DOSEN PEMBIMBING
Ns. Srianik, S.Kep., M.Kes
Kelompok 1C:
1. Ayu Cahyaningtyas (183.0028)
2. Ida Fatmawati (183.0048)
3. Putri Wardah Nafisah (183.0077)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acute Long Oedema adalah akumulas cairan di paru-paru yang terjadi secara
mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem
paru kardia) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru
non cardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara
cepatsehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan
mengakibatkan hipoksia. Pada sebagian besar edem paru secara klinis mempunyai
kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas
tanpa adanya gangguan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian
penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua
mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.EPA adalah suatu keadaan
gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi (1).
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitr 2,1 juta penderita edema paru yang
perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika Serikat
diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini
merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di
dalam merawat klien edema paru secara komprehensif bio psiko social dan
spiritual.
Penyakit edem paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971.
Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun
1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus
menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah.
Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR)=35,19
per 100.000 penduduk dan CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun
2000); 19,24 (tahun 2002) dan 23,87 (tahun 2003)
Dari uraian di atas, maka penulis membuat asuhan keperawatan dengan
diagnosis medis Acute Long Odema di Ruang Jantung RSAL Dr.Ramelan
Surabaya.
2
1.2 Rumusan Masalah
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat member manfaat:
1. Dari segi akademis merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya
dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan acute lung oedema.
2. Dari segi praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi:
a. Bagi Pelayanan di Rumah Sakit
Hasil karya tulis ilmiah ini menjadi masukan bagi pelayanan di Rumah Sakit
agar dapat melakukan asuhan keperawatan bagi klien dengan diagnosis
medis Acute Lung Oedema di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
3
b. Untuk Penulis
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi Penulis
berikutnya, yang akan melakukan studi kasus dengan asuhan keperawatan
Acute Lung Oedema di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
c. Untuk Keluarga Klien
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi acuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang terdiagnosis Acute Lung oedema
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Acute long oedema adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru
yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular
yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler (edem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepaat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia (Harun S & Sally N, 2009).
2.2 Anatomi dan Fisiologis
Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju
ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses
pernapasan terdiri dari beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf
pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting. Pada
dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang
menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yang
merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler
(Harun S & Sally N, 2009).
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran
pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang
bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring,
dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari
mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet
(Harun S & Sally N, 2009).
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus
respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada
dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli, dan (3)
sakusalveolaristerminalis, merupakan struktur akhir paru-paru (Harun S & Sally
N, 2009).
5
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi
oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu
tegangan permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu
inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus
dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi
tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada
waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi (Harun S &
Sally N, 2009).
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe I,
yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel
terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar
ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis
sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang
terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel fagositik, dan
beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan cairan
ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen
kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, solut, dan
molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini dijabarkan dalam
hukum starling (Harun S & Sally N, 2009).
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Harun S & Sally N (2009) sebagai berikut :
6
- Aspirasi asam lambung
- Tenggelam
- Kontusio paru
- Pnemonia berat
- Emboli lemak
- Emboli cairan amnion
b) Tidak langsung
- Sepsis
- Trauma berat
- Syok hipovolemik
- Transfusi darah berulang
- Luka bakar
- Pankreatitis
- Koagulasi intravaskular diseminata
- Anafilaksis
- Peningkatan tekanan kapiler paru
- Sindrom kongesti vena
- Pemberian cairan yang berlebih
- Transfusi darah
- Gagal ginjal
b. Edema paru kardiogenik
Edema paru kardiogenik adalah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan jantung. Misalnya, jantung tidak beekrja semestinya seperti jantung
memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. Edema kardiogenik
berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru
yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (misal aritmia dan kelemahan
otot jantung), serangan jantung.
2.4 Etiologi
7
Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru
dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru sering juga disebut acute respiratory
distress syndrome (ARDS). Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara
tekanan onkotik (osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan
hidrostatik yang meningkat pada gagal jantung menyebabkan edema paru.
Sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume
overload dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau
malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga terjadi edema paru.
a. Aspirasi cairan lambung
Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS. Berat ringannya edema
paru berhubungan dengan derajat pH asam lambung dan volume cairan yang
teraspirasi. Asam lambung akan tersebar di dalam paru dalam beberapa detik saja,
dan jaringan paru akan terdapar (buffered) dalam beberapa menit sehingga cepat
menimbulkan edema paru.
c. Pneumonia
Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron, edema paru pada infeksi paru
menunjukan perubahan yang sama dengan edema paru karena peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Mekanisme dikarenakan terjadinya reaksi inflamasi
sehingga mengakibatkan kerusakan endotel .
d. Inhalasi bahan kimia toksik
Inhalasi bahan kimia toksik dapat menyebabkan lesi paru seperti yang
disebabkan oleh inhalasi asap. Edema paru dilaporkan dapat disebabkan akibat
paparan terhadap fosgen, klorin, oksida nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida
metalik, uap asam, dan uap bahan kimia kompleks lainnya. Fosgen adalah gas yang
sangat reaktif, dan banyak dihasilkan oleh industri-industri penghasil polimer,
pharmaceutical, dan metalurgi. Senyawa induk fosgen adalah chloroform dan gas
fosgen merupakan metabolit toksiknya. Jika terhisap oleh manusia pada
konsentrasi tertentu menyebabkan edema paru-paru akibat adanya gangguan
keseimbangan cairan yang ada dan meningkatkan peroksida lipid dan permeabilitas
pembuluh darah .
e. Keracunan oksigen.
8
Oksigen dalam konsentrasi tinggi ternyata toksik terhadap paru. Edema paru
dapat terjadi 24 – 72 jam setelah terpapar oksigen 100%. Lesi yang ditimbulkan
secara histologis mirip dengan edema paru yang ditimbulkan akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Di bawah mikroskop elektron, perubahan dini yang
terjadi adalah penebalan ruang interstisial oleh cairan edema yang berisi serat
fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag. Ini terjadi sebelum tampak kerusakan
endotel.
f. Pankreatitis.
Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein selama
pankreatitis diduga mendasari mekanisme terjadinya edema paru. Tingginya
konsentrasi protein cairan edema menyokong diagnosis ini.
g. Peningkatan tekanan kapiler paru
Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada penderita
dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung normal. Ekspansi
volume intravaskular tidak perlu terlalu besar untuk terjadinya kongesti vena,
karena vasokontriksi sistemik dapat menyebabkan pergeseran volume darah ke
dalam sirkulasi sentral. Sindrom ini sering terjadi pada penderita yang mendapat
cairan kristaloid atau darah intravena dalam jumlah besar, terutama pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal, ataupun karena gagal ginjal itu sendiri (terjadi
retensi air). Pemberian kortikosteroid menyebabkan gangguan kongesti vena lebih
lanjut.
Sindrom kongesti vena (fluidoverload) ini sering terjadi pada penderita
dengan trauma yang luas, yang mendapat cairan dalam jumlah besar untuk
menopang sirkulasi. Pada fase penyembuhan, terjadilah edema paru. Keadaan ini
sering dikacaukan dengan gagal jantung kiri atau ARDS (acute respiratory distress
syndrome).
2.5 Patofisiologi dan Patogenesis
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama
melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan
selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran
kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas
ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial,
9
cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang kemudian
dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam
jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi
cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru
yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein .(Soemantri, 2010)
Terdapat dua mekanisme terjadinya edem paru :
a. Membran kapiler alveoli
Edem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan `dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam
pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan
normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke
ruangan interstisial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum
Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi sistemik.
Q(iv-int)=Kf[(Piv-Pint) – df(Iiv-Iint)]
Q = kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstisial
10
dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal,
seperti rales atau crakles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernafas . (Maria,
2010)
Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium menurut
Soemantri (2010) :
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin
adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup
saat inspirasi.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal
oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.
Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi
ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi
right to left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapsia, tetapi
pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Pada leadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati.
Edem paru yang terjadi setelah infark miokard akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria,
11
terjadi edem paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah
dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan
menghambat cyclooxgenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan
mengurangi edem paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler.
Pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita
dengan Infark Miokard Akut dan edem paru, tekanan kapiler parunya normal. Hal
ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edem secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolus kapiler parus ekunder oleh
karena adanya isi sekuncup yang reendah seperti pada cardiogenic shock lung.
Edem paru kardiogenik ini merupakan spektrum klinis Acute Heart Failure
Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai: munculnya gejala dan tanda
secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal.
European Society of Cardiology (ESC) membagi AHFS menjadi 6 klasifikasi yaitu
:
ESC 1 : Acute decompensated Heart Failure
ESC 2 : Hypertensive acute heart failure
ESC 3 : Pulmonary oedema
ESC 4 : Cardiiogenik shock’
ESC 5 : High output failure AHF pada sepsis
ESC 6 : Right heart failur
Bila edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan
hidrostatik maka sebaiknya, edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh
peningkaan permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya
cairan dan protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan edem paru
nonkardiogenik memiliki kadar protein kadar proein tinggi karena membran
pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh protein plasma. Akumulasi
cairan edem ditentukan oleh keseimbangan antara kecepatan filtrasi cairan ke
dalam paru dan kecepaan cairan tersebu dikeluarkan dari alveoli dan interstisial .
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
12
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edem paru, misalnya adanya
riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung kronik.
Edem paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi pada
kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang yang
menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang yang
akan tenggelam Khas pada edem paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan
penyakit ini berbedabeda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita
sering sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau
perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan riak
berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi yang cepat
dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin
sianosis.
b. Pemeriksaa Fisik
13
troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide (BNP). BNP dan prekursornya pro BNP
dapat digunakan sebagai rapid test untuk menilai edem paru kardiogenik pada
kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma berhubungan dengan pulmonary artery
occlusion pressure, left ventricular end-diastolic pressure dan left ventricular
ejection fraction
b. Radiologi
14
15
c. Ekhokardiografi
16
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan acute long odema menurut Maria (2010) :
17
terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi
hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan
bekerja dengan baik bila terjadi gagal multiorgan.
18
2.10 Pathway
Tekanan Kapiler Paru Tekanan Onkotik Plasma ↓ Tekanan Negative Interstitial Tekanan Onkotik Interstitial
↑ ↑ ↑
Cairan berpindah ke
interstitial
Alveoli terisi cairan Cardiac ouput ↓ Pemasangan alat bantu nafas (ventilator)
Gangguan pertukaran gas O2 jaringan↓ Bed rest fisik Pemasangan selang Area invasi M.O
endotrakheal
20
Riwayat Pasien mengatakan Ibu memiliki riwayat diabetes mellitus dan penyakit jantung,
penyakit sedangkan dari ayah pasien memiliki riwayat penyakit lambung.
keluarga
Riwayat Tidak ada alergi
Allergi
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: perempuan
: meninggal
: tinggal serumah
21
B1 : Breath/Pernapasan
Wawancara : Pasien mengatakan sesak sejak sehari yang lalu setelah melakukan aktivitas yang
berat. Pasien mengatakan sesak juga timbul ketika tidur, berkurang ketika duduk.
Inspeksi: SPO² : 96%, terpasang O2 3 lpm. Nyeri saat inspirasi, RR: 24x/menit, konjungtiva
anemis, pembesaran kelenjar getah bening (-), CRT <2 detik, gerak napas simetris, napas cuping
hidung (+), sianosis (-), batuk (+)
Palpasi : gerak napas vesikuler
Auskultasi : suara napas ronkhi , irama ireguler
Perkusi :
Masalah keperawatan : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
B2 / Blood / Sirkulasi
22
N V :pasien dapat merasakan sentuhan pada wajahnya saat disentuh tisu. Pasien dapat membuka
matanya dengan spontan.
N VIII : pasien bisa mendengar bunyi jarum jam.
N IX, N X : reflek menelan baik.
N XI : pasien dapat menggerakkan kepala ke segala arah.
N XII : pasien dapat menjulurkan lidah
Pengkajian nyeri :
P : nyeri timbul saat aktivitas berlebihan
Q : nyeri seperti diremas-remas
R : dada tembus punggung
S : 3 dari 10
T : hilang timbul
Masalah keperawatan : nyeri akut
Wawancara : sebelum MRS, pasien mengatakan susah buang air kecil, sehari hanya 1x. selama di
RS, pasien mengatakan sering kencing saat malam hari sebanyak 3-4x. Pasien mengatakan minum
sehari kurang lebih 1 liter
Inspeksi : terpasang kateter, warna : kuning
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, retensi urine (-)
Perkusi :
Ukur intake output pasien : jumlah urine selama di RS 2.400cc/24 jam.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Wawancara : Pasien mengatakan nafsu makan baik. Pasien mengatakan belum bisa BAB sejak
MRS
Inspeksi : satu porsi habis
Palpasi & perkusi : perut kembung
23
Auskultasi :
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
B6 / Bone/ Muskuloskletal
Sistem Integumen
Sistem Penginderaan
24
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Endokrin
Keadaan tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Terkait diabetes melitus : GDA = 146 (tanggal 26 november 2018)
Terkait pertumbuhan : TB : 168cm
Terkait hormon reproduksi :
Terkait hormon adrenal :
Masalah keperawatan :
Personal Hygiene
Pasien mengatakan selama di RS mandi dengan diseka satu kali sehari saat pagi hari. Selama di
RS berganti pakaian 2 hari sekali.
Data Penunjang / Hasil pemeriksaan diagnostic Darah Lengkap/ Kimia klinik / Blood gas
analisa / Radiologis
Analisa Gas
28 November 2018 29 November 2018
pH 7,389 7,456
pCO2 27,8 38,4
pO2 85,6 88,7
HCO3 16,6 26,6
BE -8,6 2,6
CtCo2 17,4 27,8
O2 SAT 96,9 97,3
O2CT 17,4 14,8
PO2/FIO2 4,28 4,39
25
PO2 (A-a) (T) 30,4 14,8
Temp 36,2 36,4
CtHB 12,7 10,7
FIO2 21,0 21,0
27 November 2018
Hasil Nilai Normal
Gula Darah Puasa 87 74-106
Trigliserida 219 70-140
LDL 160 430
Asam Urat 10 2,4-4,0
26 November 2018
Hasil Nilai Normal
Urea Nitrogen 39,4 (8,0-24,0)
Kreatinin 3,7 (0,5-1,3)
Glukosa 146 (70-115)
Natrium 138,7 (135,0-145)
Kalium 3,94 3,94 (3,50-5,0)
Clorida 111,2 (95,0-108,0)
26
Hasil EKG
27
Terapi Medis
ISDN 5 mg 3x1 1. Pengobatan serangan angina pektoris 1. anemia berat 1. Sakit kepala dan Mual
2. Pengobatan pada gagal jantung 2. hipotensi 2. Hipotensi postural
kongestif yang berat
28
3. syok
kardiogenik
Captopril 12,5 3x1 1. hipertensi dan gagal jantung 1. Angioedema. 1. Ruam dan Pruritus
mg 2. Mencegah komplikasi setelah 2. Kehamilan. 2. Muka kemerahan
serangan jantung 3. Batuk kering
3. Membantu mengobati penyakit 4. Kurang atau
diabetes tipe 1. hilangnya indra
pengecap
Novorapid 3x4ui terapi penyakit diabetes melitus tipe 1 . 1. Hipoglikemia 1. gatal dan ruam pada
2. Alergi atau kulit
hipersensitivitas 2. Gangguan saluran
pada kandungan pencernaan dan
obat atau insulin pernapasan
aspart 3. Keringat berlebih
4. Penurunan tekanan
darah
Neurodex 1x1 memenuhi kebutuhan Vit B1, Vit B6, Vit B12 Pada pasien yang memiliki sindrom neuropati
dan neuralgia (nyeri saraf), anoreksia riwayat hipersensitivitas
terhadap salah satu
29
(kehilangan nafsu makan), masa kandungan Neurodex
penyembuhan, mual dan muntah saat hamil. Tablet .
Aspilet 1x1 1. Mencegah penyakit serebrovaskuler atau 1. Ibu menyusui tidak 1. Gatal, kesulitan
infark miokard. boleh meminum bernafas;
2. Dipakai oleh penderita penyakit diabetes obat thrombo aspilet. pembengkakan wajah,
mellitus yang ingin mencegah penyakit 2. Penderita hemofilia. bibir, lidah, atau
kardiovaskular. tenggorokan,
2. Tinja yang hitam,
berdarah, atau lunak,
3. Batuk darah atau
muntah
4. Demam selama lebih
dari 3 hari
Allopurinol 1x100mg 1. Hiperurisemia baik primer maupun Pada penderita gangguaan 1. Ruam makulopapular
sekunder ginjal dan hati 2. Pruritus
2. Pada populasi pasien pediatrik: keadaan 3. Demam dan menggigil
maligna (contoh: leukemia), kelainan 4. Atralgia
enzim (contoh: sindroma Lesch-Nyhan) 5. Gangguan hematologi
6. Limfadenopati
30
3. Batu ginjal rekuren yang disebabkan oleh 7. Leukopenia dan
batu oksalat Leukosistosis
31
ANALISA DATA
32
Data Subjektif Perubahan kontraktilitas Penurunan Curah
- Pasien mengatakan sesak Jantung
sejak sehari yang lalu setelah
melakukan aktivitas yang
berlebihan.
- pasien mengatakan
memiliki penyakit hipertensi
sejak 3 tahun yang lalu.
- Pasien mengatakan sebelum
MRS susah buang air kecil, 1 hari
hanya sekali.
Data objektif
- terdapat edema pada ekstremitas
bawah
- pasien tampak gelisah , pucat
- jumlah urine 2400 cc
- TD : 140/100
- RR : 24
- N : 87
- SPO2 : 96 %
- O2 : 4 lpm
- suara napas ronkhi, irama ireguler
- jumlah output 2400 cc/24 jam
Data Subjektif Agens cedera fisik Nyeri akut
Tn I mengatakan nyeri dada tembus
punggung saat melakukan aktivitas yang
berlebihan. Nyeri seperti diremas-remas
dan bersifat hilang timbul. Skala nyeri 3
dari 10
Data objektif
- TD : 140/100 mmHg
- RR : 24x/menit
33
- N : 87x/menit
- SPO2 : 96 %
- O2 : 3 lpm
- Pasien memegangi dadanya
Data Subjektif Risiko
- Pasien mengatakan memiliki ketidakstabilan kadar
riwayat diabetes mellitus glukosa darah
- Pasien mengatakan dulu pernah
terapi insulin, tetapi sudah berhenti
- Pasien mengatakan tidak mengatur
pola makan sejak bercerai
- Pasien mengatakan lemas
Data Obyektif
- Hasil lab menunjukkan
tanggal 26 November gula darah
Tn I 146 mg/dl
- Hasil lab gula darah puasa Tn
I tanggal 27 November 2018 yaitu
87 mg/dL
34
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN
TANGGAL PARAF
NO MASALAH KEPERAWATAN
ditemukan teratasi (nama)
1 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Sekresi 27 November 28 November
yang tertahan 2018 2018
35
Rencana Asuhan Keperawatan
36
(tekanan darah, nadi, 7. Kolaborasi dengan tenaga 7. Meminimalisir keluhan sesak
pernafasan) medis lain untuk
pemasangan O2
2. Penurunan Curah Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui keadaan umum pasien.
Jantung b.d keperawatan selama 1x24 2. Observasi jumlah intake dan 2. Intake dan output cairan yang
Perubahan jam volume cairan output pasien. seimbang akan membantu proses
kontraktilitas berkurang dengan kriteria edema yang ada pada pasien
hasil: 3. Batasi intake cairan yang 3. menunjukkan status volume sirkulasi
- Volume vairan stabil masuk dalam tubuh
dengan keseimbangan 4. Balance cairan dengan 4. Mengetahui respon dari terapi.
antara asupan dan harapan output > intake 5. Mencegah terjadinya dekubitus
haluaran 5. Ubah posisi dengan sering (4 karena tekanan tubuh akibat posisi
- Tanda vital dalam jam sekali) inspeksi yang tetap
batas normal permukaan kulit, pertahankan
- Edema tidak ada tetap kering, dan beri bantalan
- Pasien atau keluarga 6. Pantau hitung darah lengkap 6. Natrium yang meningkat akan
mengungkapkan dan elektrolit, terutama membuat jantung bekerja lebih keras,
pemahaman tentang natrium dan kalium.
37
diet individual dan 7. Kolaborasi dengan dokter sedangkan fungsi kalium sebagai
pembatasan cairan. pemberian terapi lasix pengatur aktivitas elektrik jantung.
7. Mengurangi kelebihan volume cairan
pada tubuh
1. Akut b.d Setelah dilakukan asuhan
Nyeri 1. Observasi nyeri (lokasi, 1. Mengetahui keadaan umum pasien
agens cedera keperawatan selama 1x24 karakteristik, frekuensi,
fisik jam diharapkan nyeri faktor presipitasi)
berkurang dengan kriteria 2. Ajarkan teknik relaksasi 2. Membantu pasien untuk rileks
hasil: 3. Berikan edukasi 3. Mengetahui dan menambah
- Mampu mengontrol mengenai penyebab nyeri pemahaman mengenai nyeri
nyeri 4. Observasi TTV 4. Mengetahui keadaan vital pasien.
- Nyeri berkurang 5. Kolaborasi dengan dokter 5. Mengurangi rasa nyeri
dari skala 3 ke pemberian obat analgetik
skala 2
- TTV normal
4 Resiko Setelah dilakukan asuhan 1. memantau kadar glukosa 1. Untuk mengetahui kondisi glukosa
Ketidakstabilan keperawatan selama 3x24 dalam darah dalam darah apakah mengalami
Kadar Glukosa jam kadar glukosa darah peningkatan / penurunan
Darah stabil dengan kriteria hasil:
38
- Dapat mengontrol 2. Pantau tanda-tanda 2. Poliuria, polidipsia,dan polifagia
kadar glukosa darah hiperglikemia: poliuria, dapat menyebabkan tingkat kelesuan
· Pemahaman polidipsia, polifagia, kelesuan berlebih pada tubuh klien karena
manajemen diabetes 3. Mengintruksikan pasien dan pengontrolan fungsi tubuh yang tidak
· Penerimaan kondisi keluarga terhadap sesuai
kesehatan pencegahan, pengenalan 3. Agar dapat memanajemen diabetes
manajemen, dan yang dialami oleh klien dan
hiperglikemia mengetahui cara penanganan
4. Konsultasi dengan dokter jika terhadap hiperglikemia
tanda dan gejala 4. Agar dapat mengantisipasi dan
hiperglikemia memburuk menghambat keparahan yang
diakibatkan oleh hiperglikemia
39
IMPLEMENTASI & EVALUASI
Nyeri Akut b.d - Memberikan terapi oral S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
agens cedera O : Pasien tenang
fisik A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
40
Resiko 11.20 - Memberikan ijeksi novorapid 4 unit S : Pasien mengatakan dulu pernah memakai
Ketidakstabilan - Menjelaskan nama, indikasi, dosis inj insulin, tetapi sudah lama berhenti.
Kadar Glukosa novorapid kepada pasien Pasien mengatakan tidak bisa mengatur pola
Darah makan.
O : GDA : 179 mg/dl
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan no. 3
Bersihan Jalan 14.15 Shift Siang S : Pasien mengatakan sesak berkurang
Napas Tidak - Memposisikan pasien untuk O : RR: 20, SPO2 : 99 %, terpasang O2 3 lpm
Efektif memaksimalkan ventilasi A : Masalah teratasi sebagian
- Mengatur intake untuk cairan P : Intervensi lanjutkan no. 4 dan 5
mengoptimalkan keseimbangan.
- Mengobservasi respirasi dan status O2
41
Penurunan 05.00 Shift Malam S : Pasien mengatakan edema berkurang
curah jantung Memberikan obat: O : TD : 150/90, Suhu: 36,6 oC, N: 80, RR:
- Inj Lasix 5 ml 20, SPO2 : 98%, Urine : 400cc
- Captopril 12,5 mg A : Masalah teratasi sebagian
- ISDN 5mg P : Intervensi lanjutkan no. 1 dan 5
2 29 Bersihan Jalan 09.00 Shift Pagi S : Pasien mengatakan sudah tidak sesak lagi
November Napas Tidak - Atur intake untuk cairan O : RR: 20, SPO2 : 99%, tidak terpasang O2
2018 Efektif A: Masalah teratasi
mengoptimalkan keseimbangan.
P : Intervensi pertahankan no. 1
- Monitor respirasi dan status O2
42
Resiko 11.20 - Memberikan ijeksi novorapid 4 unit S : Pasien mengatakan akan mencoba
Ketidakstabilan - Mengevaluasi pengetahuan dan keinginan mengatur pola makannya nanti dirumah
Kadar Glukosa diit gula kepada pasien O : Pasien mampu menyebutkan kembali
Darah menu diit untuk penderita DM
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
43
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan no. 1
44
EVALUASI SUMATIF
45
BAB 4
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan mencoba meguraikan tentang data, teori dan
analisis penulis selama melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosis Acute Lung Oedema di ruang jantung RSAL Dr. Ramelan Surabaya
4.1 Pengkajian
Pada pengkajian sistem saraf tidak didapatkan masalah, karena termasuk jenis
acute lung oedema kardiogenik. Pada pengkajian sistem perkemihan didapatkan
pasien tidak dapat kencing, kencing menurun sejak sakit. Biasanya pada pasien
acute lung oedema terjadi penurunan kencing.
46
Pada pengkajian
BAB 5
PENUTUP
Setelah penulis melakukan pengamatan dan melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Acute Long Odema di ruang
Jantung pada tanggal 28 November 2018, maka penulis dapat menarik kesimpulan
dan sekaligus memberikan saran yang dapat bermanfaat untuk membantu
meningkatkan mutu asuhan keperawatan klien dengan Acute Long Odema.
4.1Simpulan
Setelah menguraikan berbagai persamaan dan kesenjangan antara tinjauan
pustka dan tinjauan kasus, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Dalam penegakkan diagnosis keperawatan, tidak semua diagnosis yang
tercantum dalam tinjauan pustaka tercantum di tinjauan kasus, tetapi
penulis menyesuaikan sesuai masalah yang terdapat pada klien.
2. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang ada.
3. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis bekerja sama dengan
para perawat ruangan dan tenaga kesehatan lainnya.
4.2 Saran
1. Bagi Pelayanan Rumah Sakit
Penanganan yang cepat dan tepat pada kasus Acute Long Odema sangat
diperlukan guna mencegah komplikasi, mengingat Acute long Odema
terjadi pada paru-paru dan paru-paru merupakan organ paling penting dalam
sistem pernapasan. Penanganan penyakit ini dibutuhkan oleh perawat dan
tenaga kesehatan lainnya yang sudah ahli agar dapat meminimalkan
terjadinya komplikasi atau bahkan kematian.
2. Bagi Penulis
Dalam asuhan keperawatan, dibutuhkan kerja sama yang baik antar tim
kesehatan yang berguna untuk menegtahu kondisi perkembangan klien.
3. Bagi Keluarga Pasien
47
Kerjasama keluarga dengan tenaga kesehatan dalam merawat klien Acute
Long Odema sangat diperlukan untuk membantu memudahkan pelaksanaan
asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Harun S & Sally N. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. NaskahLengkap PKB
XXVI IlmuPenyakitDalam 2011. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo
Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edem Paru pada Kasus VSD dan Sepsis
VAP. Anestesia& Critical Care. Yogyakarta. Nuha Medika
48