaksanaan

1. Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan

2. Anak diminta untuk duduk berdekatan dengan temannya

3. Ketika cerita dibacakan anak – anak di berikan pertanyaan dan

apresiasi atas jawaban yang di berikan

4. Di evaluasi kembali tentang cerita yang disampaikan

2.1.6 Fingger Puppet ( Boneka Jari )

2.1.6.1 Pengertian Fingger Puppet Atau Boneka Jari

Boneka Jari adalah boneka yang dapat dimasukkan

kedalam jari tangan, bentuknya kecil seukuran jari tangan orang

dewasa (Azizah, 2013). Jenis boneka jari yang digunakan adalah

boneka jari yang terbuat dari kain flanel yang dapat dimasukkan ke

jari tangan yang memiliki karakter dan bentuk tertentu.

Boneka jari adalah sebuah alat permainan yang biasanya

dimainkan oleh orang tua saat membacakan cerita pada anaknya,

hal ini bertujuan agar anak tidak kebosanan saat mendengarkan

cerita, selain itu untuk memfokuskan perhatian anak, alat

permainan ini digunakaan karna bentuknya lucu dan mudah dibuat

dari bahan flanel atau kain perca (Farah, 2015).


25

Keutamaan boneka jari tidak hanya dilihat dari cara

pembuatannya mudah dan bentuknya yang lucu, akan tetapi boneka

jari sangat bermanfaat untuk proses pembelajaran bagi anak.

Menurut ( Farah, 2015 ) boneka dapat digunkan sebagai media

pembelajaran yang disesuaikan dengan usia anak – anak sehingga

membantu terjadinya proses kreatif pada anak.

2.1.6.2 Fungsi Fingger Puppet Atau Boneka Jari

(Zaman, 2016), mengatakan bahwa fungi dari boneka jari adalah :

1. Meningkatkan bahasa anak

2. Mempertinggi ketrampilan dan kreativitas anak

3. Mengembangkan aspek moral atau menanamkan nilai – nilai

kehidupan pada anak

4. Melatih daya fantasi

5. Melatih ketrampilan jari jemari

2.1.6.3 Jenis jenis Fingger Puppet Atau Boneka Jari (Laraswati, 2014).

1. Boneka gagang/tongkat

Boneka gagang mengandalkan ketrampilan mensinkronkan

gerak gagang dengan tangan kanan dan kiri. Satu tangan di

tuntut untuk dapat memainkan dua tokoh sekaligus.

2. Boneka gantung/tali
26

Boneka gantung mengandalkan ketrampilan menggerakkan

boneka dan benang yang dikaitkan pada materi tertentu seperti

kayu, lidi atau panggung boneka.

3. Boneka tangan

Boneka tangan mengandalkan ketrampilan memainkan

gerak tangan.

4. Boneka jari

Boneka jari mengandalakan ketrampilan dalam

menggerakkan ibu jari dan telunjuk yang berfungsi sebagai

tulang tangan. Boneka jari biasaanya kecil dan dapat digunakan

tanpa alat bantu lainnya (Tosafin, 2017).

2.1.6.4 Manfaat Fingger Puppet Atau Boneka Jari

Boneka jari bisa dijadikan komunikasi orang tua ke anaknya

secara menyenangkan. Penggunaan boneka jari dapat digunakam

untuk mengajarkan anak bercerita sekaligus menambah kosa kata

anak setiap hari. Karna usia 0 – 6 tahun adalah masa golden age,

mengenalkan komunikasi yang efektif serta interaktif karna lewat

boneka jadi kita bisa berkomunikasi secara efektif dengan dengan

santai, suasana gembira dan tetap bermain. Dengan boneka jari bisa

bisa dijadikan sarana bai anak untuk belajar berksperimen serta

intinasi suara saat senang, kesepian semuanya diajarkan lewat

boneka jari berkomunikasi secara efektif dengan santai, suasana

gembira dan tetap bermain. Dengan boneka jari ini kita makin

dekat
27

dengan anak, dan boneka jari bisa dijadikan sarana bagi anak untuk

belajar berekspresi serta intonasi suara saat senang, sedih, kesepian

semuanya diajarkan lewat boneka jari (Laraswati, 2014)

2.1.6.5 Langkah – Langkah Pelaksanaan Kegiatan Media Fingger Puppet

1. Sebagai pendahuluan guru menyebutkan judul cerita untuk

menarik minat anak

2. Guru memasang boneka jarinya

3. Guru memberi kesempatan pada anak untuk mengikuti

jalannya cerita dengan mendengarkan dialog atau komentar

4. Guru menggerakkan boneka jari dengan jalan menggerkkan

jari ketka tokoh cerita sedang dialog

5. Guru menjawab pertanyaan dan menanggapi komentar anak

agar lebih mengahayati cerita

6. Guru memberi kesempatan pada anak untuk menceritakan

kembali ( mengkomunikasikan ) cerita yang menggunakan

boneka jari dengan bahasa sendiri secacra individual.

7. Guru memupuk dan mendorong keberanian anak

menceritakan kembali cerita yang di lihat dan di dengar

8. Guru melakukan pengamatan terhadap penampilan murid

yang meliputi aspek pengetahuan, kemampuan ketrampilan

dan sikap (Tosafin, 2017).

2.2 Konsep Perkembangan Bahasa Anak Prasekolah


28

2.2.1 Pengertian

Kemampuan bahasa yang baik memungkinkan anak untuk

berkomunikasi dengan teman – teman dan orang – orang sekitar.

Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan

pengetahuan bila anak berhubungan dengan orang lain. Anak yang

sedang tumbuh dan berkembang mengkomunikasikan kebutuhan,

pemikiran dan perasaan melalui bahasa dengan kata – kata yang

mempunyai makna (Santrock, 2010).

Perkembangan adalah suatu proses yang terjadi secara

stimulan dengan pertumbuhan yang dihasilkan melalui proses

pematangan dan proses belajar dari lingkungannya. Perkembangan anak

adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks

dalam pola yang diatur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan. Hal ini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel –

sel tubuh, jaringan tubuh, organ – organ dan sistem organ yang

berkembang sedemikian rupa sehingga masing – masing dapat

memenuhi fungsinya. (Soetjiningsih, 2012).

2.2.2 Tahap Perkembangan Bahasa

Menurut (Susanto, 2011). Menyatakan bahwa anak belajar dari

konkret ke abstrak melalui tiga tahapan yaitu : enactive, iconic, dan

symbolis. Pada tahap enactive anak berinteraksi dengan objek berupa

benda – benda, orang dan kejadian, dari interaksi tersebut anak belajar

nama dan merekam ciri, benda dan kejadian. Itulah sebabnya anak
29

berumur 2-3 tahun akan bertanya “ apa itu ?” “ apa ini?” sangat

penting untuk mengenalkan nama benda – benda sehingga anak mulai

menghubungkan antara benda dan symbol.

Pada proses iconic anak mulai belajar mengembangkan symbol

dengan benda. Proses simbolik terjadi saat anak mengembangkan

konsep dengan proses yang sama anak belajar tentang berbagai benda

seperti gelas, minum dan air kelak semakin dewasa ia akan mampu

menghubungkan konsep tersebut menjadi lebih kompleks seperti “

makan dengan sendok”.

Pada tahap symbolis anak mulai belajar berpikir abstrak, ketika

anak berusia 4 – 5 tahun pertanyaan “ apa itu ?” dan “apa ini?” akan

berubah menjadi “kenapa?” atau “mengapa?” pada tahap ini anak

mulai mampu menghubungkan keterkaitan antara berbagai benda,

orang atau objek dalam suatu urutan kejadian. Ia mulai

mengembangkan arti atau makna dari suatu kejadian. Melatih anak

belajar bahasa dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui

setting berikut :

1. Kegiatan bermain bersama, biasanya anak – anak secara otomatis

berkomunikasi dengan temannya sambil bermain bersama

2. Cerita, baik mendengar cerita maupun menyuruh anak bercerita

3. Bermain peran seperti memerankan penjual dan pembeli, guru

dan murid atau juga orang tua dan anak.

4. Bermain puppet dan boneka tangan yang dapat dimainkan dengan

jari ( fingerplay ) anak berbicara mewakili boneka


30

5. Belajar dan bermain dalam kelompok ( cooperative play dan

cooperative learning )

2.2.3 Fungsi Bahasa Bagi Anak Usia Dini

Menurut (Soetjiningsih, 2012), bahasa mempunyai fungsi

sebagai berikut :

1. Fungsi instrumental. Bahasa dapat memperlancar anak untuk

mendapatkan kepuasan tentang apa yang di inginkan dan untuk

mengekspresikan keiinginannya.

2. Fungsi interpersonal. Melalui bahasa anak dapat mengontrol

perilaku orang lain, karena itu disebut dengan fungsi “ kerjakan

itu “

3. Fungsi interpersonal. Bahasa digunakan untuk berinteraksi satu

sama lainnya dalam dunia sosial anak. Disebut juga fungsi “ saya

dan kamu “

4. Fungsi pribadi. Anak mengekspresikan pandangannya yang

unik, perasaan, dan sikap melalui bahasa. Melalui bahasa anak

mengembangkan identitas pribadi.

5. Fungsi heuristik. Setelah anak dapat membedakan dirinya dari

lingkungan, anak menggunakan bahasa untuk menjelajahi dan

memahami lingkungannya. Hal ini disebut pula fungsi “

ceritakan padaku mengapa “


31

6. Fungsi imajinasi. Bahasa memperlancar anak untuklari dari

realitas dan masuk dalam dunia yang dibuatnya. Hal ini disebut

pula fungsi “ mari pura – pura lupa.”

7. Fungsi informatif. Anak dapat mengombinasikan informasi

informasi baru melalui bahasa, karena itu disebut “ saya

mempunyai sesuatu untuk diceritakan padamu.”

2.2.4 Tujuan Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini

Pengembangan ketrampilan bahasa anak merupakan

kemampuan yang sangat penting untuk berkomunikasi. Early

Learning Goals 1999 dalam buku (Susanto, 2011), mengemukakan

bahwa tujuan pengembangan bahasa pada usia awal dijabarkan

sebagai berikut :

1. Menyenangi, mendengarkan, menyimak menggunakan bahasa lisan

dan lebih siap dalam bermain dan belajarnya

2. Menyelidiki dan mencoba dengan suara – suara, kata – kata, dan teks

3. Mendengarkan dengan kesenangan dan merespon cerita lagu, irama

dan sajak – sajak dan memperbaiki sendiri cerit, lagu, irama dan

music

4. Menggunakan bahasa untuk mencipta, melukis kembali cerita, peran

dan pengalaman

5. Menggunakan pembicaraan untuk mengorganisasi, mengurutkan

berpikir jelas, ide – ide, perasaan dan kejadia – kejadian

6. Mendukung, mendengarkan dengan penuh perhatian


32

7. Merespon terhadap mereka dengan komentar, pertanyaan dan

perbuatan yang relevan

8. Interaksi dengan orang lain, merundingkan rencana dan kegiatan dan

menunggu giliran dalam percakapan

9. Memperluas kosakata mereka, meneliti arti dan suara dari kata – kata

baru

10. Mengatakan kembali cerita – cerita dalam urutan yang benar,

meggambar pola bahasa pada cerita

11. Berbicara lebih jelas dan dapat didengar dengan kepercayaan dan

pengawasan dan bagaimana memperlihatkan kesadaran pada

pendengar

12. Mendengar dan berkata, ciri – ciri dan suara akhir dalam kata – kata

13. Menyesuaikan suara dan huruf, member nama, mengarahkan huruf –

huruf dalam alphabet

14. Membaca kata – kata umum yang sudah dikenal dan kalimat

sederhana mengetahui bahwa cetakan itu memiliki arrti contoh

dalam bahasa inggris

15. Mengetahui bahwa cetakan itu memiliki arti contoh dalam bahasa

inggris membaca dari kiri ke kanan dari atas ke bawah

16. Menunjukkan suatu pemahaman dan unsur – unsur buku seperti

karakternya urutan kajian dan pembahasan

17. Mencoba menulis untuk berbagai pilihan


33

18. Menulis nama sendiri dan benda – benda lain seperti berbagai label

dan kata – kata dibawah gambar dan mulai dan mulai dari bentuk

kalimat sederhana, kadang – kadang menggunakan tanda baca

19. Menggunakan pengetahuan huruf untuk menulis kata – kata

sederhana dan mencoba dengan kata – kata yang lebih komplek

20. Menggunakan pensil dan menggunakan secara lebih efektif untuk

membentuk huruf yang dapat dikenal

2.2.5 Peran Bahasa Anak Prasekolah

Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan manusia.

Tiada kemanusian tanpa bahasa dan tidak ada peradapan tanpa adanya

bahasa lisan. Manusia tidak berpikir hanya dengan otaknya tapi juga

memerlukan bahasa sebagai mediumnya (Susanto, 2011). Orang lain

tidak akan dapat memahami hasil pemekiran kita kalau tidak

diungkapkan dengan menggunakan bahasa baik secara lisan maupun

tulisan. Seringkali orang beranggapan bahwa anak dapat dengan

sendirinya berbicara dan berbahasa sehingga tidak perlu repot – repot

mengajar mereka untuk berbicara dan berbahasa sehingga tidak perlu

repot – repot megajar mereka untuk berbicara, anggapan ini sebagian

benar karna pasti semua anak melewati tahapan namun hal ini tidak

sepenuhnya benar, jika tidak diasah terus menerus maka ketrampilan

tersebut tidak akan mengalami perkembangan. Ada beberapa kegiatan

yang dapat mengasah ketrampilan bahasa anak :


34

1. Mengajak anak berbicara

2. Membacakan cerita

3. Bermain peran

4. Bernyanyi atau mendengarkan lagu anak – anak

5. Merangkai cerita

6. Berdiskusi

2.2.6 Tipe Perkembangan Bahasa Anak Prasekolah

Menurut (Kyle, 2015), tipe perkembangan bahasa anak dibagi

menjadi dua yaitu :

1. Egocentric Speech, yaitu anak berbicara pada dirinya sendiri ( monolog

) hal ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang

pada umumnya dilakukan oleh anak berusia 3 – 4 tahun.

2. Socialized Speech, yaitu speech yang terjadi ketika berlangsung

kontak antara anak dan temannya atau dengan lingkungannya. Hal ini

ini berfungsi mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial

perkembangan ini dibagi kedalam lima bentuk yakni :

1. Adapted information, disini terjadi saling tukar gagasan atau tujuan

bersama yang dicari

2. Cristim, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau

tingkah laku orang lain.

3. Command ( perintah ) request ( permintaan )

4. Question

5. Answer
35

Dilihat dari perkembangan umur kronologis yang dikaitkan dengan

perkembangan kemampuan berbahasa individu, maka tahap perkembangan

bahasa dapat dibedakan kedalam tahap – tahap berikut (Perry, 2010).

1. Tahap pralinguistik atau meraban ( 0-1 tahun ). Pada tahap ini anak

mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk ocehan yang mempunyai

fungsi komunikatif. Pada umur ini anak mengeluarkan berbagai

bunyi ujaran sebagai reaksi terhadap orang lain yang ada

disekitarnya sebagai upaya mencari kontak verbal.

2. Tahap holofrasik atau kalimat satu kata ( 1-1,8 tahun ). Pada umur

satu tahun anak mulai mengucapkan kata – kata, satu kata yang

diucapkan oleh anak- anak ini harus dipandang sebagai satu

kalimat penuh mencakup aspek intelektual maupun emosional

sebagai cara untuk menyatakan mau tidaknya terhadap sesuatu.

Anak yang menyatakan “mobil” dapat berarti “saya mau mobil –

mobilan“ atau “saya mau ikut mobil sama ayah” atau “diambilkan

mobil mainan”.

3. Berkomunikasi tahap kalimat dua kata ( 1, 8-2 tahun ). Pada tahap

ini anak sudah mulai memiliki banyak kemungkinan untuk

menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan mengunakan

kalimat sederhana yang dirangkai secara tepat. Misalnya anak

mengucapkan “mobil siapa?” atau bertanya “itu mobil milik sapa?”

4. Tahap pengembangan tata bahasa awal ( 2- 5 tahun ). Pada tahap

ini anak mengembangkan tata bahasa, panjat kalimat mulai

bertambah, ucapan – ucapan yang dihasilkan semakin kompleks

dan mulai
36

menggunakan kata jamak. Penambahan dan pengayaan terhadap

sejumlah dan tipe kata secara berangsur angsur meningkat sejalan

dengan kemajuan dalam kematangan perkembangan anak.

2.2.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

Setiap individu berbeda dalam proses perkembangannya karna

perkembangan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor baik secara

herediter maupun lingkungan (Ratna, 2014). Faktor – faktor yang

berpengaruh terhadap perkembangan bicara tidak lepas dari faktor

penyebab kelainan bicara yang melibatkan berbagai faktor yang saling

mempengaruhi .

1. Karakteristik anak

a. Umur

Perkembangan biacara anak merupakan proses yang

berkesinambungan pada umur atau periode berbeda, ciri

perkembangan tertentu menjadi lebih menonjol dari pada ciri

yang lain.

b. Jenis kelamin

Keterlibatan anak dalam situasi keluarga mempengaruhi

perkembangan bahasanya. Dalam konteks tersebut anak laki

– laki yang secara sosial budaya lebih bebas bermain dan

lebih sering berada diluar rumah, menunjukkan

perkembangan yang lebih baik termasuk juga perkembangan

bahasanya, anak laki


37

– laki mendapat tugas yang lebih bervariasi, lebih bebas dan

lebih mendapat perhatian dalam bermain.

c. Status gizi

Kekurangan asupan makanan juga mempengaruhi

perkembangan anak. Salah satu penjelasan hubungan tersebut

ialah pengaruh kekurangan makan, terutama energi dan

protein terhadap pertumbuhan dan perkembangan jaringan

otak. Berbagai nutrient juga mempengaruhi perkembangan

jaringan otak, zinc, magnesium, zat besi, dan yodium. Faktor

gizi memegang peran penting sebagai salah satu penunjang

untuk tercapainya hasil tumbuh kembang yang optimal.

2. Karakteristik keluarga

a. Pendidikan ibu pendidikan ibu memegang peran yang kuat

terhadap kelangsungan hidup anak. Semakin tinggi

pendidikan ibu semakin baik pertumbuhan anaknya.

Pendidikan ibu menunjukkan korelasi tinggi dengan

perkembangan anak. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah

merupakan faktor resiko keterlambatan bahasa pada anaknya.

Cara bagaimana orang tua mengajarkan bahasa dan memberi

stimulasi mempengaruhi laju perkembangan bahasa.

Seseorang yang memiliki pengetahuan dan wawasan akan

secara efektif mencari informasi untuk menambah

pengetahuan seperti membaca buku, maupun artikel yang

menyangkut
38

perkembanagan bahasa anaknya sehingga dapat mengetahui

tata cara untuk memberikan rangsangan atau stimulasi hebat

pada anak (Ratna, 2014).

b. Pekerjaan ibu

Status pekerjaan orang tua ikut mempengaruhi cara orang tua

memperlakukan anaknya, namun pendapat lain mengatakan

pada anak dengan ibu bekerja terus menerus cenderung

kurang gizi.

c. Sosial ekonomi

Keadaan sosial atau tingkat kemakmuran keluarga

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan anak, kemiskinan

berinteraksi dengan faktor gizi, yang selanjutnya

kemakmuran keluarga merupakan prediktor yang kuat

terhadap perkembangan anak dikemudian hari.ada hubungan

timbal balik antara rendahnya keadaan sosial ekonomi

keluarga, pendidikan keluarga, kurang gizi dan gangguan

perkembangan perilaku anak.

d. Jumlah saudara

Jumlah keluarga yang sangat besar khususnya jumlah anak,

dalam berbagai penelitian ternyata berhubungan dengan

gangguan pertumbuhan walaupun tidak selalu demikian.

Penelitian lain menunjukkan bahwa besarnya jumlah anak

dalam satu keluargaakan mengakibatkan semakin rendahnya


39

dukungan emosional yang diberikan orang tua terhadap

anaknya, semakin rendahnya kehidupan afeksi dalam

keluarga dan penyesuaian emosional pada anak dan tingkat

kecerdasan anak.

e. Lingkungan asuhan anak

Lingkungan merupakan segala hal yang berasal dari luar diri

anak. Lingkungan berpengaruh pada tumbuh kembang anak

karna lingkungan yang turut menyediakan kebutuhan anak

agar dapat tumbuh dan berkembang bahkan sejak dalam

kandungan. Lingkunga sosial dapat menyebabkan gangguan

bahasa pada anak. Interksi antar personal merupakan dasar

dari semua komunikasi dan perkembangan

bahasa.lingkungan yang tidak mendukung akan

menyebabkan gangguan bahasa pada anak.

(Laraswati, 2014), mengemukakan beberapa hal yang menjadi penyebab

perkembangan bahasa antara lain :

a. Kematangan

Kematangan fisik dan mental adalah sebagian besar akibat dari kodrat

yang telah menjadi bawaan dan juga dari pada latihan dan pengalaman

si anak, kodrad ini di peroleh dari turunan perkembangan dan

menimbulkan pertumbuhan yang terlihat, meskipun tanpa dipengaruhi

oleh sebab – sebab nyata dari lingkungan. Pada anak – anak sering
40

terlihat, tiba – tiba terlihat anak itu dapat berdiri, berbicara dan lain

sebagainya.

b. Belajar dan latihan ( Learning )

Terjadinya perkembangan ini dengan melalui proses belajar atau

dengan latihan. Disini termasuk usaha anak sendiri baik melalui

bantuan orang dewasa ataupun tidak.

c. Kombinasi kematangan dan belajar

Kematangan dan belajar ataupun latihan itu tidak berlangsung sendiri –

sendiri melainkan bersamaan, biasanya melalui suatu latihan yang

tepat dan terarah dapat menghasilkan perkembangan yang maksimum.

d. Posisi dalam keluarga

Kedudukan anak dalam keluarga merupakan yang dapat

mempengaruhi perkembangan. Anak kedua, ketiga dan sebagainya

biasanya perkembangan lebih cepat sedangkan anak bungsu biasanya

karna dimanja perkembangannya lebih lambat. Pada hal ini anak

tunggal biasanya perkembangannya lebih cepat karna pengaruh

pergaulan dengan orang – orang dewasa lebih besar.

e. Intelegensi

Kecerdasan yang tinggi disertai perkembangan yang cepat, sebaliknya

jika kecerdasan rendah maka anak akan keterbelakangan pertumbuhan

dan perkembangannya.

2.2.8 Penilaian Perkembangan Bahasa Anak

2.2.8.1 Penilaian Indikator Perkembangan Bahasa


41

Menilai menggunakan penilaian yang nyata, sesuai keadaan,

realistis dan merupakan pelaksanaan penilaian yang berorientasi

pada hasil belajar atau perkembangan peserta didik dalam keadaan

apa adanya sesuai dengan kondisi objektif yang ada pada diri peserta

didik. Objektif, artinya penilai atau guru tidak diperbolehkan menilai

peserta didik sesuai keinginan guru, bukan berdasar apa yang

diperoleh atau dicapai oleh siswa. Pada pendidikan anak usia dini,

hasil belajar peserta didik didasarkan pada kurikulum 2013 RA yang

di dalamnya telah memuat enam bidang pengembangan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah melalui kurikulum 2013 RA tersebut

(Dimyati, 2018).

Sesuai buku materi PLG tahun 2011,2012, dan 2013, materi

PLPG guru RA memuat enam bidang pengembangan melalui

autentik. Merujuk pada kurikulum tahun 2013 RA atau K- 13,

dijelaskan bahwa sistem pembelajaran di RA menggunakan tema –

tema, dengan melalui pendeketan pembelajaran saintifik dan

penilaian dilakukan dengan secara autentik. Berikut Indikator

penilaian autentik meliputi :

2.1 Pedoman Observasi Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Prasekolah


42

No Aspek yang dikembangkan Hasil belajar


siswa

* ** *** ****

A. Memahami Bahasa
1. Menyimak perkataan orang lain
( bahasa ibu atau bahasa
lainnya )
2. Mengerti dua perintah yang
diberikan bersamaan
3. Memahami cerita yang
dibacakan
4. Mengenal perbendaharaan kata
mengenai kata sifat
5. Mendengar dan membedakan
bunyi – bunyian dalam bahasa
indonesia (contoh : ucapan harus
sama)
B. Mengungkapkan Bahasa
1. Mengulang kalimat sederhana
2. Bertanya dengan kalimat yang
benar
3. Memahami cerita yang
dibacakan
4. Mengungkapkan perasaan
dengan kata sifat (baik, senang,
nakal, pelit, baik hati, berani,
baik, jelas, dsb)
5. Menyebutkan kata – kata yang
dikenal
6. Mengutarakan pendapat kepada
orang lain
7. Menyatakan alasan terhadap
sesuatu yang diinginkan atau
ketidaksetujuan
8. Berpartisipasi dalam percakapan
9. Menceritakan kembali
cerita/dongeng yang pernah
didengar

10. Memperkaya pembendaharaan


kata
C. keaksaraan
1. Mengenal simbol – simbol
43

2. Mengenal suara – suara hewan/


benda
3. Membuat coretan yang bermakna
4. Meniru (menuliskan dan
mengucapkan) huruf A-Z

Keterangan penilaian :

a. Anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator seperti yang

diharapkan dalam RKH (Rencana Kegiatan Harian ) atau dalam

melaksanakan tugas belum bisa sama sekali, maka pada kolom penilaian

ditulis nama anak dan diberi tanda satu bintang ( * )

b. Anak yang sudah mulai berkembang ( MB ) sesuai indikator seperti yang

diharapkan dalam RKH (Rencana Kegiatan Harian ) atau dalam

melaksanakan tugas selalu dibantu guru, mendapat tanda dua bintang (**)

c. Anak yang sudah berkembang sesuai dengan harapan ( BSB ) sesuai dengan

indikator dalam RKH (Rencana Kegiatan Harian ) atau dalam melaksanakan

secara mandiri tetapi belum lancar mendapat tanda tiga bintang (***)

d. Anak yang sudah berkembang sangat baik ( BSB ) melebihi indikator

seperti yang diharapkan dalam RKH (Rencana Kegiatan Harian ) atau dalam

melaksanakan tugas mandiri dan lancar mendapat tanda empat bintang

(****) Catatan: penggunaan tanda bintang merupakan symbol untuk

menunjukkan tingkat pencapaian perkembangan peserta didik dan hanya

untuk catatan guru sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan nilai

pada rapot perkembangan hasil belajar. Symbol yang digunakan untuk

menilai perkembangan peserta didik sebenarnya banyak ragamnya. Tidak

ada suatu
44

keharusan menggunakan symbol tertentu untuk menilai perkembangan

anak. Masing-masing symbol memiliki makna yang sama untuk menjadi

penanda pada penilaian perkembangan anak (Dimyati, 2018).

Menentukan skor nilai

Dari contoh hasil belajar diatas selanjutnya dapat ditentukan skor nilai

menggunakan rumus, sebagai berikut :

jumlah bintang (∗)


Rumus nilai : 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟

Keterangan :

Bintang 1 (*) : Belum Berkembang

Bintang 2 (**) :Mulai Berkembang

Bintang 3 (***) : Berkembang Sesuai Dengan

Harapan Bintang 4 (****) : Sudah Berkembang Sangat

Baik

2.3 Konsep Anak Usia Prasekolah

2.3.1 Pengertian

Anak prasekolah adalah periode antara 3 sampai 6 tahun.

Inilah waktu kelanjutan pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan fisk terus menjadi jauh lebih lambat dibandingkan

tahun – tahun sebelumnya. Peningkatan perkembangan kognitif,

bahasa dan psikososial penting selama periode prasekolah

2.3.2 Ciri Anak Usia Prasekolah

Ciri – ciri anak prasekolah meliputi aspek fisik, sosial,

emosi dan kognitif anak (Susanto, 2011).


45

2.3.2.1 Ciri Fisik

Penampilan atau gerak – gerik prasekolah mudah dibedakan

dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Anak

prasekolah umumnya sangat aktif, mereka telah memiliki

penguasaan ( kontrol ) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai

kegiatan – kegiatan yang dapat dilakukan sendiri. Berikan

kesempatan pada anak untuk lari, memanjat, dan melompat.

Usahakan kegiatan tersebut sebanyak mungkin sesuai dengan

kebutuhan anak dan selalu di bawah pengawasan. Walaupun anak

laki -laki lebih besar, namun anak perempuan lebih terampil dalam

tugas yang bersifat pratis, khususnya dalam tugas motorik halus,

tetapi sebaiknya jangan mengeritik anak laki – laki apabila tidak

terampil. Ciri fisik pada anak usia 4-6 tahun tinggi badan

bertambah rata – rata 6,25 – 7,5 cm pertahun, tinggi rata – rata anak

usia 4 tahun adalah 2,3 kg per tahun. Berat badan anak usia 4-6

tahun rata – rata 2 – 3 thn pertahun, berat badan rata – rata anak

usia 4 tahun adalah 16,8 kg (Hidayat, 2010).

2.3.2.2 Ciri Sosial

Anak prasekolah biasanya juga mudah bersosialisasi

dengan orang sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini

memiliki satu atau dua sahabat yang cepat berganti. Mereka

umumnya dapat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau

bermain dengan teman. Sahabat yang biasa di pilih yang sama

jenis kelaminnya,
46

tetapi kemudian berkembang menjadi sahabat yang terdiri dari

jenis kelamin berbeda. Pada usia 4 – 6 tahun anak sudah memiliki

ketertarikan selain dengan orang tua, termasuk kakek, nenek

saudara kandung, dan guru sekolah, anak memerlukan interaksi

yang teratur untuk membantu mengembangkan keterampilan

sosialnya (Hidayat, 2010).

2.3.2.3 Ciri Emosional

Anak prasekolah cenderung mengkespresikan emosinya

dengan bebas dan terbuka, sikap marah, iri hati pada anak

prasekolah sering terjadi. Mereka sering kali memperebutkan

perhatian guru dan orang sekitar.

2.3.2.4 Ciri Kognitif

Anak prasekolah umumnya sudah terampil berbahasa, sebagian

dari mereka senang berbicara, khususnya pada kelompoknya

sebaiknya anak di beri kesempatan untuk menjadi pendengar yang

baik. Pada usai 2- 4 tahun anak sudah dapat menghubungkan satu

kejadian dengan kejadian yang simultan dan anak mampu

menampilkan pemikiran yang egosentrik, pada usia 4- 7 tahun anak

mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan, dan menghubungkan

objek – objek anak mulai menunjukkan proses berpikir intiutif (

anak menyadari bahwa sesuatu adalah benar tetapi ia tidak dapat

mengatakan alasannya ), anak menggunakan banyak kata yang


47

sesuai tetapi kurang memahami makna sebenarnya serta anak tidak

mampu untuk melihat sudut pandang orang lain (Hidayat, 2010).

2.3.3 Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah

2.3.3.1 Perkembangan Komunikasi Dan Bahasa

Pencapaian bahasa memungkinkan anak prasekolah

mengekspresikan pikiran dan kreativitas. Masa prasekolah waktu

penghalusan ketrampilan bahasa. Usia 3 tahun memperlihatkan

bicara telegrafik menggunakan kalimat singkat yang hanya

mengandung informasi esensial. Kosa kata pada anak 3 tahun

terdiri sekitar 900 kata, anak prasekolah bisa mencapai 10 sampai

20 kata baru setiap harinya dan pada usia 5 tahun biasanya

memiliki kosakata sebanyak 2100 kata (Kyle, 2015). Anak usia 3 –

6 tahun mulai mengembangkan kefasihan ( kemampuan untuk

menghubungkan suara, suku kata dan kata – kata secara lancar atau

halus ketika berbicara ). Beberapa suara tetap sulit diucapkan

secara benar oleh anak usia prasekolah misalnya, “F”, “ V”, “S”,

“Z” biasanya dikuasai oleh anak usia 5 tahun tetapi beberapa anak

tidak mengusai suara “SH”, “I”, “TH”, dan “R” sampai merekan

berumur 6 tahun.

Tabel 2.2 kemampuan berkomunikasi pada anak usia prasekolah menurut usia

Usia Kemampuan komunikasi


48

4 tahun a. Berbicara dalam kalimat lengkap menggunaka kata bahasa


seperti orang dewasa
b. Menceritakan sebuah cerita yang mudah diikuti
c. 75% bicara di pahami oleh orang lain diluar keluarga
d. Mengajukan pertanyaan “ siap”, “ bagaiamana”, “berapa
banyak”
e. Tetap pada topik sebuah percakapan
f. Memahami konsep sama dan berbeda
g. Mengajukan banyak pertanyaan
h. Mengetahui nama hewan yang sudah dikenal
i. Menyebut benda – beda yang umum di buku dan majalah
j. Mengetahui minimal satu warna
k. Melibatkan bahasa untuk terlibat dalam mainan pura – pura
l. Mengikuti perintah yang terdiri dari tiga bagian
m. Dapat menghitung beberapa angka
n. Kosa kata terdiri dari 1500 kata
5 tahun a. Individu di luar keluarga dapat memahami sebagian besar
bicara anak
b. Menjelaskan bagaimana sebuah benda digunakan
c. Berpartisipasi dalam percakapan yang panjang dan detail
d. Membicarakan tentang peristiwa masa lalu, masa depan dan
imajinasi
e. Menjawab pertanyaan yang menggunakan kalimat “
mengapa “ dan “ kapa “
f. Dapat menghitung sampai 10
g. Mengingat bagian cerita
h. Bicara umumnya tepat secara tata bahasa
i. Kosakata terdiri dari 2100 kata
j. Menyebutkan nama dan alamt
4

2.4 Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan rangkuman dari teori – teori yang telah dijabarkan

pada tinjauan pustaka. Jenis – jenis boneka


:
Boneka jari
Faktor yang Boneka
mempengaruhi tangan
perkembangan anak : Boneka
gagang
1. Karakteristik anak Pemberian storytelling Boneka
a. Umur gantung
b. Jenis kelamin Media boneka jari
c. Status gizi
2. Karakteristik keluarga Fungsi boneka jari :
a. Pendidikan ibu Meningkatk an bahasa
b. Pekerjaan ibu Meningkatka n aspek moral
c. Sosial ekonomi Bercerita dengan tema yang disukai anak Melatih daya fantasi
d. Jumlah saudara Mempertingg i kreativitas an
e. Lingkungan Melatih jari jemari
asuhan anak
3. Karakteristik lain Meningkatkan fokus dan perhatian anak
a. Kematangan
b. Belajar dan latihan
c. Kombinasi
kematangan
dan belajar
d. Inteligensi

Memberikan stimulasi dan menambah


Memperbanyakan
kosa kata
perbendaharaan
baru kata pada anak

Meningkatkan perkembangan bahasa

Gambar 2.1 kerangka teori pengaruh storytelling dengan boneka jari terhadap
perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK RA Mambaul Huda Kecamatan
Puri Kabupaten Mojokerto.
5

2.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang telah diuraikan, maka dapat digambarkan kerangka konsep sebagai

berikut :
Belum muncul ( BM )
Anak Prasekolah
Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak :
Karakteristik anak :
Umur Mulai berkembang ( MB )
Jenis kelamin Pretest : Hasil Nilai Raport (perkembangan bahasa)
Memahami
Status gizi Karakteristik keluarga : Bahasa
Pendidikan ibu Mengungkapkan Bahasa
Pekerjaan ibu Keaksaraan Berkembang sesuai harapan (BSH)
Sosial ekonomi
Jumlah saudara
Lingkungan asuhan anak
Karakteristik lain : Berkembang sangat baik (BSB)
Kematangan
inteligensi Pemberian storytelling dengan metode boneka jari

Belum muncul ( BM )

Post test : Hasil Nilai Raport (perkembangan bahasa)


Mulai berkembang
Memahami Bahasa
( MB )
Mengungkapkan Bahasa
Keaksaraan
Belajar dan latihan Berkembang sangat baik (BSB)
Kombinasi kematangan dan belajar

= Diteliti Berkembang
sesuai
= Tidak Diteliti harapan
(BSH)
Gambar 2.2 Kerangka konsep pengaruh storytelling dengan boneka jari terhadap
perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK RA Mambaul Huda Kecamatan
Puri Kabupaten Mojokerto.
5

2.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara atau jawaban

sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Hipotesis yaitu

suatu pertanyaan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk

menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat di terima atau tidak (Sugiyono,

2016).

Dalam penelitian ini bahwa ada pengaruh storytelling media boneka jari

terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK RA Mambaul Huda

Kecamatan puri Kabupaten Mojokerto ditandai dengan anak sudah mampu

menceritakan kembali cerita yang diceritakan, anak sudah banyak yang berani

bermain dengan teman sebayanya, dan mampu menjalankan perintah yang di

perintahkan.

Anda mungkin juga menyukai