Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

DISKRIMINASI PENDERITA HIV/AIDS

DISUSUN OLEH:

NAMA: MARFIN MALAU

KELAS: X1

MATA PELAJARAN: AGAMA KRISTEN PROTESTAN

GURU: BU LST

SMA SWASTA TELADAN PEMATANG SIANTAR

KOTA PEMATANG SIANTAR

TAHUN AJARAN 2023/202


Pengertian HIV dan AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem


kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan
penyakit.

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV


sudah pada tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, tubuh
tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.

Dengan menjalani pengobatan tertentu, pengidap HIV bisa memperlambat


perkembangan penyakit ini, sehingga pengidap HIV bisa menjalani hidup dengan
normal.

Penyebab HIV dan AIDS

Di negara Indonesia, penyebaran dan penularan HIV paling banyak disebabkan


melalui hubungan intim yang tidak aman dan bergantian menggunakan jarum
suntik yang tidak steril saat memakai narkoba.

Seseorang yang terinfeksi HIV dapat menularkannya kepada orang lain, bahkan
sejak beberapa minggu sejak tertular. Semua orang berisiko terinfek

Hentikan Diskriminasi dan Stigma Penderita HIV AIDS

Sangat memprihatinkan ketika ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) diasingkan


dari keluarga, teman, atau bahkan warga di lingkungan tempat tinggalnya. Ia
seakan menjadi momok yang menakutkan, seakan membawa sebuah penyakit
kutukan. Musibah bagi ODHA dibutuhkan dukungan moril dari keluarga, sahabat
dan orang-orang yang terdekatnya dalam menghadapi masa-masa sulit saat
terkena musibah tersebut. ODHA membutuhkan lingkungan yang penuh empati
dan kepedulian terhadap penderitaan yang dialaminya. Manusia di lingkungannya
harus mampu memotivasinya untuk bangkit dari segala keterpurukan, bukan
untuk dihakimi dengan vonis dan stigma buruk baginya. Hukuman sosial itu bagi
penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita
penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut
tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam
merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Hukuman sosial berupa diskriminasi dan stigma oleh masyarakat di berbagai


belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain
tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas
orang yang diduga terinfeksi HIV dengan diwajibkannya uji coba HIV tanpa
mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya dan
penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau
ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes
HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh
perawatan. Sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat
dikendalikan menjadi “hukuman mati” dan menjadikan meluasnya penyebaran
HIV.

Di Indonesia dan beberapa negara lain, tidak sedikit ODHA yang kehilangan
pekerjaan, dikucilkan oleh keluarga dan teman-temannya, atau bahkan menjadi
korban kekerasan. Data dari UNAIDS menyebutkan bahwa sekitar 63%
masyarakat Indonesia masih enggan berinteraksi langsung dengan ODHA.
Ada beberapa alasan mengapa stigma dan diskriminasi terhadap ODHA masih
begitu tinggi di Indonesia, yaitu:

Kurangnya informasi dan edukasi yang memadai mengenai HIV, sehingga


penyakit ini ditakuti banyak orang.

Adanya anggapan bahwa hanya kelompok tertentu saja yang bisa terkena HIV.

Anggapan yang salah tentang penyebaran HIV, seperti mempercayai HIV bisa
menular melalui kontak fisik atau berbagi peralatan makan.

HIV dan AIDS sering dikaitkan dengan perilaku negatif tertentu, seperti
penggunaan obat terlarang atau narkoba, terutama narkoba dalam bentuk suntik
dan seks bebas

Berbagai stigma sosial mengenai HIV ini menyebabkan munculnya perlakuan


diskriminatif terhadap ODHA, seperti ditolak saat ingin berobat, dikeluarkan dari
tempat kerja, dan tidak diperkenankan menggunakan fasilitas umum.

Oleh karena itu, pemberian edukasi mengenai HIV dan ODHA kepada masyarakat
penting dilakukan guna menghilangkan stigma dan meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang penyakit ini.

Penyintas HIV/AIDS Sering Mendapat Perlakuan Diskriminatif

Penyintas HIV/AIDS seringkali mendapatkan perlakukan diskriminasi tidak


hanya di masyarakat namun juga oleh tenaga kesehatan yang seharusnya melayani
dan mengobati mereka tanpa memandang latar belakangnya. Diskriminasi petugas
kesehatan ini ditengarai akibat masih adanya stigma dan belum teredukasinya
petugas kesehatan terhadap pelayanan kepada penyintas ODHA. Hal itu
mengemuka dalam Diskusi Diskminasi dan Stigma ODHA di Pelayanan
Kesehatan di DIY, Jumat (1/12) di Kampus FKKMK UGM.
Ragil Sukoyo dari Kelompok Relawan HIV/AIDS mengaku sering mendampingi
pasien HIV/AIDS yang mendapatkan perlakuan diskriminasi tenaga medis.
Bahkan saat diperiksa, petugas medis seolah enggan dan takut tertular sehingga
pelayanannya tidak maksimal. “Petugas medis tidak mau memegang pasiennya
hanya untuk mengecek tensi, ada kekhawatiran petugas medis dalam memeriksa
pasien HIV,” ujarnya.

Tidak hanya mendapat diskriminasi, beberapa kali ia mendapatkan pasien yang


justru diceramahi soal agama oleh petugas medis sementara tujuan mereka datang
hanya untuk berobat. “Petugas kesehatan memang berbagai macam
karakteristiknya,”katanya.

Menurutnya, diskriminasi ini tidak hanya di layanan kesehatan. Ia menganggap


masyarakat juga masih menganggap kelompok waria, gay dan PSK merupakan
kelompok yang berisiko terkena infeksi HIV/AIDS. “Belum mereka berisiko kena
positif HIV,” imbuhnya.

Pengalaman yang sama diceritakan March Setya Kurniawan dari Yayasan Vesta
Indonesia yang mendampingi pasien yang berobat ke salah satu puskesmas namun
ditolak. “Petugas hanya menjawab bahwa mereka belum siap melayani pasien
HIV dengan alasan belum ada ruang khusus. Sebenarnya kami tidak perlu
dikhususkan dan dibedakan yang penting dilayani,” ujarnya.

Setya Kurniawan juga pernah melakukan testimoni dengan berobat langsung salah
satu rumah sakit di DIY. Saat ia menyatakan ia terkena demam panas setelah
minum obat HIV. Selanjutnya dari petugas administrasi hingga perawat
menurutnya melakukan diskriminasi. Meski akhirnya dilayani, namun ia
mendapatkan perlakukan yang baik dari dokter. “Seharusnya petugas medis sudah
dapat informasi sebagaimana layanan HIV,” paparnya.
Peneliti HIV/AIDS dari FKKMK UGM, dr. Yanri Wijayanti Subrontyo, Ph.D.,
Sp.PD., menuturkan petugas kesehatan seharusnya tidak melakukan diskriminasi
terhadap pasien yang positif terkena HIV/AIDS. Sebab, pelayanan adekuat
dilakuan tanpa melihat latar belakang pasien. “Standar pelayanan kesehatan dari
level direktur hingga satpam sudah ada standarnya ketika melayani pasien,”
ujarnya.

Yanri mengatakan masih ada diskriminasi terhadap penderita ODHA karena


masih adanya stigma negatif yang dilekatkan kepada mereka. Tidak hanya
penderita yang positif terkena HIV/AIDS, imbuhnya, kelompok gay, waria dan
PSK sering mendapat diskriminasi. “Stigma HIV ini cukup kuat apalagi
terkungkung dengan agama, seharusnya tidak ada stigma itu jika pendekatannya
kemanusiaan,” ujarnya.

Mami Vinolia Wakidjo, pengurus Keluarga Besar Waria DIY, mengatakan ia


termasuk salah satu waria yang diterima tetangganya di daerah Gowongan Kota
Yogyakarta. Bahkan, ia aktif dalam kegiatan PKK di tempat tinggalnya. “Saya
sering diminta mengisi materi kepada ibu-ibu, saya sering menyisipkan materi
tentang waria,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diskriminasi dialami orang HIV atau
AIDS ODHA berbentuk penghinaan verbal penghindaran pengucilan dan
kekerasan fisik. permasalahan diskriminasi terhadap ODHA terjadi dikarenakan
stigma terhadap penyakit HIV atau AIDS dan kurangnya penerimaan masyarakat
terhadap ODHA. kedua hal tersebut membuat permasalahan yang cukup
kompleks. penolakan terhadap ODHA yang hidup di lingkungan sekitar serta
kurangnya pengetahuan keluarga dan masyarakat menyebabkan terciptanya
stigma terhadap odha sehingga menimbulkan tindakan diskriminatif terhadap
ODHA. diskriminasi memberikan dampak psikologis sosial dan ekonomi terhadap
ODHA.Dampak psikologis akibat diskriminasi yang dialami ODHA berupa
dendam dan sakit hati dan merasa hidup sengsara, dampak sosial berupa ODHA
menjadi tertutup,tidak berani keluar rumah dan tidak mau mengikuti kegiatan di
mastaydanbdampak ekonomi berupa tidak ada pemasukan.

Anda mungkin juga menyukai