PERTEMUAN 13
Kelompok 4
Pancasila 1
Nama Kelomp :
Fakultas Farmasi
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
2022
Korupsi merupakan masalah yang serius di Indonesia. Banyak usaha telah dilakukan oleh
pemerintah untuk memberantas korupsi namun tampak sia--sia. Dalam lima tahun belakangan, buku
buku yang membahas tentang korupsi banyak diterbitkan, misalnya: karya oleh Bubandt. Perbuatan
korupsi ini dianggap masih sulit untuk dihilangkan atau diberantas dengan adanya beberapa
permasalahan lain seperti seperti pencurian, perampokan atau perbuatan melawan hukum
lainnya membuat berbagai masalah tidak selesai dan merepotkan para aparat penegak hukum.
Tindakan antisipatif terhadap korupsi dititikberatkan pada upaya preventif, dan sanksi hukum
yang konsisten sehingga penerapan sanksi yang tidak dapat diubah hanya karena
mendapatkan bayaran
Korupsi sesungguhnya bukan persoalan baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebab sejak zaman Belanda menjajah Indonesia, korupsi sudah berkembang pesat sehingga
menyebabkan kongsi dagang Belanda bangkrut pada tahun 1602. Ketika Indonesia
memperoleh kemerdekaan, persoalan korupsi belum juga selesai mengingat karakter dasar
manusia yang tidak pernah puas. Sehingga meski sudah memperoleh kedudukan tinggi
sekalipun, ketika ada peluang melakukan korupsi ditambah sistem hukum yang lemah,
menyebabkan korupsi masih berkembang pesat. Indonesia pada saat masa Orde Baru, terlihat
korupsi semakin berjalan sistemik dan melibatkan para pejabat yang berkuasa dan
mendapatkan pembiaran dari penegak hukum. Koruptor dengan berbagai cara menguras
anggaran negara demi memperkaya kepentingan pribadi dan kelompoknya. Kondisi ini masih
berlanjut sampai sekarang ketika nafas kebebasan di era reformasi sudah berhembus kencang.
Pasca reformasi tidak menyurutkan berbagai tindakan korupsi bahkan semakin terasa marak
korupsi yang terjadi. Melihat kondisi bangsa yang semakin terpuruk menghadapi korupsi di
Indonesia, tentunya menjadi penting untuk melihat sejauh mana korupsi berdampak kepada
kehidupan masyarakat. Sebab pada dasarnya korupsi menabrak fitrah manusia sebagai
makhluk yang memiliki etika dan akhlak mulia. Seorang koruptor secara nyata telah
merugikan kepentingan masyarakat, menghambat kemajuan ekonomi, merusak moralitas dan
memperlemah perekonomian nasional. Sehingga tepat kiranya jika disebut korupsi adalah
sarana yang dapat menghancurkan sebuah bangsa.
Utang Indonesia mengalami peningkatan karena pemerintah Indonesia terlalu boros
dalam menggunakan anggaran negara. Satu sisi pemborosan anggaran juga terjadi akibat
faktor korupsi yang merajalela. Akibat korupsi yang dilakukan oleh sejumlah pejabat negara
harus menutupi hasil korupsi tersebut. Korupsi menjadi salah satu penyebab tingginya utang
luar negeri Indonesia. Utang luar negeri membengkak karena dijadikan salah satu penutup
defisit, saat pengeluaran negara membengkak akibat dikorupsi. Sementara itu, di sisi
penerimaan, targetnya tidak tercapai. Korupsi menjadi salah satu penyebab tingginya utang
luar negeri Indonesia. Utang luar negeri membengkak karena dijadikan salah satu penutup
defisit, saat pengeluaran negara membengkak akibat dikorupsi. Sementara itu, di sisi
penerimaan, targetnya tidak tercapai.
Peran masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi tentunya bukan pada upaya
penindakan tindak pidana korupsi yang merupakan kewenangan penegak hukum. Peran
masyarakat lebih diarahkan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya
anti korupsi di masyarakat. Budaya anti korupsi di tataran masyarakat perlu ditanamkan sejak
dini melalui penanaman nilai-nilai anti korupsi kepada peserta didik yang dapat dimulai pada
jenjang pendidikan dasar. Pentingnya penanaman nilai anti korupsi sejak bangku pendidikan
dasar ini merupakan sebuah upaya internalisasi nilai dalam diri peserta didik sehingga nilai
ini nantinya akan dijadikan sebagai pandangan hidup (worldview) sejak dini bahwa dengan
menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari dia telah turut dalam upaya
mewujudkan tujuan pembangunan nasional dalam rangka mencapai masyarakat Indonesia
yang adil makmur dan sejahtera dan tidak dapat secara mudah terpengaruh oleh kebudayaan
asing yang bukan merupakan jati diri bangsa Indonesia. Penanaman nilai anti korupsi di
pendidikan dasar dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya melalui kegiatan
sosialisasi dengan harapan akan terwujud “Generasi Anti Korupsi” di Indonesia.
Dalam Pancasila terdapat lima sila yang dimana setiap sila-sila itu memiliki arti yang
berbeda tetapi memiliki tujuan yang satu yaitu menciptakan dan mewujudkan cita-cita negara
Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan bahwa korupsi merupakan salah 1 penyelewangan
yang marak terjadi di Indonesia. Tindakan tersebut bukan hanya melanggar aturan negara
tetapi hal itu juga telah melanggar ideologi dan prinsip terhadap Pancasila. Dengan
menyelewengnya tindakan terhadap Pancasila hal tersebut akan membuat cita-cita yang
didambakan oleh negara dan bangsa lama kelamaan akan menjadi hancur. Maka dari itu
terdapat hal penting dalam tindakan korupsi terhadap Pancasila yaitu dengan kita melakukan
tindakan korupsi kita sama saja telah menghancurkan Pancasila yang telah susah payah
dibuat oleh pendiri bangsa kita yang berjuang dengan sungguh-sungguh.
Berikut adalah nilai-nilai dalam pancasila untuk menyikapi korupsi di Indonesia :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menekankan bahwa manusia Indonesia memiliki
keimanan dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang diketahui,
Indonesia berkembang enam agama resmi (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha dan Konghucu) dan semuanya menolak korupsi. Penolakan hadir disebabkan
perilaku korupsi sangat berlawanan dengan semangat manusia yang memiliki Tuhan
dalam hidupnya. Secara nyata koruptor sudah menafikan adanya tindakan yang
merugikan orang lain dan perbuatan dosa yang kelak akan mendapatkan
pembalasannya. Tindakan pidana korupsi juga melupakan bahwa Tuhan Yang Maha
Esa itu Maha Melihat segala perbuatan hambanya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ini menegaskan tindakan korupsi
mengabaikan pengakuan persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa,
membela kebenaran dan keadilan. Seorang koruptor tidak memiliki rasa keadilan dan
keadaban, sebab hak yang seharusnya dimiliki rakyat diambil secara sepihak untuk
kepentingan pribadinya.
3. Persatuan Indonesia. Seorang koruptor mementingkan nafsu dan urusan pribadinya
saja, mengabaikan betapa kesalahan yang diperbuatnya merusak sendi kehidupan
perekonomian, pembangunan sosial, melemahkan budaya positif di masyarakat dan
melunturkan rasa kecintaan kepada bangsa dan negara. Dengan melakukan korupsi,
maka dirinya merusak persatuan nasional karena perbuatan yang dilakukannya
berdampak kepada seluruh masyarakat Indonesia yang tidak dapat merasakan
kenikmatan dan hasil pembangunan di Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Munculnya perilaku koruptif khususnya di kalangan
parlemen jelas menabrak sila keempat. Kepercayaan masyarakat kepada parlemen
luntur padahal amanah mereka dalam sistem demokrasi dititipkan kepada para wakil
rakyat. Ketika wakil rakyat justru sibuk menguras anggaran negara, maka pelanggaran
terhadap sila keempat sudah terjadi dan mengundang sinisme masyarakat bahwa
gedung wakil rakyat tak ubahnya tempat pertemuan para koruptor.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tak ada lagi keadilan ketika
kesenjangan sosial semakin lebar disebabkan anggaran negara tidak lagi pro rakyat.
Kepentingan umum terganggu akibat tidak selesainya pembangunan karena dana
pembangunan tertahan di tangan para koruptor. Kemajuan pembangunan yang merata
dan kesempatan menikmati keadilan sosial hilang sudah ketika banyak sekali agenda
pembangunan tidak berjalan sesuai harapan.
Modus Korupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan bahwa modus atau cara korupsi yang
sering dilakukan antara lain melalui penyalahgunaan anggaran, penggelapan, mark-up,
penyalahgunaan wewenang, laporan fiktif, suap atau gratifikasi, pemerasan, mark-down,
pungli, dan anggaran ganda (Tashandra, 2016). Setiyono (2017: 39–40) menyatakan
umumnya modus korupsi yang sering ditemukan pada setiap kasus terdiri atas empat cara
(modus), yaitu:
Mark-up dan mark-down, pertanggungjawaban fiktif, abuse of power, dan penggelapan.
Mark-up dilakukan melalui cara menaikkan anggaran pada pembiayaan (pengeluaran)
anggaran yang tidak seharusnya agar menguntungkan kepentingan pribadi, dan keuangan
negara atau keuangan daerah dirugikan. Modus mark-down dengan cara menurunkan nilai
potensi pendapatan yang tidak berdasarkan fakta lapangan di mana ada peningkatan
pendapatan melebihi dari potensi yang ada. Laporan fiktif sering dilakukan dengan cara
melaporkan realisasi anggaran tidak berdasarkan kenyataannya. Modus ini paling banyak
terjadi di perjalanan dinas.
1. Redundant (menggandakan) dilakukan melalui menggandakan jenis anggaran yang
berbeda-beda tetapi untuk satu fungsi misalnya pos anggaran untuk jaminan kesehatan
tetapi pada pos anggaran lain dimunculkan item anggaran dengan nama tunjangan
asuransi kesehatan. Sebenarnya pos anggaran untuk jaminan kesehatan dan tunjangan
asuransi kesehatan merupakan fungsi yang sama yaitu anggaran bagi kesehatan
anggota legislatif. Contoh lain, menitipkan pos anggaran ke eksekutif atau pemerintah
daerah melalui item anggaran bantuan kelembagaan
2. Menciptakan pos mata anggaran baru yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan
Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Contoh: mengalokasikan pos anggaran
untuk purna bakti/pensiun, dan/atau rumah dinas yang hanya untuk pimpinan
DPR/DPRD tetapi diciptakan item anggaran rumah dinas untuk semua anggota
DPR/DPRD
3. Korupsi dalam keuangan program kegiatan, seperti pemalsuan tiket perjalan dinas,
surat perintah perjalanan dinas fiktif, dan laporan pertanggungjawaban fiktif. Modus
korupsi ini umumnya dilakukan melalui manipulasi dokumen keuangan dalam
realisasi APBD, pelaksanaan kegiatan fiktif untuk memperkaya diri sendiri atau
sekelompok orang sehingga merugikan keuangan daerah atau keuangan negara.
Modus korupsi satu sampai tiga merupakan tindakan korupsi sesuai kesepakatan antara
dua belah pihak seperti eksekutif dengan legislatif untuk mencari celah hukum dan
kewenangan yang terkadang tumpang tindih untuk kepentingan dua pihak. Korupsi jenis ini
dianggap korupsi legal karena dipayungi oleh peraturan perundangan. Pope (2000: 15)
menyatakan bahwa modus korupsi terjadi atas dua kategori, yaitu: (1) korupsi karena
dinamika yang didukung peraturan perundangan, dan (2) modus korupsi karena tindakan
korupsi yang melanggar peraturan perundang-undangan. Setiyono (2017: 37) menjelaskan
bahwa korupsi karena dinamika menguntungkan pihak yang melakukan korupsi karena
dipayungi peraturan perundangan, dan korupsi karena tindakan nyata korupsi karena terbukti
melanggar perundangan dan memperkaya diri sendiri. Dua modus korupsi tersebut ada pada
setiap hirarki kelembagaan pemerintah dan menyebabkan kerugian pada keuangan daerah dan
negara dari kecil sampai besar.