Anda di halaman 1dari 48

TUGAS KELOMPOK SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DENGAN DIAGNOSA ACUTE LUNG OEDEMA PADA Tn. I
DI RUANG JANTUNG RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Srianik, S.Kep., M.Kes

Kelompok 1C:
1. Ayu Cahyaningtyas (183.0028)
2. Ida Fatmawati (183.0048)
3. Putri Wardah Nafisah (183.0077)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN HANG TUAH SURABAYA
T.A 2018/2019

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Acute Long Oedema adalah akumulas cairan di paru-paru yang terjadi secara
mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem
paru kardia) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru
non cardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara
cepatsehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan
mengakibatkan hipoksia. Pada sebagian besar edem paru secara klinis mempunyai
kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas
tanpa adanya gangguan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian
penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua
mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.EPA adalah suatu keadaan
gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi (1).
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitr 2,1 juta penderita edema paru yang
perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika Serikat
diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini
merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di
dalam merawat klien edema paru secara komprehensif bio psiko social dan
spiritual.
Penyakit edem paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971.
Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun
1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus
menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah.
Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR)=35,19
per 100.000 penduduk dan CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun
2000); 19,24 (tahun 2002) dan 23,87 (tahun 2003)
Dari uraian di atas, maka penulis membuat asuhan keperawatan dengan
diagnosis medis Acute Long Odema di Ruang Jantung RSAL Dr.Ramelan
Surabaya.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian


sebagai berikut, yaitu “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosis medis Acute Lung Oedema di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan
Surabaya?”
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis Acute
Lung Oedema (ALO) di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengkaji pasien dengan diagnosis medis Acute Lung Oedema (ALO) di
ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
2. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis
Acute Lung Oedema (ALO) di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
3. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis
Acute Lung Oedema (ALO) di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis
Acute Lung Oedema (ALO) di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
5. Mengevaluasi pasien dengan diagnosis medis Acute Lung Oedema (ALO)
di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosis
medis Acute Lung Oedema (ALO) di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan
Surabaya
1.4 Manfaat

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat member manfaat:
1. Dari segi akademis merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya
dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan acute lung oedema.
2. Dari segi praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi:
a. Bagi Pelayanan di Rumah Sakit
Hasil karya tulis ilmiah ini menjadi masukan bagi pelayanan di Rumah Sakit
agar dapat melakukan asuhan keperawatan bagi klien dengan diagnosis
medis Acute Lung Oedema di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya

3
b. Untuk Penulis
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi Penulis
berikutnya, yang akan melakukan studi kasus dengan asuhan keperawatan
Acute Lung Oedema di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
c. Untuk Keluarga Klien
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi acuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang terdiagnosis Acute Lung oedema

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Acute long oedema adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru
yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular
yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler (edem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepaat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia (Harun S & Sally N, 2009).
2.2 Anatomi dan Fisiologis
Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju
ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses
pernapasan terdiri dari beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf
pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting. Pada
dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang
menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yang
merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler
(Harun S & Sally N, 2009).
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran
pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang
bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring,
dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari
mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet
(Harun S & Sally N, 2009).
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus
respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada
dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli, dan (3)
sakusalveolaristerminalis, merupakan struktur akhir paru-paru (Harun S & Sally
N, 2009).

5
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi
oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu
tegangan permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu
inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus
dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi
tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada
waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi (Harun S &
Sally N, 2009).
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe I,
yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel
terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar
ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis
sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang
terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel fagositik, dan
beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan cairan
ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen
kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, solut, dan
molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini dijabarkan dalam
hukum starling (Harun S & Sally N, 2009).
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Harun S & Sally N (2009) sebagai berikut :

a. Edem paru non kardiogenik


Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari
pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus
paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung. Walaupun edema paru
dapat berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun dalam tingkatnya yang paling ringan
sekalipun tetap merupakan temuan yang menakutkan. Terjadinya edema paru
seperti di atas dapat diakibatkan oleh berbagai sebab, diantaranya seperti pada tabel
di bawah ini.
Beberapa penyebab edeme paru non kardiogenik
1) Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)
a) Secara langsung

6
- Aspirasi asam lambung
- Tenggelam
- Kontusio paru
- Pnemonia berat
- Emboli lemak
- Emboli cairan amnion
b) Tidak langsung
- Sepsis
- Trauma berat
- Syok hipovolemik
- Transfusi darah berulang
- Luka bakar
- Pankreatitis
- Koagulasi intravaskular diseminata
- Anafilaksis
- Peningkatan tekanan kapiler paru
- Sindrom kongesti vena
- Pemberian cairan yang berlebih
- Transfusi darah
- Gagal ginjal
b. Edema paru kardiogenik
Edema paru kardiogenik adalah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan jantung. Misalnya, jantung tidak beekrja semestinya seperti jantung
memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. Edema kardiogenik
berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru
yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (misal aritmia dan kelemahan
otot jantung), serangan jantung.
2.4 Etiologi

Etiologi menurut Soemantri (2010) antara lain :


a. Peningkatan Permeabilitas Kapiler

7
Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru
dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru sering juga disebut acute respiratory
distress syndrome (ARDS). Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara
tekanan onkotik (osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan
hidrostatik yang meningkat pada gagal jantung menyebabkan edema paru.
Sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume
overload dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau
malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga terjadi edema paru.
a. Aspirasi cairan lambung
Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS. Berat ringannya edema
paru berhubungan dengan derajat pH asam lambung dan volume cairan yang
teraspirasi. Asam lambung akan tersebar di dalam paru dalam beberapa detik saja,
dan jaringan paru akan terdapar (buffered) dalam beberapa menit sehingga cepat
menimbulkan edema paru.
c. Pneumonia
Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron, edema paru pada infeksi paru
menunjukan perubahan yang sama dengan edema paru karena peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Mekanisme dikarenakan terjadinya reaksi inflamasi
sehingga mengakibatkan kerusakan endotel .
d. Inhalasi bahan kimia toksik
Inhalasi bahan kimia toksik dapat menyebabkan lesi paru seperti yang
disebabkan oleh inhalasi asap. Edema paru dilaporkan dapat disebabkan akibat
paparan terhadap fosgen, klorin, oksida nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida
metalik, uap asam, dan uap bahan kimia kompleks lainnya. Fosgen adalah gas yang
sangat reaktif, dan banyak dihasilkan oleh industri-industri penghasil polimer,
pharmaceutical, dan metalurgi. Senyawa induk fosgen adalah chloroform dan gas
fosgen merupakan metabolit toksiknya. Jika terhisap oleh manusia pada
konsentrasi tertentu menyebabkan edema paru-paru akibat adanya gangguan
keseimbangan cairan yang ada dan meningkatkan peroksida lipid dan permeabilitas
pembuluh darah .
e. Keracunan oksigen.

8
Oksigen dalam konsentrasi tinggi ternyata toksik terhadap paru. Edema paru
dapat terjadi 24 – 72 jam setelah terpapar oksigen 100%. Lesi yang ditimbulkan
secara histologis mirip dengan edema paru yang ditimbulkan akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Di bawah mikroskop elektron, perubahan dini yang
terjadi adalah penebalan ruang interstisial oleh cairan edema yang berisi serat
fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag. Ini terjadi sebelum tampak kerusakan
endotel.
f. Pankreatitis.
Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein selama
pankreatitis diduga mendasari mekanisme terjadinya edema paru. Tingginya
konsentrasi protein cairan edema menyokong diagnosis ini.
g. Peningkatan tekanan kapiler paru

Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada penderita
dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung normal. Ekspansi
volume intravaskular tidak perlu terlalu besar untuk terjadinya kongesti vena,
karena vasokontriksi sistemik dapat menyebabkan pergeseran volume darah ke
dalam sirkulasi sentral. Sindrom ini sering terjadi pada penderita yang mendapat
cairan kristaloid atau darah intravena dalam jumlah besar, terutama pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal, ataupun karena gagal ginjal itu sendiri (terjadi
retensi air). Pemberian kortikosteroid menyebabkan gangguan kongesti vena lebih
lanjut.
Sindrom kongesti vena (fluidoverload) ini sering terjadi pada penderita
dengan trauma yang luas, yang mendapat cairan dalam jumlah besar untuk
menopang sirkulasi. Pada fase penyembuhan, terjadilah edema paru. Keadaan ini
sering dikacaukan dengan gagal jantung kiri atau ARDS (acute respiratory distress
syndrome).
2.5 Patofisiologi dan Patogenesis
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama
melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan
selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran
kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas
ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial,

9
cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang kemudian
dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam
jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi
cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru
yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein .(Soemantri, 2010)
Terdapat dua mekanisme terjadinya edem paru :
a. Membran kapiler alveoli
Edem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan `dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam
pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan
normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke
ruangan interstisial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum
Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi sistemik.
Q(iv-int)=Kf[(Piv-Pint) – df(Iiv-Iint)]
Q = kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstisial

Piv = tekanan hidrostatik intravaskular

Pint = tekanan hidrostatik interstisial

Iiv = tekanan osmotik koloid intravaskular

Iint = tekanan osmotik koloid interstisial


Df = koefisien refleksi protein
Kf = kondukstan hidraulik
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala paling umum dari pulmonary edem adalah sesak nafas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara
perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari
pulmonary edem akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah,
lebih cepat mengembangkan sesak nafas daripada normal dengan aktivitas yang
biasa (dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea), kepeningan atau
kelemahan (Maria, 2010)
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada
pasien-pasien dengan pulmonary edem. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru

10
dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal,
seperti rales atau crakles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernafas . (Maria,
2010)
Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium menurut
Soemantri (2010) :
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin
adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup
saat inspirasi.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal
oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.
Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi
ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi
right to left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapsia, tetapi
pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Pada leadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati.
Edem paru yang terjadi setelah infark miokard akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria,

11
terjadi edem paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah
dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan
menghambat cyclooxgenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan
mengurangi edem paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler.
Pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita
dengan Infark Miokard Akut dan edem paru, tekanan kapiler parunya normal. Hal
ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edem secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolus kapiler parus ekunder oleh
karena adanya isi sekuncup yang reendah seperti pada cardiogenic shock lung.
Edem paru kardiogenik ini merupakan spektrum klinis Acute Heart Failure
Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai: munculnya gejala dan tanda
secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal.
European Society of Cardiology (ESC) membagi AHFS menjadi 6 klasifikasi yaitu
:
ESC 1 : Acute decompensated Heart Failure
ESC 2 : Hypertensive acute heart failure
ESC 3 : Pulmonary oedema
ESC 4 : Cardiiogenik shock’
ESC 5 : High output failure AHF pada sepsis
ESC 6 : Right heart failur
Bila edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan
hidrostatik maka sebaiknya, edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh
peningkaan permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya
cairan dan protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan edem paru
nonkardiogenik memiliki kadar protein kadar proein tinggi karena membran
pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh protein plasma. Akumulasi
cairan edem ditentukan oleh keseimbangan antara kecepatan filtrasi cairan ke
dalam paru dan kecepaan cairan tersebu dikeluarkan dari alveoli dan interstisial .
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis

12
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edem paru, misalnya adanya
riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung kronik.
Edem paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi pada
kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang yang
menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang yang
akan tenggelam Khas pada edem paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan
penyakit ini berbedabeda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita
sering sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau
perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan riak
berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi yang cepat
dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin
sianosis.

b. Pemeriksaa Fisik

Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau


teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat
mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit
membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar
dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan
(pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar
ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan
jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga
edem perifer, akral dingin dengan sianosis (sda). Dan pada edem paru non
kardiogenik didapatkan khas bahwa Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar
keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung
pada bagian bawah dada(4).
2.8 Pemeriksaan penunjang
Pememriksaan penunjang menurut Maria (2010) adalah :
a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan untuk mengkaji etiologi


edem paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah rutin,
fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas darah, enzim jantung (CK-MB,

13
troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide (BNP). BNP dan prekursornya pro BNP
dapat digunakan sebagai rapid test untuk menilai edem paru kardiogenik pada
kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma berhubungan dengan pulmonary artery
occlusion pressure, left ventricular end-diastolic pressure dan left ventricular
ejection fraction
b. Radiologi

Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar,


pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya
garis kerley A, B dan C akibat edema instrestisial atau alveolar seperti pada
gambaran ilustrasi (Cremers 2010, harun n saly 2009). Lebar pedikel vaskuler < 60
mm pada foto thorax postero-anterior terlihat pada 90% foto thorax normal dan
lebar pedikel vaskuler > 85% ditemukan 80% pada kasus edem paru. Sedangkan
vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan
diameter > 10 mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax
telentang dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter
vena azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan
menggambarkan adanay overload cairan

14
15
c. Ekhokardiografi

Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi


ventrikel kiri. Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan fungsi
katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edem paru.
d. EKG

Pemeriksaan EKG bias ormal atau seringkali didapatkan tanda-tanda


iskemik atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis
hipertensi gambaran EKG biasanya menunjukan gambaran hipertrofi ventrikel kiri.
Pasien dengan edem paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya
menunjukan gambaran gelombang T negative yang melebar dengan QT
memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil
dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui
tetapi beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain:
iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada
dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak
atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolic atau katekolamin.
e. Katerisasi Pulmonal

Pengukuran tekanan baji pulmonal (pulmonary artery occlusion


pressure/PAOP) dianggap sebagai pemeriksaan baku emas untuk menentukan
penyebab edem paru akut.
Algoritma diagnosis edem paru kardiogenik dan non kardiogenik :

16
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan acute long odema menurut Maria (2010) :

Penatalaksanaan edem paru non kardiogenik:


a. Supportif
- support kardiovaskular
- terapi cairan
- renal support
- pengelolaan sepsis
b. Ventilasi
Menggunakan ventlasi protective lung atau protocol ventilasi ARDS.
Pengobatan yang dilakukan di arahkan terhadap penyakit primer yang
menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan suportif

17
terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi
hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan
bekerja dengan baik bila terjadi gagal multiorgan.

18
2.10 Pathway

Faktor Faktor non-kardiogenik


kardiogenik
Gagal jantung ARSD Isufisiensi Unkwnown
kiri limfatik
 Pnemonia, Aspirasi As. Lambung  Post. Lung transplant  Pulmonary Embolism
 Lymphangitic arsinomiclosis  Eclamasia
 Bahan Toksik inhalan
 Silicosis  High altitude Pulmonary edema

Ketidakseimbangan Staling Force

Tekanan Kapiler Paru Tekanan Onkotik Plasma ↓ Tekanan Negative Interstitial Tekanan Onkotik Interstitial
↑ ↑ ↑
Cairan berpindah ke
interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi cairan Cardiac ouput ↓ Pemasangan alat bantu nafas (ventilator)

Gangguan pertukaran gas O2 jaringan↓ Bed rest fisik Pemasangan selang Area invasi M.O
endotrakheal

Gangguan perfusi jaringan Pengambilan O2 ↑ Kelelahan Defisit perawatan diri


Resiko 19
tinggi
infeksi
Gangguan pola nafas Intoleransi aktivitas
BAB 3
TINJAUAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA PENDEKATAN REVIEW OF SISTEM
(Adaptasi Henderson & Roy)

Tgl Pengkajian : 27 November 2018 Jam : 08.00


Tgl MRS : 26 November 2018 No Rekam Medik : 56-49-xx
Ruang : Paviliun Jantung Diagnosa Medis : ALO, Nepropathi

Nama :Tn. I Pekerjaan : Wiraswasta


Umur :57 th Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD Status perkawinan : Duda
Alamat : Bakalan 04/01 Penanggung biaya : BPJS
Riwayat Sakit dan kesehatan

Keluhan : Pasien mengeluh sesak napas


utama
Riwayat : Pasien diantar oleh kakaknya ke IGD RSAL pada tanggal 26 November pukul
penyakit 08.30 dengan keluhan sesak napas dari 2 hari yang lalu dan sesak semakin
sekarang memberat saat pasien MRS. Pasien mengatakan nyeri di dada tembus punggung,
nyeri hilang timbul, skala 3 dari 10. Pasien mengatakan nyeri terasa sehari sebelum
MRS yakni pada saat acara reuni SMA berlangsung. Nyeri terasa seperti diremas-
remas.
Riwayat Pasien mengatakan menderita jantung koroner sejak 2 tahun yang lalu, dan
penyakit memiliki riwayat hipertensi. Pasien mengatakan juga memiliki penyakit diabetes
dahulu mellitus selama 3 tahun dan menggunakan terapi insulin tetapi sudah lama berhenti.

20
Riwayat Pasien mengatakan Ibu memiliki riwayat diabetes mellitus dan penyakit jantung,
penyakit sedangkan dari ayah pasien memiliki riwayat penyakit lambung.
keluarga
Riwayat Tidak ada alergi
Allergi

Keadaan umum : Baik Kesadaran :


Compos mentis, GCS : 4 5 6
Tanda vital
TD : 140/100 mmHg
RR : 24x/menit
N : 87x/menit
SPO2 : 96 %
O2 : 3 lpm

Genogram

Keterangan:

: Laki-laki

: perempuan

: meninggal

: tinggal serumah

21
B1 : Breath/Pernapasan

Wawancara : Pasien mengatakan sesak sejak sehari yang lalu setelah melakukan aktivitas yang
berat. Pasien mengatakan sesak juga timbul ketika tidur, berkurang ketika duduk.
Inspeksi: SPO² : 96%, terpasang O2 3 lpm. Nyeri saat inspirasi, RR: 24x/menit, konjungtiva
anemis, pembesaran kelenjar getah bening (-), CRT <2 detik, gerak napas simetris, napas cuping
hidung (+), sianosis (-), batuk (+)
Palpasi : gerak napas vesikuler
Auskultasi : suara napas ronkhi , irama ireguler
Perkusi :
Masalah keperawatan : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

B2 / Blood / Sirkulasi

Wawancara : pasien mengatakan nyeri dada dan mudah lelah


Inspeksi : tampak gelisah, ictus cordis (+), terdapat edema pada ekstremitas bawah,
Palpasi : Nadi : 87x/mnt, CRT <2 detik, akral hangat, mukosa bibir kering, konjungtiva anemis.
Auskultasi : suara jantung S1-S2 tunggal, gallop (-), murmur (-)
Masalah keperawatan : Penurunan Curah Jantung

B3/ Brain / Persarafan

Inspeksi : GCS 456


Palpasi & perkusi:
Nervus 1 – 12 ,
N I : pasien dapat memyebutkan bau minyak kayu putih.
N II : pasien dapat membaca name tag mahasiswa dalam jarak kurang dari 30 cm
N III, N IV, N VI : koordinasi gerakan mata baik ditandai pasien dapat menggerakkan bola matanya
ke segala arah

22
N V :pasien dapat merasakan sentuhan pada wajahnya saat disentuh tisu. Pasien dapat membuka
matanya dengan spontan.
N VIII : pasien bisa mendengar bunyi jarum jam.
N IX, N X : reflek menelan baik.
N XI : pasien dapat menggerakkan kepala ke segala arah.
N XII : pasien dapat menjulurkan lidah
Pengkajian nyeri :
P : nyeri timbul saat aktivitas berlebihan
Q : nyeri seperti diremas-remas
R : dada tembus punggung
S : 3 dari 10
T : hilang timbul
Masalah keperawatan : nyeri akut

B4/ Bladder/ Perkemihan

Wawancara : sebelum MRS, pasien mengatakan susah buang air kecil, sehari hanya 1x. selama di
RS, pasien mengatakan sering kencing saat malam hari sebanyak 3-4x. Pasien mengatakan minum
sehari kurang lebih 1 liter
Inspeksi : terpasang kateter, warna : kuning
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, retensi urine (-)
Perkusi :
Ukur intake output pasien : jumlah urine selama di RS 2.400cc/24 jam.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

B5/ Bowel/ Pencernaan

Wawancara : Pasien mengatakan nafsu makan baik. Pasien mengatakan belum bisa BAB sejak
MRS
Inspeksi : satu porsi habis
Palpasi & perkusi : perut kembung

23
Auskultasi :
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

B6 / Bone/ Muskuloskletal

Inspeksi : 5555 5555 edema (-), tidak memakai alat bantu


5555 5555
Palpasi : turgor kulit baik
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

Sistem Integumen

Inspeksi :warna sawo matang, kering


Palpasi :tidak ada odema, turgor kulit normal
Ekstremitas atas : simetris, tidak ada odema, terpasang venflon di tangan kiri.
Ekstremitas bawah : simetris, ada odema, tidak ada kelumpuhan
Perkusi : reflek patela (+/+)
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

Pola istirahat tidur

Istirahat tidur : pasien tidur kurang lebih 7 jam perhari


Gangguan tidur : tidak ada gangguan gangguan tidur
Masalah keperaawatan : tidak ada masalah keperawatan

Sistem Penginderaan

Sistem penglihatan : penglihatan berkurang ketika jauh


Sistem pendengaran : Normal
Sistem penciuman : Normal

24
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

Endokrin
Keadaan tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Terkait diabetes melitus : GDA = 146 (tanggal 26 november 2018)
Terkait pertumbuhan : TB : 168cm
Terkait hormon reproduksi :
Terkait hormon adrenal :
Masalah keperawatan :

Sistem repoduksi / genitalia


Wawancara : Tn I mengatakan selama ini tidak mempunyai masalah mengenai genetalia
Inspeksi :

Personal Hygiene
Pasien mengatakan selama di RS mandi dengan diseka satu kali sehari saat pagi hari. Selama di
RS berganti pakaian 2 hari sekali.

Data Penunjang / Hasil pemeriksaan diagnostic Darah Lengkap/ Kimia klinik / Blood gas
analisa / Radiologis
Analisa Gas
28 November 2018 29 November 2018
pH 7,389 7,456
pCO2 27,8 38,4
pO2 85,6 88,7
HCO3 16,6 26,6
BE -8,6 2,6
CtCo2 17,4 27,8
O2 SAT 96,9 97,3
O2CT 17,4 14,8
PO2/FIO2 4,28 4,39

25
PO2 (A-a) (T) 30,4 14,8
Temp 36,2 36,4
CtHB 12,7 10,7
FIO2 21,0 21,0

27 November 2018
Hasil Nilai Normal
Gula Darah Puasa 87 74-106
Trigliserida 219 70-140
LDL 160 430
Asam Urat 10 2,4-4,0

26 November 2018
Hasil Nilai Normal
Urea Nitrogen 39,4 (8,0-24,0)
Kreatinin 3,7 (0,5-1,3)
Glukosa 146 (70-115)
Natrium 138,7 (135,0-145)
Kalium 3,94 3,94 (3,50-5,0)
Clorida 111,2 (95,0-108,0)

26
Hasil EKG

27
Terapi Medis

Tanggal Terapi obat Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek samping


27-11- Injeksi lasix 3x1 Obat lini pertama pada pengobatan edema 1. Pasien yang alergi 1. hipokalemia
2018 yang disebabkan oleh gagal jantung furosemide. 2. mual, muntah,
kongestif, sirosis hati, dan penyakit ginjal, 2. Pasien anuria. anoreksia, iritasi
termasuk sindrom nefrotik. mulut dan lambung,
diare, dan sembelit.

2 Spironolaktone 1-0-0 1. Odema 1. Anuria 1. Mengantuk


25 mg 2. Hipertensi (tekanan darah tinggi) 2. Hiperkalemia 2. Pusing
3. Sirosis 3. Penyakit Addison 3. Lesu, kram
4. Diagnosis hiperaldosteronisme 4. Gagal ginjal akut 4. diare, sembelit
5. Gagal jantung maupun progresif 5. Ataksia
6. Hipokalemia. 6. Alopecia

ISDN 5 mg 3x1 1. Pengobatan serangan angina pektoris 1. anemia berat 1. Sakit kepala dan Mual
2. Pengobatan pada gagal jantung 2. hipotensi 2. Hipotensi postural
kongestif yang berat

28
3. syok
kardiogenik
Captopril 12,5 3x1 1. hipertensi dan gagal jantung 1. Angioedema. 1. Ruam dan Pruritus
mg 2. Mencegah komplikasi setelah 2. Kehamilan. 2. Muka kemerahan
serangan jantung 3. Batuk kering
3. Membantu mengobati penyakit 4. Kurang atau
diabetes tipe 1. hilangnya indra
pengecap
Novorapid 3x4ui terapi penyakit diabetes melitus tipe 1 . 1. Hipoglikemia 1. gatal dan ruam pada
2. Alergi atau kulit
hipersensitivitas 2. Gangguan saluran
pada kandungan pencernaan dan
obat atau insulin pernapasan
aspart 3. Keringat berlebih
4. Penurunan tekanan
darah
Neurodex 1x1 memenuhi kebutuhan Vit B1, Vit B6, Vit B12 Pada pasien yang memiliki sindrom neuropati
dan neuralgia (nyeri saraf), anoreksia riwayat hipersensitivitas
terhadap salah satu

29
(kehilangan nafsu makan), masa kandungan Neurodex
penyembuhan, mual dan muntah saat hamil. Tablet .
Aspilet 1x1 1. Mencegah penyakit serebrovaskuler atau 1. Ibu menyusui tidak 1. Gatal, kesulitan
infark miokard. boleh meminum bernafas;
2. Dipakai oleh penderita penyakit diabetes obat thrombo aspilet. pembengkakan wajah,
mellitus yang ingin mencegah penyakit 2. Penderita hemofilia. bibir, lidah, atau
kardiovaskular. tenggorokan,
2. Tinja yang hitam,
berdarah, atau lunak,
3. Batuk darah atau
muntah
4. Demam selama lebih
dari 3 hari
Allopurinol 1x100mg 1. Hiperurisemia baik primer maupun Pada penderita gangguaan 1. Ruam makulopapular
sekunder ginjal dan hati 2. Pruritus
2. Pada populasi pasien pediatrik: keadaan 3. Demam dan menggigil
maligna (contoh: leukemia), kelainan 4. Atralgia
enzim (contoh: sindroma Lesch-Nyhan) 5. Gangguan hematologi
6. Limfadenopati

30
3. Batu ginjal rekuren yang disebabkan oleh 7. Leukopenia dan
batu oksalat Leukosistosis

31
ANALISA DATA

Data / faktor resiko Etiologi Masalah


Data subyektif : Sekresi yang tertahan Bersihan Jalan Napas
Pasien mengatakan sesak disertai batuk Tidak Efektif
sejak sehari yang lalu setelah melakukan
aktivitas yang berat. Pasien mengatakan
sesak juga timbul ketika tidur, berkurang
ketika duduk.
Data obyektif :
Batuk tidak efektif, pola napas berubah,
SPO² : 96%, terpasang O2 3 lpm. Nyeri saat
inspirasi, RR: 24x/menit, konjungtiva
anemis, pembesaran kelenjar getah bening
(-), CRT<2 detik, gerak napas simetris,
napas cuping hidung (+), sianosis (-), gerak
napas vesikuler, suara napas ronkhi

32
Data Subjektif Perubahan kontraktilitas Penurunan Curah
- Pasien mengatakan sesak Jantung
sejak sehari yang lalu setelah
melakukan aktivitas yang
berlebihan.
- pasien mengatakan
memiliki penyakit hipertensi
sejak 3 tahun yang lalu.
- Pasien mengatakan sebelum
MRS susah buang air kecil, 1 hari
hanya sekali.
Data objektif
- terdapat edema pada ekstremitas
bawah
- pasien tampak gelisah , pucat
- jumlah urine 2400 cc
- TD : 140/100
- RR : 24
- N : 87
- SPO2 : 96 %
- O2 : 4 lpm
- suara napas ronkhi, irama ireguler
- jumlah output 2400 cc/24 jam
Data Subjektif Agens cedera fisik Nyeri akut
Tn I mengatakan nyeri dada tembus
punggung saat melakukan aktivitas yang
berlebihan. Nyeri seperti diremas-remas
dan bersifat hilang timbul. Skala nyeri 3
dari 10
Data objektif
- TD : 140/100 mmHg
- RR : 24x/menit

33
- N : 87x/menit
- SPO2 : 96 %
- O2 : 3 lpm
- Pasien memegangi dadanya
Data Subjektif Risiko
- Pasien mengatakan memiliki ketidakstabilan kadar
riwayat diabetes mellitus glukosa darah
- Pasien mengatakan dulu pernah
terapi insulin, tetapi sudah berhenti
- Pasien mengatakan tidak mengatur
pola makan sejak bercerai
- Pasien mengatakan lemas
Data Obyektif
- Hasil lab menunjukkan
tanggal 26 November gula darah
Tn I 146 mg/dl
- Hasil lab gula darah puasa Tn
I tanggal 27 November 2018 yaitu
87 mg/dL

34
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN

TANGGAL PARAF
NO MASALAH KEPERAWATAN
ditemukan teratasi (nama)
1 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Sekresi 27 November 28 November
yang tertahan 2018 2018

2 Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan 27 November 29 November


kontraktilitas 2018 2018
3 Nyeri b.d agens cedera fisik 27 November 28 November
2018 2018
4 Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah 27 November 29 November
2018 2018

35
Rencana Asuhan Keperawatan

No Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Bersihan Jalan Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui keadaan umum pasien
Napas Tidak keperawatan selama 2x24 2. Posisikan pasien semi fowler 2. Meminimalkan dispnea
Efektif b.d jam bersihan jalan napas 3. Identifikasi pasien perlunya 3. Mensuplai dan memberikan
Sekresi yang paten dengan kriteria hasil: alat bantu napas cadangan oksigen
tertahan - Menunjukkan jalan 4. Auskultasi suara nafas, catat 4. Menunjukkan usaha untuk
nafas yang paten (klien adanya suara tambahan memenuhi kebutuhan oksigen yang
tidak merasa tercekik, tidak dapat terpenuhi dengan napas
irama nafas, frekuensi biasa.
pernafasan dalam 5. Atur intake untuk cairan 5. Mengetahui keseimbangan cairan
rentang normal, tidak mengoptimalkan dalam tubuh
ada suara nafas keseimbangan.
abnormal) 6. Berikan edukasi kepada 6. Menambah pengetahuan pasien
- Tanda Tanda vital pasien tujuan dari pemberian mengenai O2
dalam rentang normal O2

36
(tekanan darah, nadi, 7. Kolaborasi dengan tenaga 7. Meminimalisir keluhan sesak
pernafasan) medis lain untuk
pemasangan O2

2. Penurunan Curah Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui keadaan umum pasien.
Jantung b.d keperawatan selama 1x24 2. Observasi jumlah intake dan 2. Intake dan output cairan yang
Perubahan jam volume cairan output pasien. seimbang akan membantu proses
kontraktilitas berkurang dengan kriteria edema yang ada pada pasien
hasil: 3. Batasi intake cairan yang 3. menunjukkan status volume sirkulasi
- Volume vairan stabil masuk dalam tubuh
dengan keseimbangan 4. Balance cairan dengan 4. Mengetahui respon dari terapi.
antara asupan dan harapan output > intake 5. Mencegah terjadinya dekubitus
haluaran 5. Ubah posisi dengan sering (4 karena tekanan tubuh akibat posisi
- Tanda vital dalam jam sekali) inspeksi yang tetap
batas normal permukaan kulit, pertahankan
- Edema tidak ada tetap kering, dan beri bantalan
- Pasien atau keluarga 6. Pantau hitung darah lengkap 6. Natrium yang meningkat akan
mengungkapkan dan elektrolit, terutama membuat jantung bekerja lebih keras,
pemahaman tentang natrium dan kalium.

37
diet individual dan 7. Kolaborasi dengan dokter sedangkan fungsi kalium sebagai
pembatasan cairan. pemberian terapi lasix pengatur aktivitas elektrik jantung.
7. Mengurangi kelebihan volume cairan
pada tubuh
1. Akut b.d Setelah dilakukan asuhan
Nyeri 1. Observasi nyeri (lokasi, 1. Mengetahui keadaan umum pasien
agens cedera keperawatan selama 1x24 karakteristik, frekuensi,
fisik jam diharapkan nyeri faktor presipitasi)
berkurang dengan kriteria 2. Ajarkan teknik relaksasi 2. Membantu pasien untuk rileks
hasil: 3. Berikan edukasi 3. Mengetahui dan menambah
- Mampu mengontrol mengenai penyebab nyeri pemahaman mengenai nyeri
nyeri 4. Observasi TTV 4. Mengetahui keadaan vital pasien.
- Nyeri berkurang 5. Kolaborasi dengan dokter 5. Mengurangi rasa nyeri
dari skala 3 ke pemberian obat analgetik
skala 2
- TTV normal
4 Resiko Setelah dilakukan asuhan 1. memantau kadar glukosa 1. Untuk mengetahui kondisi glukosa
Ketidakstabilan keperawatan selama 3x24 dalam darah dalam darah apakah mengalami
Kadar Glukosa jam kadar glukosa darah peningkatan / penurunan
Darah stabil dengan kriteria hasil:

38
- Dapat mengontrol 2. Pantau tanda-tanda 2. Poliuria, polidipsia,dan polifagia
kadar glukosa darah hiperglikemia: poliuria, dapat menyebabkan tingkat kelesuan
· Pemahaman polidipsia, polifagia, kelesuan berlebih pada tubuh klien karena
manajemen diabetes 3. Mengintruksikan pasien dan pengontrolan fungsi tubuh yang tidak
· Penerimaan kondisi keluarga terhadap sesuai
kesehatan pencegahan, pengenalan 3. Agar dapat memanajemen diabetes
manajemen, dan yang dialami oleh klien dan
hiperglikemia mengetahui cara penanganan
4. Konsultasi dengan dokter jika terhadap hiperglikemia
tanda dan gejala 4. Agar dapat mengantisipasi dan
hiperglikemia memburuk menghambat keparahan yang
diakibatkan oleh hiperglikemia

39
IMPLEMENTASI & EVALUASI

No Hari/Tgl Masalah Waktu Implementasi Evaluasi formatif SOAPIE


Keperawatan / Catatan perkembangan

2 28 Bersihan Jalan 08.00 Shift Pagi S : pasien mengatakan sesak


November Napas Tidak - Memberikan posisis semi fowler pada O : pasien memegangi bagian dadanya.
2018 Efektif Tn.I TD = 140/80 mmHg
- Mempertahankan pemberian oksigen 3 RR 24x/menit
lpm Terdapat suara ronkhi
- Memberi edukasi guna masker oksigen. A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan no 2,3,4, dan 5
Penurunan 08.00 - Mengambil darah IV S:-
curah jantung - Membantu ADL pasien O : urine 450 cc
- Memantau output Tn. I Kreatinin 3,7
- Memberikan injeksi corderon Urea nitrogen : 39,4
Klorida 111,2
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan no 1,4 dan 5

Nyeri Akut b.d - Memberikan terapi oral S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
agens cedera O : Pasien tenang
fisik A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

40
Resiko 11.20 - Memberikan ijeksi novorapid 4 unit S : Pasien mengatakan dulu pernah memakai
Ketidakstabilan - Menjelaskan nama, indikasi, dosis inj insulin, tetapi sudah lama berhenti.
Kadar Glukosa novorapid kepada pasien Pasien mengatakan tidak bisa mengatur pola
Darah makan.
O : GDA : 179 mg/dl
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan no. 3
Bersihan Jalan 14.15 Shift Siang S : Pasien mengatakan sesak berkurang
Napas Tidak - Memposisikan pasien untuk O : RR: 20, SPO2 : 99 %, terpasang O2 3 lpm
Efektif memaksimalkan ventilasi A : Masalah teratasi sebagian
- Mengatur intake untuk cairan P : Intervensi lanjutkan no. 4 dan 5
mengoptimalkan keseimbangan.
- Mengobservasi respirasi dan status O2

Penurunan 20.00 Membagikan obat S : Pasien mengatakan edema berkurang


curah jantung - Inj lasix 5ml O : TD : 140/80 mmHg, N : 96, Urine : 500cc
- ISDN 5 mg A : Masalah teratasi sebagian
- captopril P : Intervensi dilanjutkan no. 1,4 dan 5
- Observasi TTV

Resiko - Memberi edukasi kepada klien S : Pasien mengatakan mengerti tentang


Ketidakstabilan diabetes mellitus, tetapi tidak dapat
tentang penyakitnya
Kadar Glukosa mengatur pola makan ketika dirumah.
Darah - Meninjau rencana diit khusus klien O : Pasien mampu menjawab pertanyaan
A : Masalah teratasi sebagian
- Tekankan penting dan perlunya
P : Intervensi lanjutkan no. 2 dan 4
mempertahankan pemeriksaan
glukosa, dosis, dan asupan makanan

41
Penurunan 05.00 Shift Malam S : Pasien mengatakan edema berkurang
curah jantung Memberikan obat: O : TD : 150/90, Suhu: 36,6 oC, N: 80, RR:
- Inj Lasix 5 ml 20, SPO2 : 98%, Urine : 400cc
- Captopril 12,5 mg A : Masalah teratasi sebagian
- ISDN 5mg P : Intervensi lanjutkan no. 1 dan 5

2 29 Bersihan Jalan 09.00 Shift Pagi S : Pasien mengatakan sudah tidak sesak lagi
November Napas Tidak - Atur intake untuk cairan O : RR: 20, SPO2 : 99%, tidak terpasang O2
2018 Efektif A: Masalah teratasi
mengoptimalkan keseimbangan.
P : Intervensi pertahankan no. 1
- Monitor respirasi dan status O2

Penurunan 09.30 Memberikan obat S : Pasien mengatakan bengkak sudah


curah jantung - ISDN 5 mg kempes
- Membagikan obat captopril O : pasien tenang, urine 450cc
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan no. 1 dan 5

42
Resiko 11.20 - Memberikan ijeksi novorapid 4 unit S : Pasien mengatakan akan mencoba
Ketidakstabilan - Mengevaluasi pengetahuan dan keinginan mengatur pola makannya nanti dirumah
Kadar Glukosa diit gula kepada pasien O : Pasien mampu menyebutkan kembali
Darah menu diit untuk penderita DM
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Penurunan Shift Siang S : Pasien mengatakan badan terasa ringan


curah jantung Memberikan obat O : edema (-), TD : 140/90mmHg, Suhu: 36,
- ISDN 5 mg 2 oC RR: 20, N : 88, SPO2 : 97%, Urine:
- Membagikan obat captopril 300cc
A : Masalah teratasi sebagian
AFF Kateter P : Intervensi dilanjutkan no. 1
Penurunan 06.00 Shift Malam S:-
curah jantung - mengukur haluaran urine, observasi O : TD : 140/80 mmHg, Suhu: 36,8 oC, RR:
warna, jumlah 20, Nadi: 88, SPO2 : 98%, Urine: 400cc
- Observasi TTV A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan no. 1

3 30 Penurunan 08.00 Shift Pagi S:-


November curah jantung - Observasi TTV dan urine O : TD 140.80, Suhu : 35,6oC, RR : 20, Nadi
2018 11.00 - Inj. Novorapid 4 unit : 88, SPO2 : 98%, urine 300cc
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan no. 1

Shift Siang S:-


- Observasi TTV dan urine O : TD 140/80, Suhu: 36,2 oC, RR : 22, Nadi
: 84, SPO2 : 98%, urine 300cc, ACC KRS

43
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan no. 1

4 01 Penurunan 08.00 Shift Pagi S:-


Desember curah jantung - Observasi TTV dan urine O : TD 130/80, Suhu: 36 oC, RR : 24x/menit,
2018 Nadi : 80 x/menit, SPO2 : 96%
A : Masalah Teratasi
P : Pasien KRS

44
EVALUASI SUMATIF

Tgl Diagnosa Evaluasi sumatif

45
BAB 4
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan mencoba meguraikan tentang data, teori dan
analisis penulis selama melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosis Acute Lung Oedema di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya

4.1 Pengkajian

Klien merupakan seorang laki-laki berusia 57 tahun, beragama islam berkerja


sebagai tukang ojek. , klien masuk ke IGD pada tanggal 26 november 2018, pukul
-8.30. klien mengeluh sesak, nyeri di dada, GCS 456. Sebelumnya klien sedang
mengikuti acara reuni SMA di luar kota, kemudian merasa kelelahan dan sesak.
Klien memiliki riwayat jantung koroner. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
menyatakan bahwa aktivitas yang keras bagi enderita jantung mengakibatkan kerja
jantung semakin berat sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan atau volume
yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pilmonalis dan diteruskan ke kapiler.
Mekanisme tersebut gagal mempertahankan keseimbangan cairan yang akan
membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru.

Pada pengkajian sistem pernapasan didapatkan pernapasan dyspnea, terdapat


ronkhi, batuk, terpasang nasal 3 lpm. Hal ini sesuai dengan gejala acute lung
oedema, yaitu dyspnea mendadak, napas basah, gelisah, cemas, batuk hebat.

Sistem kardiovaskuler didapatkan nyeri dada, dan edema pada ekstremitas


bawah, meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi pulmonal
sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan tekanan ventrikel
kanan melalui mekanisme interdependensi ventrikel akan semakin menurunkan
fungsi ventrikel kiri. Hal tersebut mengakibatkan dada terasa nyeri dan fungsi
jantung menurun sehingga timbul edema pada ekstremitas bawah.

Pada pengkajian sistem saraf tidak didapatkan masalah, karena termasuk jenis
acute lung oedema kardiogenik. Pada pengkajian sistem perkemihan didapatkan
pasien tidak dapat kencing, kencing menurun sejak sakit. Biasanya pada pasien
acute lung oedema terjadi penurunan kencing.

46
Pada pengkajian

BAB 5
PENUTUP
Setelah penulis melakukan pengamatan dan melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Acute Long Odema di ruang
Jantung pada tanggal 28 November 2018, maka penulis dapat menarik kesimpulan
dan sekaligus memberikan saran yang dapat bermanfaat untuk membantu
meningkatkan mutu asuhan keperawatan klien dengan Acute Long Odema.
4.1Simpulan
Setelah menguraikan berbagai persamaan dan kesenjangan antara tinjauan
pustka dan tinjauan kasus, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Dalam penegakkan diagnosis keperawatan, tidak semua diagnosis yang
tercantum dalam tinjauan pustaka tercantum di tinjauan kasus, tetapi
penulis menyesuaikan sesuai masalah yang terdapat pada klien.
2. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang ada.
3. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis bekerja sama dengan
para perawat ruangan dan tenaga kesehatan lainnya.
4.2 Saran
1. Bagi Pelayanan Rumah Sakit
Penanganan yang cepat dan tepat pada kasus Acute Long Odema sangat
diperlukan guna mencegah komplikasi, mengingat Acute long Odema
terjadi pada paru-paru dan paru-paru merupakan organ paling penting dalam
sistem pernapasan. Penanganan penyakit ini dibutuhkan oleh perawat dan
tenaga kesehatan lainnya yang sudah ahli agar dapat meminimalkan
terjadinya komplikasi atau bahkan kematian.
2. Bagi Penulis
Dalam asuhan keperawatan, dibutuhkan kerja sama yang baik antar tim
kesehatan yang berguna untuk menegtahu kondisi perkembangan klien.
3. Bagi Keluarga Pasien

47
Kerjasama keluarga dengan tenaga kesehatan dalam merawat klien Acute
Long Odema sangat diperlukan untuk membantu memudahkan pelaksanaan
asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Harun S & Sally N. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. NaskahLengkap PKB
XXVI IlmuPenyakitDalam 2011. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo
Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edem Paru pada Kasus VSD dan Sepsis
VAP. Anestesia& Critical Care. Yogyakarta. Nuha Medika

48

Anda mungkin juga menyukai