Anda di halaman 1dari 17

2.

1 Model Hubungan Perawat, Dokter, Dan Pasien


2.1.1 Model Aktivitas- Pasivitas
Suatu model dimana perawat dan dokter berperan aktif dan pasien berperan
pasif. Model ini tepat untuk bayi, pasien koma, pasien dibius, dan pasien dalam
keadaan darurat.Dokter berada pada posisi mengatur semuanya, merasa
mempunyai kekuasaan, dan identitas pasien kurang diperhatikan. Model ini
bersifat otoriter dan paternalistic.
2.1.2 Model Hubungan Membantu
Merupakan dasar untuk sebagian besar dari praktik keperawatan atau praktik
kedokteran. Model ini terdiri dari pasien yang mempunyai gejala mencari
bantuan dan perawat atau dokter yang mempunyai pengetahuan terkait dengan
kebutuhan pasien.Perawat dan dokter memberi bantuan dalam bentuk
perlakuan/ perawatan atau pengobatan. Timbal baliknya pasien diharapkan
bekerja sama dengan mentaati anjuran perawat atau dokter. Dalam model ini,
perawat dan dokter mengetahui apa yang terbaik bagi pasien, memegang apa
yang diminati pasien dan bebas dari prioritas yang lain. Model ini bersifat
paternalistik.
2.1.3 Model Partisipasi Mutual
Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang sama atau
kesejahteraan antara umat manusia merupakan nilai yang tinggi, model ini
mencerminkan asumsi dasar dari proses demokrasi. Interaksi, menurut model
ini, menyebutkan kekuasaan yang sama, saling membutuhkan, dan aktivitas
yang dilakukan akan memberikan kepuasan kedua pihak. Model ini mempunyai
ciri bahwa setiap pasien mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya sendiri
yang merupakan aspek penting pada layanan kesehatan saat ini. Peran dokter
dalam model ini adalah membantu pasien menolong
dirinya sendiri.Dari perspektif keperawatan, model partisipasi mutual ini penting
untuk mengenal dari pasien dan kemampuan diri pasien.Model ini menjelaskan
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang.
Keperawatan bersifat menghargai martabat individu yang unik, berbeda satu
sama lain dan membantu kemampuan dalam menentukan dan mengatur diri
sendiri ( Bandman and Bandman,2004. dikutip dari American Nurses
Assocication, Nursing: Asocial Policy. Kansas City. MO: 2005).
2.2 Hubungan Perawat dan Pasien
Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai tujuan
tertentu.Seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan juga
mempunyai tujuan tertentu. Kondisi yang dihadapi pasien merupakan penentu
peran perawat terhadap pasien ( Husted dan Husted, 2006 ).
Untuk menjelaskan peran perawat secara umum dapat digunakan kerangka
yang mengacu pada pandangan dasar Helldegard .E Pepley, tentang hubungan
perawat dan pasien dalam asuhan keperawatan, merupakan rasa percaya,
pengukuran pemecahan masalah (Problem Solving), dan kolaborasi.
Dalam konteks hubungan perawat dan pasien, perawat dapat berperan sebagai
konselor pada saat pasien mengungkapkan kejadian dan perasaan tentang
penyakitnya.Perawat juga dapat berperan sebagai pengganti orang tua
(terutama pada pasien anak), saudara kandung, atau teman bagi pasien dalam
ungkapan perasaan-perasaannya.

2.3Hubungan antara Perawat dengan Perawat


Dalam membina hubungan antarsesama perawat yang ada, baik dengan lulusan
S.Kep maupun DIII Keperawatan (Am.Kep) diperlukan adanya sikap saling
menghargai dan saling toleransi sehingga sebagai perawat baru dapatr
mengadakan pendekatan yang baik dengan kepala ruangan, dan juga para
perawat lainnya.
Sebagai anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerja sama
dengan sesama perawat dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan terhadap klien. Dalam menjalankan tugasnya, perawat harus dapat
membina hubungan baik dengansesama perawat yang ada di lingkungan tempat
kerjanya. Dalam membina hubungan tersebut, sesama perawat harus
mempunyai rasa saling menghargai dan saling toleransi yang tinggi agar tidak
terjadi sikap saling curiga dan benci.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien komunikasi
antartenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting.
Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah,
sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau
komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.
Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural, dan
hubungan intrapersonal.
2.4 Hubungan Perawatdan Dokter
Hubungan perawat dengan dokter telah terjalin seiring perkembangan kedua
kedua profesi ini, tidak terlepas dari sejarah, sifat ilmu/ pendidikan, latar
belakang personal dan lain- lain.
Kedokteran dan keperawatan, walaupun kedua disiplin ilmu ini sama- sama
berfokus pada manusia, mempunyai beberapa perbedaan. Kedokteran lebih
bersifat paternalistik, yang mencerminkan figur seorang bapak, pemimpin dan
pembuat keputusan (judgment).Sedangkan keperawatan lebih bersifat
mothernalistik, yang mencerminkan figure seorang ibu (mother instink) dalam
memberikan asuhan keperawatan, kasih sayang, dan bantuan (helping
relationship).

2.5 Model-Model Pengambilan Keputusan Etika Dalam Keperawatan


Ada 3 model pengambilan keputusan yang pertama adalah keputusan etis yang
berpusat pada pasien , keputusan etis yang berpusat pada dokter dan berpusat
pada birokrasi .
Dalam kasus ini kami akan mencoba untuk mengambil keputusan etis
berdasarkan pada 5 tahap pengambilan keputusan secara etis menurut Silvia,
1. Pengkajian, tahap ini akan dilakukan dengan melihat situasi klien.
2. Identifikasi masalah
3. Mempertimbangkan kemungkinan tindakan, tindakan dengan pendekatan
deontologik yaitu dengan berdasar pada moralitas dari suatu keputusan etis dan
memperhatikan prinsip etika yaitu Beneficience dan justice.
4. Keputusan dan seleksi tindakan.
Membuat keputusan dengan memberikan informasi kepada klien bahwa setelah
perawatan jika mengalami perbaikan maka pasien diharapkan untuk
meninggalkan kebiasaan buruknya.Dengan memberikan penyuluhan pasca
perawatan tentang bahaya dari kebiasaan buruk itu.
5. Refleksi terhadap keputusan dan tindakan yang diambil, artinya keputusan
dan tindakan yang diambil tidak bertentangan dnegan hukum dan agama.

2.6 Otonomi Pasien (facilitate autonomy)


Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan hidup
individu.Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab
terhadap pilihannya sendiri.Prinsip otonomi menegaskan bahwa seseorang
mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana
pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang didiperlukan dalam ide terhadap respect
terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa
memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. (Curtin, 2002).
Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan
otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
usia, penyakit, lingkungan Rumah SAkit, ekonomi, tersedianya informsi dan lain-
lain (Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan pasien untuk memilih pengobatan dan
siapa yang berhak mengobatinya sesuai dengan yang diinginkan.

2.7 Sikap Terhadap Kematian


Kehilangan tidakselalu oleh kematian tetapi semua kehilangan disertai putus
hubungan. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
2.7.1 Tipe Kehilangan :
1. Kehilangan cinta seseorang / orang yang dicintai
2. Kehilangan diri sendiri ( bodi, kepribadian yang dimiliki seseorang, gambaran
mental, dll)
3. Kehilangan obyek ( mobil, rumah, dll)
1. Kehilangan Obyek Eksternal
Mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang, berpindah tempat,
dicuri atau rusak karena bencana alam. Bagi anak-anak kehilangan boneka,
selimut, dll. Sedangkan orang dewasa mungkin kehilangan perhiasan, motor,
hap, dll. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang tergantung pada nilai
dan kegunaan yang dimiliki benda tersebut.
2. Kehilangan Lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan, yang mencakup meninggalkan
lingkungan tersebut atau kepindahan permanen. Misalnya pindah ke kota baru,
mendapatkan pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui
perpisahan dengan lingkungan yang telah dikenal dapat melalui situasi :
1) Maturasional (seorang lansia pindah ke panti werda, rumah perawatan)
2) Situasional(mengalami cedera / penyakit, kehilangan rumah karena bencana
alam)
Perawatan mengakibatkan seseorang merasa di isolasi dari kejadian rutin.
Peraturan rumah sakit membuat suatu lingkungan yang impersonal dan
demoralisasi. Kesepian akibat lingkungan yang tidak dikenal mengancam harga
diri dan membuat berduka menjadi lebih sulit.
3. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara kandung,
guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja, bahkan mungkin hewan
peliharaan, dan mungkin juga artis atau atlet idolanya. Kehilangan dapat terjadi
akibat perpisahan, pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.
4. Kehilangan Aspek Diri
Dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Kehilangan
bagian tubuh seperti anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara.
Kehilangan fisiologis mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus,
mobilitas, kekuatan, atau fungsi sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk
kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan respeks, atau
cinta. Kehilangan ini dapat terjadi akibat penyakit, cedera, atau perubahan
perkembangan atau situasi. Kehilangan ini dapat menurunkan kesejahteraan
individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan
tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan harga
diri.
5. Kehilangan Hidup
Perhatian utama sering bukan pada kematian tetapi mengenai nyeri dan
kehilangan kontrol. Sebagian besar orang takut akan kematian dan gelisah
mengenai kematian. Setiap orang berespons berbeda terhadap kematian :
1) Orang yang menderita penyakit kronis lama dapat mengalami kematian
sebagai peredaan
2) Sebagian menganggap kematian jalan menuju bersatu di surga dg orang yang
dicintai
3) Sedangkan orang lain takut perpisahan, dilalaikan, kesepian, atau cedera.
Ketakutan akan kematian sering menyebabkan individu menjadi ketergantungan.
2.7.2 Dalam Menghadapi Kehilangan
1) Bagaimana persepsi individu terhadap kehilangan
2) Tahap perkembangan
3) Kekuatan/koping mekanisme
4) Support system
2.7.3 Respons Fisik Yang Berhubungan Dengan Kehilangan :
1. Sakit kepala
2. Nafsu makan menurun atau meningkat
3. Perubahan kebiasaan BAB dan BAK
4. Perubahan pola tidur dan mimpi
5. Sesak nafas dan mulut kering
6. Tercekik pada tenggorokan dan / dada
7. Kelemahan otot
8. Tidak enak badan
9. Marah dan permusuhan
10. Kesalahan dan menyalahkan diri sendiri
2.7.4 Peran Perawat Dalam Menjelang Kematian
1. Menganjurkan pasien bicara tentang perasaan dan kehilangannya : ijinkan
Expresi feeling (menangis, marah )
2. Dengarkan pasien
3. Memberi bantuan dan informasi yang diperluksn
4. Menenangkan pasien bahwa berduka adalah proses normal
5. Menghormati agama, kultur. dan sosial pasien
2.7.5 Berduka, Berkabung Dan Kehilangan Karena Kematian
Istilahberduka, berkabung dan kehilangan karena kematiansering digunakan
tumpang tindih. Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran,
perasaan dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup
berduka dan berkabung.Berduka merupakan reaksi bio- psiko- sosial terhadap
persepsi dari kehilangan.Berduka adalah proses mengalami reaksi psikologis,
sosial dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan. Respons tersebut yang
diekspresikan terhadap kehilangan dimanifestasikan adanya perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, keputusasaan, kesepian
ketidakberdayaan, rasa bersalah, marah, dan lain-lain. Berkabung adalah proses
yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati
berduka/dukacita. Proses berduka/dukacita dan berkabung bersifat mendalam,
internal, menyedihkan , dan berkepanjangan.
1. Teori Engel (1964)
Proses berduka mempunyai 3 fase yang dapat diterapkan pada seseorang yang
berduka dan menjelang kematian, yaitu :
1) Fase pertama, individu menyangkal realitas kehidupan dan mungkin menarik
diri, duduk tidak bergerak, atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat
seperti pingsan, berkeringat, mual, diare, frekuensi jantung cepat, gelisah,
insomnia, dan keletihan.
2) Fase kedua, individu mulai merasa kehilangan tiba-tiba dan mungkin
mengalami keputusasaan. Secara mendadak menjadi marah, rasa bersalah,
frustrasi, depresi, dan kehampaan. Menangis adalah khas individu menerima
kehilangan.
3) Faseketiga, Marah dan deoresi tidak lagi terjadi. Kehilangan telah jelas bagi
individu yang mulai mengenali hidup. Dengan mengalami fase ini seseorang
telah berkembang kesadaran dirinya (fungsi emosi dan intelektual menjadi lebih
tinggi).
2. Teori KublerRoss (1969)
Tahapan menjelang ajal ( Dr. E. Kubler Ross )
1) Denial( Mengingkari /menyangkal )
Perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan menangis, gelisah,
lemah, letih, dan pucat. Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan
meninggal. Ia mungkin tidak menerima informasi ini sebagai kebenaran, dan
bahkan mungkin mengingkarinya.
“ Saya? Tidak, tak mungkin”
“ Hal ini tidak terjadi pada saya
“ Saya terlalu muda untuk mati”
Perawat :
Cobalah untuk tidak mempertegas atau mengingkari kenyataan bahwa pasien
menjelang kematian
Contoh :
“Hasil lab ini tidak benar, saya tidak menderita ca”
“ Pasti sulit bagi anda untuk memahami hasil pemeriksaan tersebut”
2) Anger( Marah )
Individu melawan kehilangan dan dapat bertindak pada seseorang dan segala
sesuatu di lingkungan sekitarnya. Perasaan marah dapat diproyeksikan pada
orang atau benda yang ditandai dengan muka merah, suara keras, tangan
mengepal, nadi cepat, gelisah, dan perilaku agresif.
Terjadi ketika pasien tidak lagi dapat mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Pasien mungkin menyalahkan orang disekelilingnya termasuk
perawat
“ Mengapa saya?”
: Semua ini adalah kesalahanmu. Saya seharusnya tidak datang ke RS ini”
Perawat:
Pahami penyebab marah pasien. Berikan pengertian dan dukungan. Dengarkan.
Cobalah memenuhi dengan cepat kebutuhan dan tututannya yang masuk akal.
Contoh :
“Makanan ini tidak enak, tidak cocok untuk dimakan”
“ Coba saya cari dulu, apakah ada makanan lain yang dapat meningkatkan
selera anda “
3) Bargaining( Tawar-menawar )
Terdapat penundaan realitas kehilangan. Individu mampu mengungkapkan rasa
marah atau kehilangan, ia akan mengekspresikan rasa bersalah, takut dan rasa
berdosa. Pada tahapan ini pasien seringkali mencari pendapat orang lain.
Kemarahan biasanya mereda dan pasien menimbulkan kesan sudah dapat
menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya. Pasien mencoba menawar
waktu untuk hidup. Ia seringkali akan berjanji kepada Tuhan.
“ Jika Engkau mengijinkan saya hidup 2 bulan lagi, saya berjanji akan menjadi
orang baik “
“ Saya tahu, saya akan mati dan saya siap untuk mati tetapi tidak sekarang “
Perawat :
Sebanyak mungkin permohonan pasien dapat dipenuhi. Dengarkan penuh
perhatian.
Contoh :
“ Jika Tuhan dapat menundanya, saya akan ke gereja setiap minggu “
“ Apa anda ingin dikunjungi rohaniawan “
4) Depression( Depresi )
Terjadi ketika ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Individu menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau bicara,
dan putus asa. Perilaku yang muncul seperti menolak makan, susah tidur, dan
dorongan libido menurun, serta merasa terlalu kesepian. Pasien datang dengan
kesadaran penuh bahwa ia akan segera mati.
“ Ya, benar aku “
“ Saya selalu berjanji pada suami saya bahwa kita akan ke Eropa dan sekarang
kita tidak akan pernah pergi lagi “
Ini biasanya merupakan satu waktu yang sedih. Pasien cenderung tidak banyak
bicara dan mungkin sering menangis.
Perawat :
Perawat duduk dengan tenang di samping pasien. Hindari kata klise yang
memperberat depresi pasien. Bersikaplah mengasihi dan mendukung. Biarkan
pasien tahu bahwa ia boleh depresi.
Contoh :
“ Semua yang terjadi benar-benar tidak masuk akal “
“ Saya mengerti anda sangat tertekan “
5) Acceptance(Menerima )
Reaksi fisiologis menurun dan interaksi sosial berlanjut. Fase ini berkaitan
dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran yang berpusat pada obyek
kehilangan mulai berkurang. K-R mendefinisikan ”penerimaan” lebih sebagai
menghadapi situasi ketimbang menyerah untuk pasrah atau putus asa. Pada
tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Pasien berusaha
menyelesaikan urusan-urusan /tugasnya yang belum selesai dan mungkin tak
ingin bicara lagi. K-R menyatakan : mencapai tahap ini tidak selalu berarti maut
sudah dekat. Tahap ini bukanlah tahap pasrah berarti kekalahan.
“ Biarlah maut cepat-cepat mengambil aku, karena aku sudah siap”
Perawat :
Jangan menganggap bahwa hanya karena pasien telah menerima
kenyataannya, bukan berarti ia tidak merasa takut atau tidakmemerlukan
dukungan emosional. Dengarkan dengan penuh perhatian, dukung dan rawatlah.
Contoh :
“ Saya sangat kesepian “
“ Saya disini menemani anda. Apa anda ingin membicarakan sesuatu “
3. Fase Berduka menurut Rando [1993]
Respons berduka dibagi menjadi 3 katagori, yaitu :
Penghindaran, dimana terjadi syok, menyangkal dan ketidakpercayaan.
Konfrontasi, terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang
melawan kehilangan dan kedukaan mereka yang dirakan paling dalam dan
dirasakan paling akut.
3) Akomodasi, secara bertahap terjadi penurunan kedukaan akut. Klien belajar
menjalani hidup dengan kehilangan mereka.
Peran Perawatadalah
Mengamati perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku,
dan memberikan dukungan yang empatik.
Mati / Meninggal adalahberhentinya fungsi vital yang permanen, akhir
penghidupan manusia.
2.7.6 Mempersiapkan Kematian
1. Setiap pasien bereaksi dengan cara yang unik
2. Kepada siapa pasien ingin mengungkapkan perasaannya keputusan yang
sangat pribadi
3. Perawat harus bersedia mendengarkan, tetapi jangan memperbesar masalah.

2.8 Pengambilan Keputusan


Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap
hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan
alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :
1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus
berdasarkan pada sistematika tertentu :
1. Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan
diambil.
2. Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
3. Falsafah yang dianut organisasi.
4. Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi
administrasi dan manajemen di dalam organisasi.
3. Masalah harus diketahui dengan jelas.
4. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul
dengan sistematis.
5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai
alternatif yang telah dianalisa secara matang.
Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal diatas, akan
menimbulkan berbagai masalah :
1. Tidak tepatnya keputusan.
2. Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan
organisasi baik dari segi manusia, uang maupun material.
3. Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak ada sinkronisasi
antara kepentingan organisasi dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut.
4. Timbulnya penolakan terhadap keputusan.
Sikap atau watak berfikir kritis dapat ditingkatkan dengan memantapkan secara
positif dan memotivasi lingkungan kerja. Kreativitas penting untuk
membangkitkan motivasi secara individu sehingga mampu memberikan konsep
baru dengan pendekatan inovatif dalam memecahkan masalah atau isu secara
fleksibel dan bebas berpikir. Keterbukaan menerima kritik akan mengakibatkan
hal positif seperti; semakin terjaminnya kemampuan analisa seseorang terhadap
fakta dan data yang dihadapi dan akan meningkatkan kemampuan untuk
mengatasi kelemahan.
Prinsip utama untuk menetapkan suatu masalah adalah mengetahui fakta,
kemudian memisahkan fakta tersebut dan melakukan interpretasi data menjadi
fakta objektif dan menentukan luasnya masalah tersebut.Manajer membutuhkan
kemampuan untuk menetapkan prioritas pemecahan masalah. Umumnya untuk
pemecahan masalah selalu menggunakan metoda coba-coba dan salah,
eksperimen, dan atau tidak berbuat apa-apa (“do nothing”). Pembuatan
keputusan dapat dipandang sebagai proses yang menjembatani hal yang lalu
dan hal yang akan datang pada saat manajer hendak mengadakan suatu
perubahan.
Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan diatas adalah salah
satu penyelesaian yang dinamis. Penyebab umum gagalnya penyelesaian
masalah adalah kurang tepat mengidentifikasi masalah.Oleh karena itu identifikasi
masalah adalah langkah yang paling penting.Kualitas hasil tergantung pada
keakuratan dalam mengidentifikasi masalah.
Identifikasi masalah dipengaruhi oleh informasi yang tersedia, nilai, sikap dan
pengalaman pembuat keputusan serta waktu penyelesaian masalah. Terutama
waktu yang cukup untuk mengumpulkan dan mengorganisir data.
2.8.1FormatPengambilan Keputusan
Langkah utama proses pengambilan keputusan adalah sama dengan proses
pemecahan masalah. Fase ini termasuk mendefinisikan tujuan, memunculkan
pilihan, mengidentifikasi keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan,
memprioritaskan pilihan, menseleksi pilihan yang paling baik untuk menilai
sebelum mendefinisikan tujuan, implementasi dan evaluasi.
2.8.2 Gaya Pengambilan Keputusan
Gaya pengambilan keputusan manajer perawat/bidan umumnya sama dengan
gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer tersebut diatas. Ada 7
variabel yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk menyeleksi
gaya yang paling cocok, yaitu :
1. Pentingnya kualitas keputusan untuk keberhasilan institusi.
2. Derajat informasi yang dimiliki oleh manajer.
3. Derajat pada masalah yang terstruktur dalam organisasi.
4. Pentingnya komitmen bawahan dan keterampilan membuat keputusan.
5. Kemungkinan keputusan autokratik dapat diterima.
6. Komitmen bawahan yang kuat terhadap tujuan institusi.
7. Kemungkinan bawahan konflik dalam proses akhir pada keputusan final.
Metode autokratik hasilnya lebih cepat dalam pengambilan keputusan dan cocok
untuk situasi yang krisis atau ketika kelompok senang menerima tipe ini sebagai
gaya keputusan. Bagaimanapun anggota staf umumnya lebih mendukung untuk
pendekatan konsultatif dan kelompok. Konflik dapat terjadi ketika masalah tidak
terstruktur dibahas atau jika manajer tidak mempunyai pengetahuan atau
ketrampilan dalam proses pemecahan masalah.
2.8.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam
pengambilan keputusan, antara lain:
1. Faktor Internal
Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan
keputusan. Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik,
personal karakteristik, kultural, sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa
lalu, minat, pengetahuan dan sikap pengambilan keputusan yang dimiliki.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu.Suatu nilai yang
berpengaruh pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah
pernyataan masalah, bagaimana evaluasi itu dapat dilaksanakan.Nilai ditentukan
oleh salah satu kultural, sosial, latar belakang, filosofi, sosial dan kultural.
2.8.4 Pengambilan Keputusan Kelompok
Ada dua kriteria utama untuk pengambilan keputusan yang efektif:
1. Keputusan harus berkualitas tinggi dan dapat mencapai tujuan atau sasaran
yang sebelumnya telah didefinisikan.
2. Keputusan harus diterima oleh orang yang bertanggungjawab
melaksanakannya. Contoh; Rapat merupakan salah satu alat terpenting untuk
mencapai informasi dan mengambil keputusan. Ada keuntungan-keuntungan
tertentu yang dapat dipetik melalui suatu rapat, yaitu :
1) Masalah yang timbul menjadi jelas sifatnya karena dibicarakan dalam forum
terbuka.
2) Interaksi kelompok akan menghasilkan pendapat dan buah pikiran serta
pengertian yang mendalam.
3) Penerimaan dan pelaksanaan keputusan diambil oleh peserta rapat.
4) Rapat melatih menerima pendapat orang lain.
5) Melalui rapat peserta dilatih belajar tentang pemikiran orang lain dan belajar
menempatkan diri pada posisi orang lain.
Langkah utama proses pengambilan keputusan adalah sama dengan proses
pemecahan masalah. Fase ini termasuk mendefinisikan tujuan, memunculkan
pilihan, mengidentifikasi keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan,
memprioritaskan pilihan, menyeleksi pilihan yang paling baik untuk menilai
sebelum mendefinisikan tujuan, implementasi dan evaluasi.
2.8.5 Evaluasi dari Pilihan
Pilihan yang masuk ke kolom keuntungan itulah yang menjadi prioritas
pengambilan keputusan. Mungkin ada 2 atau 3 pilihan, maka diseleksi lebih jauh
untuk memilih satu pilihan.
1. Rangking sesuai prioritas dari pilihan tersebut
2. Seleksi pilihan yang terbaik

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Model Hubungan Perawat, Dokter, Dan Pasien
1. Model Aktivitas- Pasivitas
Suatu model dimana perawat dan dokter berperan aktif dan pasien berperan
pasif. Model ini bersifat otoriter dan paternalistic.
2. Model Hubungan Membantu
Merupakan dasar untuk sebagian besar dari praktik keperawatan atau praktik
kedokteran. Dalam model ini, perawat dan dokter mengetahui apa yang terbaik
bagi pasien, memegang apa yang diminati pasien dan bebas dari prioritas yang
lain. Model ini bersifat paternalistik.
3. Model Partisipasi Mutual
Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang sama atau
kesejahteraan antara umat manusia merupakan nilai yang tinggi, model ini
mencerminkan asumsi dasar dari proses demokrasi. Model ini mempunyai ciri
bahwa setiap pasien mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya sendiri
yang merupakan aspek penting pada layanan kesehatan saat ini.
3.1.2 Hubungan Perawat dan Pasien
Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai tujuan tertentu.
Seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan juga mempunyai
tujuan tertentu. Kondisi yang dihadapi pasien merupakan penentu peran perawat
terhadap pasien ( Husted dan Husted, 2006 ).
3.1.3 Hubungan antara Perawat dengan Perawat
Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural, dan
hubungan intrapersonal.
3.1.4 Hubungan Perawatdan Dokter
Hubungan perawat dengan dokter telah terjalin seiring perkembangan kedua
kedua profesi ini, tidak terlepas dari sejarah, sifat ilmu/ pendidikan, latar
belakang personal dan lain- lain.
3.1.5 Model Pengambilan Keputusan
1. Pengkajian
2. Identifikasi masalah
3. Mempertimbangkan kemungkinan tindakan
4. Keputusan dan seleksi tindakan.
5. Refleksi terhadap keputusan dan tindakan yang diambil

3.1.6 Sikap Terhadap Kematian


Kehilangan tidakselalu oleh kematian tetapi semua kehilangan disertai putus
hubungan. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
3.1.7 Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap
hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan
alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat.

3.2 Saran
3.2.1 Berharap agar mahasiswa lebih memahami masalah-masalah etik moral
pelayanan kesehatan.
3.2.2 Bisa memberi pemahaman untuk mahasiswa tentang masalah-masalah
etik moral pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai