Anda di halaman 1dari 38

MANAJEMEN KEPERAWATAN KELOMPOK I

DI RUANG CENDRAWASIH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WANGAYA


TANGGAL 25 APRIL – 15 MEI 2022

Disusun Untuk Memenuhi Target Keperawatan Manajemen


OLEH:
I GEDE EKA SAPUTRA (2114901156)
PUTU RIZKA ARNELIA (2114901126)
NI LUH AYU RATIH (2114901164)
LUH ERLINA RAHAYUNI (2114901173)
NYOMAN INDAH DWI PRATYWI (2114901216)
KOMANG TRIYA WIDHI ASTUTI (2114901176)
PUTU THANIA PRAMESWARI A.D. (2114901180)
LUH NITA NOVIANTARI (2114901169)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2022
PROPOSAL PELAKSANAAN DISKUSI REFLEKSI KASUS

I. Pendahuluan
Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang bertujuan memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat serta pelayanan administrasi. Rumah sakit juga
merupakan institusi pelayanan kesehatan dan menjadi kebutuhan dasar
yang diperlukan bagi setiap orang. Untuk itu, seluruh institusi rumah sakit
baik pemerintah maupun swasta dituntut untuk selalu melakukan
perbaikan dan penyempurnaan dalam pelayanan kesehatan guna
menghasilkan pelayanan yang berkualitas (Kemenkes, 2016).
Sebagai institusi pelayanan kesehatan, rumah sakit memerlukan tenaga
pendukung untuk membangun pelayanan terbaik. Salah satu pendukung
pengembangan suatu rumah sakit yaitu tenaga professional
perawat.Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang
berperan penting dalam penyelenggaraan mutu pelayanan kesehatan.
Tenaga professional perawat yang baik akan memberika pelayanan
terbaik pula. Sehingga saat ini mutu pelayanan yang tinggi akan menjadi
tuntutan dari pelanggan.
Peningkatan profesionalisme dapat dilakukan dengan peningkatan
mutu keperawatan professional. Salah peningkatan mutu proses
keperawatan professional yaitu dengan pemecahan masalah yang muncul
dalam pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat direalisasikan melalui
refleksi kasus.Diskusi refleksi kasus (DRK) merupakan suatu metoda
baru di Indonesia diperkenalkan melalui diskusi.
Diskusi refleksi kasus (DRK) merupakan adalahsuatu metode
pembelajaran dalam bentuk kelompok diskusi untuk berbagi pengalaman
klinik yang didasarkan atas standar yang telah ditetapkan. Penelitian
Walker, Cooke, Henderson & Creedy (2012) menjelaskan kegiatan
pembelajaran lewat diskusi refleksi dengan bentuk pembelajaran
berkelompok (learning circle) memberikan kesempatan pada para
perawat, siswa perawat dengan bantuan fasilitator (supervisor dari rumah
sakit) untuk mendiskusikan pengalaman dan gagasan dalam melakukan
praktik asuhan keperawatan. Hasilnya adalah adanya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan terhadap praktik asuhan keperawatan yang
dilakukan setelah dilakukan kegiatanini.
Menurut Dube & Ducharme (2014)yang mengistilahkan kegiatan
Diskusi RefleksiKasus (DRK) dengan Reflective Practice (RP)
merupakan kegiatan pembelajaran dan pengembangan lewat pengkajian
dari praktek professional yang meliputi pengalaman, pemikiran, emosi,
tindakan dan pengetahuan.Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya
peningkatan pengetahuan dan sikap perawat terhadap asuhan keperawatan
pada pasien lansia setelah dilakukan kegiatan Reflective Practice (RP).
Penelitian Asselin & Fain (2013) menjelaskan efek pelaksanaan
program pengembangan pengetahuan menggunakan praktek refleksi
(reflective practice) dalam program Continuing Education (CE) dengan
jenis model refleksi terstruktur menggunakan isyarat pertanyaan, menulis
narasi tentang pengalaman,dan diskusi refleksi kelompok. Hasil dari
penelitian ini adalah peningkatankemampuan befikir reflektif perawat
terhadap praktek asuhan keperawatan dan peningkatan kemampuan
refleksi diri perawat. Program ini disarankan untuk dilakukan oleh
perawat pemula (novice).
Jadi DRK merupakan suatu pengembangan profesionalisme perawat
yang sangat efektif untuk dilakukan guna meningkatkan kualitas
pelayanan yang diberikan bagi pasien. Selain itu DRK dapat
meningkatkan proses berpikir kritis tenaga perawat di rumah sakit.
II. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskusikan masalah yang belum teratasi
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer dan
tim kesehatan lain.
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien
d. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah
pasien
III. Manfaat
1. Meningkatkan aktualisasi perawat.
2. Membangkitkan motivasi belajar perawat.
3. Belajar untuk menghargai kerjasama tim kesehatan.
4. Memberikan kesempatan individu untuk mengeluarkan pendapat
tanpa merasa tertekan.
5. Memberikan masukan kepada pimpinan untuk:
a. Peningkatan SDM perawat (pelatihan, pendidikan berkelanjutan)
b. Penyempurnaan SOP
c. Pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana.
IV. Metode
Diskusi
V. Alat Bantu
1. Sarana diskusi: kertas dan pulpen
2. Materi keperawatan yang dibawakan secara lisan
VI. Persyaratan Diskusi Refleksi Kasus
1. Suatu kelompok perawat terdiri dari 5 - 8 orang.
2. Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang
lagi sebagai penyaji dan lainnya sebagai peserta.
3. Posisi fasilitator, penyaji dan peserta lain dalam diskusi setara
(equal).
4. Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman klinis
keperawatan atau kebidanan yang menarik.
5. Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau
benda lainnya, agar setiap peserta dapat saling bertatapan dan
berkomunikasi secara bebas.
6. Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang berbicara
dalam satu saat, peserta lainnya memperhatikan proses diskusi.
7. Tidak diperkenankan ada dominasi, kritik yang dapat memojokkan
peserta lainnya.
8. Membawa catatan diperbolehkan, namun perhatian tidak boleh
terkikis atau tertumpu hanya pada cataan, sehingga dapat mengurangi
perhatian dalam berdiskusi.
VII. Langkah-langkah kegiatan Diskusi Refleksi Kasus
Langkah-langkah dalam kegiatan Dsikusi Refleksi Kasus sebagai berikut:

Pemilihan/identifikasi
TIM DRK kasus yang akan
didiskusikan

Menyusun jadwal
Pembentukan Tim
pelaksanaan DRK
DRK

Pelaksanaan DRK

Implementasi di
Lapangan

Evaluasi proses
implementasi kasus
oleh perawat

Baik Belum Baik

Reward Review
Pelaksanaan
VIII. Proses Diskusi Refleksi Kasus
1. Sistem yang didukung oleh manajer lini pertama (kepala ruangan atau
supervisor di rumah sakit) yang mendorong serta mewajibkan
anggotanya untuk melaksanakan RDK secara rutin, terencana dan
terjadwal dengan baik.
2. Kelompok perawat berbagi (sharring) pengalaman klinis dan iptek
diantara sejawat masing-masing selama 1 jam, minimal setiap bulan
sekali.
3. Setiap anggota secara bergilir mendapat kesempatan dan menimba
pengalaman sebagai fasilitator, penyaji dan sebagai anggota dalam
diskusi tersebut.
4. Proses diskusi memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk
menyampaikan pendapat dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan sedemikian rupa yang merefleksikan pengalaman,
pengetahuan serta kemampuan masing-masing.
5. Selama diskusi berlangsung harus dijaga agar tidak ada pihak-pihak
yang merasa tertekan ataupun terpojok. Yang diharapkan terjadi justru
sebaliknya yaitu dukungan dan dorongan bagi setiap peserta agar
terbiasa menyampaikan pendapat mereka masing-masing. Refleksi
Diskusi Kasus dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk memecahkan
masalah, namun tidak dipaksakan (tidak harus).
6. Adanya catatan kehadiran dan laporan RDK serta catatan tentang isu-
isu yang muncul tidak terjadi atau terulang lagi.
7. RDK merupakan salah satu metoda in-service training yang
mengandung ciri-ciri pembelajaran antar sejawat dalam satu profesi,
sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan kemampuan perawat
atau bidan.
IX. Peran sebagai penyaji, fasilitator, dan anggota
1. Pedoman Bagi Fasilitator
a. Membuka pertemuan dan mengucapkan selamat datang
b. Menyampaikan tujuan pertemuan, mengajak semua peserta untuk
merefleksikan pengalaman klinis masing-masing.
c. Meminta persetujuan tentang lamanya waktu diskusi (kontrak
waktu).
d. Menyampaikan syarat-syarat selama pertemuan.
e. Mempersilakan penyaji untuk mempresentasikan kasusnya selama
10 - 20 menit.
f. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk
mengajukan pertanyaan secara bergilir selama 30 menit.
g. Mengatur lalu lintas pertanyaan - pertanyaan yang diajukan oleh
peserta dan klarifikasi bila ada yang tidak jelas.
h. Fasilitator boleh mengajukan pertanyaan sama seperti peserta
lainnya.
i. Setelah pertanyaan berakhir, fasilitator bertanya kepada presenter,
apa yang bisa dipelajari dari diskusi tersebut, kemudian dilanjutkan
kepada semua peserta lainnya satu persatu, termasuk fasilitator
sendiri juga memberikan pendapatnya.
j. Fasilitator membuat kesimpulan dan menyampaikan issue-issue
yang muncul berdasarkan pernyataan-pernyataan yang
disampaikan oleh semua peserta.
k. Fasilitator melengkapi catatan RDK meliputi materi, issue-issue
yang muncul, termasuk meminta tanda tangan semua peserta.
l. Selanjutnya fasilitator meminta kesepakatan untuk rencana
pertemuan berikutnya.
m. Fasilitator menutup pertemuan dan berjabat tangan.
n. Fasilitator menyimpan laporan RDK pada arsip yang telah
ditentukan bersama.
2. Pedoman Bagi Penyaji
a. Memikirkan serta menyiapkan kasus klinis keperawatan atau
kebidanan yang pernah dialami atau pernah terlibat didalam
perawatannya.
b. Menjelaskan kasus tersebut dan tetap merahasiaan identitas pasen.
c. Tujuan penyajian kasus memberikan kesempatan bagi penyaji
untuk berfikir atau berefleksi ulang tentang bagaimana pasien
tersebut ditangani, hambatan apa saja yang dialami serta
keberhasilan apa saja yang telah dicapai.
d. Penyaji mempunyai kesempatan 10-20 menit untuk menyajkan
kasus tersebut.
e. Bila penyajian telah selesai, peserta akan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan berupa klarifikasi penanganannya. Mereka tidak akan
mengatakan apa yang harus anda lakukan atau memberi jawaban
maupun saran apapun.
f. Penyaji menyimak pertanyaan dan memberikan jawaban sesuai
dengan pengetahuan serta pengalaman nyata yang telah dilakukan
dan merujuk pada standar yang relevan atau SOP yang berlaku.
g. Bila perlu mencatat esensi penting dari pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan, atau hal-hal yang belum pernah diketahui
sebelumnya sebagai informasi baru.
h. Bila tidak ada lagi pertanyaan, fasilitator akan meminta anda
sebagai orang pertama dalam kelompok untuk menyampaikan apa
saja yang dapat dipelajari dari kasus tersebut, terutama
berhubungan dengan informasi baru yang dianggap dapat
memberikan tambahan pengetahuan atau sesuatu hal yang pernah
diketahui tetapi dilupakan. Semua hal tersebut diyakini akan dapat
dipergunakan untuk perbaikan kinerja pada waktu yang akan
datang.
3. Pedoman Bagi Anggota atau Peserta
a. Setelah memperhatikan penyajian kasus tersebut , setiap peserta
menyiapkan pertanyaan-pertanyaan, minimal satu pertanyaan.
Kesempatan seluas - luasnya diberikan untuk melakukan
klarifikasi atas penanganan kasus tersebut.
b. Didalam mengajukan pertanyaan, cobalah merujuk pada standar
atau SOP yang berlaku, refleksi ulang bila anda mempunyai
pengalaman dalam menangani kasus semacam itu atau iptek
terbaru yang diketahui.
c. Peserta tidak diperbolehkan untuk memberikan jawaban, saran
secara langsung atau memberitahukan bagaimana seharusnya
perawatan pasen itu harus dilakukan.
d. Bila anda berpikir bahwa penyaji melakukan perawatan dengan
cara yang berbeda, tidak sesuai standar atau tidak sesuai dengan
SOP yang berlaku, anda dilarang keras untuk melakukan kritik.
Anda hanya dapat melakukan klarifikasi kepada penyaji apakah
dia telah memikirkan cara lain seperti apa yang anda pikirkan.
e. Selama diskusi berlangsung semua peserta memberikan perhatian
penuh, karena sangat mungkin dari setiap pertanyaan atau
klarifikasi yang muncul, ada diantaranya yang belum pernah
diketahui oleh peserta lainnya. Ini merupakan kesempatan bagi
semua anggota untuk belajar serta memperoleh informasi atau
pengetahuan baru dari proses diskusi ini dalam waktu yang relatif
sangat singkat.
f. Perlu diingat bahwa semua anggota kelompok juga akan belajar
dari pemikiran anda.
g. Peserta mempunyai waktu 20 - 30 menit untuk mengajukan
pertanyaan, setelah itu anda perlu menyimak kembali apa yang
dapat anda pelajari dari proses diskusi kasus tersebut, guna dapat
menjawab dengan tepat pertanyaan dari fasilitator pada akhir sesi
tersebut.
h. Kesimpulan tentang issue-issue yang muncul dapat dijadikan
cermin bagi semua peserta, agar kejadian atau masalah yang sama
tidak terulang dimasa yang akan datang.
RENCANA PELAKSANAAN DISKUSI REFLEKSI KASUS PADA TN. A
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
RISIKO GANGGUAN PERFUSI JARINGAN SEREBRAL PADA DIAGNOSA
MEDIS STROKE HEMORAGIK
DI RUANG CENDRAWASIH RSUD. WANGAYA

Topik : Pasien dengan emergency hypertension tidak masuk Ruang ICU


Sasaran : Klien Tn. A 39 tahun
Hari/tanggal : Kamis, 5 Mei 2022
Waktu : 11.00 WITA

I. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah mengenai kejadian pasien dengan emergency
hypertension yang tidak masuk Ruang ICU
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskusikan masalah yang belum teratasi
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer dan
tim kesehatan lain.
c. Menemukan alasan terhadap masalah pasien
II. Sasaran
Pasien Tn. A berusia 39 tahun yang dirawat di Ruang Cendrawasih kamar
C4B4
III. Uraian kasus
Pasien datang dari IGD ke Ruang Cendrawasih pada tanggal 3 Mei
20.22 pukul 22.00 WITA dengan tingkat kesadaran coma (E1V1M1).
Keluarga mengatakan pasien tidak sadar sejak pukul 15.00.
sebelumnya pasien beristirahat di rumah teman karena merasa
tangannya kesemutan. Tiba-tiba pasien muntah dan tidak sadar.
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak
pernah diobati dan tidak memiliki alergi obat. Dari hasil pengkajian
ditemukan bahwa napas pasien mengorok, menggunakan O2 nasal
kanul 3 lpm, tidak ada demam, ADL dibantu penuh. Pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan hasil TD 200/140, N 92 x/menit, RR 24
x/menit, dan suhu 36°C. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan :
WBC : 16,40 BS : 185
RBC : 3,97 Bun : 73
Hb : 11,4 SC : 2,5
HCt : 81,9 Na : 140
Plt : 166 Cl : 101
SGPT : 19 K : 3,1
SGOT : 28
Therapy yang direkomendasikan oleh dokter DPJP adalah
- IVFD futrolit 20 tpm
- Citicoline 2 x 500 mg
- Manitol 200 cc bolus, selanjutnya 6 x 100 cc
- Asam tranexamat 4 x 500 mg
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Paracetamol 2 x 1 flash.
Pasien dengan keadaan umum yang buruk masih belum direkomendasikan
untuk dirawat di ruang intensif dan diterima dirawat di ruang rawat inap
biasa hingga tanggal 4 Mei 2022.
IV. Materi
a. Keselamatan pasien (Patient Safety)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/Per/VIII/2011 disebutkan bahwa keselamatan pasien (patient
safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman meliputi asesmen resiko identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien. Pelaporan
dan analisa insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implememntasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (Depkes RI, 2011).
a)Definisi Intensive Care Unit
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit
yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang
khusus dan perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi
pasien - pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit -
penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa
dengan prognosis buruk (Indonesian Socuety of Intensive Care Unit,
2015). Intesive Care mempunyai 2 fungsi utama: yang pertama adalah
untuk melakukan perawatan pada pasien - pasien hawat darurat dengan
potensi “reversible life threatening organ dysfunction”, yang kedua
adalah untuk mendukung organ vital pada pasien - pasien yang akan
menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan
resiko tinggi untuk fungsi vital. Beberapa komponen ICU yang
spesifik yaitu:
1. Pasien yang dirawat dalam keadaan kritis
2. Desain ruangan dan sarana yang khusus
3. Peralatan berteknologi tinggi dan mahal
4. Pelayanan dilakukan oleh staf yang professional dan
berpengalaman dan mampu mempergunakan peralatan yang
canggih dan mahal (Achsanuddin, 2007).
Ruang lingkup pelayanan di ICU meliputi hal - hal sebagai berikut:
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit - penyakit
akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan
kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh
sekaligus melakukan penatalaksanaan spesifik problema
dasar
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan
terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau
iatrogenik
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang
kehidupannya sangat tergantung pada alat/mesin dan orang
lain.
Tujuan dari pelayanan intensive care adalah memberikan
pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah
fragmentasi pengelolaan pasien sakit kritis, meliputi:
1. Pasien - pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan
memerlukan dokter, perawat, perawat napas yang terkoordinasi
dan berkelanjutan, sehingga memerlukan perhatian yang teliti,
agar dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan titrasi
terapi.
2. Pasien - pasien yang dalam keadaan bahaya mengalami
dekompensasi fisiologis dank arena itu memerlukan
pemantauan yang terus menerus dan kemampuan tim intensive
care untuk melakukan intervensi segera untuk mencegah
timbulnya penyulit yang merugikan.
b) Kriteria Pasien Masuk ICU
Kebutuhan pelayanan pasien ICU adalah tindakan resusitasi jangka
panjang yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi - fungsi vital seperti
Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation
(fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, disertai
dengan diagnosis dan terapi definitive.
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan akut yang
masih diharapkan reversible (pulih kembali seperti semula) mengingat
ICU adalah tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari
segi peralatan dan tenaga (yang khusus). Indikasi pasien yang layak
dirawat di ICU adalah:
1. Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh Tim intensive
care
2. Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh
secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan
pengawasan yang konstan terus menerus dan metode terapi titrasi
3. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan
tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis
Kriteria pasien masuk berdasarkan diagnosis menggunakan kondisi atau
penyakit yang spesifik untuk menentukan kelayakan masuk ICU
(Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan, 2011).
1. Sistem Kardiovaskuler
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Infark miokard akut dengan komplikasi
b. Syok kardiogenik
c. Aritmia kompleks yang membutuhkan monitoring jetat dan
intervensi
d. Gagal jantung kongestif dengan gagal napas dan/atau
membutuhkan support hemodinamik
e. Hipertensi emergensi
f. Angina tidak stabil, terutama dengan disritmia, hemodinamik tidak
stabil, atau nyeri dada menetap
g. S/P cardiac arrest
h. Tamponade jantung atau konstriksi dengan hemodinamik tidak
stabil
i. Diseksi aneurisma aorta
j. Blokade jantung komplit
2. Sistem Pernafasan
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Gagal napas akut yang membutuhkan bantuan ventilator
b. Emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil
c. Pasien dalam perawatan Intermediate Care Unit yang mengalami
perburukan fungsi pernapasan
d. Membutuhkan perawat/perawatan pernapasan yang tidak tersedia
di unit perawatan yang lebih rendah tingkatnya misalnya
Intermediate Care Unit
e. Hemoptisis massif
f. Gagal napas dengan ancaman intubasi
3. Penyakit Neurologis
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Stroke akut dengan penurunan kesadaran
b. Koma: metabolik, toksis, atau anoksia
c. Perdarahan intracranial dengan potensi herniasi
d. Perdarahan subarachnoid akut
e. Meningitis dengan penurunan kesadaran atau gangguan
pernapasan
f. Penyakit system saraf pusat atau neuromuskuler dengan penurunan
fungsi neurologis atau pernapasan (misalnya: Myastenia Gravis,
Syndroma Guillaine-Barre)
g. Status epileptikus
h. Mati batang otak atau berpotensi mati batang otak yang
direncanakan untuk dirawat secara agresif untuk keperluan donor
organ
i. Vasospasme
j. Cedera kepala berat
4. Overdosis obat atau keracunan obat
Kondisi atau penyakit spesifik akibat overdosis obat atau keracunan
obat yang mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai
berikut:
a. Keracunan obat dengan hemodinamik tidak stabil
b. Keracunan obat dengan penurunan kesadaran signifikan dengan
ketidakmampuan proteksi jalan napas
c. Kejang setelah keracunan obat
5. Penyakit Gastrointestinal
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem gastrointestinal yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan gastrointestinal yang mengancam nyawa termasuk
hipotensi, angina, perdarahan yang masih berlangsung, atau
dengan penyakit komorbid
b. Gagal hati fulminant
c. Pankreatitis berat
d. Perforasi esophagus dengan atau tanpa mediastinitis
6. Endokrin
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem endokrin yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Ketoasidosis diabetikum dengan komplikasi hemodinamik tidak
stabil, penurunan kesadaran, pernapasan tidak adekuat atau
asidosis berat
b. Badai tiroid atau koma miksedema dengan hemodinamik tidak
stabil
c. Kondisi hiperosmolar dengan koma dan/atau hemodinamik tidak
stabil
d. Penyakit endokrin lain seperti krisis adrenal dengan hemodinamik
tidak stabil
e. Hiperkalsemia berat dengan penurunan kesadaran, membutuhkan
monitoring hemodinamik
f. Hipo atau hypernatremia dengan kejang, penurunan kesadaran
g. Hipo atau hipermagnesemia dengan hemodinamik terganggu atau
disritmia
h. Hipo atau hyperkalemia dengan disritmia atau kelemahan otot
i. Hipofosfatemia dengan kelemahan otot
7. Bedah
Kondisi khusus yang mengindikasikan pasien bedah untuk masuk ICU
adalah pasien pasca operasi yang membutuhkan monitoring
hemodinamik/bantuan ventilator atau perawatan yang ekstensif
8. Lain-lain
a. Syok sepsis dengan hemodinamik tidak stabil
b. Monitoring ketat hemodinamik
c. Trauma factor lingkungan (petir, tenggelam, hipo / hypernatremia)
d. Terapi baru / dalam percobaan dengan potensi terjadi komplikasi
e. Kondisi klinis lain yang memerlukan perawatan setingkat ICU.
V. Metode
Diskusi

VI. Media
1. Sarana diskusi: kertas, bolpoin
VII. Kegiatan Diskusi Refleksi Kasus
No. Waktu Kegiatan Pelaksana Durasi Tempat
1. Kamis, 5 Mei Fasilitator Fasilitator 5 menit Nurse
2022 membuka station
11.00 pertemuan dan
memberi salam
2. 11.05 Fasilitator Fasilitator 5 menit Nurse
menyampaikan station
dengan ringkas
persyaratan diskusi
3. 11.10 Fasilitator Fasilitator 15 Nurse
memberikan menit station
kesempatan kepada
presenter untuk
menyajikan kasus /
masalah selama 15-
20 menit
4. 11.15 Setelah selesai Fasilitator 20 Nurse
fasilitator menit station
mempersilahkan
setiap peserta untuk
mengajukan
klarifikasi selama
20-30 menit secara
bergantian searah
jarum jam
5. 11.20 Fasilitator boleh Fasilitator 10 Nurse
mengajukan menit station
klarifikasi
6. 11.25 Bila diskusi telah Fasilitator 5 menit Nurse
selesai fasilitator station
bertanya kepada
presenter dan pada
semua peserta
lainnya mengenai
hal-hal apa saja
yang telah
dipelajari dari kasus
yang sudah dibahas
7. 11.30 Fasilitator mencatat Fasilitator 10 Nurse
apa yang peserta menit station
pelajari dalam
diskusi
8. 11.35 Fasilitator Fasilitator 15 Nurse
merumuskan issue- menit station
issue sebagai hasil
pembelajaran
dalam diskusi
9. 11.40 Bacakan kembali Fasilitator 10 Nurse
issue – issue untuk menit station
disepakati
10. 11.45 Masalah issue yang Fasilitator 5 menit Nurse
muncul station
didiskusikan untuk
ditindaklanjuti
11. 11.50 Semua peserta Fasilitator 10 Nurse
diskusi menit station
menandatangani
daftar hadir
12. 11.55 Fasilitator membuat Fasilitator 10 Nurse
laporan dalam menit station
format DRK
13. 12.00 Sepakati jadwal Fasilitator 5 menit Nurse
DRK yang akan station
datang
14. 12.10 Fasilitator menutup Fasilitator 10 Nurse
pertemuan dan menit station
mengucapkan
terimakasih
15. 12.15 Dokumen DRK Fasilitator 10 Nurse
disimpan dalam file menit station
komite

VIII. Tim Diskusi Refleksi Kasus


1. Fasilitator : Luh Erlina Rahayuni, S.Kep
2. Penyaji : I Gede Eka Saputra, S.Kep

IX. Kriteria Evaluasi


1. Struktur
a. Diskusi Refleksi Kasus dilaksanakan di Ruang Cendrawasih
RSUD Wangaya
b. Tim DRK hadir di tempat pelaksanaan Diskusi Refleksi Kasus
tepat waktu
2. Proses
a. Tim mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
b. Seluruh tim DRK melakukan tugasnya sesuai dengan job desk
masing-masing Hasil
3. Evaluasi
a. Masalah dapat teratasi
b. Seruluh tim paham dengan permasalahan-permasalahan yang ada
X. Pengorganisasian
Kepala ruangan : Nyoman Indah Dwi Pratywi, S.Kep
PP I : I Gede Eka Saputra, S.Kep
PA :
Komang Triya Widhi Astuti, S.Kep
Luh Erlina Rahayuni, S.Kep
Ni Luh Ayu Ratih, S.Kep
Nyoman Indah Dwi Pratywi, S. Kep
Putu Thania Pramesuari A.D, S.Kep
Luh Nita Noviantari, S.Kep
Pembimbing : Ns. Sayu Kade Seri Damayanti, S.Kep
Ns. Made Dian Shanti Kusuma, S. Kep., MNS.
Denpasar, 5 Mei 2022

Kepala Ruangan Perawat primer

(Nyoman Indah Dwi Pratywi, S.Kep) (I Gede Eka Saputra, S.Kep)


PELAKSANAAN DISKUSI REFLEKSI KASUS PADA TN. A
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
(SH) DI RUANG CENDRAWASIH RSUD. WANGAYA

Topik : Pasien masuk

Sasaran : Klien Tn. A 39 tahun

Hari/tanggal : Kamis, 5 Mei 2022

Waktu : 12.00 WITA – selesai.

I. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah mengenai kejadian pasien masuk yang
tidak mendapatkan pelayanan ICU
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskusikan masalah yang belum teratasi
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat
primer dan tim perawat lain

c. Menemukan alasan terhadap permasalahan yang ada


II. Sasaran
Pasien Tn. A berusia 39 tahun yang dirawat di Ruang
Cendrawasih kamar C4B4 RSUD Wangaya
III. Uraian kasus
Perawat ruang Cendrawasih menerima pasien dari IGD pada
pukul 22.00 Wita dengan kesadaran pasien koma E1V1M1, nafas
ngorok, menggunakan O2 nasal kanul 3lpm, demam tidak ada,
ADL dibantu penuh. BAK ada. Keluarga mengatakan pasien
tidak sadar sejak kemarin pukul 15.00 Wita. Sebelumnya pasien
beristirahat di rumah temannya karena merasakan tangan yang
kesemutan. Keluarga mengatakan tibatiba pasien muntah dan
tidak sadar. Riwayat alergi obat disangkal, dan keluarga
mengatakan pasien memiliki riwayat hipertensi tanpa pengobatan.
Keluarga mengatakan pasien belum vaksin Covid-19 karena
hipertensinya. Resiko jatuh pasien tinggi.

Hasil lab :

WBC : 16.60 SgPT : 19

RBC : 3.79 SgOT : 28

HB : 11.4 BS : 185

HCT : 81.9 BUN : 73

PLT : 166 SC : 2.5

Cl : 101 Na : 140

k : 3.1

Hasil swab antigen negative


EKG HR : 92x/mnt
Therapy dari dr. Desie, Sp.S :
1. IVFD Futrolit 20tpm
2. Citicoline 500mg @ 12 jam
3. Manitol 200cc bolus, selanjutnya 100cc @ 4 jam
4. Asam Tranexamat 500mg @ 6 jam
5. Omeprazole 40mg @ 24 jam
6. Paracetamol 1 flash @ 12 jam
Planningnya yaitu :
1. Konsul baca thorax dan CT scan kepala
2. Pasang NGT dan DC
Pada pukul 13.00 kesadaran pasien masih koma dengan
E4V5M6, pasien masih menggunakan O2 nasal kanul 3lpm.
Pasien sudah terpasang NGT dan DC. TTV pasien TD : 225/145,
Suhu : 390C, Nadi : 102x/mnt, RR : 24x/mnt. Lalu pasien
dikonsulkan ICU ked dr. anastesi namun masih menunggu acc.
Selanjutnya konsul ked dr. parwata,Sp.JP dan diberikan advise
perdipine mulai 0,5 mcg/kgBB/mnt. Saran intensif target dari
Neuro 25% dari MABP naikkan dosis kalikan dua ika target
tidak tercapai dalam waktu 30 menit. Pasien sudah diplaningkan
diet susu 200 cc @ 6 jam. Kemudian dikonsulkan kepada SPJP
dan diinstruksikan sore pasang drip perdipine 15 cc/jam.

Kemudian pada pukul 14.20 pasien mengalami apnea, tekanan


darah : tidak terdeteksi, nadi tidak terdeteksi, respirasi tidak ada,
suhu 380C. kemudia lapor ked dr MOD dr.Bagus atas instruksi dr
akan keruangan. Lakukan RJP lima siklus. Pada pukul 14.40 RJP
lima siklus tidak menolong, EKG asistole, pupil medriasis
maksimal. Kemudian pasien dinyatakan meninggal oleh dokter
jaga MOD dr. Bagus dihadapan keluarga dan petugas medis.
Keluarga maklum dan menerima kondisi.

IV. Materi
Keselamatan pasien (Patient Safety)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/Per/VIII/2011 disebutkan bahwa keselamatan pasien
(patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman meliputi asesmen resiko
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien. Pelaporan dan analisa insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implememntasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(Depkes RI, 2011).

A. Definisi Intensive Care Unit

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah


Sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan)
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus dengan
tujuan untuk terapi pasien - pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit - penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis buruk (Indonesian
Socuety of Intensive Care Unit, 2015). Intesive Care mempunyai
2 fungsi utama: yang pertama adalah untuk melakukan perawatan
pada pasien - pasien hawat darurat dengan potensi “reversible life
threatening organ dysfunction”, yang kedua adalah untuk
mendukung organ vital pada pasien - pasien yang akan menjalani
operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan resiko
tinggi untuk fungsi vital. Beberapa komponen ICU yang spesifik
yaitu:

1. Pasien yang dirawat dalam keadaan kritis


2. Desain ruangan dan sarana yang khusus
3. Peralatan berteknologi tinggi dan mahal
4. Pelayanan dilakukan oleh staf yang professional dan
berpengalaman dan mampu mempergunakan peralatan yang
canggih dan mahal (Achsanuddin, 2007).
Ruang lingkup pelayanan di ICU meliputi hal - hal sebagai
berikut:
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit - penyakit
akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan
kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh
sekaligus melakukan penatalaksanaan spesifik problema
dasar
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan
terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau
iatrogenik
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang
kehidupannya sangat tergantung pada alat/mesin dan orang
lain.
Tujuan dari pelayanan intensive care adalah memberikan
pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah
fragmentasi pengelolaan pasien sakit kritis, meliputi:
1. Pasien - pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan
memerlukan dokter, perawat, perawat napas yang
terkoordinasi dan berkelanjutan, sehingga memerlukan
perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan
yang konstan dan titrasi terapi.
2. Pasien - pasien yang dalam keadaan bahaya mengalami
dekompensasi fisiologis dank arena itu memerlukan
pemantauan yang terus menerus dan kemampuan tim
intensive care untuk melakukan intervensi segera untuk
mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.
B. Kriteria Pasien Masuk ICU
Kebutuhan pelayanan pasien ICU adalah tindakan resusitasi jangka
panjang yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi - fungsi vital seperti
Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation
(fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, disertai
dengan diagnosis dan terapi definitive.
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan akut yang
masih diharapkan reversible (pulih kembali seperti semula) mengingat
ICU adalah tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari
segi peralatan dan tenaga (yang khusus). Indikasi pasien yang layak
dirawat di ICU adalah:
1. Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh Tim intensive
care
2. Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh
secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan
pengawasan yang konstan terus menerus dan metode terapi titrasi
3. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan
tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis
Kriteria pasien masuk berdasarkan diagnosis menggunakan kondisi
atau penyakit yang spesifik untuk menentukan kelayakan masuk ICU
(Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan, 2011).
1. Sistem Kardiovaskuler
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Infark miokard akut dengan komplikasi
b. Syok kardiogenik
c. Aritmia kompleks yang membutuhkan monitoring jetat dan
intervensi
d. Gagal jantung kongestif dengan gagal napas dan/atau
membutuhkan support hemodinamik
e. Hipertensi emergensi
f. Angina tidak stabil, terutama dengan disritmia, hemodinamik
tidak stabil, atau nyeri dada menetap
g. S/P cardiac arrest
h. Tamponade jantung atau konstriksi dengan hemodinamik tidak
stabil
i. Diseksi aneurisma aorta
j. Blokade jantung komplit
2. Sistem Pernafasan
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Gagal napas akut yang membutuhkan bantuan ventilator
b. Emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil
c. Pasien dalam perawatan Intermediate Care Unit yang mengalami
perburukan fungsi pernapasan
d. Membutuhkan perawat/perawatan pernapasan yang tidak tersedia
di unit perawatan yang lebih rendah tingkatnya misalnya
Intermediate Care Unit
e. Hemoptisis massif
f. Gagal napas dengan ancaman intubasi
3. Penyakit Neurologis
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Stroke akut dengan penurunan kesadaran
b. Koma: metabolik, toksis, atau anoksia
c. Perdarahan intracranial dengan potensi herniasi
d. Perdarahan subarachnoid akut
e. Meningitis dengan penurunan kesadaran atau gangguan
pernapasan
f. Penyakit system saraf pusat atau neuromuskuler dengan
penurunan fungsi neurologis atau pernapasan (misalnya:
Myastenia Gravis, Syndroma Guillaine-Barre)
g. Status epileptikus
h. Mati batang otak atau berpotensi mati batang otak yang
direncanakan untuk dirawat secara agresif untuk keperluan donor
organ
i. Vasospasme
j. Cedera kepala berat
4. Overdosis obat atau keracunan obat
Kondisi atau penyakit spesifik akibat overdosis obat atau keracunan
obat yang mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai
berikut:
a. Keracunan obat dengan hemodinamik tidak stabil
b. Keracunan obat dengan penurunan kesadaran signifikan dengan
ketidakmampuan proteksi jalan napas
c. Kejang setelah keracunan obat
5. Penyakit Gastrointestinal
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem gastrointestinal yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan gastrointestinal yang mengancam nyawa termasuk
hipotensi, angina, perdarahan yang masih berlangsung, atau
dengan penyakit komorbid
b. Gagal hati fulminant
c. Pankreatitis berat
d. Perforasi esophagus dengan atau tanpa mediastinitis
6. Endokrin
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem endokrin yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:
a. Ketoasidosis diabetikum dengan komplikasi hemodinamik tidak
stabil, penurunan kesadaran, pernapasan tidak adekuat atau
asidosis berat
b. Badai tiroid atau koma miksedema dengan hemodinamik tidak
stabil
c. Kondisi hiperosmolar dengan koma dan/atau hemodinamik tidak
stabil
d. Penyakit endokrin lain seperti krisis adrenal dengan hemodinamik
tidak stabil
e. Hiperkalsemia berat dengan penurunan kesadaran, membutuhkan
monitoring hemodinamik
f. Hipo atau hypernatremia dengan kejang, penurunan kesadaran
g. Hipo atau hipermagnesemia dengan hemodinamik terganggu atau
disritmia
h. Hipo atau hyperkalemia dengan disritmia atau kelemahan otot
i. Hipofosfatemia dengan kelemahan otot
7. Bedah
Kondisi khusus yang mengindikasikan pasien bedah untuk masuk ICU
adalah pasien pasca operasi yang membutuhkan monitoring
hemodinamik/bantuan ventilator atau perawatan yang ekstensif
8. Lain-lain
f. Syok sepsis dengan hemodinamik tidak stabil
g. Monitoring ketat hemodinamik
h. Trauma factor lingkungan (petir, tenggelam, hipo / hypernatremia)
i. Terapi baru / dalam percobaan dengan potensi terjadi komplikasi
j. Kondisi klinis lain yang memerlukan perawatan setingkat ICU.

V. Metode

Diskusi
VI. Media
Sarana diskusi: kertas, bolpoin
VII. Kegiatan Diskusi Refleksi Kasus

No. Waktu Kegiatan Pelaksana Durasi Tempat


1. Kamis, 5 Mei Fasilitator Fasilitator 5 menit Nurse
2022 membuka station
12.00 pertemuan dan
memberi salam
2. 12.05 Fasilitator Fasilitator 5 menit Nurse
menyampaikan station
dengan ringkas
persyaratan diskusi
3. 12.10 Fasilitator Fasilitator 15 Nurse
memberikan menit station
kesempatan kepada
presenter untuk
menyajikan kasus /
masalah selama 15-
20 menit
4. 12.15 Setelah selesai Fasilitator 20 Nurse
fasilitator menit station
mempersilahkan
setiap peserta untuk
mengajukan
klarifikasi selama
20-30 menit secara
bergantian searah
jarum jam
5. 12.20 Fasilitator boleh Fasilitator 10 Nurse
mengajukan menit station
klarifikasi
6. 12.25 Bila diskusi telah Fasilitator 5 menit Nurse
selesai fasilitator station
bertanya kepada
presenter dan pada
semua peserta
lainnya mengenai
hal-hal apa saja
yang telah
dipelajari dari kasus
yang sudah dibahas
7. 12.30 Fasilitator mencatat Fasilitator 10 Nurse
apa yang peserta menit station
pelajari dalam
diskusi
8. 12.35 Fasilitator Fasilitator 15 Nurse
merumuskan issue- menit station
issue sebagai hasil
pembelajaran
dalam diskusi
9. 12.40 Bacakan kembali Fasilitator 10 Nurse
issue – issue untuk menit station
disepakati
10. 12.45 Masalah issue yang Fasilitator 5 menit Nurse
muncul station
didiskusikan untuk
ditindaklanjuti
11. 12.50 Semua peserta Fasilitator 10 Nurse
diskusi menit station
menandatangani
daftar hadir
12. 12.55 Fasilitator membuat Fasilitator 10 Nurse
laporan dalam menit station
format DRK
13. 13.00 Sepakati jadwal Fasilitator 5 menit Nurse
DRK yang akan station
datang
14. 13.10 Fasilitator menutup Fasilitator 10 Nurse
pertemuan dan menit station
mengucapkan
terimakasih
15. 13.15 Dokumen DRK Fasilitator 10 Nurse
disimpan dalam file menit station
komite

VIII. Evaluasi
1. Semua perserta hadir tepat waktu
2. Semua perserta menaati peraturan yang telah berlaku
3. Semua perserta mengikuti DRK sampai selesai
4. Fasilitator, penyaji dan audiance melakukan tugasnya
masing-masing dengan baik
5. Diskusi berjalan dengan baik
6. Masalah dapat terpecahkan dengan mengangkat isu-isu
sebagai berikut :
a. Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit
yang diderita pasien
b. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan
penatalaksanaan pada hipertensi yang diderita pasien
c. Pentingnya edukasi bagi keluarga dan masyarakat umum
mengenai bahaya, pengobatan dan penanganan
hipertensi yang tepat bagi penderita hipertensi
IX. Tim Diskusi Refleksi Kasus
Fasilitator : Luh Erlina Rahayuni, S.Kep
Penyaji : I Gede Eka Saputra, S.Kep

DAFTAR PUSTAKA

Achsanudin, H. (2007). (Peranan Ruangan Perawatan Intensif (ICU) dalam


Memberikan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Asselin, M. E.,&Fain, J. A. (2013). Effect of reflective practice education on
selfreflection, insight, and reflective thinking among experienced
nurses. Journal for Nurses in Professional Development, 29(3),111-
119. doi:10.1097/nnd.0b013e318291c0cc.
Depkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No
1691/Menkes/Per/VIII, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Jakarta.
Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan. (2011). Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit di Rumah Sakit.
Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Indonesian Society of Intensive Care Unit. (2015). Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan ICU (online). www. Perdici.org/pedoman-ICU/
Kemenkes. (2012). Pedoman teknis bangunan rumah sakit kelas B. Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan: Jakarta
Walker, R., Cooke, M., Henderson, A., & Creedy, D.K. (2013). Using a critical
reflection process to create an effective learning community in the
workplace. Nurse Education Today, 33, 504-511.

Anda mungkin juga menyukai