Anda di halaman 1dari 11

Peran Bermain dalam Perkembangan Anak Usia Dini

Agastyansah Rio Khamdani (G0119002)

Prodi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

Abstrak

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa
mempertimbangkan hasil akhir kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa
paksaan atau tekanan dari pihak luar. Artikel ini disusun dalam rangka memperdalam
kesadaran masyarakat akan pentingnya peran bermain dalam proses perkembangan
anak usia dini, dengan suatu harapan dapat mengedukasi masyarakat khususnya para
orang tua dalam memperhatikan jenis dan pola bermain pada anak usia dini. Artikel ini
menggunakan metode kualitatif dengan memberikan penjelasan berupa analisis
terhadap kegiatan bermain pada anak usia prasekolah atau usia dini. Metode ini bersifat
subjektif dengan berdasarkan pada landasan teori.

Bermain merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh anak-anak, terutama


anak pada masa prasekolah atau masa usia dini. Bermain memilki beberapa tipe
permainan sesuai dengan usia dan kemampuan anak. Bermain pada anak usia dini
dilakukan untuk memperoleh kenikmatan, mengulangi keterampilan yang baru
dipelajari, menggunakan simbol, berinteraksi sosial, menemukan kesenangan, berkreasi
dan menerapkan aturan dalam kegiatan permainan. Secara garis besar, dalam bermain
anak-anak akan mengembangkan kemampuan fisik, kemampuan intelektual, dan
kemampuan emosional mereka.

Kata kunci: Bermain, perkembangan, anak usia dini

Pendahuluan

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dapat dirancang untuk mencapai


tujuan yang telah ditetapkan sebagai mana tujuan pendidikan nasional yaitu untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 27
tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah dan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor: 0486/U/1992 menjelaskan bahwa pendidikan taman kanak-kanak
(TK) bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan untuk pertumbuhan serta perkembangan
selanjutnya.

Pendidikan pada dasarnya mempunyai tujuan dan sasaran untuk


mengembangkan setiap potensi yang dimiliki oleh manusia hal inipun tidak terlepas
dari poroses pendidikan untuk anak usia dini yaitu memberikan pembelajaran yang
menyenangkan melalui suatu metode menyenangkan yang disebut bermain.Kegiatan
bermain sangat diminati oleh setiap anak usia dini dan hal ini dapat dilihat dari
sebagian besar waktu yang digunakan oleh anak adalah bermain dan hal ini secara
tidaklangsung memberikan pengaruh yang signifikan bagi perkembangan anak

Masa prasekolah atau masa anak usia dini merupakan masa yang bahagia dan
menyenangkan pada rentang kehidupan anak. Pada masa ini, anak akan mengeksplorasi
lingkungan tempat ia biasa bermain. Belajar hal baru, mendapatkan pengalaman baru,
dan dapat bertemu dengan teman-teman sesuianya merupakan kegiatan dalam bermain
anak. Pada saat bermain, anak diharapkan dapat merasa nyaman, senang, tidak merasa
terpaksa, bebas berekspresi, berimajinasi, dan tidak merasa terbebani.

Kegiatan bermain pada anak perlu dijaga, diperhatikan dan didukung dengan
baik khususnya oleh orang tua anak. Namun, sayangnya banyak dijumpai para orang
tua yang menganggap jika permainan pada anak justru akan membuang-buang waktu.
Mereka merasa lebih baik jika waktu bermain pada anak lebih baik digunakan untuk
mempelajari sesuatu yang berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan
dewasa. Tidak jarang orang tua memilih agar rumahnya tetap rapi, tidak tersentuh oleh
anak saat bermain atau membatasi secara ketat anaknya dalam bermain sehingga tanpa
disadari, mereka telah menghambat perkembangan anaknya untuk belajar, mencari
pengalaman, dan menemukan potensinya dalam kegiatan bermain.

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui apakah peran bermain dalam


perkembangan anak di usia dini serta mengetahui tipe-tipe permainan apa saja yang
cocok untuk anak usia dini sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Perlu adanya
kesadaran masyarakat khususnya orang tua untuk lebih memperhatikan peran bermain
pada anak usia dini. Bermain adalah proses dimana anak mencapai perkembangan yang
utuh, baik, fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional (Elizabeth Hurlock,
1987:320). Sehingga sebagai orang tua tidak perlu memaksakan kehendak dan
mengharapkan banyak hal yang memang anak belum siap untuk mendapatkannya.
Biarkanlah anak bermain, agar anak mendapatkan apa yang semestinya ia dapatkan dan
memperoleh pengalaman serta proses belajar untuk masa perkembangannya dalam
kegiatan bermain.

Metodologi

Artikel ini disusun menggunakan metode analisis studi pustaka berdasarkan


landasan teori yang berada di jurnal, buku, serta karya tulis ilmiah lain yang terbit dan
menghasilkan kesimpulan secara deduktif. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui peran bermain dalam perkembangan anak di usia dini serta mengetahui
tipe-tipe permainan apa saja yang cocok untuk anak di usia dini sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya.

Pembahasan

Pengertian Bermain

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa
mempertimbangkan hasil akhir kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa
paksaan atau tekanan dari pihak luar, sebagian orang menyatakan bahwa bermain sama
fungsinya dengan berkerja. Meskipun demikian, anak memiliki persepsi sendiri
mengenai bermain dimana bermain menurut Hurlock dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu bermain aktif dan hiburan.

Kategori bermain aktif menimbulkan kesenangan dari apa yang dilakukan


individu, apakah dalam bentuk kesenangan berlari atau membuat sesuatu dengan lilin
atau cat. Anak-anak kurang melakukan kegiatan bermain secara aktif ketika mendekati
masa remaja dan mempunyai tanggung jawab di rumah dan di sekolah serta kurang
bertenaga karena pertumbuhan pesat dan perubahan tubuh.
Kategori hiburan yang menimbulkan kesenangan, dimana kesenangan
diperoleh dari kegiatan orang lain. Permainan ini sedikit menghabiskan energi anak.
Hal ini terjadi ketika anak sedang menikmati temannya saat bermain, memandang
orang atau hewan di televisi, menonton adegan lucu atau membaca buku adalah
bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga tetapi kesenangan hampir dengan anak
yang menghabiskan sejumalah besar tenaganya di tempat olahraga atau tempat
bermain.

Bermain merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh anak-anak, terutama


anak pada masa prasekolah atau masa usia dini. Anak usia dini atau anak pada masa
taman kanak-kanak adalah masa dimana anak merupakan individu yang unik dan
sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan dan masa ini biasa disebut
dengan masa Golden Age. Anak usia dini juga dapat diartikan bahwa anak yang berada
pada rentang usia 0-8 tahun dan sosok yang sedang menjalani proses perkembangan
dengan pesat dan fundamental bagi tahap kehidupan selanjutnya. Pada masa ini, anak
tidak akan hanya mengeksplorasi dunianya sendiri melainkan juga akan merespon
reaksi lingkungan dan teman-temannya terhadap dirinya saat proses bermain.

Bermain bagi anak usia dini dapat digunakan untuk mempelajari dan belajar
banyak hal, dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi,
toleransi, kerja sama, dan menjunjung tinggi sportivitas (Mulyasa 2014: 166). Sebagian
besar interaksi dengan teman-teman sebayaakan salah sat selama masa anak-anak
melihatkan kegiatan bermain, namun bermain sosial merupakan salah satu dari tipe
bermain (Seffert, 2006). Bermain merupakan salah satu aktivitas menyenangkan yang
dilakukan demi aktivitas itu sendiri dan memilki berbagai fungsi dan bentuk.

Menurut Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang erat antara


kegiatan bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukannya di masa yang akan
datang. Anak akan bermain sesuai dengan minatnya, dan jika minat dari bermain
tersebut dapat ia pertahankan hingga ia dewasa, maka ia cenderung menjadikan
minatnya tersebut menjadi sebuah hobi atau pekerjaan di masa yang akan datang.

Minat bermain pada anak terkadang tidak dapat dipertahankan hingga anak itu
dewasa. Minat anak untuk bermain dengan mainan mulai berkurang seiring
bertambahnya usia mereka. Dan ketika mereka mencapai usia sekolah, mainan-mainan
itu dianggap seperti “bayi” dan ia ingin memainkan permainan-permainan orang
dewasa (Hurlock, 1980).

Jerome Bruner mengatakan bahwa bermain dalam masa anak-anak adalah


“kegiatan serius”, yang merupakan bagian penting dalam perkembangan tahun-tahun
pertama masa anak-anak. Ia menjelaskan, “Kita sekarang mengerti bahwa bermain
merupakan aktivitas yang serius, bahkan merupakan aktivitas yang serius, bahkan
merupakan kegiatan pokok dalam masa anak-anak. Ini merupakan sarana untuk
improvisasi dan kombinasi, sarana pertama dari sistem peraturan melalui mana kendali-
kendali budaya menggantikan sifat anak yang dikuasai oleh dorongan-dorongan
kekanak-kanakan” (Hurlock, 1980).

Peran Bermain

Bermain merupakan kebutuhan anak yang sangat penting. Dengan bermain anak
akan membangun pengetahuannya tentang apa yang ada di sekitarnya dan membangun
kreatifitasnya baik dengan menggunakan suatu benda atau alat permainan maupun
tidak. Ada tiga teori bermain modern yang memberikan tekanan pada konsekuensi
bermain pada anak dan sebagai acuan dan menunjang main anak dalam tahapan
perkembangan anak.

Yang pertama adalah teori psikoanalisis Sigmund Freud dan Erik Erikson.
Dalam teori psikoanalisis tersebut melihat bermain anak sebagai alat yang penting bagi
pelepasan emosinya serta untuk mengembangkan rasa harga diri anak ketika anak dapat
menguasai tubuhnya, benda-benda serta sejumlah keterampilan sosial.

Yang kedua adalah teori perkembangan kognitif yang menguji kegiatan bermain
dalam kaitannya dengan perkembangan intelektual, yang berpandangan bahwa setiap
manusia mempunyai pola struktur kognitif baik itu secara fisik maupun mental yang
mendasari perilaku dan aktivitas intelegensi seseorang dan berhubungan erat dengan
tahapan pertumbuhan anak dengan kata lain itelektual dan afektif selalu berjalan
berdampingan. Teori ini percaya bahwa emosi dan afeksi manusia selalu muncul dari
suatu proses yang sama di dalam tahapan tumbuh kembang kognitif sehingga Piaget
membagi tahapan tumbuh kembang kognitif ke dalam empat jenis proses yaitu
asimilasi, akomodasi, konservasi, reversibiliti.
Yang ketiga adalah teori dari Vigotsky yang menekankan pada pemusatan
hubungan sosial sebagai hal yang penting yang mempengaruhi kognitif, karena anak
akan menemukan pengetahuan dalam dunia sosialnya kemudian menjadi bagian dari
perkembangan kognitifnya.

Bermain dalam pelaksanaan program kegiatan anak, khususnya pada anak usia
dini merupakan syarat mutlak yang sama sekali tidak bisa diabaikan karena bagi anak
belajar adalah bermain dan bermain itupun adalah belajar. Bermain penting bagi
perkembangan kognitif dan sosio-emosi anak-anak (Coplan&Arbeau, 2009). Para ahli
telah memfokuskan berbagai aspek berbeda dari bermain dan menekankan fungsi-
fungsinya. Selain itu, bermain juga memilki beberapa peran penting lainnya, berikut
adalah peran-peran bermain dalam proses perkembangan anak usia dini.

Pertama adalah membantu mengatasi kecemasan dan konflik anak.Menurut


Freud dan Erikson, bermain membantu anak dalam mengatasi kecemasan dan konflik-
konfliknya. Bermain memungkinkan anak untuk mengeluarkan kelebihan energi dan
melepaskan ketegangan yang tertahan. Para terapis menggunakan terapi bermain untuk
mengatasi frustasi, menganalisis, dan mengatasi konflik-konflik anak (Drews, Carey,
&Schaefer, 2003). Anak-anak cenderung lebih dapat mengekspresikan perasaan-
perasaan sebenarnya melalui bermain.

Kedua adalah meningkatkan perkembangan kognitif. Piaget dan Vygotsky


menyimpulkan bahwa bermain adalah pekerjaan anak-anak. Piaget (1962), berpendapat
bahwa bermain dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak. Arti dari kognitif
merupakan pengetahuan, ingatan, kreativitas, daya pikir, serta daya nalar. Bermain
membuat anak-anak mempraktikan kompetensinya serta memperoleh keterampilan
melalui cara yang menyenangkan. Menurut Piaget, struktur kognitif harus dilatih, dan
bermain memberikan setting yang sangat baik untuk latihan tersebut. Vygotsky (1962),
ia tertarik pada aspek-aspek simbolik dan aspek kepura-puraan dari kegiatan bermain,
misalnya ketika seorang anak memperlakukan sebuah tongkat sebagai seekor kuda dan
mengendarai tongkat tersebut layaknya mengendarai seekor kuda. Hal semacam ini
merupakan situasi imajiner, dan sebaiknya orang tua mendukung situasi imajiner ini
karena hal tersebut dapat meningkatkan perkembangan kognitif, khsusunya pemikiran
kreatif.
Ketiga adalah mendorong perilaku eksploratif. Daniel Berlyne (1960),
mendiskripsikan bermain sebagai aktivitas yang menggairahkan dan menyenangkan
karena bermain memuaskan dorongan eksplorasi anak. Dorongan ini mencakup rasa
ingin tahu dan hasrat untuk memperoleh informasi yang baru atau tidak biasa. Hal ini
terlihat saat anak bermain, ketika ia akan mulai mengeksplorasi lingkungan sekitarnya
maupun teman-temannya melalui kegiatan bermain untuk memperoleh sesuatu yang
baru, kompleks, tidak pasti, penuh kejutan, dan aneh bagi anak. Namun, perlu peran
orang tua dalam mengawasi perilaku eksploratif anak, agar anak tidak terjerumus pada
sesuatu yang membahayakan dirinya.

Keempat adalah berperan dalam mengembangkan keterampilan bahasa dan


komunikasi.Keterampilan bahasa dan komunikasi dapat diperkuat melalui diskusi dan
negosiasi terkait peran dan peraturan dalam bermain ketika anak-anak mempraktikan
berbagai kata dan frase. Anak akan mulai belajar menggunakan kata atau frase baru
dalam berkomunikasi saat bermain. Interaksi sosial dengan teman-temannya
menguntungkan keterampilan literasi anak (Coplan&Arbeau, 2009).

Kelima adalah membantu perkembangan motorik anak. Aspek motorik sarat


dengan kegiatan yang dilakukan dengan gerak, baik gerak kasar atau halus. Pada anak
usia dini, aktivitas yang dikerjakan selalu diwarnai dengan gerak. Gerak membuat anak
menggerakkan anggota tubuhnya saat bermain. Sehingga ia akan melatih kemampuan
otot-otot yang menjadikan anak kuat dan bugar.

Keenam adalah membantu perkembangan moral anak. Menurut Santrock


(2012), perkembangan moral mencakup perkembangan pikiran, perasaan, dan perilaku
menurut aturan dan kebiasaan mengenai hal-hal yang seharusnya dilakukan saat
berinteraksi dengan orang lain. Dalam kegiatan bermain diberikan tata cara atau aturan
yang harus ditaati dan tidak boleh dilanggar. Aturan disini mencakup aturan agama
maupun aturan yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitar.

Tahapan Bermaian

Bermain memiliki beberapa tahapan. Tahapan tersebut disesuaikan dengan


kondisi sosial anak-anak. Parten mengemukakan enam tahapan bermain bagi anak usia
dini, yaitu:
1. Unoccupied, anak memperhatikan dan melihat segala sesuatu yang
menarikperhatiannya dan melakukan gerakan-gerakan bebas dalam bentuk
tingkah laku yang tidak terkontrol;
2. Solitary, anak dalam sebuah kelompok tengah asyik bermain sendiri-
sendiridengan bermacam-macam alat permainan, sehingga tidak terjadi kontak
antara satu sama lain dan tidak peduli terhadap apapun yang terjadi;
3. Onlooker, anak melihat dan memperhatikan serta melakukan komunikasidengan
anak-anak lain namun tidak ikut terlibat dalam aktivitas bermain yang tengah
terjadi;
4. Parallel, anak-anak bermain dengan alat-alat permainan yang sama, tetapi
tidakterjadi kontak antara satu dengan yang lain atau tukar menukar alat main;
5. Associative, anak bermain bersama saling pinjam alat permainan,
tetapipermainan itu tidak mengarah pada satu tujuan, tidak ada pembagian peran
dan pembagian alat main;
6. Cooperative, anak-anak bermain dalam kelompok yang terorganisir,
dengankegiatan-kegiatan konstruktif dan membuat sesuatu yang nyata, dimana
setiap anak mempunyai pembagian peran sendiri. Pada tahap bermain jenis
cooperative, terdapat satu atau dua anak yang bertugas sebagai pemimpin atau
pengarah jalannya permainan (Desmita, 2013: 142-143).

Tipe-Tipe Permainan

Perspektif kontemporer mengenai bermain menekankan pada aspek kognitif


maupun sosial dari bermain (Sumaroka & Bornstein, 2008). Tipe-tipe permainan anak
yang banyak dipelajari adalah permainan sensorimotor, permainan praktis, permainan
pura-pura/simbolik, permainan sosial, permainan konstruktif, dan games (Bergen,
1988).

Pertama adalah tipe permainan sensorimotor (sensorimotorplay). Permainan


sensorimotor (sensorimotorplay) adalah perilaku yang dilakukan anak usia dini untuk
memperoleh kesenangan melalui skema-skema sensorimotornya. Mereka terlibat dalam
permainan visual, eksploratif, dan motorik di seperempat kedua tahun pertama
kehidupan. Mereka memilih objek-objek baru untuk dieksplorasi dan dimainkan,
khususnya objek-objek yang responsif, seperti mainan yang dapat menimbulkan suara
atau yang dapat melambung.

Kedua adalah tipe permainan praktis (practiceplay). Permainan tipe ini


melibatkan pengulangan perilaku, yang terjadi ketika sejumlah keterampilan baru
sedang dipelajari, atau ketika anak dituntut untuk memilki penguasaan fisik ataupun
mental dan mengoordinasi keterampilan yang diperlukan untuk permainan atau
olahraga. Permainan sensorimotor sering melibatkan permainan praktis, khususnya
selama bayi. Sementara permainan praktis dapat berlangsung seumur hidup. Selama
masa prasekolah, anak-anak sering terlibat dalam permainan praktis.

Ketiga adalah tipe permainan pura-pura/simbolik (pretense/symbolicplay).


Permainan tipe ini terjadi ketika seorang anak mengubah lingkungan fisik menjadi
sebuah simbol. Mereka belajar mengubah objek dan menganggap objek itu sebagai
pengganti objek lain, serta memperlakukan objek itu seolah-olah objek lainnya.
Misalnya ketika seorang anak yang menganggap sebuah meja adalah sebuah mobil, dan
ia mengatakan bahwa dirinya sedang mengendarai sebuah mobil saat ia menaiki meja
tersebut. Tipe permainan pura-pura muncul sekitar usia 18 bulan dan mencapai
puncaknya di usia 4 hingga 5 tahun, dan lalu secara perlahan menurun.

Beberapa psikolog menyimpulkan bahwa permainan pura-pura adalah aspek


penting dalam perkembangan anak dan sering direfleksikan sebagai kemajuan
perkembangan kognitif anak, terutama sebagai indikasi dan pemahaman simbolis.
Catherine Garvey (2000) dan Angeline Lillard (2006) menekankan bahwa ada kapasitas
luar biasa yang tersembunyi dalam narasi permainan pura-pura anak atas pengambilan
peran, menyeimbangkan peran sosial, berpikir tentang pikiran, menguji perbedaan
antara realitas dan pura-pura, dan berbagai kapasitas egosentris yang mengungkap
keterampilan kognitif anak-anak. Dalam suatu analisis terbaru, pencapaian utama dalam
masa anak-anak adalah kemampuan anak-anak untuk berbagai permainan pura-pura ini
dengan teman sebayanya (Coplan&Arbeau, 2009).

Keempat adalah tipe permainan sosial (socialplay). Permainan tipe ini terjadi
ketika anak-anak melakukan kegiatan bermain, mereka melibatkan interaksi dengan
teman-teman sebayanya. Permainan sosial pada ssebagian besar anak adalah konteks
utama bagi interkasi sosial anak-anak dengan teman sebayanya (Coplan&Arbeau,
2009). Permainan ini mencakup pergantian, perakapan tentang suatu topik, permainan,
rutinitas sosial, serta permainan fisik (Sumaroka & Bornstein, 2008). Permainan sosial
dirasakan sebagai kesenangan bagi elakunya (Sumaroka & Bornstein, 2008).

Kelima adalah tipe permainan konstruktif (constructiveplay). Permainan tipe ini


merupakan kombinasi antara permainan sensorimotor/praktis dan permainan simbolik.
Bermain konstruktif terjadi ketika anak- anak terlibat di dalam kreasi yang bersifat
regulasi diri atau di dalam konstruksi dari sebuah produk atau solusi. Bermain
konstruktif meningkat di masa prasekolah sebagaimana permainan simbolik meningkat
dan permainan sensorimotor menurun.

Keenam adalah tipe Games. Games adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh kesenangan dan memilki aturan-aturan. Games sering bersifat kompetitif.
Anak-anak prasekolah mulai berpartisipasi di dalam permainan sosial yang mencakup
aturan-aturan sederhana yang bersifat timbal-balik.

Simpulan

Bermain adalah kegiatan yang sering dilakukan oleh anak pada usia prasekolah
atau usia dini. Bermain merupakan media belajar yang baik untuk anak-anak.Bermain
merupakan kebutuhan anak yang sangat penting karena dengan bermain anak akan
membangun pengetahuannya tentang apa yang ada di sekitarnya dan membangun
kreatifitasnya baik dengan menggunakan suatu benda atau alat permainan maupun
tidak. Para orang tua perlu membimbing anak mereka dalam bermain, dan diharapkan
dapat membantu perkembangan mereka di usia keemasan (golden age) untuk
mengeksplorasi dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Dalam bermain, anak-anak
akan mengembangkan kemampuan fisik, kemampuan intelektual, dan kemampuan
emosional mereka.

Bermain memilki beberapa tipe-tipe permainan yang dilakukan oleh anak-anak


usia dini pada rentang waktu tertentu. Pada setiap tipe permainan memilki keunikan dan
peran tersendiri dalam mempengaruhi perkembangan anak. Tipe-tipe permainan
tersebut berdasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh para ahli sebelumnya
dalam tahap perkembangan anak dimana permainan tersebut dilakukan untuk
memperoleh kenikmatan, mengulangi keterampilan yang baru dipelajari, menggunakan
simbol, berinteraksi sosial, menemukan kesenangan, berkreasi dan menerapkan aturan
dalam kegiatan permainan.

Referensi

Hurlock, E. B. (Ed). (1980). Psikologi perkembangan:Awal masa kanak-kanak(5th

ed). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santrock, J. W. (Ed). (2012). Perkembangan masa-hidup: Masa kanak-kanak awal

(13th ed). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Rohmah, Naili. (2016). Bermain dan pemanfaatannya dalam perkembangan anak usia

dini. Jurnal Tarbawi,13(2), 28-34.

Pratiwi, Wiwik. (2017). Konsep bermain pada anak usia dini. Jurnal Manajmenen

Pendidikan Islam, 5(2), 106-117.

Anda mungkin juga menyukai