Anda di halaman 1dari 10

STUDI KASUS

I. PERSPEKTIF TRANSKULTURAL DALAM KEPERAWATAN

A. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan

Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti
kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil
karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat.
(koentjoroningrat, 1986)

Wujud-wujud kebudayaan antara lain :

1. Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan

2. Kompleks aktivitas atau tindakan

3. Benda-benda hasil karya manusia

B. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural

Konsep dalam transcultural nursing adalah :

1) Budaya

Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta memberi
petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

2) Nilai budaya

Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang
dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.

3) Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan

Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan


4) Etnosentris

Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu
menganggap budayanya adalah yang terbaik

5) Etnis

Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut
cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim

6) Ras

Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia.


Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid.

Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia kepada
generasi berikutnya (taylor,1989)

7) Etnografi: Ilmu budaya

Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk


mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu.

8) Care

Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada


individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan baik
actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia

9) Caring

Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan


individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk
meningkatkan kondisi kehidupan manusia

10) Culture care

Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan
untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga atau
kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam
keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai

11) Cultural imposition


Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai
karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain.

Kasus I (Unit Perspektif Transkultural)

Seorang pasien laki-laki korban tabrak lari, masuk ke unit perawatan sebuah
rumah sakit. Pasien mengalami fraktur dekstra dan terpasang traksi. Pasien juga
mengalami perdarahan abdomen dan telah dilakukan tindakan laparatomy eksplorasi.
Pasien dalam status NPO ( nothing per oral). Dilihat dari wajahnya, pasien adalah
seorang keturunan India. Ia berteriak-teriak meminta minum dalam bahasa Inggris.
Perawat berusaha untuk menjelaskan bahwa saat ini pasien tidak boleh minum. Pasien
tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik sementara di ruang perawatan tersebut tidak
ada perawat yang lancar berbahasa Inggris.

1. Bagaimana peran perawat bila dihadapkan pada situasi di atas ?


Menunjukan peranan Independent dari perawat dengan :
 Mengenal budayanya (nilai, kepercayaan, prilaku, kebiasaan)
 Mengenal etnik / suku /latar belakang dari pasien (bahasa)

2. Apa yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien ?


Perawat memulai pengkajian dengan melihat latar budaya cultural yang di miliki
klien dan latar belakang social juga ketrampilan bahasa yang dimilikinya. Dengan cara :

 Perawat harus bersikap terbuka dengan cara menerima pasien sesuai dengan
perbedaan budayanya
 Memanggil dengan nama belakang klien / nama lengkap
 Ciptakan hubungan saling percaya
 Dengan menggunakan bahasa yang sederhana , verbal & non verbal (isyarat &
tulisan)
 Mencari bantuan dari orang terdekat pasien yang bisa dan mengerti bahasa
Indonesia
 Mencarikan penerjemah, bila pasien masih tidak dapat mengerti & bila tidak ada
keluarga. Kriteria penerjemah sebaiknya sbb :
 Jenis kelamin yang sama
 Umurnya lebih dewasa
 Mempunyai status social yang sama dengan klien
 Yang mempunyai pemahaman tentang budaya India
 Mengerti tentang kesehatan
Ini diperlukan dalam mengumpulkan data mengenai penyebab penyakit dan masalah
klien. Tindakan keperawatan yang diberikan klien ada 3 :

1. Cultur care preservation : Prinsip membantu, memfasilitasi, atau memperhatikan


fenomena budaya guna membantu individu menentukan tingkat kesehatan dan gaya
hidup yang diinginkan. Contohnya memberitahukan bahwa Ia tidak boleh minum dengan
bahasa verbal maupun non verbal (Gambar/tulisan dan isyarat)

2. Cultur care accomodation : Prinsip membantu, memfasilitasi atau memperhatikan


fenomena yang ada, merefleksikan cara-cara untuk beradaptasi, bernegosiasi atau
mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup individu atau klien. Contohnya:
meletakan peralatan yang dibutuhkan klien (tisu, pulpen, kertas dll)

3. Cultur care repatterning : Prinsip merekonstruksi atau mengubah desain untuk membantu
memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup klien kearah yang lebih baik. Contohnya
Klien diharuskan bedrest total dikarenakan ada traksi dan post operasi laparatomy
eksplorasi

Kasus II Studi Kasus

Seorang klien perempuan berusia 25 tahun sedang hamil 4 bulan. Ini merupakan kehamilannya
yang pertama. Klien tersebut berasal dari daerah Sunda sedangkan suaminya berasal dari
Tapanuli. Mereka saat ini tinggal di Jakarta. Sejak mengetahui istrinya hamil, suami klien
berusaha untuk memanjakan istrinya dan melarangnya bekerja dan meminta orang tua (ibu) klien
untuk menemani klien di rumah. Orang tua klien masih sangat ketat mengikuti adat istiadat
mereka demikian pula halnya dengan orang tua suami klien. Klien merasa tertekan dengan
kondisi kehamilannya dan perlakuan yang diterimanya dari suami, orang tua, dan mertuanya.

Pertanyaan:

Analisa kasus tersebut berdasarkan konsep budaya dan transkultural yang telah saudara pelajari.
Bagaimana peran perawat bila dihadapkan pada situasi di atas? Apa yang sebaiknya dilakukan
perawat untuk membantu klien dan keluarganya?

Peran Perawat pada kasus tersebut:

1. Mengkaji tingkat stress klien


2. Mengkaji kebudayaan dari kedua keluarga ( Tapanuli dan Sunda ) dari pasien dan keluarga
serta mencarinya di literatur
3. Menkaji faktor-faktor budaya yang bertentangan dengan prinsip kesehatan dan tingkat stress
klien
4. Membina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga
5. Perawat bersama dengan keluarga klien mendiskusikan hal-hal yang diinginkan atau dicapai
oleh klien beserta keluarga (suami, ibu klien dan mertua)
6. Menjelaskan pada keluarga mengenai budaya yang bertentangan dengan kesehatan
7. Melibatkan keluarga untuk bekerja sama (problem solving) yang berhubungan dengan faktor
budaya

KASUS PEMICU 3 : seorang pasien laki-laki berusia 67 thn mendapat serangan stroke non
hoemoragic dan dirawat diruang perawatan jenis semi intensif sebuah rumah sakit. Kesadaran
pasien baik, namun pasien mengalami kelumpuhan sisi sebelah kanan tubuhnya dan mengalami
kesulitan bicara. Pasien seringkali menolak bantuan perawat untuk pemenuhan perawatan
hariannya. Pasien meminta supaya istrinya yang merawat dan menemaninya. Kebijakan rumah
sakit melarang anggota keluarga menunggu di dalam ruangan perawtan isteri pasien hanya boleh
menemani pasien pada saat waktu kunjungan. Isteri pasien selalu menunggu di ruang perawatan
dan ingin membantu merawat suaminya.

Pertanyaan : analisa kasus tersebut berdasarkan konsep budaya dan transkultural yang
telah saudara pelajari bagaimana perawat bila dihadapi pada situasi diatas, apa yang sebaiknya
dilakukan perawat untuk membnatu pasien dan keluarga.

Jawaban kasus Tn. :


Konflik : Peraturan Rumah sakit dengan nilai yang dianut oleh pasien.
Peraturan RS ;
 Tidak membolehkan keluarga menunggu didalam ruangan
 Seluruh kebutuhan pasien dipenuhi oleh perawat (ADL)
Nilai yang dianut pasien :
Ingin didampingi dan dirawat oleh istrinya
Menurut kelompok,dipandang dari konsep keperawatan transcultural ; berdasarkan teori
model transkultural ( sunrise model )
1. Kinship and social factors ( faktor sosial dan keterikatan keluarga )

Dihubungkan dengan kasus didapatkan bahwa klien adalah seorang kepala


keluarga sebagai pengambil keputusan.

2. Cultural value and life ways ( nilai – nilai budaya dan gaya hidup )

Dilihat dari segi kebudayaan klien masih menganut kebiasaan timur dimana
seorang istri menjadi keharusan melakukan kewajiban melayani suami sebagai
kepala keluarga
3. Religious and philosophical factors ( faktor agama dan falsafah hidup)

Dipandang dari segi agama klien masih menganut kepercayaan yang kuat
terhadap norma agama.

Contoh : tidak boleh bersentuhan dengan wanita selain istri dan anaknya.

4. Cultural value and life ways ( nilai – nilai budaya dan gaya hidup )

Sebagai kepala keluarga klien memegang budaya yang menganggap bahwa sudah
seharusnya seorang istri mendampingi seorang suami dalam keadaan sakit, klien
beranggapan budaya ini adalah budaya yang baik.

5. Political and Legal factors ( faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku

Dalam kasus ini peraturan rumah sakit melarang keluarga untuk menunggu klien
yang sedang dirawat diruang semi intensif. Yang merupakan hasil kebijakan
rumah sakit. Kelompok mengambil suatu kesimpulan kebijakan RS berdasarkan
suatu standar perawatan untuk mencegah infeksi nosokomial.

Dalam kasus ini kelompok berpendapat dipandang dari konsep perawatan transkultural
dan perawatan usia lanjut, perawat mengambil kebijakan dengan membolehkankan istrinya ada
didalam ruangan pada saat kebutuhan ADL seperti pada saat eliminasi bab dan
bak,makan,minum obat oral,memandikan atau kebutuhan lain dimana memang kehadiran istri
sangat dibutuhka.Diluar itu istri/keluarga dpersilahkan menunggu diluar.ruangan.
.

KASUS 4 (sesuai pokok bahasan 4)

Seorang pasien laki-laki berusia 50 tahun dibawa ke sebuah rumah sakit karena pingsan pada
saat rapat di kantornya. Setelah diperiksa dilaboratorium, ditemukan kadar gula darahnya
mencapai 450mg/DL. Pasien telah dua tahun didiagnosis menderita Diabetes Mellitus Tipe II.
Dalam dua tahun, pasien telah beberapa kali di rawat karena kondisi badannya sering lemah.
Pasien yang mengalami kegemukan telah dianjurkan untuk melakukan diet dan olah raga namum
pasien mengatakan kesulitan mengatur makanannya karena kebiasaan budaya Jawanya makan
makanan yang manis.

Analisis kasus tersebut berdasarkan konsep budaya dan transkultural yang telah saudara pelajari.
Bagaimana peran perawat bila dihadapkan pada situasi diatas? Apa yang sebaiknya dilakukan
perawat untuk membantu pasien?
Analisa Kasus 4

1. Konsep Transkultural dalam Keperawatan


2. Komunikasi therapetik.
3. Pengkajian Asuhan Budaya
4. Diagnosa
5. Intervensi Transkultural

1.Konsep transkultural dalam keperawatan.


Pada tahap pengkajian asuhan keperawatan keluarga, merupakan tahap yang tidak mudah
dilakukan. Hal tersebut disebabkan oleh karena keluarga merupakan bagian dari
masyarakat yang hidup dalam suatu komunitas tertentu dengan berbagai latar belakang
baik budaya, ekonomi, social, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, umur, agama dan
sebagainya. Setiap latar belakang tersebut akan mempengaruhi keluarga dalam
penerimaan, kesadaran, kemampuan khususnya dalam bidang kesehatan dan
keperawatan.
Terkadang faktor-faktor tersebut di atas dapat mendukung kesehatan bahkan dapat juga
menghambat tercapainya kesehatan yang optimal, misalnya saja pengetahuan. Apabila
keluarga mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan dan keperawatan, maka
keluarga akan dapat dengan mudah mengenali masalah kesehatan, memutuskan tindakan,
memelihara kesehatan anggota keluarga dan dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan
sebagai rujukan apabila penanganan di rumah tidak menunjukkan hasil. Namun apabila
pengetahuan keluarga rendah maka fenomena di atas akan terjadi sebalikya.
Pada saat pengkajian di keluarga, perawat juga dapat mengalami kesulitan BHSP (Bina
hubungan saling percaya). Apabila perawat tidak dapat melakukan pendekatan kepada
keluarga dan berhasil maka keluarga dapat terbuka dengan perawat pengkajian dapat
dilaksanakan dengan lancar, namun apabila hubungan saling percaya tidak dibina maka
pengakajian mengalami kesulitan.
Di samping itu pengkajian keperawatan keluarga terkadang tidak dapat dilaksanakan
sekaligus pada satu waktu, yang diartikan tidak dapat selesai dalam waktu satu (1) hari.
Hal tersebut dikarenakan keluarga terkadang disibukkan oleh kegiatan rumah tangga,
bekerja sehingga pada saat perawat melakukan pengkajian, hanya mempunyai waktu
beberapa saat. Sehingga pengkajian dilanjutkan pada hari berikutnya.
Pada format pengkajian, perlu pendataan tentang riwayat imunisasi anak. Terkadang
muncul fenomena bahwa orang tua sering lupa tentang riwayat imunisasi anaknya atau
KMS (Kartu Menuju Sehat) hilang maka pengkajian riwayat imunisasi tersebut tidak
lengkap. Di samping itu perlu pendataan silsilah keluarga dalam bentuk genogram,
namun terkadang mendapatkan kesulitan dalam pelaksanaannya, misalnya keluarga tidak
dapat mengingat umur anggota keluarganya, tidak dapat mengetahui penyakit keturunan
yang diderita oleh salah satu anggota keluarganya. Sehingga genogram tidak dapat
terdokumentasi lengkap dimana minimal terdokumentasi 3 generasi.
Adapun kelebihan Teori transkultural dalam aplikasinya antara lain ::
1. Data yang didapatkan lebih lengkap dan mengena karena lebih mendekatkan pada
pengkajian transkultural atau budaya yang merupakan bagian dari latar belakang keluarga
2. Pengkajian pada askep keluarga lebih spesifik dan lebih jelas karena diarahkan ke
spesifikasi teori tertentu
3. Adanya sumber data memperkuat dan memperlengkap pemahaman tentang asuhan
keperawatan keluarga.
4. Memfasilitasi keluarga mengenali lebih jauh kesehatan keluarga dan penanganannya
Adapun keluarga Kekurangan Teori transkultural antara lain :
1. Perlu waktu yang lebih lama karena perlu menggali data dari beberapa sumber
2. Jika hanya berdasarkan tinjauan teoritis, data perkembangan kultur atau budaya tidak
terkaji dan tidak dapat mendapatkan dapat yang mendekati latar belakang keluarga
3. Pada keluarga dengan kultur yang kuat dan keluarga berusaha untuk mempertahankan
budayanya dimana kultur tersebut bertentangan dengan kesehatan maka intervensi
perawat akan menemukan kesulitan untuk bernegosiasi dan merestrukturisasi budaya.

3. Pengkajian Asuhan Budaya

a. Kaji persepsi sehat – sakit


- Klien merasa sakit bila sudah merasa tidak berdaya (pingsan) dan memerlukan
bantuan untuk dibawa ke rumah sakit dan mendapat pertolongan
- Klien merasa sehat bila ia tidak pernah merasakan adanya keluhan apapun
b. Kaji kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan
Klien akan berobat apabila sudah merasa sakit, klien tidak pernah memanfaatkan
teknlogi untuk pemanfaatan kesehatan
c. Kaji alasan mencari bantuan kesehatan
Klien mencari bantuan kesehatan apabila merasa sudah tidak berdaya
d. Kaji alasan klien memilih pengobatan alternatif
Klien tidak memilih pengobata alternatif apapun. Klien lebih memilih berobat atau di
rawat di rumah sakit
e. Kaji faktor agama dan falsafah hidup
Klien mengetahui tentang penyebab penyakitnya, tetapi klien mengatakan kesulitan
untuk mengubah kebiasaannya makan makanan yang manis dan menurunkan berat
badannya (obesitas) serta kurang olah raga
f. Kaji faktor sosial dan keterikatan keluarga
Nama Lengkap : -
Umur : -
Jenis Kelamin : laki-laki
Status : -
Tipe keluarga : -
Pengambilan keputusan dalam keluarga : -
Hubungan klien dengan kepala keluarga : -
g. Kaji nilai - nilai budaya dan gaya hidup
Klien mempunyai kebiasaan makan makanan yang manis, klien tidak punya makanan
yang di pantang, klien mengalami kegemukan dan tidak melakukan diet serta jarang
olah raga dengan alasan kesulitan mengatur makanan karena faktor kebiasaan
h. Kaji faktor ekonomi klien
Pekerjaan klien : karyawan kantor
Sumber biaya pengobatan : tidak disebutkan
i. Kaji faktor pendidikan klien
Pendidikan klien : tidak disebutkan

Diagnosa:

1. Ketidakpatuhan dalam pengobatan b/d sistem nilai yang di yakini


DS :
1. klien mengatakan susah mengubah kebiasaan makan makanan yang manis.
2. klien mengatakan jarang berolahraga.
3. klien mengatakan tidak punya pantangan makanan.
DO :
1. Klien mengalami kegemukan, BB klien : tidak disebutkan
2. Kadar gula darah klien 450 mg/DL.

Perencanaan:

1.Identifikasi perbedaan konsep klien dan perawat tentang kebiasaan makan makanan
yang manis.
2.Berikan informasi kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan manis dengan gula
pengganti sesuai dengan diet yang dianjurkan.
3.Libatkan keluarga dalam intervensi keperawatan.
4.Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya.
5.Berikan informasi tentang sistem pelayanan kesehatan yang ada.

Kasus 5 :
Seorang pasien perempuan berusia 35 tahun masuk Rumah Sakit karena keluhan perdarahan
melalui vagina, kondisi pasien lema dan pasien dinyatakan mengalami anemia, kadar
haemoglobin 5 g/dl. Pasien direncanakan untuk segera mendapatkan transfusi darah. Ketika
perawat menjelaskan rencana tersebut, pasien menolak karena menurutnya hal tersebut
bertentangan dengan keyakinannya. Perawat berusaha untuk membicarakan hal ini dengan suami
pasien namun suami pasien bekerja diluar kota dan tidak dapat dihubungi. Pada saat ini pasien
hanya ditemani oleh ibunya.
Pembahasan :
Setelah menganalisa kasus tersebut diatas satu hal yang perlu dipahami adalah “mengubah suatu
keyakinan atau kepercayaan seseorang itu tidaklah mudah, tapi bukan tidak mungkin bisa
merubahnya”. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang kongkret atau pendekatan-
pendekatan personal sehingga timbul rasa saling percaya antara perawat dan klien/pasien.
Dari kasus tersebut diperlukan peran dependen perawat, dan menurut kami dalam anggota
kelompok FG V apabila dihadapkan pada kasus seperti diatas maka, kami akan mencoba
melakukan langkah-langkah berikut :

1. Menjelaskan ke pasien dan ibunya pentingnya dilakukan tindakan transfusi darah tersbut dan
akibat apabila tindakan transfusi darah tersebut tidak dilakukan.
2. Apabila pasien tetap menolak maka kami akan menanyakan alasan pasien menolak tindakan
tersebut.
3. Setelah mengetahui alasannya yang mungkin karena pasien takut darahnya bercampur
dengan darah orang yang tidak dikenalnya.
4. Menjelaskan bahwa tindakan transfusi bisa dilakukan dengan menggunakan darah dari
keluarga terdekat misalnya ibu, apabila kondisinya memungkinkan dan golongan darahnya
sama/cocok.
5. Apabila akhirnya pasien setuju untuk menjalani transfusi, tapi menggunakan darah ibunya,
langkah selanjutnya adalah menganjurkan / menawarkan ibu klien untuk melakukan
pemeriksaan apakah kondisinya memungkinkan dan golongan darah keduanya sama atau
tidak.
6. Apabila golongan darah keduanya sama dan kondisi si ibu memungkinkan maka transfusi
segera dapat dilakukan.
7. Tapi apabila langkah tersebut tidak menemukan jalan keluar, golongan darah mereka tidak
sama atau golongan darahnya sama tapi pasien berubah pikiran dan tidak mau menerima
darah dari ibunya, maka langkah selanjutnya adalah kerjasama dengan orang lain tenaga
kesehatan lainnya misalnya perawat lain, dokter yang menangani, orang yang disegani,
pemuka agama, tokoh masyarakat untuk membantu memberikan penjelasan tentang tindakan
transfusi yang tetap harus dilakukan.
8. Apabila tetap tidak berhasil, pasien tetap menolak maka sebagai seorang perawat yang
menghargai hak orang lain dalam mengambil keputusan akan dirinya, maka langkah
selanjutnya adalah meminta pasien / klien menandatangani format persetujuan penolakan
tindakan (informat consent).

Anda mungkin juga menyukai