TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan
berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh
Clostridium tetani.Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease" (Harum,
2014). Setara dengan pernyataan Laksmi (2014), tetanus merupakan penyakit
infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani,
ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang- kejang otot rangka.
Penyakit ini tidak meyebar dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk
ke dalam luka.
2.2 Etiologi
Penyebab tetanus adalah Clostridum tetani yang dapat berkembang biak dan
memproduksi racun sehingga menimbulkan gangguan terhadap sistem saraf
manusia. (Manutu, et al., 2013). Clostridium tetani adalah bakteri berbentuk batang
lurus, memiliki ukuran tubuh dengan panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4- 0,5 mikron.
Bakteri ini termasuk bakteri gram positif anaerobic berspora, yang mengeluarkan
eksotoksin. Eksotoksin yang dihasilkan yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Namun
yang menyebabkan penyakit tetanus adalah tetanospamin.Clostridium tetani ini
biasanya terdapat di tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang. Spora dari
clostridium tetani resisten terhadap panas. Selain itu biasanya terdapat antiseptis.
Sporanya dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249,80F (1210C) selama 10-15
menit. Sporanya juga resisten terhadap phenol dan agen kimia lainnya. Spora
Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh
karena terpotong, Gigi berlubang, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi
tali pusat (Tetanus Neonatorum) (Harum, 2014).
Ciri- ciri yang dapat ditemukan dari clostridium tetani adalah:
1. Pencegahan
a. Bersihkan port d’entree dengan larutan H2O2 3%
b. Antitetanus Serum (ATS) 1500 U/IM
c. Toksoid Tetanus (TT) dengan memperhatikan statsus imunisasi.
d. Antimikroba pada keadaan yang beresiko poliferasi kuman
Clostridium tetani seperti pada patah tulang terbuka dan lainnnya.
2. Pengobatan
a. Antitetanus Serum (ATS)
Dewasa 50.000 U/hari, selama 2 hari berturut-turut, (hari I)
diberikan dalam infus glukosa 5% 100 ml, (hari II) diberikan
IM lakukan uji kulit sebelum pemberian.
Anak 20.000 U/hari, selama 2 hari. Pemberian secara drip
infus 40.000 U bisa dilakukan sekaligus melewati IV line.
Bayi 10.000 U/hari, selama 2 hari. Pemberian secara drip
infus 20.000 U bisa dilakukan sekaligus melewati IV line.
b. Fenobarbital : dosis initial 50 mg (umur < 1 tahun) : 75 mg, (umur
> 1 tahun) dilanjutkan 5 mg/kg/BB/hari dibagi 6 dosis.
c. Diazepam dosis 4 mg/kg/BB/ hari dalam 6 dosis.
d. Largactil : dosis 4 mg/kg/BB/hari.
e. Antimikroba
f. Diet tinggi kalori tinggi protein bila trismus diberi diet cair melalui
NGT, membuat kejang, kolaborasi emberian obat penenang.
g. Debridemen luka, biarkan luka terbuka.
h. Oksigen 2 liter/menit.
Grade 1 (ringan)
Trimus ringan, spastisitas menyeluruh, tidak ada yag membahayakan respiasi,
tidak ada spasme, tidak ada disfagia.
Grade 2 (sedang)
Trismus sedang, rigiditas, spasme singkat, disfagia ringan, keterlibatan respiasi
sedang, frekuensi pernapasan > 30/menit.
Grade 3 (berat)
Trismus berat, rigiditas menyeluruh, spasme memanjang, disfagia berat,
serangan apnea, denyut nadi > 120/menit, frekuensi pernapasan > 40/menit
Grade 4 (sangat berat)
Grade 3 dengan ketidakstabilan otonom berat.
( Sumber :Laksmi, 2014 )
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas
badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pemeriksaan fisik
1. B 1 (Breathing)
Inspeksi ; apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi
pernafasan.
Palpasi ; taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi ; bunyi nafas tambahan seperti ronkhi karena peningkatan
produksi secret.
2. B 2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipolemik.
Tekanan darah normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena
hancurnya eritrosit.
3. B 3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran
Compos mentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan menjadi
letargi, stupor dan semikomatosa.
b) Fungsi serebri
Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan
aktivitas motorik.
c) Pemeriksaan saraf cranial
(1) Saraf I ; tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.
(2) Saraf II ; ketajaman penglihatan normal.
(3) Saraf III, IV dan VI ; dengan alasan yang tidak diketahui, klien
mengalami fotofobia atau sensitive berlebih pada cahaya.
(4) Saraf V ; reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti
mulut ikan (gejala khas tetanus)
(5) Saraf VII ; pengecapan normal, wajah simetris
(6) Saraf VIII ; tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.
(7) Saraf IX dan X ; kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
(8) Saraf XI ; didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan
leher (mendadak)
(9) Saraf XII ; lidah simetris, indra pengecap normal
d) Sistem motorik
e) Pemeriksaan refleks
f) Gerakan involunter
Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam
keadaan tertentu terjadi kejang umum, yang berhubungan sekunder akibat
area fokal kortikal yang peka.
4. B 4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
5. B 5 (Bowel)
6. B 6 (Bone)
Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang
umum.
Diagonosa Keperawatan
1. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin jaringan
otak
2. Risiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan kejang rangsang
(terhadap visual, suara, dan taktil)
3. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan kejang
abdomen, trismus.
Intervensi Keperawatan