Anda di halaman 1dari 13

Nama : Indri Novita Magdalena Aruan

Nim : 191101112

Kelas : B

Semester : 3

Kelompok : 1B

Dosen : Dwi Karina Ariadni, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Tutorial Psikososial & Budaya dalam Keperawatan

Pemicu

Seorang perempuan berusia 30 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan sakit perut sejak
3 hari yang lalu dan tampak bercak darah di celana. Klien dianjurkan oleh dokter puskesmas
untuk kuretase, tetapi klien tidak percaya. Klien mendapatkan informasi tentang kehamilan
dari mertua. Klien percaya pada hal-hal gaib dan yakin banyak anak banyak rejeki serta
percaya bahwa kuretase merupakan perbuatan dosa. Setelah di diagnosis abortus, klien tidak
menerima dan merencanakan akan berobat ke dukun. Keluarga berpendapat kejadian ini
akibat si Ibu melanggar pantangan dalam menyediakan sesaji. Hubungan kekerabatan yang
lebih dominan adalah pihak laki-laki, pola pengambilan keputusan di pihak laki-laki.
Pantangan makanan jantung pisang, gurita, dan air kelapa sedangkan suaminya pantang
memanjat pohon kelapa atau pohon yang tinggi. Aturan dan kebijakan di atur oleh pemuka
agama dan para santri. Klien dan keluarga belum terdaftar sebagai peserta BPJS.

Apakah yang harus dilakukan perawat untuk mengatasi masalah tersebut?

 Klarifikasi Istilah
1. Kuretase
2. Sesaji
3. Abortus
4. Dominan
5. Dukun
 Identifikasi Masalah
1. Pihak laki-laki
2. Sakit perut dan keluar bercak darah di celana
3. Percaya pada banyak anak banyak rezeki
4. Klien dan keluarga belum terdaftar BPJS
5. keluarga percaya pada hal-hal gaib serta percaya bahwa protozoa merupakan
perbuatan dosa
6. pantangan makan jantung pisang gurita dan air kelapa serta pantangan bagi laki-laki
yaitu pantangan untuk memanjat pohon yang tinggi
7. Kejadian ini akibat Ibu melanggar pantangan dan menyediakan sesaji

 Hipotase
1. Defisit pengetahuan kesehatan
2. Percaya pada dukun dan gejala komplikasi kehamilan
3. Kepercayaan dan kebiasaan adat istiadat masyarakat yang tidak sesuai dengan
kesehatan
4. Koping keluarga yang tidak efektif
5. Kelainan pada rahim ibu

 Analisa Masalah
1. Defisit pengetahuan kesehatan : Klien mendapatkan informasi kesehatan dari mertua
dan tidak mendapatkan informasi kesehatan dari layanan kesehatan.
2. Percaya pada dukun dan gejala komplikasi : Kelayan percaya pada hal-hal yang gaib
3. Kepercayaan dan kebiasaan adat istiadat masyarakat yang tidak sesuai dengan
kesehatan : masyarakat masih mempercayai adat istiadat yang tidak sesuai dengan
kesehatan
4. Koping keluarga yang tidak efektif : tidak adanya keinginan keluarga untuk
memenuhi fungsi keperawatan di anggota keluarga sehingga koping pada keluarga
menurun dan menjadi tidak efektif
5. Kelainan pada rahim ibu : sakit perut dan ada bercak darah dicelana, didiagnosa
abortus

 We don't know
1. Kuretase
2. Abortus
3. Sesaji
4. Dukun

 Hasil Hipoteasa : kepercayaan dan kebiasaan adat istiadat masyarakat yang tidak
sesuai dengan kesehatan (keperawatan lintas budaya)

 Learning Issue
1. Apa yang dimaksud dengan keperawatan lintas budaya
2. Konsep keperawatan dalam transkultural nursing
3. Tujuan dari transkultural nursing
4. Pengaruh keperawatan lintas budaya
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi transkultural nursing
6. Strategi dalam melaksanakan transkultural nursing
7. Evaluasi hasil keperawatan dalam transkultural nursing
8. Komponen pengkajian keperawatan lintas budaya

Jawaban Learning Issue

1. Pengertian Transcultural Nursing


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya adalah pikiran, akal budi,
adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sulit diubah.
Transkultural mengandung arti lintas budaya dimana budaya yang satu dapat
mempengaruhi budaya yang lain. Budaya merupakan salah satu perwujudan atau
bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Pola kehidupan
yang berlangsung lama, diulang terus menerus merupakan internalisasi dari nilai-nilai
yang mempengaruhi pembentukan karakter pola pikir, pola interaksi perilaku yang
memiliki pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan. Salah satu teori yang
diungkapkan pada midlerangetheory adalah TransculturalNursingTheory (Leininger,
1978). Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam
konteks keperawatan. Dasar teori adalah pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-
nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien oleh perawat, bila tidak terjadi culturalshock. Cultural
shock akan dialami klien ketika kondisi perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan ini menyebabkan munculnya rasa
ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi seperti pada kasus nyeri.

Keperawatantranskultural merupakan area baru yang akhir-akhir ini sedang


ditekankan pentingnya budaya terhadap pelayanan keperawatan. Aplikasi teori dalam
keperawatantranskultural mengharapkan adanya kesadaran dan apresiasi terhadap
perbedaan budaya. Perbedaan budaya memberikan pengaruh dalam pemberian asuhan
keperawatan yang menuntut pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan
dengan menghargai nilai budaya individu. Oleh karena itu diharapkan perawat
memiliki pengetahuan dan praktik yang berdasarkan budaya secara konsep maupun
dalam praktikkeperawatan. Menurut Leininger (2002) Transkulturalkeperawatan
adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada belajar dan praktikkeperawatan
yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai
asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya 25 kepercayaan dan tindakan,
dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya
atau keutuhan budaya kepada manusia (Harmoko dan Riyadi, 2016). Asumsi
mendasar dari teori transkulturalkeperawatan adalah perilaku peduli. Tindakan peduli
dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh.Perilaku peduli semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa
pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Bentuk kepedulian orang-orang di
sekitar pasien/klien baik perawat yang bertugas, keluarga, dan masyarakat di sekitar
dapat mengembalikan semangat sembuh. Kesehatan fisik selalu berkolerasi dengan
kondisi manusia sebagai makhluk psikologis.

2. Konsep dan Prinsip keperawatan Transcultural Nursing


1. Budaya

Budaya adalah warna dan landasan dari cara berpikir dan bertingkah laku tiap orang.
Budaya juga bisa dijelaskan sebagai cipta, rasa dan karsa yang dimaklumi dan
dipahami setiap orang. Budaya menjadi latar belakang dan memberi penjelasan secara
logis, mengapa, seseorang itu bertindak demikian. Budaya juga bisa menjadi berbagai
norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok. Hal ini sifatnya diturunkan dari
generasi ke generasi. Setiap anggota generasi mempelajari berbagai elemen budaya
yang ada dalam seluruh kesatuannya, masing-masing saling berbagi sejumlah kode
budaya dan menjadikanya sebagai hal yang khas. Akhirnya, budaya ini akan memberi
petunjuk setiap anggotakelompoknya tentang bagaimana cara berpikir, bertindak serta
mengambil keputusan.

2. Perbedaan budaya.

Kemudian ketika kita membicarakan kebudayaan sebagai konsep keperawatan


transkultural, kita juga akan membicarakan tentang perbedaan budaya yang ada di
dalam konsep ini. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan hal yang
tidak dapat dihindari. Perbedaan bentuk itu adalah hal yang harus dipikirkan, terutama
ketika kita memberikan asuhan keperawatan. Perbedaan budaya ini akan membawa
warna dalam proses asuhan keperawatan. Perawat akan melakukan berbagai variasi
pendekatan asuhan keperawatan kepada masing-masing klien. Perawat akan lebih
menghargai nilai-nilai budaya khas yang dimiliki oleh pasien. Misalnya saja, perawat
akan mengobservasi dan melakukan wawancara terlebih dahulu kepada pasien,
tentang berbagai hal yang berhubungan dengan latar belakang dari masing-masing
pasien. Dan perawat tidak bisa menyamaratakan, atau menjustifikasi berbagai
kebiasaan yang dilakukan oleh pasien yang satu, sama dengan pasien yang lain.
Apalagi jika pasien itu berasal dari kultur yang berbeda. Misalnya saja jika ada pasien
dari negara Barat, perawat tidak bisa memaksakan kebiasaan buang air dengan
berjongkok, seperti kebiasaan buang air orang Indonesia.

3. Etnosentris

Konsep etnosentris ini adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh
orang lain. Konsep ini pasti –dalam kadar tertentu- dimiliki oleh setiap individu.
Termasuk para pasien yang sedang menjalani proses asuhan keperawatan, juga para
elemen keperawatan yang terlibat dalam proses asuhan keperawatan. Jika persepsi ini
dimiliki oleh pasien, maka perawat harus bisa bersabar dan mengeluarkan berbagai
strategi komunikasi yang membuat pasien tetap merasa dihargai ego nya itu. Jika
persepsi ini dimiliki oleh para pekerja kesehatan dalam alur proses keperawatan, dan
mengekspresikannya dengan sangat kentara, maka elemen petugas lain harus mempu
menahan emosi dan menyingkirkan egonya, agar proses keperawatan tetap bisa
berjalan lancar dan sinergis.

4. Etnis dan Ras

Konsep keperawatan transkultural ini juga mengenal istilah etnis dan ras. Dua hal
inilah yang sifatnya amat natural serta tidak bisa ditolak oleh manusia manapun.
Setiap manusia pasti terlahir dari golongan etnis atau ras tertentu. Dan dua hal inilah
yang terkadang malah menjadi bumerang buat kita. Terkadang orang malah
menjadikan dua hal ini sebagai tembok pemisah yang amat tinggi. Etnis dan ras ini
terkadang malah membuat banyak orang menjadi lupa akan tujuan hidup sebenarnya.
Termasuk dalam konteks asuhan keperawatan. Terkadang pasien atau petugas
keperawatan menjadi amat rasis, mereka tidak mau dirawat oleh perawat dengan ras
tertentu, atau ada pula perawat yang sangat rasis dan memperlakukan pasien secara
berbeda. Banyak juga yang masih mempercayai berbagai stereotype seputar etnis atau
ras tertentu, dan ini adalah sikap yang tentu saja sangat kontraproduktif.

5. Etnografi

Konsep etnografi dalam keperawatan transkultural amat dibutuhkan. Mengapa


demikian, tentu agar perawat memiliki dasar ilmiah tentang berbagai latar belakang
kebudayaan pihak-pihak yang harus mereka ajak kerja sama, baik itu para klien atau
para petugas kesehatan lainnya. Etnografi sendiri adalah gambaran secara desktriptif
dan holistik tentang etnis atau kelompok budaya tertentu. Metodologi dalam
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi atas perbedaan budaya yang dimiliki oleh setiap individu. Etnografi juga
mampu memberi penjelasan serta dasar observasi untuk mempelajari lingkungan,
serta orang-orang yang berada di dalamnya. Dengan menggunakan metode etnografi
untuk memperkuat hasil observasi dalam seluruh proses asuhan keperawatan, maka
perawat dan klien dapat saling member dan saling memperkuat seluruh proses asuhan
keperawatan.

6. Care dan caring

Ini adalah konsep utama dan dasar dalam keperawatan transkultural. Ini berhubungan
dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, serta kerabat pasien.
Jika kedua konsep ini tidak dapat diaplikasikan, maka proses asuhan keperawatan ini
belum benar-benar terlaksana dengan baik. Jika perawat atau petugas keperawatan
tidak memberikan rasa peduli, perhatian, serta sayangnya pada pasien, maka tidak
mungkin pasien akan mengalami kesembuhan dengan cepat dan menyeluruh.

7. Cultural Care

Ini adalah konsep yang berhubugan dengan kemampuan perawat untuk mengetahui
berbagai latar belakang pasien secara benar-benar. Bahkan hingga tataran kognitif
yang bermanfaat untuk mengetahui nilai, kepercayaan serta pola ekspresi yang
digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu,
keluarga pasien, atau kelompok untuk mencapai kesembuhan yang paripurna. Hal ini
juga bermanfaat untuk mempertahankan kesehatan pasien, agar pasien dapat bertahan
hidup, selalu hidup dalam keterbatasan dan pada akhirnya mencapai kematian dengan
damai.

8. Cultural imposition.

Ini adalah konsep dalam keperawatan transkultural yang sebaiknya tidak diadopsi
oleh perawat. Cultural imposition ini berkenaan dengan kecenderungan tenaga
kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik, serta nilai atas budaya orang lain.
Hal ini dialakukan karena tenaga keperawatan ini percaya bahwa ide atau berbagai hal
yang dimiliki oleh si perawat lebih tinggi nilainya dibandingkan si pasien atau
perawat lainnya. Misalnya saja seorang perawat yang berlatar belakang Jawa akan
merasa bahwa kebudayaannya lebih tinggi dan lebih adiluhung nilainya ketimbang
orang-orang yang latar belakang budayanya bukan Jawa.

3. Tujuan Transkultural nursing

Menurut Leininger tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah dalam


pengembangan sains dan ilmu yang humanis sehingga tercipta praktek keperawatan pada
kebudayaan yang spesifik. Kebudayaan yang spesifik adalah kebudayaan dengan nilai dan
norma yang spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain contohnya suku Osing, Tengger
dan Dayak. Sedangkan kebudayaan yang universal adalah kebudayaan dengan nilai dan
norma yang diyakini dan dilakukan oleh hampir semua kebudayaan seperti budaya olahraga
untuk mempertahankan kesehatan.

Dengan adanya keperawatan transkultural dapat membantu klien beradaptasi terhadap budaya
tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya. Perawat juga dapat membantu klien agar
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status
kesehatan. Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan-
makanan yang berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan
sumber protein nabati yang lainnya. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan
dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup
yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

4. Pengaruh keperawatan Lintas Budaya

Transkultural Nursing atau keperawatan lintas budaya dapat membekalkan perawat agar
mampu memberikan minat terhadap perbedaan kultur dan membuat perbedaan tersebut
sebagai potensi dan kekuatan pasien dalam mencapai derajat kesehatannya.Budaya
merupakan salah satu perwujudan atau bentuk interaksi yang nyatasebagai manusia yang
bersifat sosial. Pola kehidupan yang berlangsung lama, diulangterus menerus merupakan
internalisasi dari nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukankarakter pola pikir, pola
interaksi perilaku yang memiliki pengaruh pada pendekatanintervensi keperawatan.
Keperawatan transkultural merupakan area baru yang akhir-akhir ini sedang
ditekankanpentingnya budaya terhadap pelayanan keperawatan. Aplikasi teori dalam
keperawatantranskultural mengharapkan adanya kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan
budaya.Perbedaan budaya memberikan pengaruh dalam pemberian asuhan keperawatan
yangmenuntut pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan dengan menghargai
nilaibudaya individu. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki pengetahuan dan
praktikyang berdasarkan budaya secara konsep maupun dalam praktik keperawatan.

5. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Transcultural Nursing


Faktor-faktor transkultural yaitu faktor teknologi, keagamaan dan falsafah hidup, sosial dan
kekerabatan, nilai budaya dan gaya hidup, peraturan dan kebijakan, ekonomi dan pendidikan
terhadap persepsi tentang kesehatan. Faktor teknologi, agama, filsafat, kekerabatan, nilai-nilai
budaya, gaya hidup, serta faktor ekonomi dan pendidikan , menggambarkan bahwa faktor
teknologi, agama dan filsafat, kekerabatan dan kehidupan sosial memfasilitasi atau
mendukung klien untuk memberikan perawatan pada ibu. Sedangkan faktor nilai-nilai budaya
dan gaya hidup, lingkungan rumah, faktor ekonomi dan pendidikan menghambat ibu dalam
memberikan perawatan. Faktor-faktor sosial dan ekonomi yang menghambat proses
perawatan karena tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan keluarga yang rendah
sangat terkait dengan kerentanan ibu. Selain itu, lingkungan rumah dan gaya hidup juga
memiliki dampak negatif yang besar berkaitan dengan perawatan yang diberikan Ibu. Hasil
penelitianini menemukan beberapa ibu yang tidak peduli terhadap kesehatannya.(Silva dan
Reis et al, 2010)

1. Faktor Ekonomi Variabel ekonomi dapat mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang


dengan cara meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara
bagaimana atau dimana seseorang masuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan.
Penerimaan seseorang terhadap pengobatan yang bertujuan untuk memelihara atau
meningkatkan kesehatannya juga dapat dipengaruhi oleh status ekonomi. Mubarak dan
Chayatin (2009) juga menyatakan bahwa status ekonomi atau tingkat penghasilan
keluarga akan mempengaruhi cara hidup/gaya hidup seseorang dan cara memperoleh
pelayanan kesehatan bila ada anggota keluarga yang menderita sakit. Seseorang yang
berasal dari keluarga dengan penghasilan tinggi cenderung lebih mudah dalam
memperoleh pelayanan dan fasilitas kesehatan, dibandingkan dengan orang yang berasal
dari keluarga dengan penghasilan rendah. keluarga dengan penghasilan tinggi cenderung
mendapatkan kesempatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan pengetahuan dan
informasi tentang arti kesehatan dan manfaat dari pelayanan kesehatan.

2. Faktor Pendidikan Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat


pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kesadaran terhadap kesehatan, baik
untuk dirinya maupun orang lain dan ibu. Latar belakang pendidikan mempengaruhi
seseorang dalam berpikir dan bertindak. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka semakin tinggi pula motivasi untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan karena telah
memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan orang yang
berpendidikan rendah

3. Faktor keagamaan dan falsafah hidup Agama dan falsafah hidup menunjukkan bahwa
sebahagian besar ibu memiliki pandangan yang baik untuk faktor keagamaan dan
falsafah hidup. (Paul dan Corolyn, 2007) yang melaporkan bahwa pandangan hidup
(falsafah hidup) mempengaruhi kesehatan masyarakat. Potter dan Perry (2010)
menyatakan bahwa praktik yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mempunyai
makna keagamaan bagi sebahagian masyarakat atau keluarga. Spiritualitas
mempengaruhi perilaku masyarakat atau ibu dalam bidang kesehatan (Tahlil, dkk,
2013).

4. Faktor Teknologi (Depkes RI, 2002) menyatakan bahwa salah satu manfaat teknologi
dalam bidang kesehatan bagi masyarakat adalah untuk mendapatkan informasi
kesehatan dan pelayanan kesehatan. Saat ini, banyak masyarakat mencari informasi
tentang kesehatan melalui sumber-sumber teknologi seperti media elektronik dan
internet. Oleh karena itu perawat perlu memfasilitasi pasien dalam mencari informasi
kesehatan yang berkualitas atau sumber yang tepat dengan menggunakan teknologi
informasi kesehatan. Masyarakat bisa mencari informasi kesehatan melalui media
elektronik maupun media sosial dan melakukan komunikasi dengan orang lain bahkan
bergabung dalam jejaring sosial tentang kesehatan. Teknologi informasi memegang
peranan penting dalam sektor kesehatan sehingga sangatlah penting bagi masyarakat
untuk peningkatan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi.

5. Faktor Sosial Budaya Tomey dan Alligood (2006) mengatakan bahwa aspek sosial
budaya dalam pelayanan kesehatan khususnya keperawatan adalah penting menerapkan
pendekatan antropologi yang berorientasi pada keaneka ragaman budaya baik antar
budaya maupun lintas budaya dengan yang tidak membedakan perbedaan budaya dan
dilaksanakan sesuai dengan hati nurani dan standar tanpa membedakan suku, ras,
budaya, dan lain-lain.

6. Faktor Nilai Budaya dan Gaya Hidup Seperti yang dikemukakan oleh Erson (2005),
yaitu pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap
masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Perpaduan antara
pengalaman empirical dengan konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya
dalam hal kepercayaan merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif.

7. Faktor Peraturan dan Kebijakan Menurut Tomey dan Alligood (2006), kebijakan dan
peraturan yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi kegiatan
individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya. Faktor budaya dapat mempengaruhi
kebijakan kesehatan. Perbedaan bahasa dapat menyebabkan kelompok tertentu memiliki
informasi yang tidak memadai tentang hak‐hak kesehatan mereka, atau menerima
layanan kesehatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.

6.Strategi dalam melaksanakan transkultural nursing

 Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.


Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya para orangtua dari agregat balita
tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan
diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki para orangtua dari
agregat balita sehingga para orangtua dari agregat balita dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya,misalnya budaya dalam hal makan

 Strategi II, Mengakomodasi/negoasiasi budaya


Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu
para orangtua dari agregat balita beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu para orangtua dari agregat balita agar
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya para orangtua dari agregat balita mempunyai pantang makan
yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lainnya.

 Strategi III, Mengubah/mengganti budaya para orangtua dari agregat balita


Restrukturisasi budaya para orangtua dari agregat balita dilakukan bila budaya yang
dimiliki merugikan status kesehatan balita. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup para orangtua dari agregat balita, misalnya terkait tabu makanan. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan
yang dianut.

7. Evaluasi hasil keperawatan dalam transkultural nursing

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang


mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.Rejeki,S. (2012). HERBAL dan
KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN (Suatu Pendekatan Transkultural dalam
Praktik Keperawatan Maternitas).

8. Komponen pengkajian keperawatan lintas budaya

Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “sunrise model” yaitu
1. Technological factor ( factor teknologi )
- Keluarga klien kurang meyakini tindakan kesehatan yang diberikan kepada klien
yang tidak sesuai dengan keyakinannya

2. Religious and philosophical factors ( faktor agama danfalsafah hidup)


- Pandangan keluarga dan klien tentang sakit yang diderita adalah akibat si Ibu
melanggar pantangan dalam menyediakan sesaji
- Yang dilakukan klien dan keluarganya untuk berusaha menyembuhkan klien
adalah dengan menyiap sesaji, dan berobat kedukun
- Klien dan keluarga percaya pada hal-hal gaib dan yakin banyak anak banyak
rejeki serta percaya bahwa kuretase merupakan perbuatan dosa

3. Kinship and social factors ( factor social dan keterikatan keluarga )


- Hubungan kekerabatan yang lebih dominan adalah pihak laki-laki
- Status perkawinan : sudah menikah
- pola pengambilan keputusan di pihak laki-laki.

4. Cultural value and life ways ( nilai – nilai budaya dan gaya hidup )
- Pantangan makanan jantung pisang, gurita, dan air kelapa sedangkan suaminya
pantang memanjat pohon kelapa atau pohon yang tinggi.

5. Political and Legal factors ( factor kebijakan dan peraturan yang berlaku )
- Aturan dan kebijakan di atur oleh pemuka agama dan para santri

6. Economical factors ( factor ekonomi )


- Klien dan keluarga belum terdaftar sebagai peserta BPJS.
7. Educational factors ( factor pendidikan )
- Pemahaman sakit menurut klien dan keluarga adalah karena si Ibu melanggar
pantangan dalam menyediakan sesaji.
- Klien percaya bahwa kuretase merupakan perbuatan dosa.

Kesimpulan
Kesimpulan Dari pemicu pada kasus diatas dapat disimpulkan bahwa Klien dan keluarga
mengalami defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi dan
pengaruh kepercayaan terhadap hal-hal goib terkait dengan masalah kehamilan pada klien.
Kesimpulan ini di dudukung dengan data data yang terdapat pada pemicu di kasus ini
mengenai Trancultural Nursing .

Daftar pustaka
1. Leininger.M & McFarland. M.R, (2002), Transkultural Nursing : Concept, Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies.
2. Putri,D.M.P. (2017). KEPERAWATAN TRANSKULTURAL ; Konsep dan Aplikasi
dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:Pustaka Baru Press.
3. Putri, D., M., P.(2018). “Keperawatan Transkultural : Pengetahuan dan Praktik
Berdasarkan Budaya”. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
4. Jurnal Unimus

Anda mungkin juga menyukai