Anda di halaman 1dari 17

Konsep teori Leininger

Kelompok 3
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
 INDAH CANTIKA WAHADI (P07120216048)
 NI PUTU AYU SUCITA DEWI (P07120216049)
 NI PUTU INDAH PRASTIKA DEWI (P07120216050)
 FENDY ANUGRAH PRATAMA (P07120216052)
 NI KOMANG AYU CANDRA MONIKA (P07120216068)
Sekilas Tentang Madeleine
Leininger
 Lahir di Sutton, Nebraska pada 13 Juli 1925.
 Tahun 1948, dia menyelesaikan sekolahnya di diploma keperawatan
St‘Anthony Denver.
 Tahun 1954-1960, menjadi professor keperawatan dan direktur program
pasca sarjana di Universitas Cincinnati. Juga menerbitkan buku tentang
keperawatan psikiatrik, yang di sebut Konsep Dasar Keperawatan Jiwa,
dalam sebelas bahasa dan digunakan di seluruh dunia.
 Tahun 1960, Leininger pertama kali menggunakan kata transcultural
nursing, ethnonursing, dan cross-cultural nursing
 Tahun 1985, Leininger mempublikasikan teorinya untuk pertama kali,
sedangkan ide-ide dan teorinya mulai dipresentasikan pada tahun 1988.
Teori Leininger kemudian disebut sebagai Cultural Care Diversity and
Universality.
 Tahun 1991, menerbitkan teorinya tentang perawatan keanekaragaman
budaya dan universal dan menciptakan istilah “culturally congruent care’
sebagai tujuan dari teorinya.
Konsep Teori Keperawatan
Transkultural

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan


budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang
fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada
nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya
budaya atau keutuhan budayakepada manusia” (Leininger,
2002).
Konsep dan Definisi Dalam Teori
Leininger

1. Budaya (Kultur).
2. Nilai budaya.
3. Cultur care diversity (Perbedaan budayadalam
asuhan keperawatan).
4. Cultural care universality (Kesatuan perawatan
kultural).
5. Etnosentris.
6. Etnis.
7. Ras.
8. Etnografi.
9. Care.
10. Caring.
11. Cultural Care .
12. Culturtal imposition.
7 (tujuh) komponen dalam sunrise
model

1. Faktor Teknologi (Technological Factors).


2. Faktor keagamaan dan falsafah hidup (Religous and Philosofical
Factors).
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors).
4. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways).
5. Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor).
6. Faktor ekonomi (Economical Faktor ).
7. Faktor pendidikan (Educational Factor).
PENERAPAN TEORI MADELEINE LEININGER
DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

A. Model Keperawatan
 Pada tahun 1970-an dan awal 1980-an, Mendeline Leininger
membuat model konseptual tentang pemberian asuhan
transkultural. Konsepnya : “Sunrise Model” dipublikasikan
diberbagai buku dan artikel jurnal dan menarik banyak
perhatian dari berbagai penjuru dunia
 Hal ini menghasilkan dikembangkannya konsep kerangka kerja
pemberian asuhan transkultural, yang mengakui adanya
perbedaaan (diversitas), dan persamaan (universalitas) dalam
pemberian asuhan di budaya yang berbeda.
a. Konsep Inti Teori Madeline Leininger
 Asuhan
 Budaya
 Asuhan Transkultural
 Diversitas asuhan kultural
 Universal Asuhan Kultural

b. Case Study
 Nama : Mona Sinaga
 Kerja : Bapelkes (Badan Pelatihan Kesehatan)
 Nama Suami : JonathanSimanjuntak
 Mereka tinggal dirumah orang tua laki-laki.
 Ekonomi mapan ( lebih dari cukup )
 Pendidikan : D IV bidan
 Suku : Batak
 Agama : Kristen
 Melahirkan : Kamis, 22 Maret 2007
b. Case Study

 Tempat : Rumah sakit Vinaestetika : 2 hari.


 Selama hamil, ibu Mona rajin berenang, suka makan buah dan rutin
memeriksakan kehamilannya ke dokter kandungan.
 Dan diprediksi melalui USG anaknya perempuan tetapi masih ada
harapan yang besar bagi mereka, bahwa nantinya anak mereka lahir
laki-laki. Hal ini disebabkan karena suaminya adalah anak tunggal dan
diharapkan sebagai ahli waris nantinya.
 Melahirkan dengan cara Caesar, karena panggulnya merata.
Sebelumnya dokter bilang bahwa dia harus dioperasi, dia menolak
karena dia ingin melahirkan anaknya secara normal. Dokterpun
menurutinya, setelah beberapa jam ia mengedan kuat-kuat dan
berteriak, tidak berhasil juga.
 Akhirnya dia mau caesar, akan tetapi rasa cemas dan takut terus
menghantuinya. Disamping rasa takut tersebut ada juga rasa malu
karena bagian perutnya hitam-hitam padahal ia adalah seorang bidan.
 Setelah operasi selesai, keluarganya datang, tapi mereka kurang puas
karena mereka tidak dapat langsung menggendong sibayi dan suster/
perawatnya kurang memperhatikan bayinya. Lebih dikesalkannya siibu
tidak bisa menyusui anaknya karena air susunya tidak bisa keluar.
c. Pengkajian
1. Faktor Sosial dan Kekeluargaan (Social and kinship factor)
 Nyonya Mona sinaga, usia 26 tahun, wanita, status menikah,
kehamilan pertama, tinggal bersama orang mertua (orang tua
suami), hubungan dengan orang tua/ mertua erat,
penggambilan keputusan secara musyawarah.
2. Faktor Agama dan Falsafah Hidup
 Agama Kristen protestan, intensitas ibadah selama hamil
meningkat. Ibu mona menginginkan anak pertamanya laki-laki
karena merupakan penerus marga dalam keluarganya (suku
batak) ditambah lagi karena suaminya adalah anak tunggal
walaupun berdasarkan hasil USG diprediksi anak mereka
perempuan.
3. Faktor Teknologi
 Selama hamil ibu mona rutin dalam memeriksakan
kandungannya setiap bulan, selama kehamilan, klien pernah
USG dan hasil dari USG diprediksikan ibu mona akan
melahirkan bayi perempuan. Pada saat melahirkan, ibu mona
dioperasi.
4. Faktor Pendidikan
 Pendidikan ibu mona adalah D IV bidan, dan suaminya adalah
sarjana Ekonomi. Pekerjaan ibu mona dan suami adalah
sebagai PNS. Pengetahuan ibu mona mengenai persalinan
cukup luas karena profesi beliau adalah bidan.
5. Faktor Ekonomi (Economical Factor)
 Klien seorang PNS, biaya persalinan tidak jadi masalah
(ditangguna bersama), jumlah anak yang ditanggung tidak
ada, selama kehamilan klien dan suami telah mempersiapkan
biaya untuk keperluan selama hamiln dan biaya persalinan
dengan cara menabung.
6. Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
 Dalam keluarga menggunakan bahasa daerah dan bahasa
Indonesia,Ibu mona selalu membersihkan diri dan merawat
kulitnya dengan lotion. Makan dengan porsi yang besar dan
selama kehamilan ibu mona tidak membatasi diet
makanannya. Beliau rajin berenang, rajin makan buah
(memperhatikan gizi).
B. Diagnosa Keperawatan

 Ketidak patuhan klien terhadap prosedur pengobatan yakni


proses persalinan. Klien menolak caesar dengan tegas karena
klien yang berprofesi sebagai bidan merasa mampu menjalani
persalinan secara normal.
 Gangguan komunikasi verbal berdasarkan perbedaan kultur
tidak ada.
 Tidak ada rasa tabu/ malu dari klien ketika yang membantu
persalinan dokter laki-laki.
 Klien tidak percaya hasil USG, karena latar belakang
kulturalnya sebagai suku batak yang sangat menginginkan
anak laki-laki.
 Respon klien yang dilatar belakangi budayanya yakni adanya
rasa malu ketika perutnya dibuka.
C. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan
1. Cultural Care Preserventation/ Maintenance
 Memelihara komunikasi yang sedang terjalin dengan baik (tanpa
ada masalah karena budaya) antara klien dengan perawat
maupun klien dengan dokter atau klien dengan tenaga kesehatan
lain.
2. Cultural Care Accomodation/ Negotiation
 Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan
klien, mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang tidak
memperburuk proses intra natal klien.
 Keluarga klien diketahui ingin melihat bayi dengan segera setelah
persalinan, maka perawat memberikan penjelasan kepada
keluarga bahwa bayi yang lahir caesar membutuhkan perawatan
terlebih dahulu sehingga tidak dapat langsung digendong oleh
keluarga klien.
3. Cultural Care Repartening / Reconstruction
 Memberikan informasi mengenai kondisi klien yang tidak dapat
menjalani persalinan secara normal dan harus caesar.
 Melibatkan keluarga untuk turut serta memberikan pengertian
kepada klien bahwa bayi yang akan lahir dengan jenis kelamin
laki-laki atau perempuan sama saja.
D. Evaluasi
 Ketidakpuasan klien terhadap pelayanan dari rumah sakit
tersebut, karena : klien tidak bisa bertemu langsung dengan
bayinya, dan kurangnya pelayanan keperawatan bayi karena
bayi kurang diperhatikan.
 Perawat kurang memperhatikan kebutuhan klien seperti cuek,
tidak peduli dengan klien.
Kesimpulan
a. Teori Leininger sangat diperlukan dan membantu dalam praktek
keperawatan, serta mendukung dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
b. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat perlu memahami
norma-norma, dan cara hidup budaya dari klien sehingga klien dapat
mempertahankan kesejahteraannya, memperbaiki cara hidupnya
atau kondisinya.
c. Pemberian informasi mengenai penyakit dan prosedur pengobatan
kepada klien / keluarga klien akan membantu kelancaran
pengobatan.
d. Dilihat dari kasus, dapat disimpulkan bahwa tim medis khususnya
perawat yang ada di rumah sakit tersebut kurang dapat menerapkan
konsep teori Leininger dalam pemberian asuhan keperawatan.
SESI TANYA
JAWAB

Anda mungkin juga menyukai