Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL

TERAPI BERMAIN
STASE KEPERAWATAN ANAK
RSUD AWS DI RUANG MELATI SAMARINDA

TERAPI BERMAIN MEWARNAI PADA ANAK DI RUMAH SAKIT

DISUSUN
Oleh :
Lisa Widiya Indra Wati Nugroho Adi Saputra
Mega Selviana Rahmawati Paonganan
M. Ridho Pangestu Suhanda Putra
M. Oktariq Widya Nandini Lestari
Nova Reynaldo Yuspita Sari
Novi Rohmawati

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PRODI PROFESI NERS SAMARINDA
2022
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
proposal ini yang tepat pada waktunya yang berjudul “Terapi Bermain Mewarnai
di Rumah Sakit“ Proposal ini berisikan tentang preplaining terapi bermain yang
akan diberikan oleh kelompok kepada anak di rumah sakit.
Diharapkan proposal ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah satunya terapi mewarnai.
Kami menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Samarinda, 27 Januari 2022

Kelompok III

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bermain merupakan hal yang sangat dekat dengan dunia anak – anak, dunia
anak adalah dunia bermain, yakni dunia yang penuh spontanitas dan menyenangkan,
sesuatu yang dilakukan dengan penuh semangat karena merupakan hal yang
menyenangkan. Arti kata bermain menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
adalah melakukan sesuatu untuk bersenang-senang. Kegiatan bermain juga
merupakan bagian dari proses belajar anak-anak, dimana saat bermain aspek fisik,
psikis, kognitif dan emosional turut dibentuk. Sigmund Freud dengan teori
psikoanalisis mengatakan bahwa bermain dapat mengekspresikan dorongan
impulsive sebagai cara mengurangi kecemasan (Mutiah, 2015).
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah Untuk melanjutkan
pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit anak mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangannya, walaupun demikian selama anak
dirawat dirumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih
harus tetap di lanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.
Pada prinsip permainan pada anak dirumah sakit yaitu: Permainan tidak boleh
bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada anak, Permainan
yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana, Pilihlah jenis
permainan yang tidak melelahkan anak, Permainan harus mempertimbangkan
keamanan anak, pilih alat permainan yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak
merangsang anak untuk berlari-lari dan bergerak secara berlebihan Melibatkan
orang tua saat anak bermain merupakan satu hal yang harus diingat.
Terapi bermain yang akan dilaksanakan yaitu bermain mewarnai. Alasan
memilih terapi bermain mewarnai adalah untuk mengembangkan motorik halus,
keterampilan kognitif dan kemampuan berbahasa. Mewarnai adalah proses memberi
warna pada suatu media. Mewarnai gambar diartikan sebagai proses membri warna
pada media yang sudah bergambar. Mewarnai gambar merupakan terapi permainan
yang kreatif untuk mengurangi stress dan kecemasan serta meningkatkan
komunikasi pada anak. Kegiatan mewarnai melibatkan beberapa organ tubuh seperti
otak, tangan, mata, anggota gerak serta daya fikir anak dilatih.

4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan
beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
a. Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
b. Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
c. Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawatan
d. Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
e. Beradaptasi dengan lingkungan
f. Mempererat hubungan antara perawat dan anak

BAB II

5
TINJAUAN TEORITIS

A. Usia Preschool
Usia preschool atau pra sekolah merupakan usia emas dimana seorang anak dalam
masa tumbuh kembangnya memerlukan banyak stimulus. Pada masa ini merupakan
waktu yang tepat untuk mengembangkan berbagai pontensi dan kemampuan antara lain
motorik halus, motorik kasar, sosial, emosi serta kognitifnya (Mulyasa, 2012). Di
samping itu usia prasekolah adalah masa dimana terjadinya peningkatan kecerdasan dari
50% menjadi 80%. Peningkatan ini dapat tercapai secara maksimal bila lingkungan
sekitar mampu memberikan rangsangan dan stimulasi yang tepat kepada anak itu
sendiri, tetapi apabila anak tidak mampu memperoleh rangsangan dan stimulasi dengan
tepat maka otak anak tidak akan mampu berkembang dan berfungsi secara maksimal.

B. Tahap Perkembangan Anak Usia Prasekolah


a. Perkembangan Kognitif
Tahap perkembangan kognitif pada usia prasekolah dikenal dengan tahap
praoperasional, dalam tahap ini anak sudah mempunyai kecakapan motorik, cara
berpikir anak sudah mulai mulai mengalami perkembangan. Proses berpikir menjadi
lebih mendalam; mengandalkan intuisi dan tidak sistematis. Pada fase praoprasional
biasanya anak egosentris, yang dapat diartikan bahwasanya suatu hal hanya bisa
dipertimbangkan oleh mereka melalui sudut pandangnya sendiri (Soetjiningsih &
Ranuh, 2013).
b. Perkembangan Sosial Emosi
Perkembangan sosial adalah perkembangan terhadap perilaku dimana anak
dapat menyesuaikan dirinya di lingkungan masyarakat yang memiliki aturan.
Perkembangan sosial yang dialami oleh anak benar – benar berdampak oleh proses
bimbingan atau perlakukan orang tua terhadap anak dalam memperkenalkan berbagai
norma dalam masyarakat atau aspek kehidupan sosial. Anak usia prasekolah
perkembangan sosialnya sudah mulai berproses. Hal ini dapat dilihat dari
keterampilan mereka dalam melakukan aktivitas secara berkelompok. Pada tahap ini
tanda – tanda perkembangan sosial (Nurmalitasari, 2015), antara lain:
1) Anak usia prasekolah sudah mulai bermain dengan anak lain terutama teman
sebayannya.

6
2) Anak sudah mulai mengetahui peraturan – peraturan, baik dalam lingkungan
bermain ataupun lingkungan keluarga.
3) Secara perlahan anak sudah mulai patuh terhadap peraturan.
4) Anak sudah mulai mengetahui kepentingan atau hak orang lain.
Pada usia prasekolah anak sudah mulai belajar mengekspresikan dan menguasai
emosi. Perubahan dalam arousal level, yang ditandai dengan adanya perubahan
fisiologi seperti peningkatan denyut jantung ataupun frekuensi napas merupa sebuah
emosi (Soetjiningsih & Ranuh, 2013). Klasifikasi emosi terbagi menjadi dua, yaitu
emosi positif maupun negatif. Hal penting yang perlu dipahami dalam perkembangan
emosional anak (Nurmalitasari, 2015), diantaranya:
1) Usia dapat berpengaruh pada perbedaan pengkembangan emosi
Pada usia prasekolah anak sudah mulai mengalami stress dan meresponnya,
tetapi pada tahap usia ini anak sudah berusaha untuk mendorong dirinya
sendiri dan mengatur perasaan yang dimilikinya.
2) Perubahan ekspresi wajah terhadap emosi
Ekspresi perasaan anak dapat dilihat dari ekspresi wajah yang dimilikinya.
Seiring dengan bertambahnya usia, anak semakin mahir dalam
mengekspresikan emosi yang mereka rasakan dengan mengerutkan kening,
tersenyum dan ekspresi lainnya.
3) Menunjukan emosi yang kompleks
Pada anak usia prasekolah menunjukkan ekspresi wajah yang dimilikinya
dengan memperlihatkan rasa jijik, malu-malu, kebanggaan serta perasaan
bersalah yang tidak dapat terlihat pada anak yang berusia lebih muda.
Ekspresi yang lebih kompleks dapat ditunjukkan oleh anak, karena
perkembangan ini dipengaruhi oleh perkembangan kognitif untuk
mengekpresikan perasaan – perasaan tersebut.
4) Bahasa tubuh
Perubahan ekspresi wajah terhadap emosi ternyata belum cukup untuk anak,
biasaya anak mengekspresikan perasaannya menggunakan seluruh tubuh.
Mereka mengekspresikan melalui bahasa tubuh dan gerak geriknya.
5) Suara dan kata
Seiring bertambahnya usia melalui suara dan kata, anak-anak semakin baik
dalam mengekspresikan perasaan yang dirasakan.

7
c. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik adalah perkembangan control pergerakkan anggota
badan dengan penyelarasan aktivasi saraf tepi, saraf pusat, serta otot. Perkambangan
motorik dibagi menjadi dua bagian, yaitu perkembangan motoric halus dan motorik
kasar. Perkembangan motorik kasar itu sendiri adalah perkembangan lokomosi atau
gerak dan posisi atau postur tubuh. Anak usia prasekolah perkembangan motorik
kasar yang dialami, yaitu anak mampu mengayuh sepeda roda tiga, berjalan lurus,
melompat dengan satu kaki, berdiri hanya dengan satu kaki selama11 detik dan
menari. Sedangkan dafinisi dari perkembangan motoric halus adalah koordinsi halus
pada otot – otot kecil yang memainkan suatu peran utama. Perkembangan motorik
halus yang dialami oleh anak usia prasekolah, yaitu anak mampu menumpuk
delapan buah kubus, menggambarkan lingkaran, menggambarkan orang dengan tiga
bagian tubuh, serta menyangkap bola kecil dengan kedua tangannya dan dapat
menggambarkan segi empat (Soetjiningsih & Ranuh, 2013).
d. Perkembangan Bahasa
Seluruh indikaor dari perkembangan anak adalah keterampilan dalam
berbahasa, dikarenakan kemampuan berbahasa lebih peka terhadap kerusakan atau
ketelambatan terhadap system lainnya, hal ini disebabkan karena melibatkan
kemampuan motorik, kognitif, emosi, psikolog dan lingkungan sekitar anak
(Zulaikha & Rizqi, 2018). Perkembangan bahasa didefinisikan sebagai kemampuan
untuk menyampaikan respon mengikuti perintah, terhadap suara serta berbicara
spontan (Mulqiah, Santi, & Lestari, 2017). Gangguan dalam perkembangan bahasa
sering ditemukan pada anak usia prasekolah, keterlambatan dalam berbahasa yang
dialami anak usia prasekolah akan mengakibatkan anak mengalami kesulitan untuk
bersosialisasi dengan lingkungan sekirat ataupun dengan teman sebayanya (Jayanti
& Wati, 2019). Keterampilan bahasa untuk anak usia prasekolah antara lain yaitu,
anak mampu membuat kalimat yang sempurna, mampu memproduksi konsonan
dasar dengan benar dan mampu memproduksi semua bunyi (Soetjiningsih & Ranuh,
2013)

C. Bermain
Bermain merupakan hal yang sangat dekat dengan dunia anak – anak, dunia anak
adalah dunia bermain, yakni dunia yang penuh spontanitas dan menyenangkan, sesuatu
yang dilakukan dengan penuh semangat karena merupakan hal yang menyenangkan. Arti

8
kata bermain menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah melakukan sesuatu
untuk bersenang-senang. Kegiatan bermain juga merupakan bagian dari proses belajar
anak-anak, dimana saat bermain aspek fisik, psikis, kognitif dan emosional turut
dibentuk. Sigmund Freud dengan teori psikoanalisis mengatakan bahwa bermain dapat
mengekspresikan dorongan impulsive sebagai cara mengurangi kecemasan (Mutiah,
2015). Bagi anak-anak yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bermain juga
merupakan bagian dari terapi sebab bermain memiliki nilai terapeutik. Anak-anak yang
sedang menjalani pengobatan di rumah sakit, cenderung mengalami perasaan takut,
cemas, nyeri, bosan dan stress.
1. Fungsi Bermain
Permainan dan bermain bagi anak mempunyai beberapa fungsi dalam proses
tumbuh kembang anak. Fungsi bermain menurut Mutiah (2015) adalah untuk
mengembangkan otot-otot dan energi yang ada pada anak. Menurut Upton (2015)
fungsi bermain adalah untuk kesejahteraan psikologis, perkembangan kognitif,
perkembangan sosial dan emosional, serta perkembangan fisik. Bermain juga dapat
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan motorik, kemampuan kognitif,
kemampuan afektif, kemampuan bahasa, dan kemampuan sosial.
2. Tujuan Terapi Bermain
Tujuan terapi bermain menurut Supartini (2012) mengemukakan beberapa tujuan
dari terapi bermain, yaitu
antara lain :
a. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit
anak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangannya, walaupun
demikian selama anak dirawat dirumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan masih harus tetap di lanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.
b. Mengespresikan perasaan, keinginan dan fantasi, serta ide-idenya pada saat anak
sakit dan dirawat di rumah sakit anak mengalami berbagai perasaan yang sangat
tidak menyenangkan. Pada anak yang belum dapat mengespresikannya secara
verbal, permainan adalah media yang sangat efektif untuk mengeskpresikannya.
c. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah,permainan
akan menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu
seperti yang ada dalam pikirannya.
d. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap sters karena sakit dan dirawat di rumah
sakit.

9
3. Manfaat Bermain
Bermain memiliki manfaat yang banyak bagi anak termasuk aspek-aspek
perkembangan anak didalamnya. Menurut Suryana (2016) terdapat beberapa manfaat
bermain, yaitu :
e. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui gerak,
melatih motorik halus, motorik kasar, dan keseimbangan
f. Dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain,
kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif
g. Dapat mengembangkan kemampuan intelektual
h. Dapat mengembangkan kemandirian dan menjadi diri sendiri
4. Manfaat Bermain di Rumah Sakit 
a. Membantu anak merasa lebih aman di lingkungan yang asing
b. Membantu mengurangi stres akibat perpisahan / perasaan rindu rumah
c. Alat untuk melepaskan ketegangan dan ungkapan perasaan
d. Meningkatkan interaksi dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang lain
e. Sebagai alat ekspresi ide-ide dan minat
f. Sebagai alat untuk mencapai tujuan terapeutik
g. Menempatkan anak pada peran aktif dan memberi kesempatan pada anak untuk
menentukan pilihan.
5. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit
Terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap harus memperhatikan
kondisi kesehatan anak. Beberapa prinsip permainan pada anak dirumah sakit yaitu:
a. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan
pada anak.
b. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana.
c. Pilihlah jenis permainan yang tidak melelahkan anak
d. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak, pilih alat permainan yang
aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari dan
bergerak secara berlebihan
e. Melibatkan orang tua saat anak bermain merupakan satu hal yang harus diingat. 

D. Mewarnai
Mewarnai adalah proses memberi warna pada suatu media. Mewarnai gambar
diartikan sebagai proses membri warna pada media yang sudah bergambar. Mewarnai

10
gambar merupakan terapi permainan yang kreatif untuk mengurangi stress dan kecemasan
serta meningkatkan komunikasi pada anak. Kegiatan mewarnai melibatkan beberapa
organ tubuh seperti otak, tangan, mata, anggota gerak serta daya fikir anak dilatih.
Manfaat mewarnai pada anak antara lain
a. Melatih aktivitas motorik
b. Sebagai media berekspresi
c. Melatih mengenal warna
d. Melatih anak menggenggam
e. Meningkatkan konsentrasi
f. Melatih kemampuan bekerjasama
g. Melatih mengenal garis batas bidang

E. Pengaruh Pemberian Terapi Mewarnai


Menurut Faris (2009) Dalam otak manusia, terdapat struktur yang mengelilingi
pangkal otak, yaitu sistem limbik. Didalam sistem limbik tersebut terdapat amigdala,
yang berfungsi sebagai bank memori emosi otak, tempat menyimpan semua kenangan
baik tentang kejayaan dan kegagalan, harapan dan ketakutan, kejengkelan dan frustasi
Struktur otak lainnya adalah hippocampus dan neocortex. Dalam ingatan, amigdala dan
hippocampus bekerja bersama – sama, masing – masing menyimpan dan memunculkan
kembali informasi khusus secara mandiri. Bila hippocampus memunculkan kembali
informasi maka amigdala menentukan apakah informasi mempunyai nilai emosi tertentu.
Menurut Potter (2005) Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan pengalaman yang
tidak menyenangkan bagi anak. Pada saat itu, data yang masuk melalui lima panca indera
(penglihatan, penciuman, pengecapan, pendengaran, dan sentuhan) semua masuk melalui
otak tengah (thalamus) dan direkam, disimpan secara tidak sadar oleh hipocampus dan
muatan emosi tersimpan di amigdala.
Menurut Potter (2005) Melalui mewarnai gambar, seorang dapat menuangkan
simbolisasi tekanan atau kondisi traumatis yang dialaminya kedalam coretan dan
pemilihan warna. Dinamika secara psikologis menggambarkan bahwa individu dapat
menyalurkan perasaan – perasaan yang tersimpan dalam bawah sadarnya dan
tidak dapat dimunculkan kedalam realita melalui gambar. Melalui mewarnai gambar,
seseorang secara tidak sadar telah mengeluarkan muatan amigdalanya, yaitu
mengekspresikan rasa sedih, tertekan, stres, menciptakan gambaran- gambaran yang
membuat kita kembali merasa bahagia, dan membangkitkan masa- masa indah yang

11
pernah kita alami bersama orang – orang yang kita cintai. Melalui aktifitas mewarnai
gambar, emosi dan perasaan yang ada didalam diri bisa dikeluarkan, sehingga dapat
menciptakan koping yang positif. Koping positif ini ditandai dengan perilaku dan emosi
yang positif. Keadaan tersebut akan membantu dalam mengurangi stress/cemas yang
dialami anak (Hidayah, 2011).
Mewarnai gambar adalah salah satu permainan yang cocok untuk dilakukan anak
usia pra sekolah, dimana anak mulai menyukai dan mengenal warna serta mengenal
bentuk-bentuk benda di sekelilingnya (Suryanti, 2016). Mewarnai gambar buah-buahan
adalah salah satu cara memberikan edukasi pada anak pra sekolah mengenai makanan
sehat, dimana anak usia pra sekolah mengalami tumbuh kembang yang pesat sehingga
membutuhkan zat gizi yang baik (Hartono, 2017).

12
BAB III
SAP TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan : Terapi Bermain Pada Anak Di Rumah Sakit


Sub Pokok Bahasan : Terapi Bermain Anak Usia 2 - 6 tahun
Tujuan : Mengoptimalkan Tingkat Perkembangan Anak
Hari / Tanggal : Sabtu, 29 Januari 2022
Jam / Durasi : Pukul. 09.00 sd selesai
Tempat Bermain : Ruang Terapi Bermain Ruang Melati RSUD AWS

A. Peserta :
1. Anak usia 2 – 6 tahun
2. Tidak mempunyai keterbatasan fisik dan mental
3. Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
4. Pasien kooperatif
5. Peserta terdiri dari : Anak usia pra sekolah sebanyak 5 orang didampingi
keluarga

B. Sarana dan Media


1. Sarana:
a. Ruangan tempat bermain
b. Tikar untuk duduk
2. Media : Buku bergambar yang belum diwarnai, pensil warna dan pengraut

C. Pengorganisasian
Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 5 orang dan 4 orang
observer dengan susunan sebagai berikut :
Leader : Mega Selviana
Co leader : M. Ridho Pangestu
Fasilitator : Lisa Widiya Indra Wati, M. Oktariq, Nugroho Adi Saputra, Nova
Reynaldo, Novi Rohmawati

13
Observer : Rahmawati Paonganan, Suhanda Putra, Widia Nandini Lestari,
Yuspita Sari

D. Pembagian Tugas :
1. Peran Leader
a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan
menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi
untuk mengekspresikan perasaannya
b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian
tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat
dalam kegiatan
2. Peran Co Leader
a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok
yang akan datang
d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3. Peran Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok
4. Peran Observer
a. Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy
b. Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
c. Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
d. Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi

14
E. Setting Tempat

Tikar/Karpet

Keter
angan
:
: Leader : Observer

: Co Leader : Peserta

: Fasilitator

15
F. Susunan Kegiatan

No Waktu Terapy Anak Ket


1 5 menit Pembukaan :
1. Co-Leader membuka dan 1. Menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri terap
3. Memperkenalkan 2. Mendengarkan
pembimbing 3. Mendengarkan
4. Memperkenalkan anak satu 4. Mendengarkan dan
persatu dan anak saling saling berkenalan
berkenalan dengan
temannya
5. Kontrak waktu dengan 5. Mendengarkan
anak
6. Mempersilahkan Leader
6. Mendengarkan
2 20 Kegiatan bermain :
menit 1. Leader menjelaskan cara 1. Mendengarkan
permainan
2. Menanyakan pada anak,
anak mau bermain atau 2. Menjawab pertanyaan
tidak
3. Membagikan permainan
4. Leader ,co-leader, dan
Fasilitator memotivasi 3. Menerima permainan
anak 4. Bermain
5. Fasilitator mengobservasi 5. Bermain
anak
6. Menanyakan perasaan anak 6. Mengungkapkan

16
perasaan
3 5 menit Penutup :
1. Leader Menghentikan 1. Selesai bermain
permainan
2. Menanyakan perasaan anak 2. Mengungkapkan
perasaan
3. Menyampaikan hasil 3. Mendengarkan
permainan
4. Memberikan hadiah pada 4. Senang
anak yang cepat
menyelesaikan gambarnya
dan bagus
5. Membagikan 5. Senang
souvenir/kenang-kenangan
pada semua anak yang
bermain
6. Menanyakan perasaan anak 6. Mengungkapkan
7. Co-leader menutup acara perasaan
8. Mengucapkan salam 7. Mendengarkan
8. Menjawab salam
G. Evaluasi
1. Evaluasi struktur yang diharapkan
a. Alat-alat yang digunakan lengkap
b. Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
2. Evaluasi proses yang diharapkan
a. Terapi dapat berjalan dengan lancar
b. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
c. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
d. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya
3. Evaluasi hasil yang diharapkan
a. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan
satu gambar yang diwarnai, kemudian digantung

17
b. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
c. Anak merasa senang
d. Anak tidak takut lagi dengan perawat
e. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
f. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas
bermain

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Faris (2009) Dalam otak manusia, terdapat struktur yang
mengelilingi pangkal otak, yaitu sistem limbik. Didalam sistem limbik tersebut
terdapat amigdala, yang berfungsi sebagai bank memori emosi otak, tempat
menyimpan semua kenangan baik tentang kejayaan dan kegagalan, harapan dan
ketakutan, kejengkelan dan frustasi Struktur otak lainnya adalah hippocampus dan
neocortex. Dalam ingatan, amigdala dan hippocampus bekerja bersama – sama,
masing – masing menyimpan dan memunculkan kembali informasi khusus secara
mandiri. Bila hippocampus memunculkan kembali informasi maka amigdala
menentukan apakah informasi mempunyai nilai emosi tertentu. Menurut Potter
(2005) Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan pengalaman yang tidak

18
menyenangkan bagi anak. Pada saat itu, data yang masuk melalui lima panca
indera (penglihatan, penciuman, pengecapan, pendengaran, dan sentuhan) semua
masuk melalui otak tengah (thalamus) dan direkam, disimpan secara tidak sadar
oleh hipocampus dan muatan emosi tersimpan di amigdala.

B. Saran
1.Orang Tua
Orang tua mampu lebih selektif untuk memilihkan terapi pada anak sesuai
dengan tahap perkembangannya secara optimal. Pemilihan terapi yang tepat dapat
membantu menjadi poin penting dari stimulus yang didapatkan oleh anak dari
terapi bermainnya.
2.Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, rumah sakit mampu terus meminimalkan
trauma pada anak karena faktor hospitalisasi dan memanfaatkan tempat terapi
bermain yang telah tersedia dengan baik.
3.Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat membantu dan mendampingi anak-anak dalam
proses terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Karena
dengan melakukan terapi bermain yang tepat agar anak dapat terus melanjutkan
tumbuh kembang yang tepat walau sedang dirumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Suryanti, Sodikin, Yulistiani, M. 2016. Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai dan


Origami Terhadap tingkat kecemasan sebagai efek hospitalisasi pada
anak usia pra sekolah di RSUD dr. Goetheng Tarunadibrata, Purbalingga.
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu (3) 73-80.
Mutiah, Diana. 2015. psikologi bermain anakmusia dini. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

19

Anda mungkin juga menyukai