Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSAKA

2.1 Konsep Dasar Dispnea


2.1.1 Definisi
Dispnea adalah suatu keinginan akan udara atau penderitaan
batin yang berhubungan dengan tindakan ventilasi yang cukup untuk
memenuhi permitaan udara. Sinonimnya lazim adalah “ kelaparan
udara” ( guyton , 2012 ). Dispnea sering disebut sesak nafas
merupakan sensasi yang tidak nyeri, tetapi tidak menyenangkan
bahwa usaha untuk bernafas tidak sesuai dengan beratnya aktivitas
yang dilakukan. Sebagian besar pasien mengaitkan sesak nafas dengan
tingkat aktivitas mereka. Pasien yang cemas memberi gambarn
berbeda. Mereka mungkin menjelaskan kesulitan mengambil nafas
cukup dalam, sensasi tecekik disertai ketidakmampuan memperoleh
cukup udara, parestesia, atau rasa kesemutan atau tertusuk-tusuk
disekitar bibir atau di ekstermitas (Lynn S, Bickley, 2016).
Pola pernafasan dikontrol oleh seri mekanisme perifer dan
sentral yang lebih tinggi yang dapat meningkatkan ventilasi sesuai
dengan kebutuhan metabolic selama aktivits fisis. Juga dapat
meningkatkan ventilasi dalam keadaan kelebihan kebutuhan metabolik
pada kondisi seperti kegelisahan dan ketakutan. Orang normal
biasanya bernafas tanpa disadari, dan bila orang tersebut sadar dalam
bernafas pada waktu melakukan kegiatan ringan sampai sedang, maka
kegiatan tersebut akan membuat ketidaknyamanan. Bagaimanapun,
selama dan setelah kegiatan yang melelahkan , seseoran bernafas tidak
lega dan merasa yakin bahwa sensasi ini hanya sementara dan sesuai
dengan kadar latihan. Dispnea didefinisikan sebagai kesadaran
benafas yang tidak nyaman secara abnormal (Harrison, 1999).
Dispnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernafas
ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu
pernafasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular,
emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding
dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan
(Price dan Wilson, 2006).
Sesak nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel
tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih
besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)
2.1.2 Klasifikasi
2.1.2.1. Dispnea Akut
Dispnea akut merupakan manifestasi dari kondisi yang
mengancam jiwa. tanda-tanda ditandai sianosis, dispnea saat
berbicara, dan usaha pernafasan tidak memadai atau kelelahan
pernafasan. Pengukuran tanda-tanda vital (rate jantung,
tekanan darah, saturasi oksigen darah) adalah wajib untuk
dilakukan bagi tenaga kesehatan untuk pengambilan
keputusan tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya,
khususnya apakah pasien akut perlu dirawat di unit perawatan
intensif atau menerima dibantu ventilasi invasif ( Barfod C,
Lautritzen MMP, Danker JK, 2012 ; Straub R, Ewig S, Richter
K, 2014 ).
2.1.2.2. Dispnea Kronis
Dispnea kronis biasanya karena salah satu dari sejumlah
kecil penyebab: asma bronkial, PPOK, gagal jantung kongestif,
penyakit paru-paru interstitial, pneumonia, dan gangguan
mental (misalnya, gangguan kecemasan, gangguan panik,
gangguan somatisasi) ( Ewert R, Glaser S, 2015 ).
2.1.2.3. Penyakit tertentu
Dispnea karena penyakit luar sistem pernafasan dan
sistem kardiovaskular Penyakit telinga hidung dan
tenggorokan, penyakit neuromuskuler, penyakit mental, obat
anti inflamasi ( Wallentin L, Becker RC, Budaj A, 2009 ).
2.1.3 Etiologi Dan Faktor Resiko
Setidaknya tiga macam factor sering ikut serta dalam
perkembangan sensasi dispnea menurut Guyton, Arthur C, 2012 yaitu
sebagai berikut:
2.1.3.1 Kelainan gas pernafasan didalam cairan tubuh, terutama
kelebihan CO dalam tingkat lanjut lebih ringan hipoksia.
2.1.3.2 Jumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh otot pernafasan
untuk mengadakan ventilasi yang memadai.
2.1.3.3 Keadaan pikiran itu sendiri.
Kadang-kadang, tingkat karbondioksida dan oksigen dalam
cairan tubuh sama sekali normal, tetapi untuk mencapai keadaan normal
gass pernapassan ini, orang tersebut harus bernapas kuat. Dalam ha ini
kegiatan yang kuat dari otot pernafasan memberikan suatu perasaan
kelaparan udara pada orang tersebut.
Akhirnya, fungsi perasaan seseorang dapat sama sekali normal,
dan ia masih bia mengalami dispnea karena suatu keadaan pikiran yang
abnormal. Ini disebut dyspnea neurogenic, atau kadang-kadang, dispnea
emosional. Misalnya hampir setiap orang untuk sementara memikirkan
waktu tindakan bernafas yang dilakukan tiba-tiba akan mulai menarik
napas sedikit lebih dalam daripada biasanya karena dispnea ringan.
Perasaan ini sangat diperbesar pada orang yang memiliki ketakutan
psikis tidak dapat menerima jumlah udara yang memadai.
2.1.4 Patofisiologi
Sesak merupakan gejala kompleks yang timbul dari gangguan
fisiologis dan waspada yang kemungkinan terancam homeostasis.
ketidaknyamanan terutama terjadi sebagai akibat dari sistem
kardiovaskular atau pernafasan, tetapi juga dapat dikaitkan dengan
gangguan metabolik, gangguan neuromuskuler atau kondisi psikologis.
Kondisi ini dianggap sebagai peningkatan pernafasan pekerjaan / usaha,
sesak, atau kelaparan udara, yang disebabkan oleh ventilasi paru
meningkat untuk bernafas. ( Pharsall MB,2012 ; O’Donnel DE, 2007 ).
Dispnea terjadi bila kerja pernafasan berlebihan. Peningkatan
tekanan diperlukan pernafasan untuk menibulkan perubahan volume
yang diberikan jika dinding dada atau paru kurang lentur atau jika
resistensi terhadap aliran udara ditingkatkan. Peningkatan kerja
pernafasan juga terjadi bila ventilasi berlebihan untuk tingkat aktivitas.
Setiap saat tekanan yang yang ditimbulkan otot selama pernafasan dan
mendekati fraksi kemampuan yang menimbulkan tekanan maksimalnya
yang bervariasi diantara individu, dispnea terjadi karena transduksi
mekanisme terhadap ransangan saraf. Dalam keadaan ini, sinyal dari
paru dan/atau jalan udara beredar melalui saraf vagus kesistem saraf
pusat untuk menimbulkan sensasi (Harrison, 1999).
WOC

Dispnea

peningkatan ventilasi obstruksi jalan nafas kecemasan

penggunaan otot bantu pernafasan, Adanya secret mekanisme terhadap


pola nafas pendek, pola nafas cepat, ransangan saraf
fase ekspirasi memanjang

Penurunan Oksigen dalam tubuh Kesulitan bernafas Gangguan panik,

Ekspansi paru menurun sesak nafass Meningkat frekuensi nafas


dan frekuensi nadi

Pola nafas tidak efektif


Kecemasan
Bersihan jalan nafas
tidak efektif

Ansietas
2.1.5 Manifestasi Klinis
2.1.5.1 Penggunaan otot bantu pernafasan
2.1.5.2 Pola nafas pendek
2.1.5.3 Pola nafas cepat
2.1.5.4 Fase ekspirasi memanjang
2.1.5.5 Cemas
2.1.5.6 Adanya sekret
2.1.5.7 Frekuensi nafas meningkat
2.1.5.8 Frekuensi nadi meningkat
2.1.5.9 Kelelahan

2.1.6 Penatalaksanaan Dispnea


Pada pasien dengan dispnea, fokus awal harus pada
mengoptimalkan pengobatan penyakit yang mendasari dan
menghilangkan gejala.
2.1.6.1 Oksigen
Meskipun oksigen tambahan mengurangi angka kematian
pada pasien PPOK, ada data yang bertentangan tentang
kemampuannya untuk meringankan sesak nafas. efek oksigen
dapat dikaitkan dengan perubahan stimulasi kemoreseptor pada
perubahan pola pernafasan, dan / atau stimulasi reseptor terkait
dengan aliran gas melalui saluran nafas bagian atas.
2.1.6.2 Terapi farmakologi
Opioid telah agen yang paling banyak dipelajari dalam
pengobatan dispnea dalam jangka pendek karena dapat
mengurangi sesak nafas pada pasien dengan berbagai kondisi.
2.1.6.3 Rehabilitasi paru
Ini merupakan manajemen dari pasien dengan penyakit
paru-paru kronis. Di antara efek menguntungkan dari
rehabilitasi paru adalah penurunan dispnea saat aktivitas selama
latihan dan peningkatan toleransi latihan, serta penurunan
dispnea. Ada bukti bahwa pasien dengan PPOK yang menjalani
6 minggu latihan pengalaman pelatihan penurunan kecil
sebanding dalam intensitas dispnea.
2.1.6.4 pendekatan non-farmakologis lainnya
Pemberian relaksasi nafas pada pasien Dispnea dapat
mengoptimalkan ekspansi dada untuk memenuhi paru-paru.
Peningkatan usaha otot pernafasan, terkait dengan permintaan
ventilasi yang tinggi relatif terhadap kapasitas otot pernafasan,
dapat menyebabkan dispnea pada banyak pasien dengan
penyakit pernafasan kronis. Dengan mengurangi permintaan
pada otot-otot pernafasan, gejala, dan pengalaman subjektif dan
sangat bervariasi antara individu terkena rangsangan yang sama
atau dengan patologi yang sama. Pengalaman diferensial ini
dispnea antara individu-individu berasal dari interaksi antara
beberapa faktor fisiologis, psikologis, sosial, dan lingkungan
yang menginduksi fisiologis sekunder dan respon perilaku.
Pengelolaan dispnea akan tergantung pada penyebab yang
mendasari.
2.2 Konsep Askep Pemenuhan Oksigenasisasi Pada Pasien Dispnea

2.2.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian yang dapat dilakukan oleh perawat ketika menghadapi
klien dengan gangguan sistem pernafasan meliputi riwayat kesehatan,
review system (head to toe), dan pengkajian psikososial (irman
Somantri, 2009).
2.2.1.1 Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi masalah aktual
yang terjadi saat ini dan maalah kesehatan di masa lalu. Dalam
mengkaji klien dan keluarga, perawat berfokus pada
manifestasi klinis dari keluhan utama, kejadian yang membuat
kondisi sekarang ini, riwayat perawatan dahulu, riwayat
keluarga, dan riwayat psikososial.
Riwayat kesehatan dimulai dari biografi klien. Aspek
biografi yang sangat erat hubungannya dengan gangguan
oksigenasi mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama
yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja), dan tempat
tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat
tinggal serta apakah klien tinggal sendiri atau dengan orang
lain (berguna ketika perawat melakukan perencanaan pulang-
discharge planning).
2.2.1.1.1 Keluhan Utama
Keluhan utama akan membantu dalam
mengkaji pengetahuan klien tentang kondisi saat ini
menentukan prioritas intervensi. Keluhan utama
yang biasanya muncul adalah dispnea. Dispnea
merupakan suatu persepsi (perasaan subjektif) klien
yang merasa kesulitan untuk bernafas/nafas pendek.
2.2.1.1.2 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat
penyakit pernafasan klien, seperti riwayat merokok,
engobatan saat ini dan masala lalu, alergi, dan
tempat tinggal.
2.2.1.1.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang
menharuskan perawat menanyakan riwayat
kesehatan keluarga dan riwayat sosial klien pada
penyakit pernafasan seperti penyakit infeksi tertentu,
kelainan alergis, dank lien bronkhitis kronik
2.2.1.2 Review Sistem
2.2.1.2.1 Inspeksi
2.2.1.2.1.1 pemeriksaan dada dimulai dari torak
posterior, klien pada posisi duduk.
2.2.1.2.1.2 Dada diobservasi dengan
membandingkan satu sisi dengan lainnya
2.2.1.2.1.3 Tindakan dilakukan dari atas (apeks)
sampai kebawah.
2.2.1.2.1.4 Inspeksi torak posterior, meliputi warna
kulit dan kondisinya , skar, lesi, massa,
dan gangguan tulang belakang, seperti
kifosis, scoliosis, dan lordosis.
2.2.1.2.1.5 Catat jumlah, irama, kedalaman
pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan
dada.
2.2.1.2.1.6 Observasi tipe pernafasan , seperti
pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
2.2.1.2.1.7 Saat mengobservasi respirasi, catat
durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E)
2.2.1.2.1.8 Kaji konfigurasi dada dan bandingkan
diameter lateral/tranversal
2.2.1.2.1.9 Kelainan pada bentuk dada seperti barrel
chest, funnel chest, pigeon chest,
kifoskoliosis
2.2.1.2.1.10 Observasi kesimetrisan pergerakan
dada
2.2.1.2.1.11 Observasi retraksi abnormal ruang
intercostal selama inpirasi, yang dapat
mengindikasikan obtruksi jalan nafas
2.2.1.2.2 Palpasi
2.2.1.2.2.1 Dilakukan untuk mengkaji
kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnornlitas,
mengidentifikasi keadaan kulit dan
mengetahui vocal/tactile premitus
(vibrasi).
2.2.1.2.2.2 Palpasi torak untuk mengetahui
abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti: massa, lesi, bengkak.
2.2.1.2.2.3 Kaji juga kelembutan kulit, terutama
jika klien mengeluh nyeri.
2.2.1.2.2.4 Vocal premitus , yaitu getaran dinding
dada yang dihasilkan ketika berbicara.
2.2.1.2.3 Perkusi
Perkusi adalah mengetuk struktur tubuh
untuk menghasilkan suara. Terdapat dua teknik
perkusi untuk region torak
2.2.1.2.3.1 Perkusi langsung adalah Memeriksa
memukul torak klien dengan bagian
palmar jari tengah atau keempat ujung
jari tangannya yang dirapatkan.
2.2.1.2.3.2 Perkusi tidak langsung adalah
memeriksa menempelkankan suatu objek
padat yang disebut pleksimeter (biasanya
satu jari tengah) pada dada klien, lalu
sebuah objek lain yang disebut pleksor
(jari tengah lainnya) untuk memukul
pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan
suara.
2.2.1.2.4 Auskultasi
2.2.1.2.4.1 Merupakan pengkajian yang bermakna,
mencakup , mendengrkan bunyi nafas
normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal), dan suara.
2.2.1.2.4.2 Suara nafas normal dihasilkan dari
getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring alveoli, dengan sifat bersih
2.2.1.2.4.3 Suara nafas normal meliputi bronkial,
bronkovesikuler, dan vensikuler
2.2.1.3 Pengkajian Psikososial
2.2.1.3.1 Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang
secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi
pernafasan. Beberapa penyakit pernafasan yang
timbulakibat stress.
2.2.1.3.2 Pernyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan
perubahan dalam peran keluarga dan hubungan
dengan orang lain, isolasi social, masalah keuangan,
pekerjaan atau ketidakmampuan.
2.2.1.3.3 Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat
dapat mengkaji reaksi klien terhadap masalah stress
psikososial dan mencari jalan keluarnya.

2.2.2 Diagnosa keperawatan


2.2.2.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan hipoventilasi atau
hiperventilasi (SDKI D.0005)
2.2.2.1.1 Gejala dan Tanda Mayor
2.2.2.1.1.1 Data subjektif: Dispnea
2.2.2.1.1.2 Data Objektif: penggunaan otot bantu
pernafasan, pola nafas pendek, pola
nafas cepat, fase ekspirasi memanjang.
2.2.2.1.2 Gejala dan Tanda Minor
2.2.2.1.2.1 Data Subjektif: Ortopnea
2.2.2.1.2.2 Data Objektif: Pernafasan pursed-lip,
pernafasan cuping hidung, diameter
thoraks anterior posterior meningkat,
ventilasi semenit menurun, kapasitas
vital menurun, tekanan ekspirasi
menurun, tekanan inspirasi menurun
2.2.2.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas (SDKI D.0001)
2.2.2.2.1 Gejala dan Tanda Mayor
2.2.2.2.1.1 Data subjektif: sesak nafas
2.2.2.2.1.2 Data objektif: batuk tidak efektif, tidak
mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing dan/atau ronkhi kering
2.2.2.2.2 Gejala dan Tanda Minor
2.2.2.2.2.1 Data subjektif: Dispnea, sulit bicara,
ortopnea
2.2.2.2.2.2 Data objektif: sianosis, bunyi nafas
menurun, frekuensi nafas berubah, pola
nafas berubah
2.2.2.3 Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (SDKI
D.0080)
2.2.2.3.1 Gejala dan tanda mayor
2.2.2.3.1.1 Data subjektif: merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi
2.2.2.3.1.2 Data objektif: tampak gelisah, tampak
tegang
2.2.2.3.2 Gejala dan tanda minor
2.2.2.3.2.1 Data subjektif: merasa tidak berdaya
2.2.2.3.2.2 Data objektif: frekuensi nafas
meningkat, frekuensi nadi meningkat
2.2.3 Perencanaan keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi SIKI : Dukungan ventilasi
Berhubungan dengan: keperawatan selama ... x 24 jam,
 Hipoventilasi diharapkan Observasi
 Hiperventilasi SLKI : Pola Nafas 1. Monitor status respirasi dan 1. Berguna dalam evaluasi derajat
Dipertahankan pada level .. oksigenisasi distress pernafasan dan/atau
Gejala dan Tanda Mayor Ditingkatkan ke level ... kronisnya proses penyakit
Data subjektif 2. Kenali faktor resiko untuk penafasan 2. Perawat menggunakan
 Dispnea Deskripsi level : (Potter, Perry 2010) pertimbangan klinis untuk
Data objektif 1. Meningkat menentukan kebutuhan pengkajian
 penggunaan otot 2. Cukup meningkat Terapeutik
bantu pernafasan 3. Sedang 3. Periksa tanda dan gejala perubahan 3. Kondisi yang menempatkan klien
 pola nafas pendek 4. Cukup menurun pernafasan (Potter, Perry 2010) pada resiko perubahan ventilasi
 pola nafas cepat 5. Menurun dideteksi dengan perubahan
frekuensi, kedalaman, dan irama
 fase ekspirasi
Dengan Kriteria Hasil : pernafasan
memanjang
 Dispnea 1/2/3/4/5 4. Perubahan posisi terhadap pola nafas 4. tindakan pemberian posisi yang
 Adanya suara
tambahan  penggunaan otot bantu nafas pada pasien gangguan pernafasan ( efektifpada penderita sesak nafas
1/2/3/4/5 rizki, dkk, 2018) adalah untuk menurunkan
Gejala dan Tanda Minor
Data subjektif  pemanjangan fase ekspirasi konsumsi O2 dan ekspansi paru
1/2/3/4/5 yang maksimal, serta
 Ortopnea
Data objektif  ortopnea 1/2/3/4/5 mempertahankan kenyamanan
 pernafasan pursed-tip 1/2/3/4/5 5. Pemberian relaksasi nafas dalam 5. Nafas dalam dan nafas
 Pernafasan pursed- (Doenges, Marilynn, 1999) abdominal/diafragma menguatkan
lip  pernafasan cuping hidung
1/2/3/4/5 otot pernafasan, membantu
 Pernafasan cuping meminimalkan kolaps jalan nafas
hidung kecil, dan memberikan individu arti
 Diameter thoraks mengontrol dispnea.
anterior posterior SLKI : Pola Nafas
meningkat Dipertahankan pada level ..
Ditingkatkan ke level ... 6. Latihan nafas active cycle of breathing 6. dapat meningkatkan sirkulasi paru
 Ventilasi semenit (titin, dkk, 2015) serta pengembangan paru yang
menurun Deskripsi level : lebih optimal, Teknik pernafasan
 Kapasitas vital 1. Menurun ini dapat mencegah bronkospasme
menurun 2 Cukup menurun pada saluran pernafasan sehingga
 Tekanan ekspirasi 3. Sedang tetap terbuka walaupun pada saat
menurun 4. Cukup meningkat ekspirasi
 Tekanan inspirasi 5. Meningkat
menurun 7. Latihan pernafasan seperti diafragma 7. Untuk menciptakan perasaan
 Penggunaa otot Dengan Kriteria Hasil : dan tehnik relaksasi nafas dalam kontrol diri dan kemampuan
bantu pernafasan  Ventilasi semenit 1/2/3/4/5 dengan mengerucutkan bibir (Black & menfasilitasi nafas agar dapat
 Kapasitas vital 1/2/3/4/5 Hawks, 2014 ) mengurangi kecemasan
 Diameter thoraks anterior-
posterior 1/2/3/4/5 8. Diberi posisi tripoid (Kozeir et al, 8. Posisi ini akan mengurangi
 Tekanan ekspirasi 1/2/3/4/5 2009) obstruksi jalan nafas dan
 Tekanan inspirasi 1/2/3/4/5 membantu peningkatan fungsi paru
sehingga oksigen yang berpindah
kekapiler paru-paru akan
SLKI : Pola Nafas meningkat dan CO2 yang
Dipertahankan pada level .. dikeluarkan oleh alveolus akan
Ditingkatkan ke level ... meningkat

Deskripsi level : 9. Latihan nafas dalam yang ditahan 9. Untuk meningkatkan volume paru,
1. Memburuk (Basuki, 2008) meningkatkan oksigenisasi,
2 Cukup memburuk mempertahankan alveolus tetap
3. Sedang mengembang, membantu sekresi,
4. Cukup membaik memobilisasi sangkar torak dan
5. Membaik meningkatkan kekuatan dan daya
tahan serta efisiensi dari otot-otot
Dengan Kriteria Hasil : pernafasan
 Frekuensi nafas 1/2/3/4/5
Edukasi
 Kedalaman nafas 1/2/3/4/5
10. Ajarkan melakukan teknik relaksai 10. Untuk meningkatkan pengetahuan
 Ekskursi dada 1/2/3/4/5
nafas dalam dan cara mengontrol sesak nafas
kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian bronkodilator 11. Untuk mengatasi obtruksi jalan
nafas (Muttaqin 2014)
2 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi SIKI : Manajemen Jalan Nafas
efektif berhubungan keperawatan selama ... x 24 jam,
dengan obstruksi jalan diharapkan Observasi
nafas SLKI : Bersihan Jalan Nafas 1. Monitor pola nafas 1. Takipnia biasanya ada pada
Gejala dan Tanda Mayor Dipertahankan pada level .. beberapa derajat dan dapat
Data subjektif Ditingkatkan ke level ... ditemukan pada penerimaan atau
 Sesak nafas selama stress/adanya proses infeksi
Data objektif Deskripsi level : akut. Pernafasan dapat melambat
 Batuk tidak efektif 1. Menurun dan frekuensi ekspirasi memanjang
 Tidak mampu batuk 2. Cukup memburuk dibanding inspirasi.
 Sputum berlebih 3. Sedang 2. Monitor bunyi nafas tambahan 2. Beberapa derajat spasme bronkus
 Mengi, wheezing 4. Cukup membaik terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan ronchi kering 5. Meningkat dan dapat/tak dimanifestasi kan
Gejala dan Tanda Minor adanya bunyi nafas adventisius.
Data subjektif Dengan Kriteria Hasil : Mis., penyebaran, krekels basah
 Dispnea  Dispnea 1/2/3/4/5 (bronkitis); bunyi nafas redup
 Ortopnea  Mengi 1/2/3/4/5 dengan ekspirasi mengi
 Sulit bicara  Wheezing 1/2/3/4/5 (emfisema); atau tak adanya bunyi
Data objektif  Ortopnea 1/2/3/4/5 Terapeutik nafas (asma berat)
 Sulit bicara 1/2/3/4/5 3. Posisikan semi-fowler 3. Posisi semi-fowler mempermudah
 Sianosis
 Sianosis 1/2/3/4/5 fungsi pernafasan dengan
 Frekuensi nafas menggunakan gravitasi. Namun,
berubah pasien dengan distres berat akan
 Pola nafas berubah mecari posisi yang paling mudah
SLKI : Bersihan Jalan Nafas
Dipertahankan pada level .. untuk benafas. Sokongan
Ditingkatkan ke level ... tangan/kaki dengan meja, bantal,
dan lain-lain. Membantu
Deskripsi level : menurunkan kelemahan otot dan
1. Memburuk dapat sebagai alat ekspansi dada.
2 Cukup memburuk 4. Berikan air hangat 4. Membantu mengencerkan secret,
3. Sedang meningkatkan pengeluaran.
4. Cukup membaik Penggunaan air hangat dapat
5. Membaik menurunkan spasme bronkus
edukasi
Dengan Kriteria Hasil : 5. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, 5. Hidrasi membantu menurunkan
 Frekuensi nafas 1/2/3/4/5 jika tidak ada kontra indikasi kekentalan secret, mempermudah
 Pola nafas 1/2/3/4/5 pengeluaran . cairan dapat
meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma.
6. Ajarkan teknik batuk efektif 6. Meningkatkan keefektifan upaya
Kolaborasi batuk dan pebersihan sekret
7. Kolaborasi pemberian bronkodilator 7. Merileksasikan otot halus dn
menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan nafas,
mengi, dan produksi mukosa. Obat-
obat bisa peroral injeksi, atau
inhalasi
3 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan intervensi Siki: reduksi Ansietas
dengan krisis situasional keperawatan selama ... x 24 jam,
Gejala dan Tanda Mayor diharapkan Observasi
Data subjektif SLKI : Tingkat Ansietas 1. Monitor tanda-tanda ansietas 1. Berguna dalam evaluasi
 Merasa bingung Dipertahankan pada level .. luas/derajat masalah, khususnya
 Merasa khawatir Ditingkatkan ke level ... bila dibandingkangdengan
dengan kondisi Mandiri pernyataan verbal
yang sedang Deskripsi level : 2. Pahami situasi yang membuat ansietas 2. Mendefinisikan lingkup masalah
dihadapi 1. Meningkat individu dan mempegaruhi
Data objektif 2. Cukup meningkat intervensi
 Tampak gelisah 3. Sedang 3. Akui ansietas dan takut terhadap 3. Menvalidasi kenyataan situasi
 Tampak tegang 4. Cukup menurun situasi tanpa meminimalkan dalam emosi.
Gejala dan Tanda Minor 5. Menurun Memberika kesempatan
Data subjektif pasien/orang terdekat menerima
 Merasa tidak Dengan Kriteria Hasil : dan mulai menerima apa yang
berdaya  Verbalisasi kebingungan terjadi, menurunkan ansietas
Data objektif 1/2/3/4/5 4. Motivasi mengidentifikasi situasi yang 4. Membeikan keyakinan untuk
 Frekuensi nafas  Verbalisasi khawatir akibat memicu ansietas membantu ansietas, menurunkan
meningkat kondisi yang dihadapi 1/2/3/4/5 masalah ketidaktahuan dan
 Frekuensi nadi  Perilaku gelisah 1/2/3/4/5 perencanaan respons dalam situasi
meningkat  Perilaku tegang 1/2/3/4/5 Edukasi darurat
 Frekuensi pernafasan 1/2/3/4/5 5. Anjurkan keluarga tetap besama pasien 5. Anggota keluargamempunyai
 Frekuensi nadi 1/2/3/4/5 respon individual terhadap apa
yang terjadi, dan ansietas mereka
6. Latih penggunaan makanisme dapat dikomunikasikan pada
pertahanan diri yang tepat pasien, memperberat emosi ini
6. Memfokuskan perhatian pada
kemampuan sendiri, meningkatkan
rasa kontrol
7. Latih teknik relaksasi 7. Memberikan manajemen aktif
situasi menurunkan perasaan tidak
Kolaborasi berdaya
8. Kolaborasi pemberian obat antiansietas 8. Dapat membantu menurunkan
ansietas
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Menurut Gordon tahun 1994 & Potter Perry tahun 1997 bahwa
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan.
2.2.4.1 Menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan hasil yang
diharapkan
2.2.4.2 Keterampilan guna mensintesa ilmu yang dimiliki untuk
memilih

2.2.5 Evaluasi keperawatan


Menurut Craven & Hirnle tahun 2000 bahwa Evaluasi adalah
sebagai keputusan dari efektivitas asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku
klien yang tampil.
Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon
pasien terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di
berikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk
menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap
tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi
dalam hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian
berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien
yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan
yang telah ditetapkan.
2.3 Prosedur Pemberian Relaksasi Nafas Dalam
2.3.1 Definisi

Slow Deep Breathing (SDB) adalah teknik pernapasan dengan


frekuensi bernapas yang kurang dari 10 kali permenit dan merupakan
inhalasi yang panjang. Slow deep breathing merupakan tindakan yang
disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat.
Pengendalian pengaturan pernapasan secara sadar dilakukan oleh
korteks serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau automatik
dilakukan oleh medulla oblongata. (Martini, 2006).
Menurut Smeltzer, et al, (2008), Slow Deep Breathing
merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernapas secara perlahan
dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan
abdomen terangkat secara perlahan dan dada mengembang penuh
(Smeltzer, et al, 2008).

2.3.2 Waktu pelaksanaan

Identifikasi kapan terjadi Dispnea sehingga pasien dapat bersiap-


siap melakukan relaksasi nafas dalam, jadi waktu pelaksanaannya
adalah ketika pasien sebelum Dispnea atau sedang Dispnea.

2.3.3 Tujuan tindakan

Latihan pernapasan merupakan salah satu alternatif sarana untuk


memperoleh kesehatan yang diharapkan bisa mengefektifkan semua
organ dalam tubuh secara optimal dengan napas dan olahraga secara
teratur, sehingga hasil metabolisme tubuh dan energi penggerak untuk
melakukan aktivitas menjadi lebih besar dan berguna untuk menangkal
penyakit (Ignatavicius & Workman, 2006).

2.3.4 Langkah-langkah
Menurut Barbara (2010) dan Smeltzer (2008) langkah-langkah
terapi napas slow deep breathing dapat dilakukan sebagai berikut :
2.3.4.1 Duduk pada posisi yang nyaman (bisa dilakukan dengan
menggunakan kursi atau tidak menggunakan kursi).
2.3.4.2 Letakkan tangan kanan di perut pada bagian bawah tulang
rusuk, dan tangan kiri di tengah-tengah dada bagian atas.
2.3.4.3 Sebelum menarik napas buang napas terlebih dahulu melalui
mulut secara cepat.
2.3.4.4 Hirup napas panjang melalui hidung dengan hitungan 4 detik
(hitungan 1 sampai 10) sampai dada terasa terangkat
maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi dan
tahan napas selama 2 detik.
2.3.4.5 Hembuskan napas panjang secara perlahan melalui mulut
yang dirapatkan dan sedikit terbuka.
2.3.4.6 Melakukan setiap pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2
menit setiap pengulangan. Terapi napas dilakukan dengan
durasi selama 15-30 menit (Barbara, 2010; Smeltzer, et al.,
2008).
2.3.5 Jurnal pendukung
NO NAMA JURNAL JENIS SAMPLE/TEMPAT INTERVENSI/PENGAMBILAN DATA HASIL
PENELITIAN/MET
ODE
1 Efektifitas tehnik Metode Penelitian Sample <50 orang Dalam penelitian ini peneliti memakai Terdapat perbedaan
relaksasi nafas Quasy eksperiment diruang Bougenvile RS populasi terjangkau yang artinya memenuhi efektifitas sebelum dan
dalam dan posisi dengan menggunakan H. Soewondo Kendal kriteria penelitian dan biasanya dapat sesudah diberikan tehnik
tripoid terhadap rancangan two group, dijangkau oleh peneliti dai kelompoknya. relaksasi nafas dalam dan
laju pernafasan pre-post design Pasien akan terbagi menjadi dua kelompok posisi tripoid terhadap laju
pasien ppok di RS yaitu A dan Kelompok B, yang memenuhi pernafasan dengan p value
H. SOEWONDO kriteria. Pada penelitian ini menggunakan uji 0,001
KENDAL normalitas saphirowilk. Kemudian uji
bivariate yang digunakan adalah Wilcoxon.
Uji univariat yang digunakan adalah
independent t-test.
Ariska, dkk, 2013
2 Pengaruh pursed Metode penelitian Sample< 17 orang di Dalam penelitian ini data yang digunakan Ada pengaruh pursed lip
lip breathing dan Shapiro wilk-test Tabanan, Badung dan bantuan SPSS. Analisis ini digunakan uuntuk breathing dan sustained
sustained dengan menggunakan Denpasar memberikan penggambaran hasil penelitian maximal inspiration
maximal levena’s test, jenis dilapangan tanpa harus memanipulasi fakta terhadap peningkatan
inspiration penelitian yang dipakai yang rill kekuatan otot pernafasan
terhadap pre-post design untuk mengurangi sesak
peningkatkan nafas pada kasus kardio
kekuatan otot respirasi
pernapasan untuk
mengurangi
keluhan sesak
napas pada kasus
kardio respirasi di
Tabanan, Badung
dan Denpasar

Agung, dkk 2017

Anda mungkin juga menyukai