Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN

MENJELANG AJAL & PALIATIF


“Perawatan Paliatif dalam Presfektif Sosial dan Budaya”

DI SUSUN OLEH:

Cahya Nuryati
Novinta Devi Setyaningrum

Nur Khalifah
Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif melakukan pendekatan yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan
keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan
cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini,
pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah
lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health
Organization (WHO) 2016).
Tinjauan Sosial dalam Perawatan Paliatif:
Perawatan paliatif juga telah menjadi sebuah isu keadilan sosial dan semua
anggota masyarakat harus dapat mengakses jenis perawatan (Yodang 2018).
sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu
masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan .
Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki
kekuatan gaib sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang
menderita demam atau diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut
akan pintar berjalan.
Tinjauan Budaya
Kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang
dalam berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri
Perawatan khas dari masyarakat tersebut (Andreas)
Paliatif
Ada 2 faktor pokok prilaku manusa dalam kesehatan:
1. Faktor Perilaku (behavior cause) :
a. Predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-
nilai)
b. Pendukung ( ketersediaan faskes, obat-obatan, air bersih)
c. Pendorong (sikap & perilaku petugas kes,/ kelompok referensi dr
perilaku masyarakat)

2. non-behavior cause 
Lanjut....Budaya dalam Perawatan Paliatif
Kategori kepercayaan yang terkait Kesehatan:
kepercayaan terkait dengan kesehatan dikelompokkan menjadi tiga
kategori yaitu :
1. Magico-religious, dalam perspektif ini seseorang berkeyakinan
bahwa tuhan atau kekuatan supranatral yang mengontrol
kesehatan dansakit.
2. Biomedical, dalam perspektif ini seseorang meyakini bahwa
sakit diakbatkan oleh ganguan fisik dan proses biokimia dan hal
tersebut dapat dimanupulasi di pelayanankesehatan.
3. Holistic, dalam pandangan ini bahwa kesehatan merupakan
hasil keseimbangan atau harmoni dari berbagai elemen alami,
sehingga kondisi sakit terjadi sebagai suatu
kondisiketidakharmonisan.
Andrews & Boyle (1995), dalam Matzo &Sherman (2010)
Lanjutan....
Prinsip yang berkenaan dengan pengalaman sakit:
1. Prinsip pertama, sakit sebagaibudaya
Dua orang yang berbeda dengan penyakit yang sama boleh jadi memiliki pengalaman yang berbeda tentang
sakitnya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh seberapa mengganggunya atau perhatiannya seseorang tersebut terhadap
sakit dan penyakitnya.
2. Prinsip kedua makna kematian dan sakit
Prinsip ini menekankan bahwa peran suatu makna merupakan hal yang sangat dasar terhadap pengalaman hidup
seseorang, terutama pada kondisi sakit serius dan kematian
3. Prinsip, narasi tentangsakit
Sakit yang dinarasikan menjadi sebuah jalan atau cara dimana manusia atau seseorang menemukan sesuatu yang
dapat diterima secara logika dan sekaligus menemukan makna terkait dengan pengalamannya.
Model kompetensi budaya menurut Schim & Miller:
Keragama
n budaya,

4 model Kesadaran
Kompetensi
budaya kompetens akan
budaya
i budaya

Sensitivita
s terhadap
budaya
Model kompetensi budaya
yang juga sering digunakan
1. The Model Of Cultural Competency dariCampinha-
utuk pelajaran kompetensi Bacote
budaya bagi para professio 2. A Model Of Culturally CompetentHealth Care
nal kesehatan, dan untuk Practice dari Papadopoulos.
mengkaji latar belakang 3. Taxonomy For Culturally Competent Care
budaya pasien, yaitu : dariLister.
4. Model For The Development Of Culturally
Competent Community Care dariKim-Godwin.
5. Transcultural Model dari Giger AndDavidhizar.

6. Fourstep Approach To Providing Culturally


Sensitive PatientTeaching dari Kittler And Sucher.

7. Model Of Cultural Competence dari Purnell


AndPaulanka.
8. Sunshine Model dari Leininger
Masalah
Budaya :
Peneliti dan cendekiawan telah menyarankan bahwa pandangan dunia
budaya pada kelompok orang tertentu menentukan bagaimana mereka
memahami kehidupan dan kematian, dan pendekatan pengambilan
keputusan akhir kehidupan (Braun et al., 2000) .Pengetahuan dan
kesadaran akan nilai-nilai budaya, sikap, dan perilaku dapat
membantu
praktisi menghindari stereotip dan bias, sementara menciptakan
interaksi positif dengan pasien yang mengarah pada hasil pasien yang
lebih baik dibandingkan ketika penyedia
kurang sadar budaya.
Kompetensi Budaya sebagai Standar Perawatan

> Praktek kompetensi budaya telah diterima secara


> luas dalam pekerjaan sosial sebagai a standar yang
> mengurangi kesenjangan dalam kualitas layanan
yang disampaikan ke etnis kelompok minoritas.
> NASW (2007) Standar untuk Kompetensi Budaya
> termasuk pedoman yang membahas beberapa bidang
> utama praktik kerja sosial— termasuk etika dan
nilai-nilai, kesadaran diri, pengetahuan lintas
> budaya,
> keterampilan lintas budaya, pemberian layanan,
> pemberdayaan dan advokasi, keanekaragaman
tenaga kerja, pendidikan profesional,
keanekaragaman bahasa, dan kepemimpinan lintas
budaya.
Penilaian Budaya
> Mengembangkan kompetensi budaya mensyaratkan
bahwa perawat mendengarkan dengan cermat dan
> mengumpulkan informasi budaya. Latar belakang
> pasien dapat memberikan petunjuk tentang
> keyakinan seseorang; Namun, ini hanya asumsi
kecuali divalidasi dengan menanyakan pasien
> tentang keyakinan, kebutuhan, harapan, dan
> keinginan mereka. Pengetahuan tentang kelompok
> budaya seseorang harus berfungsi hanya sebagai
titik awal atau pedoman dalam menilai keyakinan
> dan perilaku individu (Kagawa-Singer, 1998;
> Lipson, Dibble, & Minarik, 1996) dalam (Khalid et
> al., 2019).
Hambatan dalam Pelaksanaan SIMRS
Dalam melakukan penilaian budaya, ada beberapa bidang yang harus
ditangani:
a. Identifikasi tempat kelahiran pasien.
b. Tanyakan kepada pasien tentang pengalaman imigrasi mereka.
c. Tentukan tingkat identitas etnisnya.
d. Mengevaluasi tingkat akulturasi yang dibuktikan dengan penggunaannya atas
Bahasa Inggris, lamanya waktu di Amerika Serikat, dan adaptasinya.
e. Tentukan struktur keluarganya.
f. Identifikasi penggunaan jaringan informal dan sumber dukungan dalam
masyarakat.
g. Identifikasi siapa yang mengambil keputusan, seperti pasien individu,
keluarga, atau unit sosial lainnya.
h. Menilai bahasa primer dan sekundernya.
i. Tentukan pola komunikasi verbal dan nonverbal orang tersebut
j. Pertimbangkan masalah gender dan kekuasaan dalam hubungan.
Lanjutan.......
a. Mengevaluasi rasa harga diri pasien.
b. Identifikasi pengaruh agama atau kerohanian pada harapan dan perilaku pasien dan keluarga.
c. Pastikan persepsi pasien tentang diskriminasi atau rasisme.
d. Identifikasi tradisi memasak dan makan dan arti makanan.
e. Tentukan tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi pasien.
f. Menilai sikap, kepercayaan, dan praktik yang terkait dengan kesehatan, penyakit, penderitaan, dan
kematian.
g. Tentukan preferensi pasien dan keluarga mengenai lokasi kematian.
h. Diskusikan harapan tentang perawatan kesehatan.
i. Tentukan tingkat fatalisme atau aktivisme dalam menerima atau mengendalikan perawatan dan
kematian.
j. Mengevaluasi pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai sistem perawatan kesehatan.
k. Menilai nilai dan penggunaan terapi komplementer.
l. Diskusikan bagaimana harapan dipertahankan
(American Medical Student Association, 2001; ELNEC, 2013; Ersek et al., 1998)
Implementasi Berbagai upaya dilakukan
Sosio-Budaya oleh perawat untuk memperbaiki
> status kesehatan masyarakat,
Sangat penting bagi perawat untuk
dalam > termasuk mempelajari unsur
mempelajari sistem organisasi di
> sosial dan kebudayaan
Keperawatan masyarakat. Dengan mempelajari
> masyarakat. Melalui proses
organisasi masyarakat, perawat akan
keperawatan, khususnya pada
Paliatif >
tahap pengkajian perawat perlu
mengetahui organisasi apa saja yang
> mengkaji unsur sosial
ada di masyarakat, kelompok mana
> yang berkuasa, kelompok mana yang
masyarakat seperti umur, jenis
> menjadi panutan, dan tokoh mana
kelamin,pekerjaan,social
yang disegani. Perawat akan
> ekonomidanunsurbudaya.Sistem
menentukan key person untuk
> kepercayaantertentu berkaitan
dijadikan kader kesehatan. Dengan
> dengan pemilihan menu
pengetahuan tersebut maka perawat
makanan. Pemeluk beragama
dapat menentukan strategi
islam tidak akan makan daging
pendekatan yang lebih tepat dalam
babi, meskipun diolah dengan
upaya mengubah perilaku kesehatan
baik.
masyarakat menuju perilaku sehat
Terima kasi
h

Anda mungkin juga menyukai