Anda di halaman 1dari 8

PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG

DISKRIMINASI DAN STIGMA KEPADA ODHA

KELOMPOK 5

Suci Ahliyatul Muinra (R011181002)


Nur Avia Syam (R011181006)
Dinda Semuel (R011181008)
A. Sri Mulyani (R011181012)
Alifah Ummu Zakiyah (R011181044)
Faradila Djafar (R011181308)
Putri Zakina (R011181312)
Nur Naningsi (R011181340)
Sepriani Titin Mattu (R011181348)

KELAS RB NERS A 2018


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021

A. Definisi HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menginfeksi
sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena
turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. Penderita HIV
memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah
virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS, sedangkan
penderita AIDS membutuhkan pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya infeksi
oportunistik dengan berbagai komplikasinya. (Ma'ruf, Hardaha, Widianti and Maulia,
2020).

B. Bagaimana Penularan HIV/AIDS


Penularan HIV/AIDS Antara Lain:
1. Hubungan seks bebas
HIV dapat menular melalui hubungan seks tanpa kondom, baik melalui vagina,
anal, maupun seks oral. Selain itu seseorang yang suka gonta-ganti pasangan
seksual juga beresiko terkena HIV
2. Penggunaan jarum suntik
HIV dapat menular melalui jarum suntik yang terkontaminasi darah oleh orang
yang terkena HIV. Berbagi memakai jarum suntik atau menggunakan jarum suntik
bekas membuat seseorang beresiko sangat tinggi tertular penyakit HIV
3. Transfusi darah
Beberapa kasus HIV juga bisa menular akibat transfusi darah. Ini dikarenakan
tidak adanya pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu.
4. Mengonsumsi obat-obat terlarang
HIV dapat menular dengan mengonsumsi obat-obat terlarang, ini dikarenakan
orang yang berada di bawah pengaruh obat-obat tertentu lebih cenderung
melakukan perilaku beresiko, seperti melakukan seks tanpa kondom dengan orang
yang terinfeksi dan berbagi obat atau alat suntik dengan orang yang HIV.

C. Bentuk Stigma dan Diskriminasi pada ODHA


1. Stigma dan Diskriminasi dari Keluarga
Stigma dari keluarga diterima ADHA (Anak Dengan HIV AIDS)
dalam bentuk diskriminasi dan pembiaran. Diskriminasi terjadi karena
keluarga takut tertular infeksi virus HIV, bentuk diskriminasi seperti tidak
diperbolehkan makan bersama. Sedangkan pembiaran oleh keluarga yang
diterima ADHA berupa ditinggal oleh orangtuanya di panti asuhan atau
diserahkan ke neneknya.
Diskriminasi terjadi karena keluarga merasa takut tertular infeksi virus
HIV. Bentuk diskriminasi seperti barang- barang yang dipisahkan
penggunaannya, barang yang disentuh ODHA langsung dibersihkan, dan
dikucilkan dengan tidak membolehkan anak-anak bermain bersama ODHA.
Pembiaran oleh keluarga yang diterima ODHA pecandu narkoba suntik berupa
anggapan oleh keluarga bahwa ODHA bersangkutan dianggap tidak ada dalam
keluarga meskipun secara fisik ia ada dalam lingkungan keluarga. Perlakuan
berbeda kepada ODHA pecandu narkoba suntik menurut keluarga merupakan
reaksi dari penerimaan kondisi ODHA dan kurangnya informasi tentang
HIV/AIDS yang diderita anggota keluarganya. Reaksi keluarga saat
mengetahui anggota keluarganya terinfeksi HIV adalah kaget, marah dan
sedih. Perasaan ini kemudian diekspresikan secara beragam. Ada keluarga
yang bisa menerima kondisi ODHA dan mendukung pengobatannya.
“Ya agak kaget sedikit tapi kita kan bersyukur pada Allah, ya habis
bagaimana, jalannya kalau sudah mengidap virus HIVnya masa mau
didiamkan. Harus kita diobati, ya ada obatnya untuk menidurkan virus-
virusnya, bukan untuk menyembuhkan”. Ibu Fr – Keluarga ODHA di Jakarta.
Namun ada pula keluarga yang tidak bisa menerima kondisi anggota
keluarganya yang terinfeksi HIV. Sering kali kekerasan fisik menjadi cara
untuk mengekspresikan kondisi tersebut. “Saya marah sambil nangis, kalau
bapak sering marah, sering mukul juga” Ibu Ha – Keluarga ODHA di Jakarta.

2. Stigma dan Diskriminasi dari Masyarakat


Stigma masyarakat adalah suatu bentuk pengucilan secara sosial
kepada seseorang atau kelompok tertentu yang mengarah pada ketimpangan
sosial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang merasa lebih unggul
dari yang lain. Beberapa anggapan yang mempengaruhi stigma masyarakat
terhadap ODHA yaitu peyakit HIV/AIDS ini adalah penyakit yang tidak dapat
dicegah dan dikendalikan, penyakit akibat dari orang yang tidak bermoral, dan
penyakit yang mudah menular kepada orang lain. Penyakit HIV/AIDS ini
sering sekali dikaitkan dengan kemiskinan sehingga ODHA kerap kali dilabeli
sebagai “yang lain”. Ia adalah ras yang lain, manusia yang lain, dan kelompok
yang lain.
Perlakuan negatif karena ketakutan masyarakat untuk tertular
mengakibatkan seseorang tidak merasa nyaman pada saat melakukan kontak
langsung dengan ODHA maupun barang-barang yang telah digunakan oleh
ODHA. Perlakuan negatif ini berupa penghindaran, penghinaan, penolakan
dalam pergaulan sosial, dan bahkan kehilangan pekerjaan.
Sebagaimana kasus yang pernah terjadi yaitu sepasang suami istri (SY
dan NK) di Kecamatan Teluk Nibung, Tanjung Balai Sumatera Utara di usir
dari rumahnya oleh masyarakat setempat dikarenakan terinfeksi HIV/AIDS.
Masyarakat merasa curiga dan takut akan sakit yang di derita oleh SY suami
dari NK. Peristiwa yang juga pernah terjadi adalah warga menolak untuk
memandikan jenazah ODHA sebelum dikuburkan, bahkan warga tidak mau
memakan hidangan yang tersaji di rumah duka karena takut tertular.

3. Stigma dan Diskriminasi dari Petugas Kesehatan


Pengungkapan status ke petugas layanan kesehatan seringkali tidak
dapat dihindari sebagai bagian dari hubungan pasien dengan penyedia layanan.
Beberapa informan tidak mengungkapkan status mereka ke anggota keluarga
dan/atau orang lain dalam hubungan sosial mereka melainkan hanya
menceritakannya ke petugas kesehatan yang memerlukan informasi tersebut
untuk menentukan arah pengobatan dengan tepat yang secara langsung
berdampak pada kesehatan informan. Walaupun petugas kesehatan adalah
pihak yang paling relevan atau perlu mengetahui status HIV seseorang,
informan juga mengakui bahwa beberapa petugas kesehatan bersikap
paternalistik dalam menangani layanan HIV dan memberi reaksi yang tidak
terduga terhadap pengungkapan status.
Perilaku paternalistik dalam layanan HIV terlihat dalam prosedur
skrining/tes HIV bagi ibu hamil, yang merupakan kebijakan yang diterapkan
di Indonesia melalui mekanisme konseling dan tes atas inisiatif petugas.
Beberapa informan menyampaikan bahwa petugas kesehatan tidak
memberitahu mereka bahwa uji laboratorium atas sampel darah yang diambil
saat pemeriksaan kehamilan akan mencakup tes HIV. Informan belakangan
mengetahui hal itu ketika hasil tes HIV mereka positif dan mereka dipanggil
untuk konsultasi. Terlepas dari manfaat tes sebagai sarana untuk deteksi dini,
informan merasa bahwa tindakan ini melangkahi otonomi mereka sebagai
individu yang berhak penuh untuk memutuskan tindakan terbaik bagi
kesehatan mereka. Ada kemungkinan bahwa tindakan paternalistik dari
petugas kesehatan didorong oleh kekhawatiran kehilangan kesempatan
mendeteksi kasus. Mereka tidak ingin mengambil risiko ibu hamil menolak
dites HIV (opt-out) ketika diberitahu secara lengkap tujuan dari pemeriksaan
medis saat hamil.
Bentuk lain dari SAD yang dilaporkan informan mencakup tindakan
menghindari kontak fisik, pelanggaran kerahasiaan (yaitu pengungkapan status
HIV tanpa izin ke petugas yang tidak memberi layanan), dan penolakan
layanan atau pemberian rujukan yang tidak perlu untuk layanan yang bersifat
umum (misalnya rujukan ke staf khusus yang berpengalaman memberi
layanan kesehatan gigi bagi ODHA). Informan mengaku bahwa setelah
pengalaman SAD awal, mereka cenderung merasa “tidak nyaman” untuk
datang ke fasilitas layanan itu tapi mencoba bertahan di fasilitas tersebut atau,
bila sumber daya tersedia, pindah ke fasilitas lain walaupun mungkin mereka
perlu mengeluarkan dana tambahan untuk transportasi atau layanan.
Berdasarkan hasil penelitian Darmoris, dkk di Kepulauan Bangka
Belitung, bahwa 42,4 persen petugas kesehatan bersikap diskriminasi pada
pasien ODHA. Dari hasil kualitatif Darmoris, dkk diketahui juga bahwa masih
ada ODHA yang ditempatkan pada tempat tertentu (ruang isolasi) setelah
mengetahui status HIVnya, masih ada petugas kesehatan yang menyalahkan
ODHA setelah tahu faktor resiko ia terkena HIV dan dokter yang tidak
merahasiakan status HIV seorang pasien. Menurut Darmonis, dkk, hal ini
terjadi disebabkan pengetahuan yang masih kurang dan kepercayaan terhadap
responden yang salah terutama tentang sumber dan cara penularan HIV.

D. Angka Peningkatan Diskriminasi pada ODHA


Menurut Kemenkes RI (2018), jumlah kasus HIV pada tahun 2017 yaitu
280.623 kasus, dan meningkat pada tahun 2018 yaitu 327.282 kasus. Provinsi Jawa
Tengah merupakan provinsi terbanyak keenam jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di
Indonesia. Sampai dengan Maret 2014, jumlah kumulatif infeksi HIV sebesar 7.584,
sedangkan jumlah kumulatif AIDS sebanyak 3.339 kasus dengan 978 kasus kematian
AIDS.
Masih tingginya kematian ini kemungkinan besar disebabkan karena ODHA
tidak memiliki kesempatan mendapatkan perawatan yang optimal akibat masih
tingginya stigma di kalangan masyarakat. diskriminasi terhadap ODHA harus
ditiadakan guna meningkatkan kualitas hidupnya serta dampak sosial dan ekonomi
yang dialami ODHA dapat berkurang, baik pada individu dan keluarga maupun
masyarakat.

E. Upaya yang dilakukan


Hal-hal yang dapat dilakukan secara individual untuk mengubah Stigma
tentang ODHA adalah waspada pada bahasa yang kita gunakan dan hindari kata-kata
yang menstigma, sediakan perhatian untuk mendengarkan dan mendukung anggota
keluarga ODHA di rumah, kunjungi dan dukung ODHA beserta keluarganya di
lingkungan tempat tinggal kita, doronglah ODHA untuk menggunakan layanan yang
tersedia, seperti konseling, tes HIV, pengobatan medis, ART, dan merujuk mereka
pada siapapun yang dapat menolong.
Adapun hal-hal ang bisa dilakukan masyarakat agar tidak tidak membicarakan
dan bertindak melawan stigma tentang ODHA anatara lain testimoni oleh ODHA
maupun keluarganya mengenai pengalaman mereka hidup dengan HIV atau hidup
dengan orang positif HIV, pengawasan bahasa (language watch) dalam berinteraksi
dengan sesama dan ODHA, lakukan “survey mendengarkan “ untuk mengidentifikasi
kata-kata yang menstigma yang sering digunakan dalam masyarakat (di media
maupun lagu-lagu popular), Community mapping mengenai stigma.
Penatalaksanaan terhadap stigma ODHA dapat dilakukan dengan
meningkatkan dukungan sosial teman sebaya. Dukungan ini akan meningkatkan
kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
kualitas hidup pada ODHA memiliki hubungan yang positif artinya semakin baik
dukungan sosial maka kualitas hidup pasien ODHA semakin meningkat.
Stigma ODHA dapat diatasi dengan peran dari tokoh masyarakat maupun
agama, sebagai kelompok masyarakat madani yang disegani, ditengarai dapat
mempengaruhi perilaku masyarakat. Salah satu caranya adalah melalui forum dialog
yang difasilitasi untuk mendukung upaya pengurangan stigma dan diskriminasi
terhadap ODHA termasuk memobilisasi massa dalam memberikan dukungan dan
pelayanan kepada mereka yang terinfeksi virus HIV. Keberadaan tokoh-tokoh
tersebut sangat penting dalam membantu mengubah persepsi negatif masyarakat
terhadap ODHA. Peran tokoh masyarakat bukan saja memberikan perubahan pada
perilaku dan pemahaman masyarakat tetapi juga meningkatkan solidaritas sosial
masyarakat di lingkungan terhadap orang dengan ODHA. Hal ini dikarenakan karena
tokoh masyarakat memberikan contoh dalam meningkatkan keyakinan masyarakat
dan perubahan karakter mereka tentang stigma pada ODHA.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian


Kesehatan RI. Laporan perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai triwulan II
tahun 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014.

Handayani, R. S., Lestary, H., & Susyanti, A. L. (2019). Stigma dan Diskriminasi pada Anak
dengan HIV AIDS (ADHA) di 10 Kabupaten/Kota di Indonesia. Jurnal Kesehatan
Reprodukasi, 10(2), 153–161. https://doi.org/10.22435/kespro.v10i2.2459.153-161

Kemenkes RI. (2018). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia.

Ma'ruf, A., Hardaha, B., Widianti, W. and Maulia, R., 2020. HIV & AIDS 2020. [ebook]
Infodatin : Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Available at:
<https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-2020-
HIV.pdf> [Accessed 25 March 2021]
Oktavia, D. A. (2019). Respon Kasus Terhadap ODHA yang Mengalami Stigma dan

Diskriminasi Di Kec. Teluk Nibung, Tanjung Balai Sumatera Utara.

https://bahagia.kemsos.go.id/respon-kasus-terhadap-odha-yang-mengalami-stigma-

dan-diskriminasi-di-kec-teluk-nibung-tanjung-balai-sumatera-utara/

Anda mungkin juga menyukai