TUBERKULOSIS PARU
OLEH
09171068
PEMBIMBING
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya,
sehingga pada akhirnya Saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul.
TUBERCULOSIS PARU
Tujuan penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan
kepaniteraan klinik senior dibagian Ilmu Paru RSUD ACEH TAMIANG.
Saya menyadari bahwa penulisan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu Saya sangat mengharapkan bantuan dan partisipasi teman sejawat untuk memberikan
masukan dan saran guna menyempurnakan referat ini di masa mendatang.
Akhir kata Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya atas perhatian
dan dukungannya, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat
lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah
urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang
vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di heidelberg dari kuburan zaman
neolitikum, begitu pula penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di
mesir kuno pada tahun 2000 - 4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi
phthisis yang diangkat dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini.1
Literatur arab: Al Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina (980-1037 M) menyatakan
adanya kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi dikulit. Baru pada tahun 1882
Robert Koch menemukan kuman penyebabnya semacam bakteri berbentuk batang dan dari
sinilah diagnosis secara mikrobiologis dimulai dan penatalaksanaannya lebih terarah.
Apalagi pada tahun 1896 Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan
diagnosis yang lebih tepat.1
Penyakit ini kemudian dinamakan tuberkulosis, dan hampir seluruh tubuh manusia
dapat terserang olehnya tetapi yang paling banyak adalah organ paru.1
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan
banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan
dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal
tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global
emergency).2
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan.
Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB
(multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak
berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
epidemi TB yang sulit ditangani. 2
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien
TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004,
setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA
positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.2
1.2 Tujuan
Maka dari itu makalah ini dibuat selain sebagai salah satu tugas kepaniteraan
klinik pada stase paru, juga untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan dokter muda
khususnya penulis tentang TB paru dan pengobatannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2.1 Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagaiglobal health emergency. TB dianggap sebagai masalah
penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada
tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia.1
Sebagian besar dari kasus TB ini (95 %) dan kematiannya (98 %) terjadi dinegara-
negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu
20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65 %
Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB global ini disebabkan :
pasien TB di dunia dan termasuk penyebab kematian utama. Hasil survey Prevalensi TB
paru di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara
wilayah yaitu wilayah Sumatra dengan angka prevalensi TB sebesar 160 per 100.000
penduduk, wilayah Jawa dan Bali dengan angka prevalensi TB sebesar 110 per 100.000
penduduk, dan wilayah Indonesia Timur dengan angka prevalensi TB sebesar 210 per
100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei) . Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.2
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif.2
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%,
diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan
10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya
adalah pasien TB BTA positif. 2
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).2
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis,
maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.2
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia
atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu
yang lama.3
Tuberculosis sangat tinggi. Pathogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung
dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering
Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.
Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi
Energi diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat
merangsang pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-40C dan suhu optimum 37-
380 C. Kuman akan mati pada suhu 600 C selama 15-20 menit. 4
2.4 Patogenesis
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). 5
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi
dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan5 :
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju
dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.5
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
-
Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).5
Gambar 3. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya
-
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
-
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
-
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.5
b. Tuberkulosis paru BTA (-).5
-
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
-
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
Tuberculosis.5
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. 5
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil
obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.5
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.5
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.5
-
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih
mendukung.5
-
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan
OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.5
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari
tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka
diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.5
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).5
1. Gejala respiratorik :
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak
ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.5
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.5
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior
(S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.5
1. Bahan pemeriksasan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat
kunjungan), Pagi ( keesokan harinya ), Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak
pagi), atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. 5
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek,
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml
sebelum dikirim ke laboratorium.5
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam
kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti
pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.5
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan
pengiriman dahak dengan kertas saring:
- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari
kertas saring sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung
yang tidak mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal
di dalam dus.
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik
kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan
biakan.5
a. Pemeriksaan mikroskopik:
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila 3 kali
hasilnya positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif berarti maknanya BTA positif. 5
Bila1 kali hasilnya positif, 2 kali negatif maka ulang BTA 3 kali, kemudian bila
hasilnya 1 kali positif, 2 kali negatif berarti BTA positif. Bila 3 kali negatif berarti BTA
negatif.5
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam--macam bentuk (multiform).5
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif antara lain; Bayangan
berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior
lobus bawah, Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular, Bayangan bercak milier, Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral
(jarang).5
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) ; Lesi minimal bila proses
mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan
(volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan
prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak
dijumpai kaviti. Sedangkan dikatakan Lesi luasBila proses lebih luas dari lesi minimal.5
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama (lini 1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1) yang
digunakan antara lain INH, Rifampisin, Pirazinamid , Streptomisin, Etambutol.
Sedangkan Obat tambahan (lini 2) antara lain Kanamisin, Amikasin dan Kuinolon.2,5
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi
BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. 2,5
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.2,5
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).2,5
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).2,5
PENUTUP
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei)
Gejala TB Paru antara lain Batuk > 2 minggu , Batuk darah, Sesak napas, Nyeri dada,
Demam dan Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun.
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum. Pemeriksaan Penunjang yang membantu diagnosis antara lain pemeriksaan
bakteriologik dan pemeriksaan radiologi
Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri dari paduan obat utama (lini
1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan antara lain INH,
Rifampisin, Pirazinamid , Streptomisin, Etambutol. Sedangkan Obat tambahan (lini 2)
antara lain Kanamisin,
STATUS PASIEN PARU
1.Anamnese Pribadi
Nama : Mr. X
Umur : 52 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
II.Anamnese Penyakit
RPD :-
RPK :-
Resp.Rate : 28 x/i
Temperature : 38,4˚C
IV.Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Mata : Refleks cahaya (+), Pupil: bulat, isokor (+),
Konjungtiva palpebra pucat (-), Sklera ikterik (-)
Telinga : Sekret (-), Pendarahan (-), Radang (-)
Hidung : Sekret (-), Pendarahan (-), Nafas Cuping Hidung (-)
Lidah : Beslaq (-), Tremor (-)
Tenggorokan : Tonsil (T1/T1), Faring hiperemis (-)
2. Leher
Trakhea : Media
Pembesaran KGB (-)
JVP : R-2 cm h2O
3. Thorak depan
Inspeksi : simetris (+), Retraksi (-)
Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru Kiri kesan
Lap. Paru Atas Ka > ki Ki < ka Kanan
meningkat
Lap. Paru Tengah Ka > ki Ki < ka Kanan
meningkat
Lap. Paru Bawah Ka = ki Ka = ki Normal
Perkusi
Paru kanan Paru Kiri
Lap. Paru Atas Sonor memendek Sonor
Lap. Paru Tengah Sonor memendek Sonor
Lap. Paru Bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara Nafas Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru Atas Vesikuler meningkat(+) Vesikuler (+)
Lap. Paru Tengah Vesikuler meningkat(+) Vesikuler (+)
Lap. Paru Bawah Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Perkusi
Paru kanan Paru Kiri
Lap. Paru Atas Sonor memendek Sonor
Lap. Paru Tengah Sonor memendek Sonor
Lap. Paru Bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara Nafas Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru Atas Vesikuler meningkat(+) Vesikuler (+)
Lap. Paru Tengah Vesikuler meningkat(+) Vesikuler (+)
Lap. Paru Bawah Vesikuler (+) Vesikuler (+)
5. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba sela iga IV garis midklavikula kiri
Perkusi : batas atas sela iga II garis parasternal kiri
Batas kanan sela iga IV garis parasternal kanan
Batas bawah sela iga V parasternal sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I – II normal, regular, murmur (+)
6. Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), Lien tidak teraba, Hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
7. Genitalia eksterna
Kelamin : Laki-laki, tidak dilakukan pemeriksaan.
8. Ekstremitas
Superior : sianosis (-), udem (-), Akral hangat (+)
Inferior : sianosis (-), udem (-), Akral hangat (+)
V. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
2. Pembacaan Foto
KV : Cukup
Trakea : Simetris
Klavikula : Simetris, fraktur (-)
Scapula : superposisi scapula kiri
Soft tissue : DBN (+), massa (-), emfisema subkutan (-)
Diafragma : Dum konveks
Sudut costoprenicus : sudut kanan dan kiri tajam
Sudut cardiophrenicus : sudut kanan dan kiri tumpul
Jantung : CTR = 42 % (DBN)
Paru : Terdapatnya konsolidasi pada paru kanan
bagian atas.
Mediastinum
Para trakea : Tampak normal
Para hillus : Hipervascularisasi paru kanan dan kiri
Para cardial :Hipervascularisasi paru kanan
Kesan foto :
Mr. X 52 tahun, dengan keluhan batuk darah sejak 2 hari yang lalu, nyeri dada (+), sesak
(+), demam (+).
Pemeriksaan fisik paru dijumpai bentuk dada simetris. Palpasi gerakan dinding dada
sebelah kanan meningkat. Stem premitus paru kanan > kiri (kesan kanan meningkat).
Perkusi dijumpai suara sonor memendek pada lapangan paru kanan atas sampai tengah.
Auskultasi paru kanan vesikuler dan terdengar suara tambahan ronkhi.
Foto thorak memberikan gambaran hipervaskularisasi pada paru kanan atas sampai bawah
dan pada paru kiri gambaran hipervaskularisasi pada paru tengah sampai bawah. Dan
terdapatnya konsolidasi pada paru kanan atas sampai tengah.
TB paru
Pneumonia
Mikosis paru
TB Paru
FOLLOW UP
TD : 140/90 mmHg
HR : 74 x/i
RR : 20x/i
T : 36,8°C
Terapi :
IVFD Rl 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
Codein 3x10 mg
OAT: R/H/Z/E (450/300/1000/1000)
Lesipar 300 1x1
Pct 3x1 (k/p)
TD : 120/80 mmHg
HR : 74x/i
RR : 24x/i
T : 36°C
Terapi :
IVFD Rl 20gtt/i
Inj. Ranitidin 1 amp/12jam
Codein 3x10 mg
OAT: R/H/Z/E (450/300/1000/1000)
Lesipar 300 mg 1x1
TD : 120/90 mmHg
HR : 80x/i
RR : 24x/i
T : 36,4°C
Terapi :
Os datang dengan keluhan batuk berdarah sejak 2 hari yang lalu. Berdasarkan teori
gejala klinik Tb paru salah satunya adalah batuk darah. Batuk darah merupakan
tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding
kavitas. Oleh karena itu, proses tuberkulosis harus cukup lanjut untuk dapat
menimbulkan batuk dengan ekspetorasi. Batuk darah masif terjadi bila ada robekan
dari aneurisma Rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal
dari bronkiektasis atau ulserasi trakeo-bronkial. Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian karena penyumbatan saluran pernapasan oleh bekuan darah. Batuk darah
jarang berhenti mendadak, karena itu penderita msih terus menerus mengeluarakan
gumpalan – gumpalan darah yang bewarna coklat selama beberapa hari.
Batuk darah dapat juga terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh, hal ini
disebabkan oleh robekan jaringan paru atau darah berasal dari bronkiektasis yang
merupakan salah satu penyulit tuberkulosis paru.
Os juga mengeluhksan nyeri dada yang merupakan salah satu gejala klinik dari Tb
paru.
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri
bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis yang luas.
Os juga mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas merupakan late symptom dari
proses lanjut tuberkulosis paru akibat adanya retraksi dan obstruksi saluran
pernapasan serta loss of vascular bed/vascular thrombosis yang dapat
mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal.
Os juga mengeluhkan demam, karena demam merupakan gejala yang paling sering
dijumpai dan paling penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang
maupun sore hari. Panas badan meningkat bila proses berkembang menjadi
progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat.
Pada pemeriksaan perkusi dada didapatkan bunyi hipersonor dan pada auskultasi
didapatkan suara pernapasan tambahan ronkhi. Merupakan tanda dan gejala yang
khas pada psasien Tb, dan pada pengobatan diberikan obat anti tuberkulosis (OAT)
selama 6 bulan.
KESIMPULAN
1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2007.
Hal 988 – 995
2. Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis.
Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.
3. Epidemiologi unsri.blogspot.com/2011/Tuberkulosis-paru.html
4. Chandra, budiman dr, Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta:
EGC.2000.
5. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.PDPI:2006.
6. Pengobatan tuberkulosis, Departemenofhealth and community ,
http://www.health.nt.gov.au