PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Hal lain yang ditemukan pada masyarakat tersebut adalah pada ibu
setelah melahirkann dilarang minum yang panas sebab akan menyebabkan
bayi menjadi sariawan. Berbeda dengan sebagian suku Jawa yang masih
beranggapan bahwa penyebab utama sakit adalah masuk angin sehingga
harus diobati dengan cara banyak minum air hangat untuk
menyeimbangkan unsur tubuh.
Makanan dalam konteks budaya juga berbeda-beda. Ada budaya
tertentu yang menolak makanan tertentu karena dianggap pantangan.
Berdasarkan tradisi Jawa, yang harus makan hati ayam adalah bapak
karena bapak sebagai pencari nafkah. Pada budaya Sunda anak gadis tidak
boleh makan nenas, sehingga saat dirawat di rumah sakit penolakan-
penolakan terhadap makanan tersebut akan terjadi. Kebiasaan dan
pantangan klien dan keluarga pada situasi tertentu (kehamilan, kematian,
sakit, melahirkan, dsb) harus dikaji.
Penelitian Clark ( 1970) yang ditulis oleh Foster ( 1996) pada
kebudayaan di Amerika dimana sesesorang menolak mandi selama sakit
dan pantangan makan sayur dan buah setelah melahirkan karena dianggap
berbahaya. Sehingga saat perawat memaksa program terapi keperawatan
klien tersebut meminta pulang dengan segera.
Kebiasaan dalam menjelang persalinan pada orang Jawa
dianjurkan untuk minum minyak, sedangkan pada orang Sunda dan Aceh
dianjurkan minum air rendaman rumput Fatima. Berbeda dengan orang
Batak, pada masyarakat ini sesudah melahirkan, ibu post partum badannya
dihangatkan sampai 1 minggu, tujuannnya adalah sehabis melahirkan
orang tidak boleh terkena dingin agar cepat sembuh (Pratiwi, 2011).
C. Aplikasi Nilai Keperawatan Transkultural pada Kelompok Berisiko
Masalah Kesehatan
1. Kehamilan
Beberapa budaya yang menganut teori penyakit panas dan dingin
seperti Hindu, memandang kehamilan sebagai suatu kondisi panas
sehingga mereka memberikan makanan dingin seperti susu, yoghurt,
4
dan makanan asam serta sayur-sayuran. Merekan percaya makanan
panas seperti cabe, jahe, dan hasil dari hewan dpat menyebabkan
keguguran dan kelainan pada janin.
Kesopanan merupakan nilai yang dijunjung tinggi pada bangsa
Afghanistan dan wanita Arab. Wanita-wanita ini terkadang
menghindari atau menolak untuk diperiksa oleh petugas kesehatan
laki-laki karena malu. Kepercayaan agama terkadang ikut campur
dalam hal uji prenatal, seperti pada kasus pasangan Filipina yang
menolak dilakukan amniocentesis karena mereka percaya bahwa
kehamilan merupakan kehendak Tuhan.
2. Melahirkan Anak
Cara individu mengungkapkan rasa sakit dan harapan bagaimana
menghadapi penderitaannya berbeda-beda antar budaya. Tradisi wanita
Puerto Rica dan Meksiko sering meneriakkan rasa sakitnya pada waktu
bersalin dan menghindari menarik nafas melalui mulut karena akan
menyebabkan uterus naik.
Ketakutan akan kecanduan obat dan kepercayaan bahwa rasa sakit
merupakan akibat perbuatan dosa masa lalunya membuat kebanyakan
ibu-ibu Filipina menahan rasa sakit tanpa banyak mengeluh atau
meminta obat penghilang rasa nyeri. Kepercayaan agama sering
melarang kehadiran laki-laki , termasuk suami dalam ruang persalinan.
3. Bayi baru lahir
Usia anak berbeda-beda pada beberapa budaya. Pada budaya
Vietnam dan Korea, neonatus adalah bayi baru lahir sampai berusia
satu tahun. Segera setelah menyesuaikan diri dengan budaya Amerika,
mereka mempunyai pandangan bikultural, mengurangi satu tahun dari
usia anak saat berbicara dengan orang luar. Pada rumpun Yoruba di
Nigeria, bayi diberi nama saat upacara pemberian nama yaitu 8 hari
setelah dilahirkan dan sekaligus disunat.
Neonatus dan anak kecil bersifat sangat rentan. Banyak
masyarakat menggunakan berbagai cara untuk mencegah kerusakan
5
pada anak. Pada sebagian besar orang Filipina beragama katolik, orang
tua menjaga anaknya dalam rumah sampai anaknya di baptis agar bayi
tetap sehat dan terlindungi. Tradis Arab dan Iran percaya bahwa bayi
rentan terhadap cuaca dingin dan angin sehingga mereka membungkus
bayinya dengan selimut.
4. Masa post-partum
Pada sebagian besar budaya non-Barat, masa post-partum
dihubungkan dengan kerentanan ibu terhadap kondisi dingin. Untuk
menjaga kestabilan, ibu menolak untuk mandi dan memilih menyeka
diri. Di Filipina, Meksiko dan pulau-pulau di Pasiik menggunakan
pengikat perut untuk mencegah udara masuk ke dalam uterus dan
untuk mempercepat penyembuhan.
Dalam budaya yahudi ortodoks, Islam, dan Hindu, pendarahan
dihubungkan dengan ketidakbersihan. Wanita menjalani upacara
mandi setelah pendarahan berhenti sebelum diperbolehkan melakukan
hubungan intim dengan suami. Dalam budaya Afrika, seperti Ghana
dan Sierra Leone , beberapa wanita tidak diperbolehkan melakukan
hubungan intim dengan suaminya smpai bayinya disapih.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
7
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry (2009). Fundamental Keperawatan. konsep, proses, dan praktik.
Edisi 7, Jakarta: Salemba Medika