Anda di halaman 1dari 12

Pertemuan ke : 9 (Sembilan)

Har i&tanggal : Senin, 11 Desember 2017

Pemateri : Ari Susanti. S.KM., M.Kes

Judul Materi : K3 dalam Keperawatan; Pentingnya, Tujuan, Manfaat, & Etika.

risiko dan hazard K3 dalam setiap tahap pemberian asuhan


keperawatan
1. Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan
sehat dan selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.
2. Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di
dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja
dan usaha yang dikerjakan.
b. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4) Proses produksi
5) Karakteristik dan sifat pekerjaan
6) Teknologi dan metodologi kerja
c. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga
perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/ perusahaan ikut bertanggung
jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.
3. Konsep Perawat sebagai Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3,
S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan
khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang
membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang
mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan
tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Dalam hal ini,perawat memegang peranan yang cukup besar dalam upaya
pelaksanaan dan peningkatan K3. Sedangkan dalam pelaksanaannya, perawat
tidak dapat bekerja secara individual. Perawat perlu untuk berkolaborasi dengan
pihak-pihak lintas profesi maupun lintas sektor.
4. Peran perawat dalam meningkatkan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Fungsi seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan
perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah
tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan.
Perawat merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang full time di
perusahaan, maka fungsinya adalah :
a. Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di
perusahaan
b. Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi
kesehatan kerja.
c. Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan
pengobatan.
d. Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan
perusahaan.
e. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang
telah disetujui.
f. Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha
menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya.
g. Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor
pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan.
h. Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai
kemampuan yang ada.
i. Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS.
j. Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan
rumah sebagai salah satu dari segi kegiatannya.
k. Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang
dilayani.
l. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.
m. Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan
evaluasi.
n. Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja.
o. Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan
p. Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan
q. Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka
pimpinan paramedis hiperkes harus mengkoordinasi dan mengawasi
pelaksanaan semua usaha perawatan hiperkes.
5. Fungsi dan Tugas Perawat dalam Usaha K3 (Kesehatan dan Keselamatan
Kerja)
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai berikut
(Effendy, Nasrul, 1998) :
a. Fungsi
1) Mengkaji masalah kesehatan
2) Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
3) Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
4) Penilaian
b. Tugas
1) Pengawasan terhadap lingkungan pekerja
2) Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
3) Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
4) Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja
5) Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di
rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah
6) Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja
7) Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja
8) Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan
keluarga pekerja.
9) Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
10) Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
6. Penegakan Diagnosa
Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan (Budiono, Sugeng, 2003) :
a. Anamnesis/ wawancara meliputi : identitas, riwayat kesehatan, riwayat
penyakit, keluhan.
b. Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis)
1) Sejak pertama kali bekerja.
2) Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya
yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri,
cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran
(hobby), kebiasaan lain (merokok, alkohol)
3) Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan.
c. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak
bekerja.
1) Waktu bekerja gejala timbul/ lebih berat, waktu tidak bekerja/ istirahat
gejala berkurang/ hilang.
2) Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.
3) Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data
penyakit di perusahaan.
d. Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan
1) Gejala dan tanda mungkin tidak spesifik
2) Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinik.
3) Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan
laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik.
e. Pemeriksaan laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik
1) Misal: pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumokoniosis-pembacaan
standard ILO)
2) Pemeriksaan audiometri
3) Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/ urine.
f. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan, yang
memerlukan :
1) kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan
2) kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang ada.
3) Pengenalan secara langsung cara/sistem kerja, intensitas dan lama
pemajanan.
g. Konsultasi keahlian medis/keahlian lain
1) Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik,
kemudian dicari faktor kausa di tempat kerja, atau melalui pengamatan/
penelitian yang relatif lebih lama.
2) Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan
dengan kompensasi)
7. Secara garis besar ruang lingkup surveilans K3 terbagi dua, yaitu:
a. Surveilans Efek Kesehatan dan Keselamatan
Pengumpulan, analisis & diseminasi/komunikasi data kesehatan (data
penyakit) dan data keselamatan (data kecelakaan) spesifik untuk populasi
pekerja berisiko dengan cara sitematik dan berksinabungan yang dapat
digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program K3 di dunia
usaha dan dunia kerja.
b. Surveilans Hazard Kesehatan dan Keselamatan
Identifikasi hazard, pengukuran pajanan, analisis dan diseminasi atau
komunikasi hazard kesehatan dan keselamatan yang spesifik bagi populasi
pekerja berisiko dengan cara sistematik dan berkesinambungan digunakan
bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program K3 di dunia usaha dan
dunia kerja.
Perawat yang bekerja di rumah sakit sangat berisiko terkena penyakit
akibat kerja akibat dari pekerjaannya di rumah sakit khususnya dari segi
ergonomi. Olehnya itu untuk mencegah terjadinya hal tersebut dan
mengupayakan untuk mengendalikannya, maka dibutuhkan strategi
pencegahan yang berbasis surveilans terhadap penyakit akibat kerja tersebut.
Beberapa penyakit yang dapat terjadi pada perawat akibat faktor risiko
ergonomi di rumah sakit yaitu musculoskeletal disorders, low back pain
(LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan sindrom carpal tunnel. Langkah
surveilans sebagai bentuk strategi pencegahan risiko ergonomic terhadap
penyakit akibat kerja pada perawat di rumah sakit meliputi:
1) Perencanaan Surveilans

Perencanaan kegiatan surveilans dimulai dengan penetapan tujuan


surveilans, dilanjutkan dengan penentuan definisi kasus, perencanaan
perolehan data, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan mekanisme
penyebarluasan informasi. Petugas sruveilans benar-benar harus
menentukan kasus apa yang akan diadakan surveilans, kemudian dari mana
saja akan diperoleh data mengenai kasus tersebut. Tentu penentuan kasus ini
akan dilakukan setelah melihat laporan dari berbagai sumber. Misalnya
angka kesakitan atau morbiditas kasus penyakit akibat kerja pada perawat
yang terjadi di rumah sakit, apakah kasus tersebut meningkat dari tahun ke
tahun. Data tersebut akan menjadi pertimbangan dilakukannya surveilans
terhadap penyakit akibat kerja tersebut. Data ini dapat diperoleh dari
riwayat penyakit perawat di rumah sakit.

2) Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk


memproses data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi
yang dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus dan dikumpulkan
tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari
Rumah sakit, Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang diperoleh dari
kegiatan survei. Untuk kasus penyakit akibat kerja pada perawat di rumah
sakit data dari surveilans aktif dapa berupa data yang berasal dari riwayat
penyakit perawat yang kemudian dapat diketahui ada berapa kasus
penyakit akbibat kerja yang terjadi pada perawat. Untuk surveilans pasif
artinya pihak yang mengadakan surveilans melakukan survey dalam hal
ini pemeriksaan terhadap semua perawat yang bekerja di rumah sakit
mengenai keluhan-keluhan yang dirasakan karena penyakit akibat kerja
yang diderita berdasarkan risiko ergonominya. Pemeriksaan terhadap
musculoskeletal disorders, low back pain (LBP), hernia nucleus pulposus
(HNP) dan sindrom carpal tunnel dilakukan berdasarkan metode dan
bahan-bahan yang telah dijelaskan pada bab tinjauan pustaka. Walaupun
untuk memperoleh informasi dan kemudian diolah menjadi data ini akan
memakan waktu yang lama, ini harus dijalan sesuai dengan prosedur yang
ada, agar data yang dihasilkan, benar-benar riil dan sesuai dengan fakta
yang terjadi di lapangan agar tidak salah langkah dalam proses
pencegahan dan penanganannya.

Dari data yang diperoleh kemudian dibuat pelaporan. Pelaporan


dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan menggunakan
formulir tertentu. Formulir yang digunakan dapat berupa hasil wawancara
dengan perawat mengenai keluhan yang mereka alami kemudian risiko-
risiko apa saja yang telah mereka lakukan sehingga terkena penyakit
akibat kerja seperti musculoskeletal disorders, low back pain (LBP),
hernia nucleus pulposus (HNP) dan sindrom carpal tunnel. Dari
identifikasi risiko yang dilakukan, dapat diketahui risiko ergonomic yang
menyebabkan perawat menderita musculoskeletal disorders, low back pain
(LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan sindrom carpal tunnel.
Berdasarkan hal tersebut maka akan mudah untuk melakukan pencegahan
dan penatalaksanaan berbagai penyakit akibat kerja tersebut.

3) Pengolahan dan Penyajian Data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan


dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart,
peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk
mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan
program (software) seperti epi info, SPSS, lotus, excel dan lain-lain.

4) Analisis Data
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans karena akan
dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan
ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain
untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit. Dari hasil
analisis data dapat diketahui proporsi perawat yang menderita penyakit
akibat kerja. Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan
membandingkan data bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga
diketahui ada peningkatan atau penurunan, dan mencari hubungan
penyebab penyakit akibat kerja musculoskeletal disorders, low back pain
(LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan sindrom carpal tunnel dengan
faktor risiko ergonomi.

5) Diseminasi (Penyebarluasan Informasi)

Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun


ke bawah. Dalam rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi lain
yang terkait dan masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk
diperlukan informasi yang informatif agar mudah dipahami terutama bagi
instansi di luar bidang kesehatan. Penyebarluasan informasi yang baik
harus dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dan
dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya
pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan
informasi yang dilakukan yaitu membuat suatu laporan hasil kajian yang
disampaikan kepada atasan, membuat laporan kajian untuk seminar dan
pertemuan, membuat suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media
internet yang setiap saat dapat di akses dengan mudah.

6) Umpan balik (Feed Back)

Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin setiap bulan saat


menerima laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik
kepada unit kesehatan yang melakukan laporan dengan tujuan agar yang
mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya telah diterima dan
sekaligus mengoreksi dan memberi petunjuk tentang laporan yang
diterima. Kemudian mengadakan umpan balik laporan berikutnya akan
tepat waktu dan benar pengisiannya. Cara pemberian umpan balik dapat
melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat pertemuan serta pada saat
melakukan pembinaan/suvervisi.

Bentuk dari umpan balik bisa berupa ringkasan dari informasi yang
dimuat dalam buletin (news letter) atau surat yang berisi pertanyaan-
pertanyaan sehubungan dengan yang dilaporkan atau berupa kunjungan ke
tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Laporan
perlu diperhatikan waktunya agar terbitnya selalu tepat pada waktunya,
selain itu bila mencantumkan laporan yang diterima dari eselon bawahan,
sebaliknya yang dicantumkan adalah tanggal penerimaan laporan.

7) Investigasi Penyakit

Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan


maka terlebih dahulu dilakukan investigasi/penyelidikan mengenai
penyakit akibat kerja pada perawat. Dengan investigator membawa
ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam hal
ini adalah penyakit akibat kerja dari segi ergonomi dengan melakukan
metode yang dapat mengindetifikasi terjadinya musculoskeletal disorders,
low back pain (LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan sindrom carpal
tunnel pada seseorang.

8) Tindakan Penanggulangan

Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui penanganan


segera pada penderita yang sakit, melakukan rujukan penderita yang
tergolong berat, melakukan tindakan pencegahan kepada perawat yang
belum terkena dengan melakukan langkah-langkah pencegahan dari setiap
penyakit akibat kerja atau dengan mengadakan perbaikan antara
lingkungan kerja dengan pekerja agar penyakit akibat kerja yang terjadi
pada perawat di rumah sakit diminimalisir kejadiannya. Hal ini tentu harus
memperoleh dukungan dari para stakeholder atau pengambil kebijakan
dalam menindaklanjuti laporan kegiatan surveilans risiko ergonomi
penyakit akibat kerja pada perawat di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Murwani Anita, Skep. 2003. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta.


Fitramaya.
Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan Tenaga
Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes.
Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.
http://blog.ilmukeperawatan.com/peran-fungsi-perawat-dan-tugas perawat.html
http://sis-doank27.blogspot.com/2010/11/peran-dan-fungsi-perawat-komunitas.html

Anda mungkin juga menyukai