Anda di halaman 1dari 29

CULTURE CARE PADA SUKU

MADURA
Disusun Oleh Kelompok 3:
Ainaya Fatihah
Erika Dwi Noviani
Mamluah
Riko Martino
Contents of This Template
PENDAHULUAN

Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu,
keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture
shock maupun culture imposition.Cultural shock terjadi saat pihak luar (perawat)
mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya
tertentu (klien) sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga
kesehatan (perawat), baik secara diam-diam maupun terang-terangan
memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang
dimilikinya pada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena
mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien harus tetap memperhatikan
tiga perinsip asuhan keperawatan, yaitu :
a. Cultural care preservation/maintenance b. Cultural care accomodation/negotiation
Mempertahankan budaya dilakukan apabila Membantu klien beradaptasi terhadap budaya
budaya pasien tidak bertentangan dengan tertentu yang lebih condong ke arah kesehatan.
kesehatan. Perencanaan dan implementasi
Perawat membantu klien agar dapat memilih
keperawatan diberikan sesuai dengan dengan
nilai-nilai yang relevan yang telah dimilki klien
dan menentukan budaya lain yang mendukung
sehingga klien dapat meningkatkan atau peningkatan kesehatan. Misalnya klien sedang
mempertahankan status kesehatannya, misalnya hamil mempunyai pantangan makanan yang
budaya berolahraga setiap pagi.
berbau amis.
c. Cultual care repartening/reconstruction
Restrukturisasi budaya klien dilakukan apabila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
TINJAUAN TEORI
Suku Madura adalah salah satu suku di provinsi Jawa
Timur, yang mendiami pulau Madura dan pulau-
pulau kecil sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi,
Raas, dan Kangean. Populasi suku Madura termasuk
yang ke-3 terbesar di Indonesia, diperkirakan lebih
dari 6.800.000 orang. Masyarakat Madura dikenal
memiliki budaya yang khas, unik, dan identitas
budayanya itu dianggap sebagai jati diri individual
etnik Madura dalam berperilaku dan berkehidupan
masyarakat. Madura dengan empat kabupaten
merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang
sangat besar dibandingkan dengan wilayah lain di
Jawa Timur, dan angka kematian bayi di Madura
sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di
Jawa Timur. Budaya ini sebenarnya merupakan
sarkasme bagi entitas budaya Madura.
Gaya Bicara Orang Madura

Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-


blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah
tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin,
dan rajin bekerja. Padahal orang madura itu adalah
orang yang mudah menerima keadaan, berusaha
mengalah, dan cenderung berprasangka baik pada orang
lain. Hal inilah yang sering melahirkan pemikiran untuk
memperdayai dan memanfaatkan keluguan orang
madura. Sehingga pada akhirnya ketika orang madura
berusaha membela diri, emosi dan membalas secara
fisik, terlihat seperti suku yang tempramental.
Pandangan Hidup Orang Madura
Pandangan hidup orang Madura tidak
dapat dipisahkan dari nilai-nilai agama
Islam yang mereka anut. Fakta
sosiologisnya, yaitu hampir seluruh
orang Madura adalah penganut agama
Islam. Ketaatan mereka pada agama
Islam sudah merupakan penjatidirian
penting bagi orang Madura. Ini
terindikasikan pada pakaian mereka
yaitu sampèr (kain panjang), kebaya, dan
burgo’ (kerudung) bagi kaum
perempuan, sedangkan sarong (sarung)
dan songko’ (kopiah atau peci) bagi
kaum laki-laki sudah menjadi lambang
keislaman khususnya di wilayah
pedesaan. Oleh karena itu, identitas
keislaman merupakan suatu hal yang
amat penting bagi orang Madura.
Perilaku Budaya Madura
Perilaku para ibu hamil di Madura lebih banyak mengkonsumsi nasi dan
sedikit jenis sayuran, dan sangat jarang mengkonsumsi telur dan susu,
konsumsi daging pun sangat kurang, barangkali hanya ikan yang mereka
konsumsi, itu pun jumlahnya sangat tidak mencukupi.
Dan terbebani dengan berbagai aktivitas rumah tangga, sehingga
seringkah mereka merasa lebih cepat lelah, hal ini sebagai 'efek samping' dari
anemia yang mereka alami, selain itu juga menyebabkan bayi lahir secara
prematur dan bayi lahir dengan berat badan rendah. Hal yang menyebabkan
angka kematian ibu dan anak tinggi di Madura adalah ketidak percayaan
masyarakatnya terhadap tenaga kesehatan professional, mereka lebih memilih
ke para dukun beranak yang berjenis kelamin perempuan karena Islam yang
melarang seorang perempuan untuk berdekatan dengan laki-laki yang bukan
kerabatnya (mahram = orang yang diharamkan untuk dinikahi).
Kebudayaan Madura
Dalam kebudayaan Madura terdapat ungkapan mon bhagus, pabhagas, mon soghi
pasogha’. Dalam pengertian luas, jika orang Madura telah memiliki harta
(kekuasaan) dan menjadi figur rato (karena telah mencapai prestasi tertentu)
hendaknya harus bersikap santun dan berwibawa. Caranya janganlah bersikap dan
berperilaku arogan (congkak), semena-mena, otoriter, tidak menghargai bawahan,
dan mau menang sendiri hanya karena dirinya menjadi figur yang dipatuhi sehingga
menjadi lupa daratan dalam mengimplementasikan kekuasaannya. Oleh karena itu,
setiap orang Madura yang memiliki kekuasaan dan menjadi figur rato sudah
seharusnya bersikap andhap asor (sopan santun, arif dan bijaksana) sesuai dengan
falsafah dan etika dalam kebudayaan Madura.
Asuhan keperawatan
- kasus
●Sebuah keluarga di daerah Madura yang istrinya (Ny. B) seorang petani yang berumur 28 tahun dan
suaminya (Tn. B) seorang nelayan berumur 30 tahun yang pulang ke rumah seminggu sekali. Mereka bersuku
Madura beragama islam yang sangat berpegang teguh pada ajarannya. Suatu ketika istrinya hamil, dia lebih
banyak mengonsumsi nasi dan sedikit mengonsumsi sayuran, dan sangat jarang mengonsumsi telur dan susu,
konsumsi daging pun sangat kurang, dan hanya mengkonsumsi ikan, itu pun jumlahnya sangat tidak mencukupi.
Dia juga sering memeriksakan kehamilannya kepada dukun beranak yang ada di desanya karena tidak percaya
dengan tenaga profesional.
●Setalah sembilan bulan, dia mulai merasakan kontraksi yang hebat. Kemudian oleh sang suami dibawa ke
rumah seorang dukun yang berada di desanya. Setelah satu jam ditangani oleh dukun tersebut, ternyata bayi
(bayi B) ibu tersebut memiliki berat badan yang kurang dari 2400 gram. Bapak dan ibu bayi tersebut khawatir
dengan kondisi bayinya yang kurang dari berat ideal (3000 gram). Dukun bayi tersebut kebingungan dan tidak
bisa berbuat apa-apa karena dukun tersebut tidak memiliki peralatan medis sama sekali.
Asuhan keperawatan
- kasus
Keesokan harinya, mereka membawa bayi mereka ke sebuah rumah sakit. Setelah diperiksa,
bayi tersebut berat badannya kurang karena dari factor sang ibu pada saat hamil hanya
mengkonsumsi nasi, sedikit jenis sayuran, sangat jarang mengkonsumsi telur dan susu.
Padahal makanan tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan karena protein berperan untuk
mendukung perkembangan tubuh dan sel otak, manfaat sayur bagi kesehatan yaitu membentuk
sel darah merah untuk sang ibu dan mencegah anemia bagi sang bayi, dan manfaat susu bagi
kesehatan yaitu membentuk tulang dan gigi bayi.
Sehingga diduga untuk bayi yang berat badannya kurang dari berat ideal bayi baru dilahirkan
karena efek dari sang ibu yang kurang mengkonsumi sayur, telur, protein, dan susu. Jadi untuk
menghindari bayi lahir dengan berat badan kurang ideal yaitu dengan mengkonsumsi makanan
4 sehat 5 sempurna secara rutin.
PENGKAJIAN
1. DATA DEMOGRAFI
a. Nama lengkap : Ny. B
b. Usia : 28 thn
d. Alamat : Jl. Cemara 12, Sumenep
e. Lama tinggal di tempat ini : 10 Tahun
F. Pekerjaan : Petani
g. Suku : Madura
h. Bangsa : Indonesia
i.  Jenis Kelamin (laki-laki/perempuan) : Perempuan
J.  Diagnosis medis :
i.  No. register : 1234501
2. DATA BIOLOGIS/VARIASI BIOKULTURAL
Warna kulit : Sawo Matang,
Rambut : lurus, Hitam
Struktur tubuh : kurus
Bentuk wajah : Bulat
Resiko penyakit :
Tanda-tanda vital : TD : mmHg, N : x/menit,
RR : x/menit, S : ºC
DATA BIOKULTURAL

1. FAKTOR TEKNOLOGI
• Alat yang digunakan untuk bepergian yaitu Becak
• Alat yang digunakan untuk berkomunikasi (Bahasa Madura )
• Sarana yang di gunakan untuk mendatangi fasilitas Kesehatan : Dukun
Beranak & Rumah Sakit
• Persepsi terhadap teknologi kesehatan: Ny. B memilih dukun beranak
sebagai tempat rujukan untuk bersalin. Ini dikarenakan tradisi keluarga
klien yang lebih percaya kepada dukun beranak ketimbang tenaga
kesehatan professional.

2.FAKTOR AGAMA & FALSAFAH HIDUP


Pasien beragama islam, dan memeluk erat agama islam. Ini terbukti dari
mereka lebih memilih ke dukun yang berjenis kelamin perempuan. Dalam
agama islam melarang seseorang yang bukan mahramnya untuk berdekatan
atau bersinggungan.
DATA BIOKULTURAL

3. FAKTOR SOSIAL DAN KERTETARIKAN KELUARGA


Klien sangat dekat dengan keluarga nya hubungan nya harmonis, di tinjau dari suaminya yang
mengantarkannya ke dukun beranak dan ke rumah sakit. Menunjukkan bahwa pasien juga dekat
dengan keluarganya. Dan sangat patuh terhadap tradisi keluarga terbukti mereka mengutamakan
bersalin ke dukun beranak.
4. NILAI BUDAYA DAN GAYA HIDUP
Gaya hidup dalam klien ini membutuhkan pembenaran dan pendekatan perawat dalam pemilihan bantuan
proses persalinan dan kebiasaan dari klien yang lebih banyak mengonsumsi nasi dan sedikit mengonsumsi
sayuran, serta sangat jarang mengonsumsi telur dan susu, konsumsi daging pun sangat kurang, dan hanya
mengkonsumsi ikan, itu pun jumlahnya sangat tidak mencukupi.
5. FAKTOR KEBIJAKAN DAN BUDAYA YANG BERLAKU
Dari hasil analisa kasus, klien sangat mengandalkan dukun beranak desa tempat tinggalnya. Klien juga
memerlukan pembenaran tentang “kebiasaan makan yang tidak bergizi” dari perawat, agar klien mengikuti
peraturan yang berlaku di rumah sakit dengan mengganti konsumsi nasi dan sedikit mengonsumsi sayuran, serta
sangat jarang mengonsumsi telur dan susu, konsumsi daging pun sangat kurang, dan hanya mengkonsumsi ikan
menjadi makanan berprotein tinggi.
DATA BIOKULTURAL

6. FAKTOR EKONOMI
Hasil analisa kasus didapatkan bahwa klien merupakan seorang yang
kurang berkecukupan dalam keluarganya. Ditinjau dari sudut pekerjaan
nya, yaitu petani dan suaminya seorang nelayan. Serta ditinjau dari
kendaraan becak yang di pakainya menuju dukun beranak dan rumah
sakit .
7.FAKTOR PENDIDIKAN
Di tinjau dari kasus, klien merupakan orang yang berpendidikan
rendah. Karena dilihat dari segi pekerjaannya dia seorang buruh tani, dan
suaminya yang merupakan seorang nelayan. Hanya saja klien beserta
keluarganya kurang mengetahui bahwa makan cabai setelah melahirkan itu
dianggap kurang Baik.
ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH

DS : pasien mengatakan Ketidakmampuan mengabsorbsi


bahwa tidak banyak nutrient karna pasien tidak
mengkonsumsi nasi dan banyak mengkonsumsi nasi, Defisit Nutrisi
sayuran, telur, susu dan sayuran, telur, susu dan daging
daging. Dan hanya atau makanan yang
mengkonsumsi ikan dan disarannkan untuk ibu hamil.
itu jumlahnya sedikit.

DO : pasien memiliki
Berat badan di bawah
normal, pasien tampak
pucat dan lemas,
Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Pasien mengatakan Keterbatasan kognitif & Defisit pengetahuan
Setelah satu jam pemahaman terhadap
ditangani oleh dukun informasi kebutuhan
tersebut, ternyata bayi nutrisi yang salah d.d
(bayi B) ibu tersebut pasien mengatakan
memiliki berat badan lebih percaya dukun
yang kurang dari 2400 dan tidak mengetahui
tentang dirinya &
gram.
perkembangan janinnya
DO :Bapak dan ibu bayi / bayinya yang terjadi
tersebut khawatir
dengan kondisi bayinya
yang kurang dari berat
ideal (3000 gram).
Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Ny. B mengatakan Konflik spiritual d.d Pasien Risiko distress
sering memeriksakan dan keluarga pasien spiritual
kehamilannya kepada mengatakan tidak percaya
dukun beranak yang ada di dengan tenaga kesehatan
desanya karena tidak
percaya dengan tenaga
kesehatan profesional

DO : pasien tampak lebih


memilih memeriksakan
dan melahirkan ke dukun
yang berjenis kelamin
perempuan. Dalam agama
islam melarang seseorang
yang bukan mahramnya
untuk berdekatan atau
bersinggungan.
Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Nutrisi B.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient ditandai dengan pasien mengkonsumsi sedikit nasi,

sayuran, telur, susu atau makanan yang disarankan untuk ibu hamil.

2. Defisit pengetahuan B.d Keterbatasan kognitif & pemahaman terhadap informasi kebutuhan nutrisi yang salah d.d

pasien mengatakan lebih percaya dukun dan tidak mengetahui tentang dirinya & perkembangan janinnya / bayinya

yang terjadi

3. Risiko distress spiritual dibuktikan dengan Konflik spiritual d.d Pasien dan keluarga pasien mengatakan tidak

percaya dengan tenaga kesehatan


Intervensi
DX 1 : Defisit Nutrisi Berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient ditandai dengan pasien
mengkonsumsi sedikit nasi, sayuran, telur, susu atau makanan yang disarankan untuk ibu hamil.

Tujuan : setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan deficit nutrisi dapat teratasi dengan
kriteria hasil .

Intervensi : OBSERVASI :
- Monitor asupan makan
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Monitor Berat badan

TERAPEUTIK :
- Berikan makanan tinggi serat dan mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan , jika perlu

EDUKASI :
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu

KOLABORASI :
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan
Intervensi
DX 2 Defisit pengetahuan B.d Keterbatasan kognitif & pemahaman terhadap informasi kebutuhan nutrisi yang salah d.d
pasien mengatakan lebih percaya dukun dan tidak mengetahui tentang dirinya & perkembangan janinnya / bayinya yang
terjadi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 Jam masalah teratasi dengan hasil :
- Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
- Presepsi yang keliru terhadap masalah menurun
- Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun
Intervensi :
Culture care preservation Cultural care accomodation Cultural care repartening/
reconstruction
1. Identifikasi kenapa pasien tidak 1. Gunakan bahasa yg mudah 1. Beri kesempatan klien untuk
mau memakan makanan yang dipahami oleh klien memahami informasi dan
tinggi protein 2. Libatkan keluarga dalam melaksanakannya
2. Bersikap tenang dan tidak perencanaan 2. Gunakan pihak ketiga bila perlu
terburu-buru saat berinteraksi 3. Apabila konflik tidak dapat 3. Berikan informasi pada klien
dengan klien diselesaikan lakukan negosiasi dan keluarga tentang pelayanan
3. Diskusikan tentang kesenjangan dimana kesepakatan system kesehatan
budaya yang dimiliki klien dan berdasarkan pengetahuan
perawat biomedis, pandangan klien, dan
standar etik
Intervensi
DX 3 Risiko distress spiritual dibuktikan dengan Konflik spiritual d.d Pasien dan keluarga pasien mengatakan tidak
percaya dengan tenaga kesehatan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 Jam status spiritual membaik dengan hasil :
- Verbalisasi penerimaan meningkat
- Koping membaik

Intervensi :

Culture care preservation Cultural care accomodation Cultural care repartening/


reconstruction
1. Identifikasi kenapa pasien tidak 1. Gunakan bahasa yg mudah 1. Beri kesempatan klien untuk
percaya terhadap tenaga dipahami oleh klien memahami informasi dan
kesehatan 2. Libatkan keluarga dalam melaksanakannya
2. Bersikap tenang dan tidak perencanaan 2. Gunakan pihak ketiga bila perlu
terburu-buru saat berinteraksi 3. Apabila konflik tidak dapat 3. Berikan informasi pada klien
dengan klien diselesaikan lakukan negosiasi dan keluarga tentang pelayanan
3. Diskusikan tentang keyakinan dimana kesepakatan system kesehatan
yang dianut klien dan perawat berdasarkan pengetahuan
spiritual, pandangan klien, dan
standar etik
IMPLEMETASI DAN EVALUASI
• IMPLEMENTASI :
DX 1 :
Observasi : Monitor asupan makan , Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient, Monitor Berat badan

TERAPEUTIK : Berikan makanan tinggi serat dan mencegah konstipasi, Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein, Berikan suplemen makanan , jika perlu

EDUKASI : Anjurkan posisi duduk, jika mampu

KOLABORASI : Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan

• EVALUASI :
S : pasien mengatakan masih lemas dan belum bisa mengkonsumsi banyak makanan
O : berat badan pasien mengalami kenaikan secara perlahan
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
IMPLEMETASI
• IMPLEMENTASI:
DX2 : Defisit Pengetahuan

Culture care preservation Cultural care accomodation Cultural care repartening/


reconstruction
1. Identifikasi kenapa pasien tidak 1. Gunakan bahasa yg mudah 1. Beri kesempatan klien untuk
mau memakan makanan yang dipahami oleh klien memahami informasi dan
tinggi protein 2. Libatkan keluarga dalam melaksanakannya
2. Bersikap tenang dan tidak perencanaan 2. Gunakan pihak ketiga bila perlu
terburu-buru saat berinteraksi 3. Apabila konflik tidak dapat 3. Berikan informasi pada klien
dengan klien diselesaikan lakukan negosiasi dan keluarga tentang pelayanan
3. Diskusikan tentang kesenjangan dimana kesepakatan system kesehatan
budaya yang dimiliki klien dan berdasarkan pengetahuan
perawat biomedis, pandangan klien, dan
standar etik
EVALUASI
1. S:
2. O:
3. A:
4. P:
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
• IMPLEMENTASI
• DX.3 : Risiko distress spiritual

Culture care preservation Cultural care accomodation Cultural care repartening/


reconstruction
1. Identifikasi kenapa pasien tidak 1. Gunakan bahasa yg mudah 1. Beri kesempatan klien untuk
percaya terhadap tenaga dipahami oleh klien memahami informasi dan
kesehatan 2. Libatkan keluarga dalam melaksanakannya
2. Bersikap tenang dan tidak perencanaan 2. Gunakan pihak ketiga bila perlu
terburu-buru saat berinteraksi 3. Apabila konflik tidak dapat 3. Berikan informasi pada klien
dengan klien diselesaikan lakukan negosiasi dan keluarga tentang pelayanan
3. Diskusikan tentang keyakinan dimana kesepakatan system kesehatan
yang dianut klien dan perawat berdasarkan pengetahuan
spiritual, pandangan klien, dan
standar etik
EVALUASI
Evaluasi
●Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik
rencana keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan
melalui perbandingan asuhan keperawatan yang diberikan serta
hasilnya dengan standar yang telah ditetapkan lebih dulu.
●Keberhasilan mengubah budaya yang sesuai dengan kesehatan.
Ditandai dengan pemahaman klien dan keluarga mengenai pentingnya
suatu pelayanan kesehatan.
Kesimpulan
Keperawatan Transkultural adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang focus memandang perbedaan dan kesamaan diantara
budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
“Sunrise Model” yaitu :
1) Faktor teknologi (technological factors)
2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (culture value and life ways)
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
6) Faktor ekonomi (economical factors)
7) Faktor pendidikan (educational factors)
Sekian Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai