Disusun oleh:
David saputra simanjuntak
Hotmaon tio raja br manihuruk
Ferdinan lumban gaol
A.LATAR BELAKANG
Korupsi bukan lagi masalah lokal tetapi sudah menjadi fenomena internasional yang
mempengaruhi kehidupan politik dan ekonomi serta aspek kehidupan lainnya. Hal ini
terbukti dengan adanya Konvensi PBB tentang Anti Korupsi yang sudah diratifikasi oleh
berbagai negara, termasuk Indonesia..Intensitas korupsi dinilai mengancam nilai-nilai
demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan
berkelanjutan dan penegakan hukum.Indonesia sebagai Negara Pihak yang telah
meratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi, dituntut untuk dapat melakukan
pemberantasan korupsi secara efektif dengan mempergunakan sistem hukum
nasionalnya serta instrumen-instrumen hukum internasional yang terkait dengan
korupsi, proses penyelesaiannya menjadi tambah luas. Para Investor luar negeri, Bank
Dunia, dan lembaga keuangan asing, akan menjadi pihak yang dirugikan jika terjadi
korupsi yang menyangkut hak mereka di Indonesia. Jadi, para pihak yang
berkepentingan dan terkait secara moral dengan korupsi tidak hanya pelaku kejahatan,
tetapi juga negara, masyarakat Indonesia, bahkan juga masyarakat internasional.
Korupsi yang mengambil keuangan dan merugikan perekonomian negara, telah,
sedang dan akan selalu merampas hak-hak strategis rakyat (stakeholder) untuk dapat
hidup secara layak diperlukan adanya perangkat hukum yang kuat untuk
menanggulangi korupsi. Keuangan negara secara yuridis, dalam penjelasan atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, yaitu seluruh kekayaan negara dalam bentuk
apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena.
a) berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga
negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
b) berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang
menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan negara. Sedangkan pada Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ditentukan tentang bahwa Keuangan Negara,
sebagai“Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”. Kemudian dalam Pasal
2, dijelaskan meliputi:
(1) Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang dan
melakukan pinjaman.
(2) Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan
negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
(3) Penerimaan Negara
(4) Pengeluaran Negara
(5) Penerimaan Daerah
(6) Pengeluaran daerah
(7) Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola...
C. Pengertian Korupsi
Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia,
adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan
ketidakjujuran” (S.Wojowasito-WJS Poerwadarminta,1978:325). Pengertian lainnya,
“perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya” (WJS Poerwadarminta:1976:172). Selanjutnya untuk beberapa pengertian
lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali,1993:214):
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk
kepentingan sendiri dan sebagainya.
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,
dan sebagainya; dan.
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi
adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut
perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang
busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik
dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatan.
D. Penyebab Korupsi
Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari
sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang
silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan
penyebab korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor
eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar.
Faktor internal terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa
malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti
keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku korup. Faktor eksternal
bisa dilacak dari aspek ekonomi misalnya pendapatan atau gaji tidak mencukupi
kebutuhan, aspek politis misalnya instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan
mempertahankan kekuasaan, aspek managemen & organisasi yaitu ketiadaan
akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum, terlihat dalam buruknya wujud
perundang-undangan dan lemahnya penegakkan hukum serta aspek sosial yaitu
lingkungan atau masyarakat yang kurang mendukung perilaku anti korupsi.
Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika perilaku materialistik dan konsumtif
masyarakat serta sistem politik yang masih “mendewakan” materi maka dapat
“memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi (Ansari Yamamah, 2009:54).
Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh pejabat kemudian terpaksa korupsi
kalau sudah menjabat”. Menurut Nur Syam (2000:67) memberikan pandangan bahwa
penyebab korupsi adalah karena tergoda materi Arifin mengemukakan faktor-faktor
penyebab terjadinya korupsi antara lain karena aspek perilaku individu, aspek
organisasi dan aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada. Sebab
manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain karena sifat tamak manusia,
moral yang kurang kuat menghadapi godaan, gaya hidup konsumtif, tidak mau bekerja
keras.