Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

APLIKASI TRANSKULTURAL NURSING SEPANJANG DAUR


KEHIDUPAN MANUSIA.

Oleh Kelompok 1

Nama Anggota : Yulia Sari Sopalauw Afriani Waly


Cendra Dewayantri Amina Latukau
Armiyanti Anwar Asma F. Sallatalohy
Asma Rada Ca Solissa
Rahmawati Lenauwe Rahmawati Pattisahusiwa
Ramadan Heluth Wa Ita Sulfanti
Yulianti Waly Yulyanti Mahu
Yunita Yusni Wabula
Rita Umarella Siti Patima S
Fahmi Namakule
Dosen : Ns. Nurfitriyana Tunny,S.Kep
MK : Pisikososial Dan Budaya Dalam Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


MALUKU HUSADA
AMBON
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah kami dapat menyelesaikan panulisan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Penyusunan makalah ini dilakukan dengan mengambil referensi dari
berbagai sumber, dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini
masih sangat minim karena keterbatasan referensi yang dimiliki penyusun baik dalam
bentuk buku maupun media masa (internet)

Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini karena kami hanyalah manusia biasa yang tak
luput dari kekurangan.Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua
walaupun makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.

Ambon

2017
DAFTRA ISI

Kata Pengantar

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Transcultural Nursing


b. Konsep Transcultural Nursing
c. Konsep Utama Transcultural Nursing
d. Aplikasi Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus


ditantangoleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun
klien. Darisegi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi.
Sebuahglobalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di
bidangkesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar
dapatmenyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak
terjadiperpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara.
Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan
asuhankeperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat.Peran
perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peranperawat
adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, danspiritual klien.
Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat.Padahal aspek
spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yangdidiagnose
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.Menurut Dadang
Hawari (1977) orang yang mengalami penyakit terminal danmenjelang
sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisisspiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klienmenjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus.Klien dalam kondisi terminal membutuhkan
dukungan dari utama dari keluarga,seakan proses penyembuhan bukan lagi
merupakan hal yang penting dilakukan.Sebenarnya, perawatan menjelang
kematian bukanlah asuhan keperawatanyang sesungguhnya. Isi perawatan
tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lainyang bersifat mempersiapkan
kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugasperawat dalam memberi
intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dansaat kematian.Agama dalam
ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (giziruhani).
B. Rumusan Masalah
Apa Pengertian dari Transcultural Nursing
Apa itu Konsep Transcultural Nursing
Apa saja Konsep Utama Transcultural Nursing
Aplikasi Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Transcultural Nursing


Transcultural Nursing adalah suatu keilmuwan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada
nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002). Tujuan dari transcultural nursing adalah
untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma
pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan kebudayaan
spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring,
caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir
hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,
ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat
lainnya.

2. Konsep Transcultural Nursing


Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis yang difokuskan
pada prilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau
meningkatkan perilaku sehat dan perilaku sakit secara fisik dan psikokultural
sesuai latar belakang budaya. (Leininger, 2002).
3. Konsep Utama Transcultural Nursing:
Care : perawat memberikan bimbingan dukungan kepada klien untuk
meningkatkan kondisi klien
Caring : tindakan mendukung, berbentuk aksi atau tindakan
Culture : perawat mempelajari, saling share/berbagi pemahaman tentang
kepercayaan dan budaya klien
Cultural care : kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, norma/
kepercayaan
Nilai kultur : keputusan/kelayakan untuk bertindak
Perbedaan kultur : berupa variasi-variasi pola nilai yang ada di
masyarakat mengenai keperawatan
Cultural care university : hal-hal umum dalam sistem nilai, norma dan
budaya
Etnosentris : keyakinan ide, nilai, norma, kepercayaan lebih tinggi dari
yang lain
Cultural Imposion : kecenderungan tenaga kesehatan memaksakan
kepercayaan kepada klien

4. Aplikasi Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia.


a) Perawatan Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya
dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran
secara universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan
cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993).
Berbagai kelompok yang memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang
kehamilan dan kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang
harus dijalani didunia. Salah satu kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi
Jambi misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung karena menurut
masyarakat setempat jika wanita hamil makan rebung maka bayinya akan
berbulu seperti rebung. Makan jantung pisang juga diyakini menurut
keyakinan mereka akan membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh
bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat
dalam proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu
memberikan lagi ulos tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan.
Sang ibu akan menggendong anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya
selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut dinamakan ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi
ini, pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat
untuk menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan
budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien
dan keluarga
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang
sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa
kehamilan dan kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat
mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk menyambut
kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni, procotan, dan brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan
kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya,
kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan
lain sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi.
Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi umumnya adalah perempuan,
walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun bayi adalah laki laki
seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian manak dengan usia
di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat digantikan oleh perempuan karena
dalam proses menolong persalinan, sang dukun harus membacakan mantra
mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam
macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses
belajar yang diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang
mempelajari dari seorang guru karena merasa terpanggil. Dari segi budaya,
melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata mata berkenaan
dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun harus
terhindar dari berbagai kotoran tapi kotor dalam arti keduniawian, sehingga
kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur unsur yang
kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuai keperluan
itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyak
ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik
dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang diyakini
berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan
dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja,
melainkan sebagai proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-
hal seperti; pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan
kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat
kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau
obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran, pusat kekuatan dalam
pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan
ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi
kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki
keterampilan dalam pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif
sepanjang waktu berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat
biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan serta pola komunikasi.
Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan mendatang.
Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu wanita yang
mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya
keluarganya.
b) Perawatan dan Pengasuhan Anak
Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari
awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta
mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya,
perawat harus paham dan biasa mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap
daur kehidupan manusia. Salah satu contohnya yaitu aplikasi transkultural
pada perawatan dan pengasuhan anak.
Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan,
baik perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar
kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan
berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak sehingga
dapat dioptimalkan secara sinergis.Menurut Urie Bronfenbrenner (1990)
setidaknya ada 5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
anak,yaitu:
sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak
tumbuh dan berkembang yang meliputi keluarga, teman sebaya,
sekolah dan lingkungan sekitar tetangga.
sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem,
misalnya hubungan pengalaman-pengalaman yang didapatkan di
dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman
dengan teman sebaya.
sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam
setting sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh
langsung terhadap perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua
dan media massa.
sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup seperti:
ideologi, budaya, sub-budaya atau strata sosial masyarakat.
sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional
(kondisi sosio-historik).

Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam


pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola
pengasuhan, pola pembelajaran, pola pergaulan termasuk penggunaan
media massa, dan pola kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling
mendukung.

Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:

Fase Laten (Laten Pattern),pada fase ini proses sosialisasi belum


terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri
sendiri dan dapat melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase
ini anak masih dianggap sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase
ini masih merupakan satu kesatuan yang disebut two persons
system.
Fase Adaptasi (Adaption),pada fase ini anak mulai mengenal
lingkungan dan memberikan reaksi atas rangsangan-rangsang an dari
lingkungannya. Orangtua berperan besar pada fase adaptasi,karena
anak hanya dapat belajar dengan baik atas bantuan dan bimbingan
orangtuanya.
Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment),pada fase ini dalam
sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas
rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya,tapi sudah memiliki
maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi tingkah laku tertentu
untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya.
Fase Integrasi (Integration),pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi
hanya sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan
penghargaan,tapi sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu
dengan dirinya sendiri.

Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah


mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di
sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta dalam tumbuh
kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya
yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan pengasuhan
dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang
normal, membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan
menggunakan kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapai
keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat juga harus sangat
melibatkan anak dalam merencanakan proses perkembangan. Karena
preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang meningkat
sehingga dapat merencanakan aktifitas perkembangan.

Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara


kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang
budaya. Dalam proses ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan
psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi
pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan
sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang
intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur yang
berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang
akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji,
mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural
dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan.
Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan.
Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia.
Human caring merupakan fenomena universal dimana, ekspresi, struktur
polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya. Semua
budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan mendatang. Untuk itu penting
bagi perawat memahami orientasi waktu manusia yang mengalami transisi
kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya keluarganya.

B. Saran
Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut
mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya
terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan
perawatan anak.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Efy. KERAGAMAN BUDAYA DAN PERSPEKTIF TRANSKULTURAL DALAM


KEPERAWATAN. http://staff.ui.ac.id/internal/132051049/material/
transkulturalnursing.pdf. Aplication pdf (18 November 2017)
Andrew, M.M. and Boyle, J.S. (1995). Transcultural Concepts in Nursing Care. 2nd Ed.
Philadelphia: J.B. Lippincot Company, hal 1-131.
Elsaerodji, Fahmi. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: Perspektif Sosial Budaya
Jawa.
http://atfahmi.depsos.org/2011/01/27/pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-perspektif-
sosial-budaya-jawa.html. css (18 November 2017)
Ginger, J. N. dan Davidhizar (1995). Transcultural Nursing: Assessment and
Intervention. St.
Louis: Mosby, hal 1-157.
Kozier, B., Erb, G., Berman A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing:
Concepts,
Process, and Practice . 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hal. 205-221.
Novieastari, Enie. Perkembangan Transkultural dalam Keperawatan. http://staff.ui.
ac.id/internal/132014715/material/PerkembanganTranskulturaldalamKeperawatan.pdf.
Aplication pdf (18 November 2017)
Novieastari, Enie. Transcultural Nursing Care. http://staff.ui.ac.id/internal/132014715/
material/NursingPerspectiveinTranscultural.pdf. Aplication pdf (18 November 2017)
Pratiwi, Arum. (2011). Buku Ajar Keperawatan Transkultural. Yogyakarta: Penerbit
Gosyen
Publishing.
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concepts, Procces, and
Practice.
6th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby. Hal. 118-136.
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7th Ed. (Terj. dr. Adrina
Ferderika). Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai