Anda di halaman 1dari 4

Pengertian Stigma dan ODHA

Stigma adalah

ODHA adalah orang dengan HIV/AIDS.

Perbedaan antara ODHA dan orang yang tidak terinfeksi yaitu ODHA memiliki virus yang melemahkan
sistem kekebalan tubuhnya. Selain itu secara sepintas kita tidak dapat membedakan antara seseorang
yang memiliki status HIV positif dengan orang yang tidak terinfeksi. Status HIV positif seseorang hanya
bisa dibuktikan dengan tes darah dan itu pun dilakukan dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing),
yaitu tes secara sukarela. Selain itu kita hanya bisa tahu jika ODHA membuka status HIV positif-nya
kepada kita dan kita mempunyai kewajiban untuk menjaga konfidensialitas (kerahasiaan) ODHA tersebut.

Stigma yang ada dalam masyarakat dapat menimbulkan diskriminasi. Diskriminasi terjadi ketika
pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara
tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh
diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan
kepada ODHA; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan status
HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup, dengan
HIV & AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Penyebab ODHA dijauhi

HIV/AIDS dianggap sebagai penyakit yang berbahaya,karena sampai saat ini belum ditemukan obat yang
dapat menyembuhkan.

Pemahaman kebanyakan orang masih keliru keliru tentang HIV & AIDS.

Masalah HIV & AIDS dianggap hanya masalah bagi mereka yang mempunyai perilaku seks yang
menyimpang

. HIV & AIDS seringkali dikaitkan dengan masalah mereka yang dinilai tidak bermoral, pendosa dan
sebagainya.

Selain itu, muncul mitos yang salah yang di masyarakat bahwa berhubungan sosial dengan penderita HIV
& AIDS akan membuat kita tertular, seperti bersalaman, menggunakan WC yang sama, tinggal serumah,
atau menggunakan sprei yang sama dengan penderita HIV & AIDS.

Anggapan bahwa HIV tinggal menunggu waktu “mati” sangatlah disayangkan. HIV bukanlah vonis mati
bagi pengidapnya, HIV adalah virus yang dapat menyebabkan hilangnya kekebalan tubuh manusia.
Sebenarnya HIV bukanlah suatu hal yang harus ditakuti hingga menjadi momok yang seakan-akan
mengancam kehidupan manusia, selama pengidap tersebut menjaga kondisi tubuhnya maka ia akan
hidup dengan sehat dan wajar, dan selama pengidap juga menjaga dan dapat merubah perilakunya maka
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit yang
disebabkan oleh infeksi berbagai macam mikroorganisme serta keganasan lain akibat menurunnya daya
tahan atau kekebalan tubuh penderita. Penyakit ini disebabkan oleh virus HIV (Human Immuno Virus)
yang menyerang dan merusak sel-sel limfosit T yang mempunyai peranan penting dalam dalam sistem
kekebalan seluler. AIDS dapat ditularkan melalui hubungan seksual (homo maupun heteroseksual), darah
(termasuk penggunaan jarum suntik) dan transplasental (dari ibu ke anak yang akan lahir).

Dampak Stigma pada ODHA

Penderita akan cemas terhadap diskriminasi dan sehingga tidak mau melakukan tes.

menolak untuk membuka status mereka terhadap pasangan atau mengubah perilaku mereka untuk
menghindari reaksi negatif.

tidak mencari pengobatan dan dukungan,

tidak berpartisipasi untuk mengurangi penyebaran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma terhadap HIV & AIDS :

HIV & AIDS adalah penyakit yang mengancam jiwa

Orang-orang takut terinfeksi HIV

Penyakit dihubungkan dengan perilaku yang telah terstigma dalam masyarakat.

ODHA sering dianggap sebagai yang bertanggung jawab bila ada yang terinfeksi.

HIV & AIDS dianggap sebagai hasil dari pelanggaran moral (seperti kekacauan atau penyimpangan
seksual) yang layak untuk dikucilkan.

Stigma yang ada dalam masyarakat dapat menimbulkan diskriminasi. Diskriminasi terjadi ketika
pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara
tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh
diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan
kepada ODHA; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan status
HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup, dengan
HIV & AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Bentuk lain dari stigma berkembang melalui internalisasi oleh ODHA dengan persepsi negatif tentang diri
mereka sendiri. Stigma dan diskriminasi yang dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologi
yang berat tentang bagaimana ODHA melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa mendorong, dalam
beberapa kasus, terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan. Stigma dan
diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan membuat orang takut untuk mengetahui
apakah mereka terinfeksi atau tidak, atau bisa pula menyebabkan mereka yang telah terinfeksi
meneruskan praktek seksual yang tidak aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap status HIV
mereka. Akhirnya, ODHA dilihat sebagai “masalah”, bukan sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi
epidemi ini.

Stigma dan diskriminasi dapat muncul dari respon masyarakat pada HIV. Gangguan pada individu yang
terinfeksi atau yang termasuk dalam kelompok tertentu telah meluas. Hal tersebut sering didorong oleh
kebutuhan untuk menyalahkan dan menghukum, dan dalam keadaan yang ekstrim dapat meluas
menjadi aksi kekerasan dan pembunuhan. Penyerangan pada laki-laki yang dianggap gay telah meningkat
di beberapa bagian di dunia, dan HIV & AIDS berhubungan dengan pembunuhan seperti yang dilaporkan
di Brazilia, Colombia, Ethiopia, India, Afrika Selatan dan Thailand. Pada Desember 1998, Gugu Dhlamini
dilempari batu dan dipukul sampai mati oleh tetangga di sekitar rumahnya dekat Durban, Afrika Selatan,
setelah membuka status HIV nya pada Hari Aids Sedunia.

Beberapa bentuk diskriminasi dan Stigmatisasi terhadap ODHA dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Dukungan Bagi ODHA dan keluarga

ODHA mengalami proses berduka dalam kehidupannya -sebuah proses yang seharusnya mendorong
pada penerimaan terhadap kondisi mereka. Namun, masyarakat dan lembaga terkadang memberikan
opini negatif serta memperlakukan ODHA dan keluarganya sebagai warga masyarakat kelas dua. Hal ini
menyebabkan melemahnya kualitas hidup ODHA.

2. Tempat Layanan Kesehatan

Sering terjadi, lembaga yang diharapkan memberikan perawatan dan dukungan, pada kenyataannya
merupakan tempat pertama orang mengalami stigma dan diskriminasi. Misalnya, memberikan mutu
perawatan medis yang kurang baik, menolak memberikan pengobatan -seringkali sebagai akibat rasa
takut tertular yang salah kaprah. Contoh dari stigma dan diskriminasi yang dihadapi ini adalah: alasan
dan penjelasan kenapa seseorang tidak diterima di rumah sakit (tanpa didaftar berarti secara langsung
telah ditolak), isolasi, pemberian label nama atau metode lain yang mengidentifikasikan seseorang
sebagai HIV positif, pelanggaran kerahasiaan, perlakuan yang negatif dari staf, penggunaan kata-kata dan
bahasa tubuh yang negatif oleh pekerja kesehatan, juga akses yang terbatas untuk fasilitas-fasilitas
rumah sakit.

3. Akses untuk Perawatan

ODHA seringkali tidak menerima akses yang sama seperti masyarakat umum dan kebanyakan dari
mereka juga tidak mempunyai akses untuk pengobatan ARV mengingat tingginya harga obat-obatan dan
kurangnya infrastruktur medis di banyak negara berkembang untuk memberikan perawatan medis yang
berkualitas.

Bahkan ketika pengobatan ARV tersedia, beberapa kelompok mungkin tidak bisa mengaksesnya,
misalnya karena persyaratan tentang kemampuan mereka untuk mengkonsumsi sebuah zat obat, yang
mungkin terjadi pada kelompok pengguna narkoba suntikan.

Upaya yang harus dilakukan.

Stigma dan diskriminasi dapat diatasi dengan cara intervensi berbasis masyarakat, termasuk keluarga,
tempat kerja, layanan kesehatan, agama, dan media. Intervensi diarahkan untuk membatasi sikap negatif
sebagai efek samping dari tujuan lain melalui pendekatan yang inovatif.

Perbedaan antara ODHA dan orang yang tidak terinfeksi yaitu ODHA memiliki virus yang melemahkan
sistem kekebalan tubuhnya. Selain itu secara sepintas kita tidak dapat membedakan antara seseorang
yang memiliki status HIV positif dengan orang yang tidak terinfeksi. Status HIV positif seseorang hanya
bisa dibuktikan dengan tes darah dan itu pun dilakukan dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing),
yaitu tes secara sukarela. Selain itu kita hanya bisa tahu jika ODHA membuka status HIV positif-nya
kepada kita dan kita mempunyai kewajiban untuk menjaga konfidensialitas (kerahasiaan) ODHA tersebut.

Satu upaya dalam menanggulangi adanya diskriminasi terhadap ODHA adalah

- meningkatkan pemahaman tentang HIV & AIDS di masyarakat, khususnya di kalangan petugas
kesehatan, dan terutama pelatihan tentang perawatan. Ini pada pokok menekankan pentingnya
kewaspadaan universal, agar tidak ada kebingungan. Tambahannya

-, lebih banyak konselor harus dilatih agar pelaksanaan tes dan konseling HIV dapat berjalan sesuai
prosedur. Pemahaman tentang HIV & AIDS pada gilirannya akan disusul dengan

- perubahan sikap dan cara pandang masyarakat terhadap HIV & AIDS dan ODHA, sehingga akhirnya
dapat mengurangi tindakan diskriminasi terhadap ODHA.

-"mencari informasi tentang HIV dan AIDS dari sumber yang tepat sebanyak-banyaknya sebagai salah
satu cara untuk melindungi diri kita dan orang lain. makin banyak informasi yang diserap masyarakat
(dari berbagai lapisan), maka perlahan-lahan stigma dan diskriminasi dapat dilenyapkan, sehingga
mempercepat dan mempermudah usaha pencegahan karena orang tidak takut lagi untuk mengetahui
status HIV-nya, apakah mereka terinfeksi atau tidak.

(Laila Erni Yusnita)

Anda mungkin juga menyukai