Nim : 191101112
Kelas : B
Semester : 3
Kelompok : 1B
Pemicu
Seorang perempuan berusia 30 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan sakit perut sejak
3 hari yang lalu dan tampak bercak darah di celana. Klien dianjurkan oleh dokter puskesmas
untuk kuretase, tetapi klien tidak percaya. Klien mendapatkan informasi tentang kehamilan
dari mertua. Klien percaya pada hal-hal gaib dan yakin banyak anak banyak rejeki serta
percaya bahwa kuretase merupakan perbuatan dosa. Setelah di diagnosis abortus, klien tidak
menerima dan merencanakan akan berobat ke dukun. Keluarga berpendapat kejadian ini
akibat si Ibu melanggar pantangan dalam menyediakan sesaji. Hubungan kekerabatan yang
lebih dominan adalah pihak laki-laki, pola pengambilan keputusan di pihak laki-laki.
Pantangan makanan jantung pisang, gurita, dan air kelapa sedangkan suaminya pantang
memanjat pohon kelapa atau pohon yang tinggi. Aturan dan kebijakan di atur oleh pemuka
agama dan para santri. Klien dan keluarga belum terdaftar sebagai peserta BPJS.
Klarifikasi Istilah
1. Kuretase
2. Sesaji
3. Abortus
4. Dominan
5. Dukun
Identifikasi Masalah
1. Pihak laki-laki
2. Sakit perut dan keluar bercak darah di celana
3. Percaya pada banyak anak banyak rezeki
4. Klien dan keluarga belum terdaftar BPJS
5. keluarga percaya pada hal-hal gaib serta percaya bahwa protozoa merupakan
perbuatan dosa
6. pantangan makan jantung pisang gurita dan air kelapa serta pantangan bagi laki-laki
yaitu pantangan untuk memanjat pohon yang tinggi
7. Kejadian ini akibat Ibu melanggar pantangan dan menyediakan sesaji
Hipotase
1. Defisit pengetahuan kesehatan
2. Percaya pada dukun dan gejala komplikasi kehamilan
3. Kepercayaan dan kebiasaan adat istiadat masyarakat yang tidak sesuai dengan
kesehatan
4. Koping keluarga yang tidak efektif
5. Kelainan pada rahim ibu
Analisa Masalah
1. Defisit pengetahuan kesehatan : Klien mendapatkan informasi kesehatan dari mertua
dan tidak mendapatkan informasi kesehatan dari layanan kesehatan.
2. Percaya pada dukun dan gejala komplikasi : Kelayan percaya pada hal-hal yang gaib
3. Kepercayaan dan kebiasaan adat istiadat masyarakat yang tidak sesuai dengan
kesehatan : masyarakat masih mempercayai adat istiadat yang tidak sesuai dengan
kesehatan
4. Koping keluarga yang tidak efektif : tidak adanya keinginan keluarga untuk
memenuhi fungsi keperawatan di anggota keluarga sehingga koping pada keluarga
menurun dan menjadi tidak efektif
5. Kelainan pada rahim ibu : sakit perut dan ada bercak darah dicelana, didiagnosa
abortus
We don't know
1. Kuretase
2. Abortus
3. Sesaji
4. Dukun
Hasil Hipoteasa : kepercayaan dan kebiasaan adat istiadat masyarakat yang tidak
sesuai dengan kesehatan (keperawatan lintas budaya)
Learning Issue
1. Apa yang dimaksud dengan keperawatan lintas budaya
2. Konsep keperawatan dalam transkultural nursing
3. Tujuan dari transkultural nursing
4. Pengaruh keperawatan lintas budaya
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi transkultural nursing
6. Strategi dalam melaksanakan transkultural nursing
7. Evaluasi hasil keperawatan dalam transkultural nursing
8. Komponen pengkajian keperawatan lintas budaya
Budaya adalah warna dan landasan dari cara berpikir dan bertingkah laku tiap orang.
Budaya juga bisa dijelaskan sebagai cipta, rasa dan karsa yang dimaklumi dan
dipahami setiap orang. Budaya menjadi latar belakang dan memberi penjelasan secara
logis, mengapa, seseorang itu bertindak demikian. Budaya juga bisa menjadi berbagai
norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok. Hal ini sifatnya diturunkan dari
generasi ke generasi. Setiap anggota generasi mempelajari berbagai elemen budaya
yang ada dalam seluruh kesatuannya, masing-masing saling berbagi sejumlah kode
budaya dan menjadikanya sebagai hal yang khas. Akhirnya, budaya ini akan memberi
petunjuk setiap anggotakelompoknya tentang bagaimana cara berpikir, bertindak serta
mengambil keputusan.
2. Perbedaan budaya.
3. Etnosentris
Konsep etnosentris ini adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh
orang lain. Konsep ini pasti –dalam kadar tertentu- dimiliki oleh setiap individu.
Termasuk para pasien yang sedang menjalani proses asuhan keperawatan, juga para
elemen keperawatan yang terlibat dalam proses asuhan keperawatan. Jika persepsi ini
dimiliki oleh pasien, maka perawat harus bisa bersabar dan mengeluarkan berbagai
strategi komunikasi yang membuat pasien tetap merasa dihargai ego nya itu. Jika
persepsi ini dimiliki oleh para pekerja kesehatan dalam alur proses keperawatan, dan
mengekspresikannya dengan sangat kentara, maka elemen petugas lain harus mempu
menahan emosi dan menyingkirkan egonya, agar proses keperawatan tetap bisa
berjalan lancar dan sinergis.
Konsep keperawatan transkultural ini juga mengenal istilah etnis dan ras. Dua hal
inilah yang sifatnya amat natural serta tidak bisa ditolak oleh manusia manapun.
Setiap manusia pasti terlahir dari golongan etnis atau ras tertentu. Dan dua hal inilah
yang terkadang malah menjadi bumerang buat kita. Terkadang orang malah
menjadikan dua hal ini sebagai tembok pemisah yang amat tinggi. Etnis dan ras ini
terkadang malah membuat banyak orang menjadi lupa akan tujuan hidup sebenarnya.
Termasuk dalam konteks asuhan keperawatan. Terkadang pasien atau petugas
keperawatan menjadi amat rasis, mereka tidak mau dirawat oleh perawat dengan ras
tertentu, atau ada pula perawat yang sangat rasis dan memperlakukan pasien secara
berbeda. Banyak juga yang masih mempercayai berbagai stereotype seputar etnis atau
ras tertentu, dan ini adalah sikap yang tentu saja sangat kontraproduktif.
5. Etnografi
Ini adalah konsep utama dan dasar dalam keperawatan transkultural. Ini berhubungan
dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, serta kerabat pasien.
Jika kedua konsep ini tidak dapat diaplikasikan, maka proses asuhan keperawatan ini
belum benar-benar terlaksana dengan baik. Jika perawat atau petugas keperawatan
tidak memberikan rasa peduli, perhatian, serta sayangnya pada pasien, maka tidak
mungkin pasien akan mengalami kesembuhan dengan cepat dan menyeluruh.
7. Cultural Care
Ini adalah konsep yang berhubugan dengan kemampuan perawat untuk mengetahui
berbagai latar belakang pasien secara benar-benar. Bahkan hingga tataran kognitif
yang bermanfaat untuk mengetahui nilai, kepercayaan serta pola ekspresi yang
digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu,
keluarga pasien, atau kelompok untuk mencapai kesembuhan yang paripurna. Hal ini
juga bermanfaat untuk mempertahankan kesehatan pasien, agar pasien dapat bertahan
hidup, selalu hidup dalam keterbatasan dan pada akhirnya mencapai kematian dengan
damai.
8. Cultural imposition.
Ini adalah konsep dalam keperawatan transkultural yang sebaiknya tidak diadopsi
oleh perawat. Cultural imposition ini berkenaan dengan kecenderungan tenaga
kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik, serta nilai atas budaya orang lain.
Hal ini dialakukan karena tenaga keperawatan ini percaya bahwa ide atau berbagai hal
yang dimiliki oleh si perawat lebih tinggi nilainya dibandingkan si pasien atau
perawat lainnya. Misalnya saja seorang perawat yang berlatar belakang Jawa akan
merasa bahwa kebudayaannya lebih tinggi dan lebih adiluhung nilainya ketimbang
orang-orang yang latar belakang budayanya bukan Jawa.
Dengan adanya keperawatan transkultural dapat membantu klien beradaptasi terhadap budaya
tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya. Perawat juga dapat membantu klien agar
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status
kesehatan. Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan-
makanan yang berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan
sumber protein nabati yang lainnya. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan
dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup
yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Transkultural Nursing atau keperawatan lintas budaya dapat membekalkan perawat agar
mampu memberikan minat terhadap perbedaan kultur dan membuat perbedaan tersebut
sebagai potensi dan kekuatan pasien dalam mencapai derajat kesehatannya.Budaya
merupakan salah satu perwujudan atau bentuk interaksi yang nyatasebagai manusia yang
bersifat sosial. Pola kehidupan yang berlangsung lama, diulangterus menerus merupakan
internalisasi dari nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukankarakter pola pikir, pola
interaksi perilaku yang memiliki pengaruh pada pendekatanintervensi keperawatan.
Keperawatan transkultural merupakan area baru yang akhir-akhir ini sedang
ditekankanpentingnya budaya terhadap pelayanan keperawatan. Aplikasi teori dalam
keperawatantranskultural mengharapkan adanya kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan
budaya.Perbedaan budaya memberikan pengaruh dalam pemberian asuhan keperawatan
yangmenuntut pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan dengan menghargai
nilaibudaya individu. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki pengetahuan dan
praktikyang berdasarkan budaya secara konsep maupun dalam praktik keperawatan.
3. Faktor keagamaan dan falsafah hidup Agama dan falsafah hidup menunjukkan bahwa
sebahagian besar ibu memiliki pandangan yang baik untuk faktor keagamaan dan
falsafah hidup. (Paul dan Corolyn, 2007) yang melaporkan bahwa pandangan hidup
(falsafah hidup) mempengaruhi kesehatan masyarakat. Potter dan Perry (2010)
menyatakan bahwa praktik yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mempunyai
makna keagamaan bagi sebahagian masyarakat atau keluarga. Spiritualitas
mempengaruhi perilaku masyarakat atau ibu dalam bidang kesehatan (Tahlil, dkk,
2013).
4. Faktor Teknologi (Depkes RI, 2002) menyatakan bahwa salah satu manfaat teknologi
dalam bidang kesehatan bagi masyarakat adalah untuk mendapatkan informasi
kesehatan dan pelayanan kesehatan. Saat ini, banyak masyarakat mencari informasi
tentang kesehatan melalui sumber-sumber teknologi seperti media elektronik dan
internet. Oleh karena itu perawat perlu memfasilitasi pasien dalam mencari informasi
kesehatan yang berkualitas atau sumber yang tepat dengan menggunakan teknologi
informasi kesehatan. Masyarakat bisa mencari informasi kesehatan melalui media
elektronik maupun media sosial dan melakukan komunikasi dengan orang lain bahkan
bergabung dalam jejaring sosial tentang kesehatan. Teknologi informasi memegang
peranan penting dalam sektor kesehatan sehingga sangatlah penting bagi masyarakat
untuk peningkatan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi.
5. Faktor Sosial Budaya Tomey dan Alligood (2006) mengatakan bahwa aspek sosial
budaya dalam pelayanan kesehatan khususnya keperawatan adalah penting menerapkan
pendekatan antropologi yang berorientasi pada keaneka ragaman budaya baik antar
budaya maupun lintas budaya dengan yang tidak membedakan perbedaan budaya dan
dilaksanakan sesuai dengan hati nurani dan standar tanpa membedakan suku, ras,
budaya, dan lain-lain.
6. Faktor Nilai Budaya dan Gaya Hidup Seperti yang dikemukakan oleh Erson (2005),
yaitu pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap
masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Perpaduan antara
pengalaman empirical dengan konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya
dalam hal kepercayaan merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif.
7. Faktor Peraturan dan Kebijakan Menurut Tomey dan Alligood (2006), kebijakan dan
peraturan yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi kegiatan
individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya. Faktor budaya dapat mempengaruhi
kebijakan kesehatan. Perbedaan bahasa dapat menyebabkan kelompok tertentu memiliki
informasi yang tidak memadai tentang hak‐hak kesehatan mereka, atau menerima
layanan kesehatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “sunrise model” yaitu
1. Technological factor ( factor teknologi )
- Keluarga klien kurang meyakini tindakan kesehatan yang diberikan kepada klien
yang tidak sesuai dengan keyakinannya
4. Cultural value and life ways ( nilai – nilai budaya dan gaya hidup )
- Pantangan makanan jantung pisang, gurita, dan air kelapa sedangkan suaminya
pantang memanjat pohon kelapa atau pohon yang tinggi.
5. Political and Legal factors ( factor kebijakan dan peraturan yang berlaku )
- Aturan dan kebijakan di atur oleh pemuka agama dan para santri
Kesimpulan
Kesimpulan Dari pemicu pada kasus diatas dapat disimpulkan bahwa Klien dan keluarga
mengalami defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi dan
pengaruh kepercayaan terhadap hal-hal goib terkait dengan masalah kehamilan pada klien.
Kesimpulan ini di dudukung dengan data data yang terdapat pada pemicu di kasus ini
mengenai Trancultural Nursing .
Daftar pustaka
1. Leininger.M & McFarland. M.R, (2002), Transkultural Nursing : Concept, Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies.
2. Putri,D.M.P. (2017). KEPERAWATAN TRANSKULTURAL ; Konsep dan Aplikasi
dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:Pustaka Baru Press.
3. Putri, D., M., P.(2018). “Keperawatan Transkultural : Pengetahuan dan Praktik
Berdasarkan Budaya”. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
4. Jurnal Unimus