Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan gejala pada seseorang di tandai

dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia)

akibat tubuh kekurangan atau berhenti menghasilkan insulin baik absolute

maupun relative. Permasalahan yang besar yang menimpa penderita

diabetes adalah munculnya permasalahan pada kaki yaitu neuropati. Gejala

neuropati yang sering muncul yaitu kesemutan, kebas pada tungkai bawah

dan kaki sebelah kanan dan kiri. Neuropati dimulai sejak plasma darah

penderita diabet tidak terkontrol dengan baik dan mempunyai kekentalan

(viskositasi) yang tinggi sehingga aliran darah menjadi melambat.

Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak mencukupi sehingga akan

mengakibatkan munculnya ganggren atau ulkus diabetic (Smeltzer and

Bare, 2002)

Jumlah penderita diabetes (diabetisi), baik di Indonesia maupun dunia,

terus meningkat dengan pesat. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) tahun 2010, pasien diabetes mellitus tipe 2 (kronis) di

Indonesia naik dari 8,4 juta pada 2000 menjadi 21,3 juta tahun 2010. Angka

kejadian penderita Diabetes Melitus 90% , neuropati (63,5%),

retinopati (42%), nefropati (7,3%), makrovaskuler (16%),

mikrovaskuler (6%), luka kaki diabetik (15%), ganggren (80%). Pada

1
tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke-7 di dunia untuk prevalensi

penderita diabetes tertinggi di dunia bersama China, Brazil, Rusia dan

Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta jiwa

(IDF Atlas, 2015). Berdasarkan Komunikasi Informasi (KOMINFO) tahun

2015 di Indonesia terdapat 10 juta orang penderita diabetes, dan 17,9 juta

orang yang beresiko menderita penyakit ini. Sementara Provinsi Jawa Timur

masuk 10 besar prevalensi penderita diabetes se-Indonesia atau menempati

urutan ke 9 dengan prevalensi 6,8 juta orang. Dari data Dinas Kesehatan

Kota Madiun pada tahun 2016 penderita Diabetes Melitus sebesar 14,904

kasus, menempati ranking ke 4 penyakit terbanyak di kota Madiun (Dinas

Kesehatan Kota Madiun, 2016). Tahun 2016 untuk penderita diabetes

mellitus di Puskesmas Tawangrejo sejumlah 3,910 jiwa (UPDT Puskesmas

Tawangrejo Kota Madiun, 2016).

Diabetes MelitusTipe 2 merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95%

dari keseluruhan kasus Diabetes Melitus. Tingginya jumlah penderita

diabetes melitus tipe 2 antara lain disebabkan karena perubahan gaya hidup

masyarakat, tingkat pengetahuan yang rendah, dan kesadaran untuk

melakukan deteksi dini penyakit diabetes melitus yang kurang, minimnya

aktivitas fisik dan pengaturan pola makan tradisional yang mengandung

banyak karbohidrat dan serat dari sayuran ke pola makan ke barat-baratan

dengan komposisi makan yang terlalu banyak protein, lemak, gula, garam,

dan sedikit mengandung serat. (Anisa, 2016). Gejala- gejala pada penyakit

Diabetes melitus Tipe 2 antara lain : kelaparan, kelelahan, poliuria,

2
polifagia, polidipsi, penurunan berat badan, penglihatan kabur, kesemutan

rasa baal akibat terjadinya neuropati (Soegondo dkk, 2009 dalam

Damayanti, 2015). Perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti makanan

yang berlebih ( berlemak dan kurang serat ) akan mengakibatkan kadar gula

meningkat sehingga kaki mengalami kesemutan atau rasa baal yang akan

mengakibatkan terjadinya neuropati dan sensitivitas kaki menurun.

(Damayanti, 2015 ).

Hilangnya sensasi (penurunan sensibilitas) merupakan salah satu faktor

utama resiko terjadinya ulkus, tetapi terdapat beberapa faktor resiko lain

yang juga turut berperan yaitu keadaan hiperglikemia yang tidak terkontrol,

usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat ulkus kaki atau amputasi,

penurunan denyut nadi perifer, riwayat merokok, deformitas anatomis atau

bagian yang menonjol (seperti bunion dan kalus) (Smeltzer and Bare,

2002).Terapi dan pencegahan terjadinya neuropati diabetik adalah dengan

melakukan pengontrolan kadar gula darah secara teratur dan mencegah

terjadinya luka pada kaki karena adanya komplikasi yang disebut neuropati,

pasien diabetes mengalami penurunan sensitivitas dan intoleransi terhadap

dingin di kaki mereka. Neuropati terjadi ketika suplai darah ke ujung saraf

kecil di kaki dan tangan berhenti atau berkurang (Damayanti,

2015).Perawatan kaki yang bersifat preventif mencakup tindakan mencuci

kaki dengan benar, mengeringkan dan meminyakinya; harus berhati-hati

agar jangan sampai celah di antara jari-jari kaki menjadi basah. Inspeksi

atau pemeriksaan kaki harus dilakukan setiap hari untuk memeriksa apakah

3
terdapat gejala kemerahan, lepuh, fisura, kalus, atau ulserasi (Smeltzer and

Bare, 2008).

Senam kaki ini sangat dianjurkan untuk penderita diabetes yang

mengalami ganguan sirkulasi darah dan neuropati di kaki, tetapi disesuaikan

dengan kondisi dan kemampuan tubuh penderita. Gerakan dalam senam

kaki diabet seperti disampaikan dalam 3rd National Diabetes Educators

Training Camp tahun 2005 dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah di

kaki. Mengurangi keluhan dari neuropati sensorik seperti: rasa pegal,

kesemutan, gringgingen di kaki. Manfaat dari senam kaki diabet yang lain

adalah dapat memperkuat otot-otot kecil, mecegah terjadinya kelainan

bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha (gastrocnemius,

hamstring, quadriceps), dan mengatasi keterbatasan gerak sendi, latihan

seperti senam kaki diabet dapat membuat otot-otot di bagian yang bergerak

berkontraksi (Soegondo, et all, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Endriyanto (2013), menyimpulkan

bahwa dari hasil pengukuran rata-rata sensitivitas kaki pada kelompok

eksperimen sebelum melakukan senam kaki DM dengan koran sebesar 4,35

dan pada kelompok kontrol sebesar 3,56. Setelah diberikan perlakuan

dengan melakukan senam kaki dengan koran selama 7 hari berturut-turut,

terjadi peningkatan sensitivitas kaki rata-rata pada kelompok eksperimen

sebesar 4,85, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan

perlakuan tetap yaitu sebesar 3,56 dengan hasil uji statistik p < 0,05 ,

sehingga dapat disimpulkan bahwa melakukan senam kaki DM dengan

4
koran dapat meningkatkan sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2.

B. Rumusan Masalah

Dengan timbulnya masalah masalah neuropati pada pada penderita

diabetes melitus tipe II dan penelitian yang dilkukan endriyanto, (2013)

yasng menemukan bahwa kelompok penderita DM tipe II dengan keluan

neuripati pada kaki dan diberikan intervensi senam kaki meningkatkan

sesitifitas pada kakinya maka kelompok tertarik untuk menerapkan senam

kaki diabetes melitus terhadap sensitivitas kaki pada penderita diabetes

melitus tipe II” maka rumusan penelitian ini adalah : Bagaimanakah

efektivitas senam kaki Diabetes Melitus terhadap sensitivitas kaki pada

penderita Diabetes Melitus di RSUD Pringsewu Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui karya inovasi keperawatan medical bedah pad pasien

diabetes melitus tipe II dengan terapi senam kaki terhadap peningkatan

sensitifitas kaki tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui tingkat sesitifitas kaki penderita diabetes tipe II

b) Mengetahui hasil pengukuran sensitifitas kaki responden diabetes

5
melitus tipe II

c) Mengetahui efektifitas terapi senam kaki terhadap peningkatan

sensitifitas kaki penderita diabetes melitus tipe II

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a) Bagi institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan tambahan dalam

perkembangan pembelajaran terkait pengembangan ilmu diabetes

melitus tipe II

b) Bagi masyarakat

Penelitian ini di harapkan menjadi informasi untuk mengatasi

gangguan europati pada penderita diabetes melitus tipe II

c) Bagi responden

Hasil penelitian ini dapat di aplikasikan sehari-hari dalam

kehidupan pasien

d) Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan

pengetahuan ataupun referensi bagi peneliti selanjutnya

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini akan dapat dijadikan panduan untuk melakukan

pencegahan komplikasi neuropati lebih dini pada pasien diabetes

6
melitus dengan senam kaki terhadap sensitivtas kakisaat profesi

nanti.

b. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan

daftar pustaka berkaitan dengan aktivitas fisik pada pasien Diabetes

Melitus.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Pengertian

Diabetes Melitus atau sering disebut dengan kencing manis adalah suatu

penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin

atau tidak dapat menggunakan insulin (resistensi insulin), dan di diagnosa

melalui pengamatan kadar glukosa di dalam darah. Insulin merupakan hormon

yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang berperan dalam memasukkan

glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi

(IDF, 2015). Ditambahkan oleh ADA(2010), Diabetes Melitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya, sedangkan

menurut WHO, 2011, Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme

dari karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidakfungsian insulin

(resistensi insulin), menurunnya fungsi pankreas maupun keduanya. Jadinya,

diabetes melitus adalah kelainan kadar gula darah ditandai kenaikan glukosa

darah (Hyperglikemia), gangguan pada tubuh dan perlu terapi secara bertahap

untuk mengatasinya.

Jadi, Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronis kompleks yang

membutuhkan perawatan medis yang lama atau terus menerus dengan cara

mengendalikan kadar gula darah untuk mengurangi risiko multifaktorial.

8
2. Etiologi

Penyebab yang berhubungan dengan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada diabetes melitus tipe 2 menurut Soegondo, 2007

dalam Damayanti, 2015, diperkirakan karena :

1. Faktor genetik

2. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 40

tahun)

3. Obesitas

4. Riwayat keluarga

3. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Menurut Damayanti (2015) faktor-faktor resiko terjadinya Diabetes

Melitus antara lain :

1. Faktor Keturunan (genetik)

Faktor genetik dapat langsung memperngaruhi sel beta dan

mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan

rangsangan sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan

kerentanan individu tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan

yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pankreas.

Secara genetik resiko DM Tipe 2 meningkat pada saudara kembar

monozigotik seorang DM Tipe 2, ibu dari neonatus yang beratnya

lebih dari 4 kg, individu tertinggi terhadap Diabetes Melitus (Price

2002 dalam Damayani, 2015).

2. Obesitas

9
Prevalensi obesitas pada Diabetes Melitus cukup tinggi,

demikian pula sebaliknya kejadian Diabetes Melitus dan

gangguan toleransi glukosa pada obesitas sering dijumpai.

Obesitas terutama obesitas sentral berhubungan secara bermakna

dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia,

hipertensi) yang didasari oleh resistensi insulin. Resistensi insulin

pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendektan khusus.

Penurunan berat badan 5-10% sudah memberikan hasil yang baik

(Perkeni, 2015).

3. Usia

Faktor usia yang resiko menderita DM Tipe 2 adalah usia

diatas 30 tahun, hal ini dikarenakan adanya perubahan

anatomis,fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai sel,

kemudian berlanjut pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi

homeostasis. Setelah seorang mencapai umur 30 tahun, maka

kadar glukosa darah naik 1-2 mg% tiap tahun saat puasa dan akan

naik 6-13% pada 2jam setelah makan, berdasarkan hal tersebut

bahwa umur merupakan faktor utama terjadinya kenaikan

relevansi diabetes serta gangguaan toleransi glukosa (Sudoyo et al

, 2009 dalam Damayanti 2015)

4. Tekanan Darah

Seseorang beresiko menderita DM adalah yang mempunyai

teknanan darah tinggi (Hypertensi) yaitu tekanan darah ≥140/90

10
mmHg, pada umumnya pada diabetes mellitus menderita

hipertensi. hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan

mempercepat kerusakan pada ginjal dan kelainan kardiovaskuler.

Sebaliknya apabila tekanan darah dapat dikontrol maka akan

memproteksikan terhadap komplikasi mikro dan makrovaskuler

yang disertai pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol.

Patogenesis hipertensi penderita DM Tipe 2 sanat kompleks,

banyak faktor yang berpengaruh pada peningkatan tekanan darah.

Kadar gula darah plasma, obesitas selain faktor lain pada sistem

otoregulasi pengaturan tekanan darah (Purwita, 2016).

5. Aktivitas Fisik

Menurut Ketua Indonesia Diabetes Association (Persadia),

Soegondo bahwa DM Tipe 2 selain faktor genetik, juga bisa

dipacu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup

tidak sehat, seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat),

kurang aktivitas fisik, stress. DM Tipe 2 sebenarnya dapat

dikendalikan atau dicegah terjadinya melalui gaya hidup sehat,

seperti makanan sehat dan aktivitas teratur (Damayanti, 2015).

Menurut Kriska dalam Damayanti (2015) mekanisme

aktivitas fisik dalam mencegah atau menghambat perkembangan

DM Tipe 2 yaitu :

a. Penurunan resistensi insulin/peningkatan sensitivitas insulin

b. Peningkatan toleransi glukosa

11
c. Penurunan lemak adiposa tubuh secara menyeluruh

d. Pengurangan lemak sentral

e. Perubahan jaringan otot

6. Stress

Stress muncul ketika ada ketidakcocokan antara tuntutan

yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki. Stress memicu

reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu neural dan

neuroendokrin. Reaksi pertama respon stress yaitu sekresi sistem

saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang

menyebabkan peningkatan frekuensi jantung. Kondisi ini

menyebabkan glukosa darah meningkat guna sumber energi

untuk perfusi. Bila stress menetap akan melibatkan hipotalamus-

pituari. Hipotalamus mensekresi corticotropin-releasing factor,

yang menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi

Andrenocortocotropic Hormone (ACTH) kemudian ACTH

menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi

glukokortikoid, terutama kortisol. Peningkatan kortisol

mempengaruhi peningkatan glukosa darah melalui

glukoneogenesis, katabolisme protein dan lemak (Damayanti,

2015).

4. Patofisiologi

Ada bermacam-macam penyebab diabetes mellitus yang berbeda-

12
beda dan akhirnya akan mengarah pada defisiensi insulin. Diabetes

mellitus yang mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen

meningkat sehingga terjadi pemecahan gula baru (glukoneogenesis) yang

dapat menyebabkan metabolisme lemak meningkat.Penggunaan glukosa

oleh sel yang menurun mengakibatkan produksi energi menjadi menurun,

sehingga tubuh menjadi lemah dan lesu. Hiperglikemia dapat

mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai makanan

dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan menyebabkan luka

tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat

akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan. Defisiensi

insulin ini menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun,

sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika

hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul

glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) dan timbul rasa haus

(polidipsia). Keterbatasan jumlah pada penderita diabetes melitus

mengakibatkan kadar gula darah meningkat hal ini menyebabkan rusaknya

pembuluh darah, saraf, dan struktur internal lainnya sehingga pasokan

darah ke kaki semakin terhambat, akibatnya pasien diabetes melitus akan

mengalami ganguan sirkulasi pada kakinya yaitu neuropati. Neuropati

akan menghambat signal, rangsangan atau terputusnya komunikasi dalam

tubuh yang menyebabkan hilangnya kemampuan untuk merasakan atau

sensitivitas kaki menurun (Tambunan, 2007).

13
14

Anda mungkin juga menyukai