Anda di halaman 1dari 13

BERMAIN ANAK USIA DINI

Oleh : Thasa Almelia Putri


Jurusan PGPAUD, Universitas Negeri Padang.
thasaap@gmail.com

Abstrak
Setiap anak usia dini memiliki hak dan kesempatan dalam bermain. Bagi anak
bermain adalah kegiatan yang sangat menyenangkan, biasanya aktivitas bermain
muncul secara spontan tanpa adanya unsur paksaan dari siapapun. Aktivitas
bermain dapat menimbulkan perasaan senang, gembira, dan rasa puas dalam
diri anak. Kegiatan bermain berfungsi untuk meningkatkan kreativitas, serta
dapat merangsang munculnya ide-ide dan imajinasi anak. Melalui bermain, anak
memperoleh banyak manfaat terutama dalam setiap aspek-aspek
perkembangannya, seperti aspek perkembangan kognitif, perkembangan motorik,
perkembangan bahasa, bahkan perkembangan sosial emosional anak. Setiap
anak akan melewati tahapan-tahapan perkembangan bermain, anak bisa
melakukan apa saja jenis permainan yang mereka inginkan, hendaknya para
orang tua atau pendidik harus mendukung penuh anak dalam bermain serta
mampu menciptakan lingkungan bermain yang aman, nyaman dan bernilai
edukatif bagi anak.
Kata kunci : Bermain, anak usia dini, perkembangan.
A. PENDAHULUAN
Bermain adalah kegiatan yang sangat penting dalam dunia anak usia dini,
setiap anak memiliki hak dan kesempatan untuk melakukan kegiatan bermain,
bermain dapat mengurangi rasa jenuh dan bosan yang dirasakan oleh anak. Pada
saat bermain selalu ada perasaan senang dan gembira yang muncul dalam diri
setiap anak, karena anak melakukan kegiatan tersebut secara spontan, santai dan
atas keinginan dirinya sendiri tanpa ada unsur paksaan dari siapapun, anak bebas
menentukan dan memilih sendiri mainan apa saja yang ingin dimainkannya,
karena banyak sekali jenis-jenis permainan bernilai edukatif yang dapat
dimainkan oleh anak.
Aktivitas bermain merangsang anak untuk mengeluarkan ide-ide yang ada
dalam pikirannya, serta dapat meningkatkan kreativitas anak pada saat bermain.
Tidak hanya itu, aktivitas bermain memberikan pengalaman-pengalaman dan hal-
hal baru yang belum pernah dicoba anak sebelumnya, anak juga dihadapkan
langsung dengan benda-benda nyata yang ada disekitar lingkungan tempat anak
bermain.
Dengan bermain anak dapat bereksplorasi dan mengembangkan setiap
potensi yang ada dalam dirinya. Pada saat bermain dengan teman-temannya, anak
saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, hal ini membantu anak
dalam proses perkembangan bahasa, tidak hanya perkembangan bahasa anak
tetapi juga mengembangkan aspek-aspek lain seperti aspek perkembangan
kognitif, perkembangan sosial-emosional, perkembangan seni, perkembangan
motorik sensorik serta perkembangan moral dan agama anak. Semua aspek-aspek
tersebut saling berkaitan satu sama lain, jika satu aspek terhambat, maka aspek
perkembangan yang lain pun akan ikut terhambat.
Untuk itu, para orang tua dan guru harus mendukung penuh aktivitas anak
pada saat bermain karena banyak kita ketahui sebagian besar orang tua
menganggap bahwa bermain adalah kegiatan sepele yang hanya membuang-buang
waktu saja, orang tua terkadang melarang anaknya untuk bermain, mereka lupa
bahwa bermain adalah kegiatan pokok yang dapat membantu proses-proses
perkembangan anak. Para guru dan orang tua diharapkan dapat memahami setiap
tahapan-tahapan perkembangan bermain anak, dan mengetahui sudah sejauh mana
tahapan perkembangan yang sudah dilalui oleh anak serta memahami hakikat
bermain itu yang sebenarnya, para guru dan orang tua hendaknya dapat
menfasilitasi anak pada saat bermain dan menjadi m otivator serta
teman/pendamping yang baik untuk anak. Tidak hanya itu, para guru dan orang
tua diharapkan mampu menciptakan lingkungan bermain yang aman, nyaman,
memiliki manfaat dan memiliki nilai edukatif.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian bermain anak usia dini
Secara bahasa, bermain diartikan sebagai aktivitas yang spontan, saling
berinteraksi dengan orang lain dan dengan apapun yang ada di lingkungan sekitar.
Kata bermain memang sudah tidak asing lagi ditelinga kita, karena merupakan hal
yang sangat identik dengan dunia anak-anak, dimana dengan bermain dapat
menimbulkan perasaan senang dan gembira pada diri anak, pada saat bermain
anak-anak dapat melakukan apapun sesuka mereka tanpa adanya unsur paksaan
dari siapapun. Solehuddin dalam (Suryana, 2013 : 139) menyatakan bahwa ”Pada
intinya, bermain dapat dipandang sebagai suatu kegiatan yang bersifat volunter,
spontan, terfokus pada proses, memberi ganjaran secara intrinsik, menyenangkan
dan fleksibel.”
Menurut Bettelheim dalam (Fadlillah, 2014 : 26-27) “Kegiatan bermain
adalah kegiatan yang tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan
pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan”. Oleh karena itu,
bermain sangat berbeda dengan bekerja, karena dalam bermain hasil akhir tidak
terlalu dipentingkan, sedangkan dalam bekerja sangat mementingkan bagaimana
hasil akhirnya.
Bermain juga diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh anak secara
spontan tanpa adanya tujuan dari kegiatan bermain tersebut. Bagi anak, bermain
merupakan hal yang sangat penting agar nantinya anak dapat tumbuh menjadi
pribadi yang matang dan mandiri. (Montolalu,dkk, 2005 : 1.8).
Dalam bermain yang paling terpenting adalah bagaimana proses dan apa
yang didapatkan anak pada saat bermain, tanpa mementingkan hasil akhir dan
memberikan kesenangan kepada anak, sebagaimana yang diungkapkan Hurlock
dalam (Musfiroh dan Tatminingsih, 2015: 1.5) “Bermain adalah kegiatan yang
menyenangkan, bersifat pribadi, berorintasi proses, bersifat fleksibel, dan berefek
positif. Bermain juga bisa diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi
kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir”. Bermain menimbulkan
efek yang positif pada anak, pada saat melakukan kegiatan bermain ada rasa
senang yang muncul di dalam diri anak. Dan menurut Smith dan Pallegrini dalam
(Musfiroh dan Tatminingsih, 2015 : 1.5) mengatakan bahwa bermain adalah
kegiatan yang dilakukan dengan perasaan senang yang berguna untuk kepentingan
diri sendiri tanpa diorientasikan pada hasil akhir, fleksibel, aktif dan positif.
Bermain dilakukan anak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Bermain
memberikan dampak yang positif terhadap anak, dengan bermain anak dapat
menghilangkan rasa bosan dan jenuh yang dirasakannya.
Menurut Triharso (2013 : 1) “Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan
dengan atau tanpa menggunakan alat, yang menghasilkan pengertian dan
memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan
imajinasi anak”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah
kegiatan spontan yang memberikan rasa senang kepada anak, yang dapat
memgembangkan kreativitas dan imajinasi anak serta tidak terlalu mementingkan
bagaimana hasil akhirnya dan anak melakukan kegiatan bermain tanpa adanya
unsur paksaan dari siapapun.

2. Manfaat dan Fungsi Bermain


Bermain memiliki fungsi dan banyak manfaat terhadap perkembangan anak
usia dini, dengan bermain maka aspek-aspek perkembangan anak usia dini pun
dapat ditingkatkan.
Joan Freeman dan Utami Munandar dalam (Ismail, 2012 : 27-28)
menyebutkan bahwa beberapa psikolog dan sosiolog mengemukakan manfaat
bermain yaitu, sebagai penyalur energi berlebih yang dimiliki oleh anak, untuk
melepas perasaan dan emosi anak, bermain dapat melatih anak untuk menyiapkan
diri saat dewasa nanti, anak dapat melewati tahap-tahap perkembangannya dan
dapat memuaskan keinginan-keinginan anak yang terpendam.
Selain bermanfaat bagi anak, ternyata bermain juga bermanfaat oleh guru
dan para orang dewasa sebagaimana yang diungkapkan oleh Tedjasaputra (2001 :
47) bahwa “Bermain dapat membina hubungan dengan anak, karena selama
bermain suasananya bebas maka anak merasa tidak takut-takut untuk bermain
bersama. Hal ini sangat berguna untuk membantu membina hubungan dengan
anak-anak yang sulit menyesuaikan diri, tapi perlu diingat agar suasana diciptakan
sedemekian rupa sehingga anak tidak merasa dipaksa dan terpaksa.”
Selain memiliki manfaat, bermain juga memiliki fungsi yang berpengaruh
pada perkembangan anak usia dini, yaitu, dapat melatih perkembangan otot anak,
dapat melatih perkembangan sosial emosional, anak dapat bereskplorasi yang
membantu perkembangan kemampuan intelektual anak dan dapat
mengembangkan kemandirian serta melatih peran sosial anak (Suryana, 2013 :
141-142).
Dengan bermain, anak dapat memenuhi kepuasan terhadap setiap aspek
perkembangannya, kegiatan bermain juga dapat membantu mengembangkan
kreativitas dan melatih imajinasi anak. Moelischatoen (Susanto, 2017 : 103)
Bermain merupakan kegiatan yang menimbulkan “kenikmatan”, dan
kenikmatan itu menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya. Sedangkan menurut
(Elfiadi,2016) bermain berfungsi untuk merangkan jiwa kreativitas anak, anak
bisa bereksplorasi yang menimbulkan ide-ide kreatif anak untuk bermain. Tidak
hanya itu, tetapi bermain juga dapat merangsang perkembangan fisik dan psikis.

3. Karakteristik bermain anak usia dini


Menurut Smith, Garvery, Rubin, Fein dan Vandenberg dalam (Ismail,
2012: 31-34) mengungkapkan bahwa karakteristik bermain yaitu, dilakukan atas
dasar keinginan diri sendiri, munculnya perasaan-perasaan yang positif, kegiatan
beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain, tanpa mempedulikan hasil akhir dan
anak bebas memilih mainan apa saja yang ingin dimainkannya.
Solehuddin (2006 : 5.4-5.5) mengungkapkan tujuh karakteristik bermain,
yaitu :
Pertama, bermain dilakukan secara voluntir, bermain dilakukan anak secara
sukarela tanpa ada paksaan atau tekanan dari orang lain. Anak bermain atas
keinginan da kemauannya sendiri, bukan karena perintah orang lain.
Kedua, bermain itu spontan artinya anak akan bermain kapanpun mereka
mau.
Ketiga, kegiatan bermain lebih berorientasi pada proses daripada hasil atau
kegiatan akhir.
Keempat, bermain didorong oleh motivasi instrinsik. Maksudnya, yang
mendorong anak untuk melakukan kegiatan bermain tersebut adalah kegiatannya
itu sendiri, bukan karena faktor-faktor luar yang bersifat ekstrinsik.
Kelima, bermain itu pada dasarnya menyenangkan. Bermain bisa
memberikan perasaaan-perasaan positif bagi para pelakunya.
Keenam,bermain itu bersifat aktif. Bermain memerlukan keterlibatan aktif
dari para pelakunya.
Ketujuh, bermain itu bersifat fleksibel.
Dari beberapa karakteristik diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
bermain dilakukan secara spontan, tidak berorientasi pada hasil akhir tapi lebih
mementingkan bagaimana prosesnya, dilakukan dengan cara yang menyenangkan,
sukarela dan tanpa adanya paksaan dari orang lain.

4. Tahap perkembangan bermain anak usia dini


Bermain memiliki beberapa tahapan. Tahapan tersebut disesuaikan dengan
kondisi sosial anak-anak. Parten mengemukakan enam tahapan bermain bagi anak
usia dini, yaitu:
a. Unoccupied, anak memperhatikan dan melihat segala sesuatu yang
menarik perhatiannya dan melakukan gerakan-gerakan bebas dalam bentuk
tingkah laku yang tidak terkontrol.
b. Solitary, anak dalam sebuah kelompok tengah asyik bermain sendiri-
sendiri dengan bermacam-macam alat permainan, sehingga tidak terjadi kontak
antara satu sama lain dan tidak peduli terhadap apapun yang terjadi.
c. Onlooker, anak melihat dan memperhatikan serta melakukan komunikasi
dengan anak-anak lain namun tidak ikut terlibat dalam aktivitas bermain yang
tengah terjadi.
d. Parallel, anak-anak bermain dengan alat-alat permainan yang sama,
tetapi tidak terjadi kontak antara satu dengan yang lain atau tukar menukar alat
main.
e) Associative, anak bermain bersama saling pinjam alat permainan, tetapi
permainan itu tidak mengarah pada satu tujuan, tidak ada pembagian peran dan
pembagian alat main.
f) Cooperative, anak-anak bermain dalam kelompok yang terorganisir,
dengan kegiatan-kegiatan konstruktif dan membuat sesuatu yang nyata, dimana
setiap anak mempunyai pembagian peran sendiri.

Tahapan bermain yang dikemukan Piaget dalam (Nurmayani, 2014) adalah


a. Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)
Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum
3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan
ini hanya merupakan kelanjutan kenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan
makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal
sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.
b. Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7
tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini
anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal
berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali
anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang
diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah
menggunakan berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya sapu
sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain
simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan
pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan
dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.
c. Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)
Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games
with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan
permainan.
d. Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)
Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan
bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh
lebih ketat dandiberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang
tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-
ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.

Jika dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat


disimpulkan bahwa pada saat anak bermain memang yang mereka rasakan itu
hanyalah kesenangan semata, tapi lama kelamaan akan muncul dalam diri anak
untuk menang pada saat bermain tersebut.

Sedangkan Hurlock dalam (Nurmayani, 2014) tahapan-tahapan bermain


tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)


Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba menjangkau
atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan semakin luas
saat anak sudah dapat merangkak dan berjalan sehingga anak akan mengamati
setiap benda yang diraihnya.
b. Tahapan Mainan (Toy stage)
Tahap ini mencapai puncknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak
biasanya hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadi pada usia pra
sekolah, anak-anak di Taman Kanak-Kanak biasanya bermain dengan boneka dan
mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.
c. Tahap Bermain (Play stage)
Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar. Pada
masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain dengan
alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan
bentuk permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.
d. Tahap Melamun (Daydream stage).
Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana anak
mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan
mulai menghabiskan waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya
mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh
orang lain.
Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bahwa bermain adalah
kegiatan yang dilakukan secara spontan dengan perasaan gembira, tidak
memerlukan hasil akhir, memiliki hubungan dengan perkembangan kreativitas,
pada saat anak bermain, anak juga berinteraksi dengan orang-orang dan
lingkungan sekitarnya.

5. Jenis-jenis permainan
Berdasarkan cara bermainnya, jenis permainan pada anak usia dini dapat
dibagi kedalam dua jenis macam permainan, yaitu:
a. Permainan aktif,
Elfiadi (2016) mengungkapkan bahwa bermain aktif merupakan kegiatan
yang dilakukan dengan melibatkan keaktifan dan melibatkan aktivitas tubuh yang
banyak dengan energi yang besar yang melibatkan motorik kasar dan halus.
Misalnya : bermain bebas dan spontan.
b. Permainan pasif
Menurut Elfiadi (2016) bermain pasif adalah kegiatan bermain yang tidak
melibatkan banyak aktivitas tubuh dan hanya menghabiskan energi yang sedikit.
Misalnya: bermain dengan gadget atau computer, membaca buku dan menonton
televisi.
Pada saat bermain aktif, anak melakukan kegiatan bermain dengan
aktivitas yang banyak dan pada saat bermain pasif anak hanya menghabiskan
tenaga dan energi yang sedikit dalam bermain.
Sedangkan Jamaris dalam (Susanto, 2017 : 108) membagi bermain dalam
lima jenis yaitu, bermain dengan melakukan pengamatan, bermain bersama
teman, bermain dengan kelompok, bermain untuk pengembangan kemampuan
kognitif, dan bermain formal.
Berkaitan dengan bentuk-bentuk permainan, Kartono dalam Elfiadi
(2016) mengemukakan tiga bentuk permainan yang dimainkan anak usia dini,
yaitu:
a. Permainan gerakan.

Anak-anak bermain bersama teman-temannya, melakukan kerja sama


dengan beraneka ragam gerak dan olah tubuh.

b. Permainan memberi bentuk.

Kegiatan memberi bentuk pada fase permulaan berupa kegiatan destruktif


seperti meremas-remas, merusak, mencabik-cabik, mempreteli dan lain-lain.
Makin lama anak dapat memberikan bentuk yang lebih konstruktif pada macam-
macam materi yang disediakan.

c. Permainan ilusi
Pada jenis permainan ini unsur fantasi memegang peranan penting,
misalnya sebuah sapu difantasikan sebagai kuda tunggangan, bermain dokter-
dokteran dan lain-lain. Melalui permainan ini anak menggunakan fantasi mereka
untuk mewujudkan kreasinya.
Selanjutnya dalam prakteknya, Solehudin dalam (Elfiadi,2016) berpendapat
bahwa jenis-jenis permainan yang biasa dilakukan oleh anak-anak usia dini
terbagi dalam dua, yakni:
a. Bermain Bebas
Dalam permainan bebas anak boleh memilih sendiri kegiatan yang
diinginkannya serta alat-alat yang ingin digunakannya. Bermain bebas merupakan
bentuk bermain aktif, baik dengan alat maupun tanpa alat, didalam maupun diluar
ruangan. Saat bermain bebas anak-anak membutuhkan tempat, waktu, peralatan
bermain, serta kebebasan. Kebebasan yang diberikan adalah kebebasan yang
tertib, yaitu kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan tersebut diarahkan
pada tumbuhnya disiplin diri secara bertahap. Dalam kegiatan bermain bebas,
tugas seorang guru atau pendidik adalah melakukan observasi terhadap anak-anak
dan mendorong atau memotivasi anak untuk lebih aktif bermain. Contohnya :
bermain pasir/air, bermain balok, bermain alat manipulatif, bermain perpustakaan,
bermain di luar dan lain sebagainya.

b. Bermain Terpimpin
Bermain terpimpin adalah permainan yang dilakukan dengan mengikuti
aturan-aturan tertentu sesuai dengan jenis permainannya. Dalam kegiatan bermain
terpimpin anak tidak bebas, melainkan terikat pada peraturan permainan atau
kegiatan tertentu. Contohnya: bermain peran, bermain sudut rumah tangga,
bermain dalam lingkaran, bermain dengan nyanyian, bermain dengan alat dan
lain-lain.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan cara-cara yang
menyenangkan, dimana mereka melakukan kegiatan tersebut secara spontan tanpa
adanya unsur paksaan dari siapapun. Anak melakukan apa saja dan bermain
sesuka mereka sehingga muncul suatu kepuasaan tersendiri dalam diri anak.
Aktivitas bermain yang dilakukan oleh anakpun sesuai dengan usia dan tahap
perkembangannya, anak bisa melakukan permainan apa saja dari banyaknya jenis
permainan anak usia dini. Dengan bermain anak bisa mengembangkan dan
menyalurkan semua potensi yang ada dalam dirinya, termasuk juga anak mampu
berkreativitas dan menemukan pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah
dilakukan sebelumnya. Tidak hanya itu, kegiatan bermain juga sangat bermanfaat
dalam perkembangan anak, baik terhadap perkembangan motorik, pekembangan
fisik, perkembangan bahasa, perkembangan moral, perkembangan kreativitas,
maupun sosial emosional anak.
b. Saran
Sebaiknya para orang tua dan guru harus mengetahui hakikat bermain itu
yang sebenarnya, karena bermain adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan
anak usia dini. Orang tua/pendidik juga harus tau bahwa kegiatan bermain
tersebut dapat dijadikan sebagai sarana untuk menciptakan kreativitas dan
merangsang munculnya ide-ide dan imajinasi anak.
Untuk itu, orang tua ataupun pendidik harus mendukung penuh kegiatan
bermain anak dan mampu menciptakan lingkungan bermain yang aman, nyaman
dan bernilai edukatif. Para orang tua atau pendidik juga dapat memilih permainan-
permainan apa saja yang cocok dimainkan oleh anak dan tentunya juga harus
sesuai dengan usia dan memperhatikan tahapan perkembangan bermain anak
DAFTAR PUSTAKA

Elfiadi. (2016). Bermain dan Permainan Bagi Anak Usia Dini. Iqtan,7(1), 56-57.

Fadlillah,M. (2014). Edutaiment Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana.

Ismail,A. (2012). Education Games. Yogyakarta : Pro-U Media.

Montolalu,dkk. (2005). Bermain dan Permainan Anak. Jakarta : Universitas


Terbuka.

Musfiroh,T., &Tatminingsih,S. (2015). Bermain dan Permainan Anak. Tangerang


Selatan : Universitas Terbuka.

Nurmayani. 2014. Bermain Dan Kreativitas Pada Anak Usia Dini, Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 20 (77).
Tedjasaputra,M. (2001). Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta : Grasindo.

Triharso,A. (2013). Permainan Kreatif dan Edukatif untuk Anak Usia Dini.
Yogyakarta : Penerbit Andi.

Suryana,D. (2013). Pendidikan Anak Usia Dini. Padang : UNP Press.

Susanto,A. 2014. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana.

Anda mungkin juga menyukai