Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan Transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan


yang berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan
budaya (Leinenger, 1978). Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang
mudah. Perawat terus ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik
dari lingkungan maupun klien. Terjadinya perpindahan penduduk
menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya.
Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula
budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat
melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang
tepat.

Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan


keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh
klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan
munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengertian dari keperawatan transkultural!

2. Jelaskan perilaku budaya kesehatan!

3. Bagaimana aplikasi nilai keperawatan transkultural pada kelompok

berisiko masalah kesehatan?

1
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah psikososial dan budaya

2. Mengetahui dan memahami pengertian keperawatan transkultural

3. Mengetahui dan memahami perilaku budaya kesehatan

4. Mengetahui dan memahami aplikasi nilai keperawatan transkultural

pada kelompok berisiko masalah kesehatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Keperawatan Transkultural


Menurut Leinenger (1978), Keperawatan Transkultural adalah
suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisis dan studi
perbandingan tentang perbedaan budaya (Sudiharto, 2007).
Menurut Brunner & Suddart (2007), Keperawatan transkutural
merupakan istilah yang kadang digunakan secara bergantian dengan
keperawatan antar kultur, interkultural, atau multikultural mengacu pada
formal disiplin ilmu dan praktik yang dipusatkan pada nilai, kepercayaan,
dan praktik asuhan kultural untuk individu dan kelompok dengan kultur
tertentu (Pratiwi, 2011)
Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk
mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga
tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur
yang spesifik adalah kultur dengan nilai nilai dan norma spesiik yang
dimiliki oleh kelompok lain ( Pratiwi, 2011)
B. Perilaku Budaya kesehatan
Adat kebiasaan yang dikembangkan di suatu negara atau daerah,
suku atau sekelompok masyarakat merupakan praktek hidup budaya.
Amerika, Australia dan negara lainnya termasuk Indonesia merupakan
sebuah negara yang mempunyai berbagai suku dan daerah, dimana tiap
suku atau daerah tersebut mempunyai adat kebiasaan yang berbeda-beda
dalam menangani masalah kesehatan di masyarakat.
Penelitian Pratiwi dan Arifah (2003) pada suku Jawa di Sukoharjo
mendiskripsikan bahwa pada wanita hamil dilarang kerokan bila masuk
angin karena menurut kepercayaan orang Jawa tertentu akan menimbulkan
bayi yang bermuka loreng atau jika lahir bayinya banyak bintik merahnya.
Dalam perspektif ilmu medis bayi yang lahir dengan bintik-bintik merah
diantaranya disebabkan karena virus.

3
Hal lain yang ditemukan pada masyarakat tersebut adalah pada ibu
setelah melahirkann dilarang minum yang panas sebab akan menyebabkan
bayi menjadi sariawan. Berbeda dengan sebagian suku Jawa yang masih
beranggapan bahwa penyebab utama sakit adalah masuk angin sehingga
harus diobati dengan cara banyak minum air hangat untuk
menyeimbangkan unsur tubuh.
Makanan dalam konteks budaya juga berbeda-beda. Ada budaya
tertentu yang menolak makanan tertentu karena dianggap pantangan.
Berdasarkan tradisi Jawa, yang harus makan hati ayam adalah bapak
karena bapak sebagai pencari nafkah. Pada budaya Sunda anak gadis tidak
boleh makan nenas, sehingga saat dirawat di rumah sakit penolakan-
penolakan terhadap makanan tersebut akan terjadi. Kebiasaan dan
pantangan klien dan keluarga pada situasi tertentu (kehamilan, kematian,
sakit, melahirkan, dsb) harus dikaji.
Penelitian Clark ( 1970) yang ditulis oleh Foster ( 1996) pada
kebudayaan di Amerika dimana sesesorang menolak mandi selama sakit
dan pantangan makan sayur dan buah setelah melahirkan karena dianggap
berbahaya. Sehingga saat perawat memaksa program terapi keperawatan
klien tersebut meminta pulang dengan segera.
Kebiasaan dalam menjelang persalinan pada orang Jawa
dianjurkan untuk minum minyak, sedangkan pada orang Sunda dan Aceh
dianjurkan minum air rendaman rumput Fatima. Berbeda dengan orang
Batak, pada masyarakat ini sesudah melahirkan, ibu post partum badannya
dihangatkan sampai 1 minggu, tujuannnya adalah sehabis melahirkan
orang tidak boleh terkena dingin agar cepat sembuh (Pratiwi, 2011).
C. Aplikasi Nilai Keperawatan Transkultural pada Kelompok Berisiko
Masalah Kesehatan
1. Kehamilan
Beberapa budaya yang menganut teori penyakit panas dan dingin
seperti Hindu, memandang kehamilan sebagai suatu kondisi panas
sehingga mereka memberikan makanan dingin seperti susu, yoghurt,

4
dan makanan asam serta sayur-sayuran. Merekan percaya makanan
panas seperti cabe, jahe, dan hasil dari hewan dpat menyebabkan
keguguran dan kelainan pada janin.
Kesopanan merupakan nilai yang dijunjung tinggi pada bangsa
Afghanistan dan wanita Arab. Wanita-wanita ini terkadang
menghindari atau menolak untuk diperiksa oleh petugas kesehatan
laki-laki karena malu. Kepercayaan agama terkadang ikut campur
dalam hal uji prenatal, seperti pada kasus pasangan Filipina yang
menolak dilakukan amniocentesis karena mereka percaya bahwa
kehamilan merupakan kehendak Tuhan.
2. Melahirkan Anak
Cara individu mengungkapkan rasa sakit dan harapan bagaimana
menghadapi penderitaannya berbeda-beda antar budaya. Tradisi wanita
Puerto Rica dan Meksiko sering meneriakkan rasa sakitnya pada waktu
bersalin dan menghindari menarik nafas melalui mulut karena akan
menyebabkan uterus naik.
Ketakutan akan kecanduan obat dan kepercayaan bahwa rasa sakit
merupakan akibat perbuatan dosa masa lalunya membuat kebanyakan
ibu-ibu Filipina menahan rasa sakit tanpa banyak mengeluh atau
meminta obat penghilang rasa nyeri. Kepercayaan agama sering
melarang kehadiran laki-laki , termasuk suami dalam ruang persalinan.
3. Bayi baru lahir
Usia anak berbeda-beda pada beberapa budaya. Pada budaya
Vietnam dan Korea, neonatus adalah bayi baru lahir sampai berusia
satu tahun. Segera setelah menyesuaikan diri dengan budaya Amerika,
mereka mempunyai pandangan bikultural, mengurangi satu tahun dari
usia anak saat berbicara dengan orang luar. Pada rumpun Yoruba di
Nigeria, bayi diberi nama saat upacara pemberian nama yaitu 8 hari
setelah dilahirkan dan sekaligus disunat.
Neonatus dan anak kecil bersifat sangat rentan. Banyak
masyarakat menggunakan berbagai cara untuk mencegah kerusakan

5
pada anak. Pada sebagian besar orang Filipina beragama katolik, orang
tua menjaga anaknya dalam rumah sampai anaknya di baptis agar bayi
tetap sehat dan terlindungi. Tradis Arab dan Iran percaya bahwa bayi
rentan terhadap cuaca dingin dan angin sehingga mereka membungkus
bayinya dengan selimut.
4. Masa post-partum
Pada sebagian besar budaya non-Barat, masa post-partum
dihubungkan dengan kerentanan ibu terhadap kondisi dingin. Untuk
menjaga kestabilan, ibu menolak untuk mandi dan memilih menyeka
diri. Di Filipina, Meksiko dan pulau-pulau di Pasiik menggunakan
pengikat perut untuk mencegah udara masuk ke dalam uterus dan
untuk mempercepat penyembuhan.
Dalam budaya yahudi ortodoks, Islam, dan Hindu, pendarahan
dihubungkan dengan ketidakbersihan. Wanita menjalani upacara
mandi setelah pendarahan berhenti sebelum diperbolehkan melakukan
hubungan intim dengan suami. Dalam budaya Afrika, seperti Ghana
dan Sierra Leone , beberapa wanita tidak diperbolehkan melakukan
hubungan intim dengan suaminya smpai bayinya disapih.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keperawatan Transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan


yang berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan
budaya. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan
keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.
B. Saran
Setelah mahasiswa memahami dan mengerti tentang keperawatan
transkultural dan aplikasi nilai keperawatan transkultural pada kelompok
berisiko masalah kesehatan, diharapkan kedepannya mahasiswa mampu
mengaplikasikan dalam bidang keperawatan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry (2009). Fundamental Keperawatan. konsep, proses, dan praktik.
Edisi 7, Jakarta: Salemba Medika

Pratiwi, Arum. (2011). Buku Ajar Keperawatan Transkultural. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.

Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan


Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai